Tag: Natalius Pigai

  • KemenHAM Turunkan Tim Cari 3 Orang Hilang Usai Demo Akhir Agustus

    KemenHAM Turunkan Tim Cari 3 Orang Hilang Usai Demo Akhir Agustus

    JAKARTA – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) telah menurunkan tim untuk mencari tiga orang yang dilaporkan hilang pascademonstrasi pada akhir Agustus 2025.

    Adapun tiga orang yang dilaporkan hilang yakni Bima Permana Putra, Muhammad Farhan Hamid, dan Reno Syaputradewo.

    “Saya sudah turunkan tiga tim, mereka yang berkomunikasi dengan keluarga orang yang hilang ini,” ujar Menteri HAM Natalius Pigai dilansir ANTARA, Selasa, 16 September.

    Selain berkomunikasi dengan keluarga, Pigai menuturkan timnya juga mengecek ke kepolisian resor (polres) maupun kepolisian daerah (polda) terdekat dengan tempat hilangnya ketiga orang itu.

    Dia berharap dari penurunan tim tersebut, akan terdapat laporan paling lambat selama satu minggu, mengenai perkembangan ketiga orang yang hilang.

    Namun demikian, dirinya mengatakan sebenarnya terlalu cepat menyimpulkan ketiga orang tersebut hilang, apalagi jika belum dilakukan pemprofilan (profiling) mengenai peran orang-orang itu dalam demonstrasi pada akhir Agustus lalu.

    Pasalnya, menurut Pigai, terdapat pula kemungkinan ketiga orang tersebut bersembunyi karena panik setelah adanya kerusuhan pascademo.

    “Jadi kita tunggu saja, tapi kami tetap terus berjuang. Mari kita berdoa yang bersangkutan kembali ke rumah,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengungkapkan tiga orang yang dilaporkan hilang pascaaksi unjuk rasa telah diketahui pihaknya melalui media sosial.

    Karena itu, kata Wira, Polda Metro Jaya telah membentuk posko pengaduan orang hilang di gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

    “Kami sudah mendapatkan informasi tersebut dari media sosial juga. Tentunya kami dari Polda Metro saat ini sudah membuat posko pengaduan orang hilang di Aula Satiaha Prabu, gedung Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya,” kata Wira.

    Kendati demikian, kata Wira, belum ada laporan resmi ke pihaknya terkait tiga orang yang dilaporkan hilang tersebut.

    “Kalau laporan sampai sejauh ini, untuk laporan offline, maksudnya orang datang, belum ada yang datang. Kemudian secara WA juga banyak hanya mengucapkan terima kasih sudah dibentuk posko, tapi secara detail untuk laporan, melaporkan bahwa orang hilang, belum ada,” ujar Wira.

    Pihaknya telah membentuk tim gabungan pencarian orang hilang.

  • Ruang demonstrasi sebagai kanal minim risiko penyampaian aspirasi

    Ruang demonstrasi sebagai kanal minim risiko penyampaian aspirasi

    Lewat fasilitas itu, negara bukan hanya menghormati hak rakyat, melainkan memenuhi kewajiban menyediakan ruang menyampaikan aspirasi dan dialog bagi masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah

    Bondowoso (ANTARA) – Aksi unjuk rasa di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, akhir Agustus 2025 memberi pelajaran besar mengenai perlunya mengelola aksi protes rakyat agar tidak menimbulkan masalah.

    Aksi unjuk rasa itu berakhir rusuh yang salah satunya disebabkan oleh begitu banyaknya peserta dan luasnya arena yang digunakan oleh rakyat saat menyampaikan aspirasi, sehingga petugas kepolisian kesulitan untuk mengatur agar kegiatan itu tetap berlangsung damai.

    Melihat eskalasinya yang semakin meningkat, banyak kalangan yang khawatir, kerusuhan itu akan mengulang peristiwa 1998 yang awalnya merupakan unjuk rasa mahasiswa yang menuntut pemimpin Orde Baru untuk mundur, tapi kemudian berakhir dengan kerusuhan, pembakaran sejumlah gedung dan fasilitas umum.

