Tag: Natalius Pigai

  • Indeks demokrasi turun bukan pada masa Presiden Prabowo

    Indeks demokrasi turun bukan pada masa Presiden Prabowo

    Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai (tengah) saat memberikan keterangan di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3/2025). (ANTARA/Rio Feisal)

    Menteri HAM: Indeks demokrasi turun bukan pada masa Presiden Prabowo
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 12 Maret 2025 – 08:20 WIB

    Elshinta.com – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU) bukan terjadi pada masa Presiden Prabowo Subianto.

    “(Tahun) 2024 itu sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya karena data ini adalah penilaian turunnya demokrasi pada 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Pada tahun 2024, angka indeks demokrasi Indonesia sebesar 6,44 atau menurun dari angka indeks tahun 2023 yang tercatat 6,53.

    Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 bukan berarti menunjukkan pemerintah tidak bersahabat dengan demokrasi, melainkan adanya perbedaan variabel penilaian dengan EIU.

    Menurut ia, EIU hanya berfokus pada aspek aturan-aturan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, dan putusan peradilan yang dinilai mengekang kebebasan demokrasi.

    Oleh sebab itu, Pigai mengakui bahwa apabila berfokus pada variabel penilaian EIU maka terdapat beberapa aturan yang mengakibatkan penurunan indeks demokrasi di tanah air, terutama dari tahun 2015 hingga 2024.

    “Pertama, Peraturan Kapolri tentang hate speech (ujaran kebencian, red) pada 2015 sehingga Peraturan Kapolri tentang hate speech itu sebenarnya mengunci demokrasi,” jelasnya.

    Kedua, kata Pigai, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang mengatur anggota dewan dapat melaporkan warga negara yang memberi protes kepada mereka.

    “Berikutnya, revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Perppu tentang Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017) yang akarnya membubarkan satu, dua ormas yang dianggap bertentangan dengan pemerintah,” katanya.

    Kemudian, penangkapan aktivis organisasi kemasyarakatan sipil yang terjadi sejak tahun 2015.

    “Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun,” jelasnya.

    Secara khusus, Menteri HAM mengatakan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 karena adanya upaya DPR RI untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

    Sumber : Antara

  • Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, pihaknya menginginkan adanya Undang-Undang (UU) tentang Kebebasan Beragama. Ia menyebut, dengan payung hukum tersebut warga bisa memeluk kepercayaan di luar agama resmi yang diakui di Indonesia.

    “Kemudian terkait dengan diskriminasi kelompok minoritas, misalnya mereka yang percaya di luar agama resmi, kami malah menginginkan ke depan harus ada Undang-undang Kebebasan Beragama, ini sikap kementerian,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025.

    Pigai menyebut undang-undang kebebasan beragama bukan undang-undang perlindungan umat beragama. Menurutnya, kalau undang-undang perlindungan umat beragama seakan-akan pemerintah menerima fakta adanya pengekangan kebebasan.

    “Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” ujar Pigai.

    “Oleh karena itu, kami menginginkan Undang-undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama. Saya kira itu bisa diperdebatkan,” ucapnya menambahkan.

    Lebih lanjut, Pigai menyatakan siap menerima kritik dan masukan terkait usulan kementeriannya tersebut. Menurutnya, dalam demokrasi siapa pun berhak menyampaikan bersuara terlepas diterima atau tidaknya pendapat itu.

    “Silakan ada yang memprotes tidak apa-apa, dan tidak protes tidak apa-apa. Tapi kan boleh dong namanya demokrasi. Ada yang nanti menerima, ada yang mau Undang-undang Pelindungan Umat Beragama, boleh. Ada yang mau Undang-undang Kebebasan Umat beragama boleh,” ucap Pigai.

    Meskipun ada pihak yang kontra, Pigai akan tetap mengusulkan pembentukan undang-undang Kebebasan Umat Beragama. Hal itu, kata dia, harus menjadi salah satu yang dipertimbangkan.

    Ketika dikonfirmasi lebih jauh, Pigai mengakui bahwa hal tersebut baru sebatas ide dan gagasan yang disampaikan kepada masyarakat. Ia pun membuka pintu untuk selanjutnya ide itu diwacanakan.