    Apalagi, lokasi unjuk rasa, kala itu bukan hanya di gedung DPR RI, melainkan merembet ke berbagai daerah, seperti Surabaya, Makassar, dan lainnya. Beruntung, pada unjuk rasa di akhir Ahustus 2025 itu, pemerintah berhasil meredakan suasana dan para pengunjuk rasa kembali ke rumahnya masing-masing.

    Melihat situasi itu, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai melontarkan gagasan agar rakyat disediakan ruang demonstrasi di berbagai instansi yang memiliki halaman luas, seperti di halaman gedung DPR RI.

    Gagasan yang bertujuan untuk memperkuat praktik demokrasi secara substantif itu merupakan ide yang perlu mendapat perhatian agar kasus-kasus aksi yang berujung rusuh tidak terulang. Ruang itu akan menjadi arena yang efektif untuk proses dialog elegan dan nyaman antara rakyat dengan pemerintah.

    Dengan menyediakan lokasi khusus berekspresi bagi warga, maka ruang demonstrasi itu akan menjadi kanal bagi rakyat untuk menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap satu kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah, sekaligus menjadi tempat bagi wakil rakyat untuk mendengarkan hal yang menjadi kehendak dan keluhan pemilik utama negeri ini.

    Dari sisi keamanan, penyediaan ruang demonstrasi ini memudahkan aparat negara untuk betul-betul menjaga agar aksi-aksi unjuk rasa tetap berlangsung aman. Kemungkinan adanya penyusup yang ingin mengeruk keuntungan dari situasi rusuh akan diminalkan, karena ruang gerak semua yang datang akan lebih mudah terpantau.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Politik kemarin, aturan dokumen capres hingga isu Mahfud masuk kabinet

    Politik kemarin, aturan dokumen capres hingga isu Mahfud masuk kabinet

    partai betul-betul harus kita benahi karena tidak mungkin kita menciptakan demokrasi kalau partai politiknya sendiri tidak demokratis

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (16/9) menjadi sorotan, mulai dari KPU batalkan aturan soal dokumen syarat capres-cawapres hingga respons isu Mahfud masuk kabinet, Bappisus sebut itu prerogatif Presiden.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca pada Rabu:

    1. KPU batalkan aturan soal dokumen syarat capres-cawapres

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan dari capres-cawapres terkait.

    “Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang dikecualikan KPU,” kata Ketua KPU Afifuddin di Kantor KPU Jakarta, Selasa.

    Afif mengatakan KPU telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, salah satunya Komisi Informasi Pusat (KIP), terkait keputusan soal pengecualian informasi publik tersebut.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Komisi XIII DPR akan bicarakan usul Pigai soal lapangan demo di DPR

    Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan pihaknya bakal membicarakan usulan dari Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai terkait lapangan untuk aksi demonstrasi di DPR RI.

    Dia menilai bahwa kompleks DPR RI sebetulnya merupakan rumah bagi rakyat. Menurut dia, ada negara-negara lain yang telah menyiapkan lapangan bagi rakyatnya untuk menggelar aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi.

    “Halaman DPR ini kan rumah rakyat, ya silakan saja kalau ada usulan itu nanti kita bicarakan,” kata Andreas di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Menko Yusril: Parpol harus dibenahi melalui revisi undang-undang

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengemukakan partai politik harus dibenahi melalui revisi undang-undang, baik UU Pemilihan Umum, UU Partai Politik, maupun UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD).

    Menurut Yusril, setelah amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, peranan partai politik sangat besar, di mana pemilu legislatif hanya bisa diikuti partai politik dan individu hanya bisa dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden melalui partai politik.

    “Jadi, partai betul-betul harus kita benahi karena tidak mungkin kita menciptakan demokrasi kalau partai politiknya sendiri tidak demokratis,” kata Yusril dalam konferensi pers usai menerima audiensi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu di Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    4. Menhan sebut pasukan TNI terus jaga gedung parlemen

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan bahwa pihaknya akan terus menempatkan prajurit TNI di beberapa kantor pemerintahan, salah satunya gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta Pusat.

    Hal tersebut dilakukan guna memastikan gedung pemerintahan dalam kondisi aman.

    “Jadi TNI akan menjaga simbol kedaulatan negara di DPR, jadi saya sudah menyetujui dan Panglima akan menindaklanjuti bersama para kepala staf bahwa instalasi DPR akan dijaga oleh TNI,” kata Sjafrie kepada awak media usai menjalani rapat dengan Komisi I di Fedung DPR, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Respons isu Mahfud masuk kabinet, Bappisus: Itu prerogatif Presiden

    Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus) Aris Marsudiyanto merespons soal mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang dikabarkan masuk dalam Kabinet Merah Putih.

    Saat ditanya oleh awak media soal Mahfud MD yang juga calon wakil presiden (cawapres) 2024 itu masuk sebagai kandidat menteri, Aris menegaskan bahwa keputusan itu merupakan hak prerogatif atau hak istimewa Presiden Prabowo Subianto.

    ”Kabinet kan hak prerogatif Pak Presiden, ya saya enggak bisa menyampaikan,” kata Aris saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pigai yakini penegakan hukum basis HAM diperkuat pada reformasi Polri

    Pigai yakini penegakan hukum basis HAM diperkuat pada reformasi Polri

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai meyakini penegakan hukum berbasis HAM akan diperkuat dalam reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

    Menurutnya, hal tersebut seiring dengan sudah adanya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

    “Jadi pasti HAM menjadi salah satu yang dipertimbangkan dalam reformasi Polri,” kata Pigai saat ditemui di Jakarta, Selasa.

    Maka dari itu dalam rencana reformasi Polri, dirinya menuturkan Kementerian HAM menjadi salah satu unit pendukung.

    Pigai menegaskan sejak awal, Presiden Prabowo Subianto sudah bersikap untuk melakukan evaluasi terhadap institusi kepolisian dan akan dilakukan dalam waktu yang cepat.

    Dikatakan bahwa reformasi dimaksud dilakukan untuk transformasi institusi kepolisian yang lebih progresif, profesional, kredibel, akuntabel, dan memberi rasa keadilan pada proses penegakan hukum di masa yang akan datang.

    “Reformasi itu untuk hal baik supaya lebih profesional, progresif, dan imparsial dalam proses penyelidikan. Kemudian penguatan institusinya, instrumentalnya diperbaiki, dan peningkatan profesionalisme personel,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan Presiden Prabowo Subianto sedang mempersiapkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan Komisi Reformasi Polri.

    Komisi tersebut, kata dia, dibentuk guna merumuskan berbagai gagasan perubahan yang harus dilakukan terhadap tubuh Polri, untuk nantinya diserahkan kepada Presiden.

    “Belum ada target kapan akan dibentuk, tapi memang keppres-nya sudah disiapkan dan mungkin akan segera dilantik ya sehari atau dua hari ini,” ujar Yusril saat ditemui di Jakarta, Selasa.

    Nantinya, dijelaskan Menko bahwa komisi tersebut akan diberikan waktu selama beberapa bulan untuk menyelesaikan berbagai rumusan tentang reformasi Polri, yakni berupa pengkajian ulang terhadap kedudukan, ruang lingkup, tugas, dan kewenangan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi XIII DPR akan bicarakan usul Pigai soal lapangan demo di DPR

    Komisi XIII DPR akan bicarakan usul Pigai soal lapangan demo di DPR

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan pihaknya bakal membicarakan usulan dari Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai terkait lapangan untuk aksi demonstrasi di DPR RI.

    Dia menilai bahwa kompleks DPR RI sebetulnya merupakan rumah bagi rakyat. Menurut dia, ada negara-negara lain yang telah menyiapkan lapangan bagi rakyatnya untuk menggelar aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi.

    “Halaman DPR ini kan rumah rakyat, ya silakan saja kalau ada usulan itu nanti kita bicarakan,” kata Andreas di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan bahwa ada selama ini pengaturan terkait orang-orang untuk keluar dan masuk kompleks parlemen. Namun jika nantinya diperbolehkan, menurut dia, aksi demonstrasi pasti mempunyai penanggung jawabnya dan melaporkan jumlah orang yang turut aksi.

    “Sehingga kemudian memang benar benar demonstrasi untuk menyampaikan pendapat,” kata dia.

    Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan perkantoran yang memiliki halaman luas salah satunya gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, memiliki pusat demokrasi untuk masyarakat menyampaikan aspirasi agar tidak mengganggu pengguna jalan raya.