    “Itu baru lemparan ide atau gagasan. Silakan untuk diwacanakan,” ujar Pigai saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri HAM Usul Ada UU Kebebasan Beragama, Demi Keadilan Bagi Mereka yang Punya Kepercayaan Lain – Halaman all

    Menteri HAM Usul Ada UU Kebebasan Beragama, Demi Keadilan Bagi Mereka yang Punya Kepercayaan Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan adanya Undang-Undang Kebebasan Beragama agar setiap warga negara dapat memeluk kepercayaan yang dianutnya sekalipun di luar agama resmi yang ditetapkan di Indonesia.

    “Kemudian terkait dengan diskriminasi kelompok minoritas, misalnya mereka yang percaya di luar agama resmi, kami malah menginginkan ke depan harus ada Undang-undang Kebebasan Beragama, ini sikap kementerian,” ucap Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

    Menurutnya perlu pembuatan payung hukum kebebasan beragama bagi masyarakat, bukan UU Pelindungan Umat Beragama. 

    Pasalnya kata Pigai, UU Pelindungan Umat Beragama seolah warga negara harus menerima fakta adanya penekanan tak boleh beragama di luar agama resmi di Indonesia.

    Ia menyatakan, negara seyogyanya adil termasuk dalam urusan agama. Negara juga tidak boleh memaksa seseorang memercayai agama yang tidak diamini. 

    “Kenapa? Kalau Undang-undang Perlindungan Umat Beragama itu seakan-akan kita menerima fakta adanya penekanan. Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” ucap dia.

    Namun Pigai mengakui pendapatnya bisa diperdebatkan. Tapi ia menginginkan dijunjungnya hak asasi manusia dalam urusan beragama. 

    “Oleh karena itu, kami menginginkan Undang-undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama. Saya kira itu bisa diperdebatkan,” tambahnya.

    “Silakan ada yang memprotes tidak apa-apa, dan tidak protes tidak apa-apa. Tapi kan boleh dong namanya demokrasi. Ada yang nanti menerima, ada yang mau Undang-undang Pelindungan Umat Beragama, boleh. Ada yang mau Undang-undang Kebebasan Umat beragama boleh. Tapi saya mengusulkan ya suatu saat Undang-undang Kebebasan Umat Beragama menjadi salah satu yang dipertimbangkan,“ tandasnya.

    Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Pigai menyatakan hal itu baru sebatas gagasan yang disampaikan kepada publik. Belum ada tindakan lanjutan, termasuk menjadikan itu sebagai usulan inisiatif pemerintah untuk bisa dibahas bersama-sama di DPR.

    “Itu baru lemparan ide atau gagasan. Silakan untuk diwacanakan,” kata Pigai saat dikonfirmasi terpisah.

  • Menteri HAM tegaskan militerisme sangat tidak mungkin terjadi saat ini

    Menteri HAM tegaskan militerisme sangat tidak mungkin terjadi saat ini

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa militerisme seperti pada masa Orde Baru sangat tidak mungkin terjadi saat ini.

    “Kenapa tidak mungkin? Karena pemerintah sekarang adalah pemerintah sipil,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Ia menjelaskan bahwa pemerintahan sipil berkaitan dengan Presiden Prabowo Subianto yang mendirikan partai politik, yang pada Pemilu 2024 menjadi salah satu peraih suara terbanyak melalui proses demokrasi.

    “Presiden Prabowo Subianto juga terpilih melalui proses demokrasi. Ada dinamika right to vote (hak untuk memilih), ada dinamika right to take a part of government (hak untuk dipilih),” ujarnya.

    Selain itu, Pigai menjelaskan bahwa sebanyak 30 persen jajaran Kabinet Merah Putih merupakan aktivis organisasi kemasyarakatan sipil yang pernah jatuh bangun membangun demokrasi, HAM, dan reformasi di tanah air.

    Menurut ia, pemerintahan Presiden Prabowo melalui misi Astacita turut mengedepankan demokrasi dan hak asasi manusia.

    “Program-program prioritas pemerintah yang berjumlah 17, nilainya adalah nilai-nilai hak asasi manusia, termasuk kebebasan ekspresi, kebebasan pers,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, Menteri HAM menegaskan bahwa sangat tidak mungkin sistem militerisme maupun otoritarianisme akan hidup kembali di Indonesia.

    “Salah satu wujud nyata menghadirkan iklim demokrasi dan HAM bangsa ini adalah menghadirkan Kementerian HAM. Indonesia adalah satu dari empat negara di dunia yang punya Kementerian Hak Asasi Manusia,” katanya menambahkan.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai membantah pernyataan mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro soal Presiden Prabowo Subianto alergi dengan demonstrasi.

    “Kalau pernyataan sepihak, enggak usah percaya. Enggak usah percaya sepanjang tidak ada cover both side (berimbang), enggak usah percaya,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Ia lantas menjelaskan bahwa Presiden Prabowo tidak memiliki masalah dengan demonstrasi yang dilakukan warga negara Indonesia.

    “Demonstrasi kan parlemen jalanan. Ya boleh dong. Emang kenapa enggak boleh? Alergi? Kok alergi?” kata Pigai.

    Selain itu, sebagai orang yang menjadi bagian dari perjalan politik Presiden Prabowo, ia menegaskan bahwa Presiden tidak alergi dengan demonstrasi.

    “Ada enggak kami melaporkan satu orang saja? Kami enggak pernah, biasa aja. Demonstrasi ya, apalagi (melaporkan warga, red) demonstrasi,” jelasnya.

    Sebelumnya, mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam wawancara khusus yang dilakukan oleh salah satu media nasional yang ditayangkan pada Jumat (7/3), mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo alergi terhadap demo.

    Satryo menyampaikan pernyataan tersebut merujuk demo terhadap dirinya di Kementerian Diktisaintek dan demo mahasiswa mengenai uang kuliah tunggal.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kementerian HAM usulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama

    Kementerian HAM usulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Hak Asasi Manusia mengusulkan pembentukan Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama untuk menanggapi diskriminasi terhadap kelompok beragama minoritas atau di luar agama resmi yang diakui negara.

    “Undang-Undang Kebebasan Beragama, bukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Kenapa? Kalau Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama itu seakan-akan kita menerima fakta adanya pengekangan kebebasan beragama,” kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Selain itu, Pigai menjelaskan bahwa Undang-Undang Kebebasan Beragama dibutuhkan dibandingkan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama karena negara tidak boleh menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama.

    “Ada undang-undang memproteksi, itu tidak boleh. Oleh karena itu, posisi kami adalah menginginkan Undang-Undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama,” jelasnya.

    Walaupun demikian, Pigai mengatakan bahwa usulan Kementerian HAM tersebut dapat diperdebatkan karena baru sebatas wacana.

    “Silakan bila ada yang mau protes, tidak apa-apa. Ada yang tidak protes, tidak apa-apa. Kan boleh dong namanya juga demokrasi,” ujarnya.

    Menteri HAM menjelaskan bahwa usulan tersebut untuk menanggapi penurunan angka indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU).

    Selain mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama, Pigai mengatakan bahwa Kementerian HAM merekomendasikan revisi Peraturan Kapolri soal ujaran kebencian hingga Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagai upaya meningkatkan angka indeks demokrasi di tanah air.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Menteri HAM: Indeks demokrasi turun bukan pada masa Presiden Prabowo

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU) bukan terjadi pada masa Presiden Prabowo Subianto.

    “(Tahun) 2024 itu sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya karena data ini adalah penilaian turunnya demokrasi pada 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Pada tahun 2024, angka indeks demokrasi Indonesia sebesar 6,44 atau menurun dari angka indeks tahun 2023 yang tercatat 6,53.

    Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 bukan berarti menunjukkan pemerintah tidak bersahabat dengan demokrasi, melainkan adanya perbedaan variabel penilaian dengan EIU.

    Menurut ia, EIU hanya berfokus pada aspek aturan-aturan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, dan putusan peradilan yang dinilai mengekang kebebasan demokrasi.

    Oleh sebab itu, Pigai mengakui bahwa apabila berfokus pada variabel penilaian EIU maka terdapat beberapa aturan yang mengakibatkan penurunan indeks demokrasi di tanah air, terutama dari tahun 2015 hingga 2024.

    “Pertama, Peraturan Kapolri tentang hate speech (ujaran kebencian, red) pada 2015 sehingga Peraturan Kapolri tentang hate speech itu sebenarnya mengunci demokrasi,” jelasnya.

    Kedua, kata Pigai, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang mengatur anggota dewan dapat melaporkan warga negara yang memberi protes kepada mereka.

    “Berikutnya, revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Perppu tentang Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017) yang akarnya membubarkan satu, dua ormas yang dianggap bertentangan dengan pemerintah,” katanya.