    “Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang,” kata Natalius Pigai di sela meninjau Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, Jumat (12/9).

    Ia kemudian berharap agar setiap pimpinan atau perwakilan lembaga tersebut harus keluar gedung untuk menerima aspirasi masyarakat.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pigai Usul DPR Sediakan Ruang Demonstrasi di Halaman Kompleks Parlemen

    Pigai Usul DPR Sediakan Ruang Demonstrasi di Halaman Kompleks Parlemen

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengusulkan penyediaan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR RI.

    Menurutnya, hal itu menjadi langkah strategis untuk memperkuat praktik demokrasi substantif.

    Pigai dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin, mengatakan demokrasi substantif yang ia maksud, yaitu ketika aspirasi masyarakat tersalurkan, ketertiban publik terjaga, dan simbol kedaulatan hadir di jantung parlemen.

    “Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” ujarnya dilansir dari Antara, Senin (15/9/2025).

    Menham mengemukakan masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai.

    Dia juga menyebutkan bahwa Negara bukan hanya menghormati hak tersebut, melainkan juga berkewajiban memastikan ruang tersebut ada, salah satunya melalui gagasan penyediaan ruang demonstrasi itu.

    Menurut Pigai, usulan dimaksud sejalan dengan sikap Presiden Prabowo Subianto.

    Pada 31 Agustus 2025, ketika menyampaikan pernyataan terkait gelombang unjuk rasa, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh Kovenan Internasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik serta Undang-Undang HAM.

    Bagi Pigai, pernyataan Presiden itu menunjukkan pemerintah konsisten dengan komitmen HAM internasional maupun nasional.

    Di samping itu, hak menyampaikan pendapat juga dijamin oleh Pasal 28E Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

    Namun, ia mengatakan praktik demokrasi di Indonesia kerap menimbulkan gesekan, terutama karena lokasi unjuk rasa sering berada di jalan utama yang menyebabkan kemacetan dan potensi benturan.

    Oleh karenanya, Pigai meyakini dengan menyediakan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR RI, negara bisa menjawab dilema tersebut. Dengan begitu, hak masyarakat dijamin dan ketertiban umum tetap terjaga.

    Ia menyebut ruang demonstrasi sudah dipraktikkan di beberapa negara, di antaranya Jerman menyediakan alun-alun publik di Berlin untuk aksi besar dengan pemberitahuan resmi dan Inggris mengatur demonstrasi di Parliament Square dengan izin khusus.

    Singapura, kata dia, menyediakan ruang demonstrasi di Speakers’ Corner Hong Lim Park, sedangkan di Amerika Serikat terdapat free speech zones dalam acara politik besar.

    Sementara itu, Korea Selatan, masih menurut Pigai, melarang aksi di dekat istana, parlemen, dan pengadilan, tetapi memfasilitasi aksi besar di ruang publik ikonik seperti Gwanghwamun Square.

    “Gagasan semacam ruang demonstrasi ini juga sebenarnya sudah pernah diusulkan oleh DPR-RI dalam Rencana Strategis DPR 2015–2019 dengan menyebut pembangunan ‘alun-alun demokrasi’,” katanya.

    Lokasi Demonstrasi di Kompleks Gedung DPR

    Alun-alun demokrasi itu diusulkan dibangun di sisi kiri kompleks DPR, menempati area Taman Rusa, lapangan futsal, dan parkir. Rencana tersebut didesain untuk menampung lebih kurang 10.000 orang dengan fasilitas panggung orasi permanen, pengeras suara, jalur evakuasi, dan akses aman.

    “Peresmian simbolis pernah dilakukan pada 21 Mei 2015, tetapi proyek ini tidak berlanjut,” ucapnya.

    Selain itu, sambung Pigai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2016 membangun Taman Aspirasi di Plaza Barat Laut Monas, seluas lebih kurang 1.000 meter persegi dengan fasilitas taman terbuka, mural, dan ruang ekspresi publik.

    “Namun, ruang ini lebih bersifat simbolik dan tidak difungsikan sebagai lokasi demonstrasi resmi yang diakui hukum,” tuturnya.

    Ia mengatakan pengalaman internasional memberi pelajaran penting, Singapura dengan Speakers’ Corner-nya kerap dikritik karena ruang demonstrasi justru berubah menjadi instrumen pembatasan.

    Sebaliknya, Jerman dan Korea Selatan menunjukkan ruang aspirasi di jantung kota memperkuat demokrasi tanpa menutup kemungkinan aksi di tempat lain.

    Oleh karena itu, kata Pigai, usulan ruang demokrasi di halaman DPR perlu dipandang sebagai penambahan ruang resmi yang representatif, aman, dan simbolis, alih-alih dimaknai sebagai upaya membatasi demonstrasi hanya di sana.

    Menurut Pigai, dengan cara itu, Indonesia bisa menghindari jebakan regulasi yang mengekang kebebasan dan justru memperluas fasilitasi demokrasi dalam bentuk paling substantif.

    Menteri HAM lanjut mengatakan usulan halaman DPR sebagai ruang demonstrasi merupakan kesempatan kedua untuk mewujudkan gagasan yang sudah lama tertunda.

    “Dulu, DPR pernah menuliskannya dalam renstra, Pemprov DKI pernah membangunnya di Monas. Kini, dengan momentum politik yang tepat, kita bisa memastikan ruang demokrasi itu benar-benar hadir, bukan sekadar wacana,” jelas Natalius Pigai.

    Respons DPR

    Komisi XIII DPR RI menilai usulan Menteri HAM Natalius Pigai menyediakan ruang demonstrasi di DPR sebagai solusi positif menyalurkan aspirasi rakyat, namun menekankan perlunya pengaturan agar tak mengganggu aktivitas parlemen.

    Wakil Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Andreas Hugo Pareira menyambut baik usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyediakan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR karena menurutnya dapat membantu penyaluran aspirasi publik secara lebih tertib.

    “Ide yang baik, DPR kan rumah rakyat. Nanti ketika rapat di DPR, silakan Pak Natalius usulkan sehingga dapat dibicarakan,” kata Andreas kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (16/9).

    Ia menjelaskan salah satu persoalan demonstrasi yang kerap terjadi di luar pagar DPR adalah timbulnya gangguan lalu lintas. Hal itu, menurut dia, bisa diatasi jika ada lokasi khusus untuk berorasi di dalam area DPR.

    Namun, Andreas tetap mengingatkan perlu ada pengaturan teknis agar usulan tersebut berjalan efektif, antara lain penentuan jumlah peserta, penanggung jawab demonstrasi, perizinan, jadwal kegiatan, kapasitas, serta koordinasi keamanan. Dia berharap usulan itu dapat segera dibahas bersama antara DPR dan Kementerian HAM agar rencana tersebut dapat mulai diatur dan direalisasikan.

    “Mungkin [ide] ini suatu solusi, namun perlu dikaji betul [aturan dan regulasi] karena bagaimanapun kegiatan sehari-hari di DPR didatangi berbagai orang, baik mitra kerja pemerintah maupun masyarakat dengan berbagai kepentingan,” ujarnya.

  • Menham: Ruang demonstrasi di halaman DPR langkah perkuat demokrasi

    Menham: Ruang demonstrasi di halaman DPR langkah perkuat demokrasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menjelaskan gagasan penyediaan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR RI merupakan langkah strategis untuk memperkuat praktik demokrasi substantif.

    Pigai dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin, mengatakan demokrasi substantif yang ia maksud, yaitu ketika aspirasi masyarakat tersalurkan, ketertiban publik terjaga, dan simbol kedaulatan hadir di jantung parlemen.

    “Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” ucapnya.

    Menham mengemukakan masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai. Negara bukan hanya menghormati hak tersebut, melainkan juga berkewajiban memastikan ruang tersebut ada, salah satunya melalui gagasan penyediaan ruang demonstrasi itu.

    Menurut Pigai, usulan dimaksud sejalan dengan sikap Presiden Prabowo Subianto.

    Pada 31 Agustus 2025, ketika menyampaikan pernyataan terkait gelombang unjuk rasa, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh Kovenan Internasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik serta Undang-Undang HAM.

    Bagi Pigai, pernyataan Presiden itu menunjukkan pemerintah konsisten dengan komitmen HAM internasional maupun nasional.