    Kemudian, penangkapan aktivis organisasi kemasyarakatan sipil yang terjadi sejak tahun 2015.

    “Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun,” jelasnya.

    Secara khusus, Menteri HAM mengatakan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 karena adanya upaya DPR RI untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    Menteri HAM Natalius Pigai Ungkap Faktor-Faktor Penyebab Turunnya Indeksi Persepsi Demokrasi Indonesia 

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan banyak faktor yang menyebabkan turunnya indeks persepsi demokrasi Indonesia. Ia menyebut faktor itu antara lain terbitnya Peraturan Kapolri tentang hate speech pada 2015, UU MD3, revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019, Perppu tentang Ormas pada 2017, dan penangkapan aktivis yang terjadi sejak 2015.

    Peraturan-peraturan tersebut terbit di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Sebelumnya The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis indeks persepsi demokrasi Indonesia mendapat skor 6,44 pada 2024. Skor ini turun dibanding 2023 sebesar 6,5 dan 2022 di angka 6,71.

    “Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia. Sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025. 

    Dengan demikian, Pigai menyebut saat peraturan-peraturan tersebut berlaku pada 2024, maka sedemokratis apa pun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto indeks demokrasi tetap turun di periode sebelumnya. 

    “Ketika peraturan-peraturan tersebut tetap berlangsung sampai 2024, maka siapa pun presidennya, sehebat apapun pemimpinnya, sedemokratis apa pun pemimpinnya, ketika peraturannya terkunci ya tetap demokrasi akan turun di periode sebelumnya,” ucap Pigai. 

    Lebih lanjut, Pigai menuturkan, indeks persepsi demokrasi Indonesia menurun juga disebabkan beberapa putusan peradilan seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Akan tetapi, ia tidak menyebut putusan MK yang dimaksud. Kemudian manuver DPR RI yang berencana ingin menganulir putusan MK terkait UU Pilkada pada Agustus 2024. 

    “Lalu yang berikut diskriminasi yang dihadapi oleh kelompok minoritas, khususnya mereka yang beragama di luar agama-agama resmi. Lalu kebebasan berpendapat yang menyebabkan ada beberapa orang yang diproses hukum terutama aktivis yang diadili karena menyuarakan pendapat pikiran dan perasaan,” kata Pigai.

    “Karena itulah 2015-2024 sebelum periode pemerintah Prabowo memang sudah dikunci, tidak bisa,” ucapnya melanjutkan.

    Cahaya Demokrasi di Pilkada 2024 

    Namun Pigai menyampaikan, di tengah-tengah demokrasi yang menurun ada satu momentum perbaikan demokrasi yakni Pilkada 2024 yang berlangsung pada November atau di awal kepemimpinan Prabowo. Menurutnya, perbaikan demokrasi terlihat dari kesuksesan partai oposisi yakni PDIP memenangkan pasangan Pramono Anung dan Rano Karno di Pilkada Jakarta. 

    “Semua orang bebas bahkan partai yang tidak mungkin bisa diberi kesempatan untuk bisa bertarung pun dibuka dengan adanya Judicial Review yng memberi kesempatan PDI Perjuangan menyodorkan calon-calonnya untuk bertarung dan akhirnya menang,” ucap Pigai.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri HAM Sebut Indonesia Surplus Demokrasi di Era Prabowo: Sukatani Bebas Tidak Diapa-apain 

    Menteri HAM Sebut Indonesia Surplus Demokrasi di Era Prabowo: Sukatani Bebas Tidak Diapa-apain 

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, Indonesia mengalami surplus demokrasi sejak kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kebebasan berpendapat terjamin dengan baik di era pemerintahan yang baru.

    Indikator kemajuan demokrasi, kata Pigai, terlihat hingga bulan keempat pemerintahan Prabowo tidak ada satu pun aktivis yang ditangkap oleh aparat atas tindakan ujaran kebencian terhadap pemerintah. Ia mengaku ikut membantu Band Sukatani yang diduga mendapat intimidasi lantaran lagu berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’. 

    “Saya ikut turun tangan atas nama pemerintah. Kemarin Sukatani, Kementerian HAM turun tangan, bebas tidak diapa-apain,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025. 