    Di samping itu, hak menyampaikan pendapat juga dijamin oleh Pasal 28E Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

    Namun, ia mengatakan praktik demokrasi di Indonesia kerap menimbulkan gesekan, terutama karena lokasi unjuk rasa sering berada di jalan utama yang menyebabkan kemacetan dan potensi benturan.

    Oleh karenanya, Pigai meyakini dengan menyediakan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR RI, negara bisa menjawab dilema tersebut. Dengan begitu, hak masyarakat dijamin dan ketertiban umum tetap terjaga.

    Menurut Pigai, setidaknya terdapat delapan alasan pentingnya ruang demonstrasi itu penting, antara lain, sebagai simbolisme demokrasi autentik, kedekatan dengan target aspirasi, mengurangi beban lalu lintas, keamanan dan ketertiban, budaya dialog langsung, menghapus stigma negatif demonstrasi, efisiensi logistik, dan preseden bagi daerah.

    Ia menyebut ruang demonstrasi sudah dipraktikkan di beberapa negara, di antaranya Jerman menyediakan alun-alun publik di Berlin untuk aksi besar dengan pemberitahuan resmi dan Inggris mengatur demonstrasi di Parliament Square dengan izin khusus.

    Singapura, kata dia, menyediakan ruang demonstrasi di Speakers’ Corner Hong Lim Park, sedangkan di Amerika Serikat terdapat free speech zones dalam acara politik besar.

    Sementara itu, Korea Selatan, masih menurut Pigai, melarang aksi di dekat istana, parlemen, dan pengadilan, tetapi memfasilitasi aksi besar di ruang publik ikonik seperti Gwanghwamun Square.

    “Gagasan semacam ruang demonstrasi ini juga sebenarnya sudah pernah diusulkan oleh DPR-RI dalam Rencana Strategis DPR 2015–2019 dengan menyebut pembangunan ‘alun-alun demokrasi’,” katanya.

    Alun-alun demokrasi itu diusulkan dibangun di sisi kiri kompleks DPR, menempati area Taman Rusa, lapangan futsal, dan parkir. Rencana tersebut didesain untuk menampung lebih kurang 10.000 orang dengan fasilitas panggung orasi permanen, pengeras suara, jalur evakuasi, dan akses aman.

    “Peresmian simbolis pernah dilakukan pada 21 Mei 2015, tetapi proyek ini tidak berlanjut,” ucapnya.

    Selain itu, sambung Pigai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 membangun Taman Aspirasi di Plaza Barat Laut Monas, seluas lebih kurang 1.000 meter persegi dengan fasilitas taman terbuka, mural, dan ruang ekspresi publik.

    “Namun, ruang ini lebih bersifat simbolik dan tidak difungsikan sebagai lokasi demonstrasi resmi yang diakui hukum,” tuturnya.

    Ia mengatakan pengalaman internasional memberi pelajaran penting, Singapura dengan Speakers’ Corner-nya kerap dikritik karena ruang demonstrasi justru berubah menjadi instrumen pembatasan.

    Sebaliknya, Jerman dan Korea Selatan menunjukkan ruang aspirasi di jantung kota memperkuat demokrasi tanpa menutup kemungkinan aksi di tempat lain.

    Oleh karena itu, kata Pigai, usulan ruang demokrasi di halaman DPR perlu dipandang sebagai penambahan ruang resmi yang representatif, aman, dan simbolis, alih-alih dimaknai sebagai upaya membatasi demonstrasi hanya di sana.

    Menurut Pigai, dengan cara itu, Indonesia bisa menghindari jebakan regulasi yang mengekang kebebasan dan justru memperluas fasilitasi demokrasi dalam bentuk paling substantif.

    Menteri HAM lanjut mengatakan usulan halaman DPR sebagai ruang demonstrasi merupakan kesempatan kedua untuk mewujudkan gagasan yang sudah lama tertunda.

    “Dulu, DPR pernah menuliskannya dalam renstra, Pemprov DKI pernah membangunnya di Monas. Kini, dengan momentum politik yang tepat, kita bisa memastikan ruang demokrasi itu benar-benar hadir, bukan sekadar wacana,” jelas Natalius Pigai.

    Usulan menyediakan pusat masyarakat menyampaikan aspirasi di halaman gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pertama kali disampaikan Natalius Pigai di sela-sela peninjauan Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, Jumat (12/9).