    “Kemudian ketika demo Indonesia Gelap, Menteri Sekretaris Negara turun diperintah oleh Presiden, bertemu bicara,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, Pigai mengklaim indikasi penting dari surplus demokrasi adalah kebebasan pers. Ia menyebut belum ada wartawan yang ditangkap atau diteror atas karya-karya jurnalisik. 

    “Belum pernah ada wartawan yang diteror. Tidak ada dan tidak akan pernah ada. Kalau ada nanti kasih tau saya, kasih tahu penerornya,” ujarnya. 

    Demokrasi Adalah Nyawa Negara 

    Lebih lanjut, Pigai menekankan pentingnya menjaga demokrasi sebagai tiang utama bernegara. Ia menyebut demokrasi adalah nyawa dalam negara, dan itu harus dijaga dengan serius oleh pemerintah. 

    “Demokrasi itu adalah nyawa bernegara itu ada salah satunya tiang utama, pilar utama itu adalah demokrasi. Karena itu Demokrasi kita akan jaga paling tidak selama kepemimpinan Prabowo Subianto,” kata Pigai.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Seorang WNI Dideportasi AS di Tengah Pengetatan Keimigrasian Trump

    Seorang WNI Dideportasi AS di Tengah Pengetatan Keimigrasian Trump

    Jakarta

    Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di San Francisco mengonfirmasi seorang WNI telah dideportasi dari Amerika Serikat. Kasus ini mencuat di tengah kabar bahwa lebih dari 4.000 WNI di AS masuk daftar deportasi setelah Presiden Donald Trump mengetatkan keimigrasian.

    Konsul Penerangan Sosial dan Budaya KJRI San Francisco, Mahmudin Nur Al-Gozaly, mengatakan WNI yang dideportasi itu adalah SM, 21 tahun, yang merupakan mahasiswa jurusan ekonomi University of San Francisco.

    Mahmudin mengatakan deportasi ini adalah “voluntarily deportasi atau pemulangan atas keputusan sendiri”.

    Menurut Mahmudin pemulangan terjadi setelah ada proses pemanggilan SM oleh badan penegak hukum urusan cukai dan keimigrasian AS, yakni ICE.

    Menurut Mahmudin, SM telah pulang ke Indonesia pada 29 Januari 2025.

    Status keimigrasian

    Mahmudin mengatakan status keimigrasian SM tak aktif.

    “Sehingga dilakukan investigasi, yang berujung pada pemanggilan dan pemeriksaan yang bersangkutan oleh ICE pada 28 Januari 2025,” kata Mahmudin kepada wartawan Johanes Hutabarat yang meliput untuk BBC News Indonesia.

    “Keputusan pulang oleh yang bersangkutan setelah ditanya oleh ICE apakah pulang secara voluntarily [sukarela] ke Indonesia atau ditahan pada 29 Januari 2025,” tambahnya.

    Menurut Mahmudin, awalnya KJRI tidak mendapat pemberitahuan mengenai pemulangan SM, baik dari keluarga, kampus, atau otoritas setempat.

    Pihak KJRI baru mengetahui informasi pemulangan ini dari pihak keluarga pada akhir pekan pertama Februari 2025.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pihak KJRI, kata Mahmudin, menelusuri informasi tersebut ke ICE dan kampus.

    Mahmudin mengatakan “Permintaan pulang oleh ICE dikarenakan status yang bersangkutan dinyatakan tidak terdaftar lagi sebagai mahasiswa penuh sejak Musim Semi (Spring) 2023 namun masih berada di AS”.

    Menurut Mahmudin, pihak kampus mengonfirmasi soal status kemahasiswaan SM yang sudah tak lagi aktif.

    “Pihak kampus juga telah menginformasikan hal tersebut kepada pihak keluarga SM,” kata Mahmudin.

    Mahmudin mengatakan sejauh dari informasi yang ia terima, baru satu WNI yang bermukim di wilayah Pantai Barat Utara AS yang dideportasi setelah Donald Trump dilantik menjadi presiden, Januari 2025 lalu.

    Lebih jauh ia mengatakan KJRI belum mendapat informasi lebih jauh dari pemerintah AS mengenai jumlah spesifik WNI di wilayah itu yang masuk daftar final untuk dipulangkan.

    Keterangan orangtua SM soal deportasi dari AS

    Getty ImagesFoto ilustrasi. Petugas ICE melakukan penindakan terhadap imigran ilegal, Los Angeles, California, 2022.