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Natalius Pigai Usul Tempat Demo di Halaman DPR, Pimpinan Komisi XIII: Ide yang Baik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 September 2025

    Natalius Pigai Usul Tempat Demo di Halaman DPR, Pimpinan Komisi XIII: Ide yang Baik Nasional 14 September 2025

    Natalius Pigai Usul Tempat Demo di Halaman DPR, Pimpinan Komisi XIII: Ide yang Baik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menilai baik usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai soal adanya lapangan demonstrasi di halaman gedung DPR RI.
    “Ide yang baik,” kata Andreas saat dikonfirmasi, Sabtu (14/9/2025).
    Namun, menurut Andreas, usulan itu perlu dibahas saat rapat Komisi XIII dengan Natalius Pigai. Sehingga, dia belum banyak komentar soal usul tersebut.
    Apalagi, Andreas belum bisa memberikan informasi terkait jadwal rapat Komisi XIII DPR bersama Natalius Pigai.
    “Tapi, nanti kalau menteri Natalius Pigai ke DPR baru didiskusikan,” ujarnya.
    Diketahui, usulan DPR membuat lapangan demonstrasi di halaman Kompleks Parlemen ini disampaikan Menteri HAM Natalius Pigai bukan tanpa alasan.
    Natalius menyebut, lapangan untuk demonstrasi diperlukan agar massa tidak menggelar unjuk rasa di badan jalan.
    “Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang,” kata Natalius Pigai di sela meninjau Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, dilansir
    ANTARA
    , Jumat (12/9/2025).
    Lapangan itu disebut sebagai pusat demokrasi. Pigai berharap agar setiap pimpinan atau perwakilan lembaga tersebut harus keluar gedung untuk menerima aspirasi masyarakat.
    Menurut dia, pusat demokrasi itu tak hanya berpeluang dibuka di tingkat pusat, namun bisa juga dibuka untuk pemerintah daerah, termasuk DPRD provinsi atau kabupaten/kota yang memiliki halaman luas.
    Pigai pun siap membuat peraturan setingkat menteri apabila usulan itu diterima oleh kementerian/lembaga.
    “Kalau kementerian buat peraturan menteri, saya mau saja. Jadi setiap unjuk rasa, siapa pun baik pemerintah, legislatif, yudikatif, atau korporasi, pihak swasta wajib menerima pengunjuk rasa tapi dibuat ruang, ada tempat pusat demokrasi,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Formappi Kritik Natalius Pigai: Masalah Demo Bukan Tempat, tapi Sikap DPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 September 2025

    Formappi Kritik Natalius Pigai: Masalah Demo Bukan Tempat, tapi Sikap DPR Nasional 14 September 2025