    Kabar pendeportasian SM bermula saat orang tuanya, yang merupakan seorang pengamat politik di Indonesia, membeberkannya kepada media.

    RM, orang tua WNI berinisial SM, menceritakan bahwa anaknya tersebut merupakan mahasiswa University of San Francisco, seperti diberitakan Tempo.

    Menurutnya, anaknya dideportasi karena terdampak kebijakan pengetatan keimigrasian Trump.

    RM mengatakan bahwa SM memiliki dokumen imigrasi yang lengkap serta tabungan yang cukup untuk bermukim di San Francisco.

    Namun, menurut RM, SM dimintai keterangan terkait urusan keimigrasiannya di kantor Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, pada 29 Januari 2025 lalu.

    Saat itu, RM menyebut SM diinterogasi tanpa alasan yang jelas.

    “Selama tujuh jam, handphone-nya [SM] diambil, paspornya diambil,” kata RM.

    RM mengatakan bahwa anaknya ditanyai mengenai maksud dan tujuannya datang ke AS. Setelah proses interogasi tersebut, kata RM, petugas Departemen Keamanan Dalam Negeri menginstruksikan agar SM keluar dari AS.

    Menurut RM, dua orang petugas sempat menemani SM ke apartemen untuk mengemas barang-barangnya, lalu memintanya membeli tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia. SM pun diantar sampai ke bandara untuk naik pesawat pulang ke Indonesia.

    RM bilang anaknya telah berkuliah selama 3,5 tahun dengan mengambil program studi ekonomi sebagai jurusan utama, dan jurusan komputer sebagai program studi kedua. Menurut RM, sedianya SM diwisuda pertengahan Desember 2025.

    Menurut RM, setelah dideportasi SM tidak diperbolehkan masuk AS selama lima tahun ke depan. Ia pun mengeklaim pihak kampus sudah berkomitmen membantu kelulusan SM sampai wisuda.

    Pengetatan keimigrasian oleh pemerintahan Trump

    Getty ImagesAksi menentang ICE di San Francisco, Februari 2024.

    Pendeportasian SM terjadi setelah Presiden Donald Trump mengetatkan keimigrasian.

    Diaspora Indonesia dan WNI di AS mengungkap “kecemasan dan kekhawatiran” mereka setelah pemerintah AS memasukkan 4.276 WNI ke dalam daftar untuk segera dideportasi dari negara itu.

    Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan perintah deportasi ini paling utama untuk mereka yang “tidak bersurat” dan memiliki “catatan kriminal”.

    Sementara itu, Sinta Penyami Storms, pendiri komunitas diaspora Indonesia, Gapura Philadelphiayang mengedukasi warga negara Indonesia (WNI) mengenai hak-hak mereka di mata regulasi ASmengaku sudah lama mendengar kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI.

    Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.

    Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.

    Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.

    ‘Saat inagurasi, langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris’

    Sinta Penyami Storms, 47, diaspora Indonesia di Philadelphia yang sudah menjadi warga negara AS mengaku setelah Trump resmi kembali menjabat presiden AS, “terjadi kepanikan” di kalangan WNI di AS.

    “Pada saat inaugurasi [Trump] itu langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris gitu,” kata Sinta, kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (07/02).

    “Kepanikan” dan “histeria” ini cukup beralasan, menurut Sinta, sebab saat itu makin banyak polisi imigrasi berkeliaran di Philadelphia Selatan.

    Ini kontras dengan apa yang terjadi sebelum inaugurasi Trump pada awal Januari silam.

    “Jadi situasinya memang banyak kecemasan dan kekhawatiran,” kata dia.

    Getty ImagesPetugas ICE Philadelphia melakukan operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil dan menangkap tujuh orang pada 28 Januari 2025 di Philadelphia, Pennsylvania.

    “Kalau dibilang ketakutan ya mungkin ada juga, tapi lebih banyak cemas,” tutur Sinta.

    “Apakah saya aman kalau saya berangkat kerja, apakah saya aman kalau saya mengantarkan anak saya sekolah, atau mungkin pergi berbelanja,” ujarnya kemudian.

    Sita bilang hal serupa juga dialami WNI yang tinggal di wilayah lain, seperti Chicago di wilayah Barat Tengah, hingga California di pesisir Barat.

    Umumnya, kata Sinta, kecemasan dan ketakutan dirasakan mereka yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa.