    Formappi Kritik Natalius Pigai: Masalah Demo Bukan Tempat, tapi Sikap DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkritik usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang mendorong DPR menyiapkan lapangan khusus untuk demonstrasi di halaman gedung parlemen.
    Menurut Lucius, usulan tersebut justru berpotensi menyingkirkan substansi demonstrasi sebagai wujud kebebasan warga negara dalam menyampaikan pendapat.
    “Usulan Menteri HAM agar disiapkan tempat khusus di kompleks DPR bagi pendemonstrasi agar tidak mengganggu pengguna jalan di depan gedung DPR kesannya sih jadi solusi yang cemerlang,” kata Lucius kepada Kompas.com, Minggu (14/9/2025).
    Namun, dia heran karena Menteri HAM justru fokus pada lokasi demonstrasi, bukan pada substansinya sebagai wujud hak kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat.
    “Yang jadi urusan Kementerian HAM kan soal hak warga negara menyampaikan pendapat dan berkumpul. Kalau urusan infrastruktur itu mestinya sih jadi pekerjaan Kementerian Pekerjaan Umum lah,” ujarnya.
    Lucius menilai persoalan utama justru terletak pada sikap DPR yang dinilai tidak ramah terhadap rakyat yang datang menyampaikan aspirasi.
    Menurutnya, massa yang datang menggunakan haknya itu kerap tidak dihargai oleh pimpinan lembaga atau anggota lembaga parlemen.
    “Mereka dipaksa untuk berteriak di depan gerbang dengan pintu gerbang yang ditutup rapat, dijaga aparat, dilapisi kawat berduri. Bagaimana bisa memahami respons DPR atas kehadiran warga dengan cara seperti itu?” ucapnya.
    Ia pun berpandangan bahwa akar masalah unjuk rasa yang kerap berlangsung di jalanan justru karena DPR menutup ruang interaksi langsung dengan masyarakat.
    “Jadi jangan lalu Menteri HAM menyalahkan pedemo yang mengganggu ketertiban jalan umum. Yang salah itu ya DPR yang tak ramah dengan warga yang datang menyampaikan aspirasi,” kata Lucius.
    “Pagar tertutup, ribuan aparat yang berbaris di bagian dalam pagar, kawat berduri, gas air mata, semua itu ekspresi permusuhan dan perang. DPR memosisikan rakyat sebagai musuh yang harus diblok dari kompleks parlemen. Itulah yang jadi alasan pedemo memenuhi jalanan di depan gedung DPR,” lanjutnya.
    Lucius menilai usulan penyediaan lapangan demonstrasi justru bisa menjadi siasat DPR untuk mengendalikan aksi masyarakat.
    Dia mengatakan, sikap DPR yang tak ramah pada rakyat yang datang menyampaikan pendapat membuat usulan menyiapkan tempat khusus demonstrasi terlihat sebagai siasat untuk mengendalikan demonstrasi.
    “Dengan disiapkan tempat, berikutnya aturan pemakaian tempat itu akan jadi sarana DPR untuk mengatur aksi sesuai keinginan mereka. Persiapan tempat itu untuk mengendalikan aksi, bukan untuk menjamin kebebasan menyampaikan pendapat dari masyarakat,” kata Lucius.
    Ia pun mendesak agar Kementerian HAM lebih fokus pada upaya membangun kesadaran pejabat dan DPR tentang pentingnya menghormati hak rakyat untuk menyampaikan pendapat.
    “Jadi yang harus dilakukan Kementerian HAM itu ya harusnya bagaimana membangun kesadaran pejabat dan DPR soal hak rakyat atau hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dan berkumpul karena merupakan hak asasi rakyat, harusnya DPR menghormati kegiatan penyampaian pendapat itu dan menyambut mereka yang datang untuk itu,” kata Lucius. “Bukan malah membangun benteng pertahanan seolah-olah rakyat adalah penjahat yang harus dilarang atau tak pantas disambut,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan agar DPR menyiapkan lapangan demonstrasi di halaman gedung parlemen agar massa tidak menggelar aksi di jalan raya.
    Menurut Pigai, halaman DPR yang luas bisa dijadikan pusat demokrasi yang menampung 1.000 hingga 2.000 orang.
    Ia juga berharap setiap pimpinan lembaga, baik eksekutif maupun legislatif, mau keluar gedung untuk menerima aspirasi masyarakat di tempat itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Pigai Usul Halaman Gedung DPR Jadi Pusat Demokrasi – Page 3

    Menteri Pigai Usul Halaman Gedung DPR Jadi Pusat Demokrasi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan perkantoran yang memiliki halaman luas salah satunya gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, memiliki pusat demokrasi untuk masyarakat menyampaikan aspirasi agar tidak mengganggu pengguna jalan raya.

    “Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang,” kata Natalius Pigai di sela meninjau Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, Jumat (12/9) seperti dilansir Antara.

    Ia kemudian berharap agar setiap pimpinan atau perwakilan lembaga tersebut harus keluar gedung untuk menerima aspirasi masyarakat.

    Menurut dia, pusat demokrasi itu tak hanya berpeluang di tingkat pusat, namun bisa juga dibuka untuk pemerintah daerah, termasuk DPRD provinsi atau kabupaten/kota yang memiliki halaman luas.

    Ia pun siap apabila usulan itu diterima oleh kementerian/lembaga, maka akan dibuatkan peraturan tingkat menteri.

    “Kalau kementerian buat peraturan menteri, saya mau saja. Jadi setiap unjuk rasa, siapa pun baik pemerintah, legislatif, yudikatif, atau korporasi, pihak swasta wajib menerima pengunjuk rasa tapi dibuat ruang, ada tempat pusat demokrasi,” ucapnya.