    Getty ImagesSalah satu dari tujuh imigran yang ditangkap oleh petugas ICE Philadelphia dalam operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil pada 28 Januari 2025.

    Lebih lanjut, Sinta mengungkapkan kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI sudah lama tersiar, utamanya terhadap mereka yang mencari suaka akibat Peristiwa 1998.

    “Perintah deportasi itu ada yang sudah lama sekali.”

    “Mereka datang dengan asylum karena kerusuhan dan turunnya Suharto dan lain-lain. Jadi yang dijadikan target adalah orang-orang yang seperti itu,” jelas Sinta.

    “Kalau perintah deportasi yang akhir-akhir ini mungkin enggak terlalu banyak.”

    Getty ImagesPenindakan petugas ICE Philadelphia terhadap imigran pada 28 Januari 2025 silam. Sebanyak delapan imigran gelap ditangkap.

    Sinta mengatakan para petugas Immigration and Customs Enforcement (ICE) sejauh ini cenderung melakukan penindakan kepada para imigran asal negara-negara Amerika Latin.

    Menurut Sinta, wilayah yang paling rentan bagi para imigran adalah di negara bagian Floridayang baru-baru ini mengeluarkan beleid menyasar para imigran.

    Aturan yang diteken Gubernur Ron DeSantis pada Februari 2025 ini mengatur peningkatan hukuman dan penolakan pembayaran jaminan bagi imigran yang ditindak dan kedapatan tak memegang dokumen resmi.

    Kebijakan ini juga mengatur hukuman mati bagi imigran yang tak memiliki dokumen valid dan tertangkap melakukan tindak pidana pembunuhan tingkat pertama dan pemerkosaan anak.

    “Jadi saat ini, untuk orang-orang yang sebetulnya sangat berbahaya untuk tinggal di Florida,” kata Sinta.

    Dua WNI ditahan otoritas AS

    Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan kewaspadaan WNI yang bermukim dan bekerja di AS memang hal yang umum dirasakan.

    Ia mencontohkan seorang temannya yang baru pindah ke AS selama satu tahun begitu sigap dalam mengurus izin perizinan tinggalnya, karena takut bermasalah di kemudian hari.

    Meski begitu, ia berpendapat para WNI yang tinggal di kota New York seperti dirinya, tak perlu merasa cemas. Sebab, New York adalah salah satu kota “sanctuary”.

    Status sanctuary ini memungkinkan administrasi kota bisa mengambil kebijakan yang tak tegak lurus dengan aturan pemerintah federal AS, salah satunya dalam hak keimigrasian.

    “Seharusnya sih aman kalau tidak melakukan kriminal,” kata Nando.

    Getty ImagesProtes di New York terhadap kebijakan Presiden Donald Trump terkait imigran.

    Kendati begitu, dia mengaku mendengar kabar WNI ditindak otoritas AS. Salah satu dari mereka bermukim di wilayah tempat dia tinggal di New York.

    “Setahu saya itu orang katanya sudah sempat daftar buat apply pergantian status imigrasi, tapi ditolak,” ujar pria yang akrab disapa Nando ini.

    “Pas laporan tahunan katanya ditangkap. Nah, kalau misalkan karena laporan tahunan ditangkap, seharusnya dia enggak akan dideportasi, cuma akan dirilis,” jelas Nando.

    Meski begitu, Nando mengaku tak tahu kondisi terkini warga yang ia ceritakan ditindak aparat setempat.

    Siapa saja yang masuk dalam daftar deportasi?

    Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan dua WNI ditahan oleh otoritas AS imbas dari kebijakan anti-imigran gelap Presiden Donald Trump.

    “Satu ditahan di Atlanta, Georgia, dan satu ditahan di New York,” kata Judha dalam konferensi pers, Jumat, (07/02).

    Kedua WNI ini adalah bagian dari 4.276 WNI yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah dan berstatus belum dihukum.

    Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.

    Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.

    Getty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.

    Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).

    BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.

    Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.

    “Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor,” kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta

    Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?

    Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.

    Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.

    Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.

    Baca juga:

    Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.

    Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.

    “Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan,” kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.

    Apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia?

    Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.

    Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.

    Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.

    Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.

    “Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga,” kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.

    Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?

    Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.

    “Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia,” kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).

    Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut “visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya.”

    Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?

    Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.

    Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.

    Getty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.

    Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.

    Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.

    Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.

    “Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi,” kata Hikmahanto.

    Berita ini akan diperbarui.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu