Tag: Natalius Pigai

  • Cak Imin Akan Bahas Usulan Penghapusan SKCK

    Cak Imin Akan Bahas Usulan Penghapusan SKCK

    Cak Imin Akan Bahas Usulan Penghapusan SKCK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (
    Cak Imin
    ) mengaku akan membahas mengenai usulan penghapusan surat keterangan catatan kepolisian (
    SKCK
    ).
    “Ya nanti kita diskusikan lagi,” ujar Cak Imin, saat ditemui di kantor PKB, Jakarta, Rabu (26/3/2025).
    Menurut Cak Imin, SKCK sebenarnya mempermudah kontrol bagi semua pihak.
    Apalagi, kata dia, SKCK diperlukan ketika pihak tersebut sedang melakukan seleksi.
    “Karena SKCK juga mempermudah kontrol semua pihak yang membutuhkan seleksi,” imbuh dia.
    Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan agar Polri menghapus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.
    Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM
    Kementerian HAM
    Nicholay Aprilindo menyatakan, usul tersebut disampaikan Menteri HAM Natalius Pigai lewat surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
    “Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay, Jumat (21/3/2025), dikutip dari Antara.
    Nicholay menjelaskan, usul ini muncul setelah Kementerian HAM menemui narapidana residivis saat berkunjung ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah.
    Ia menyebutkan, para
    mantan narapidana
    itu kembali mendekam di penjara karena sulit mencari pekerjaan setelah bebas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum.
    Menurut Nicholay, mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.
    Sebab, SKCK itu memuat keterangan bahwa mereka pernah dipidana, yang membuat perusahaan atau penyedia pekerjaan sulit menerima mantan narapidana.
    “Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup,” kata Nicholay.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR: Usulan Hapus SKCK Perlu Kajian Mendalam  – Halaman all

    Anggota DPR: Usulan Hapus SKCK Perlu Kajian Mendalam  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, meminta agar usulan penghapusan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) perlu kajian mendalam.

    Menurutnya, perlu ada pembahasan bersama antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menelaah urgensi SKCK.

    “Ya itu perlu duduk bersama saya kira ya dengan Kementerian HAM dan kepolisian untuk membahas, menelaah atau mendalami atau diskusi secara komprehensif mengenai apakah masih urgent SKCK atau tidak,” kata Rudi kepada Tribunnews.com, Selasa (25/3/2025).

    Rudi mengakui bahwa ada dua sisi yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan ini. 

    Di satu sisi, seseorang yang telah menjalani hukuman pidana semestinya dipandang telah kembali menjadi warga negara yang memiliki hak yang sama. 

    Namun, di sisi lain, kata dia, SKCK juga menjadi catatan kepolisian yang menunjukkan riwayat hukum seseorang.

    “Kalau saya ya perlu kajian mendalam dulu, duduk bersama kementerian HAM dan kepolisian, sejauh mana manfaat maslahat maupun mudaratnya lah,” ujar Rudi.

    Rudi menambahkan, jika hasil kajian menunjukkan bahwa penghapusan SKCK lebih banyak memberikan manfaat, maka kebijakan itu dapat diambil. 

    Namun, jika keberadaan SKCK masih diperlukan untuk mengetahui status hukum warga negara dalam hal tertentu, maka perlu kajian mendalam.

    Sebelumnya, Kemenham mengusulkan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Maksud dari usulan itu adalah supaya mantan narapidana mudah mendapatkan pekerjaan setelah kembali ke masyarakat.

    “Kita meminta kepada pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian RI untuk meninjau kembali bahkan mungkin menghapuskan SKCK,” ucap Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025) petang.

    Nicholay mengatakan Kementerian HAM sudah mengirimkan surat permintaan yang ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai ke Kapolri.

    Usulan itu diperoleh setelah pihaknya mengunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan mendapat keluhan dari para narapidana.

    Nicholay menceritakan ada salah seorang narapidana yang melakukan kejahatan berulang karena saat bebas dari penjara tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonominya.

    Narapidana tersebut mengaku sulit mendapat kerja karena ada syarat SKCK yang diminta oleh perusahaan-perusahaan.

    “Surat ini tadi sudah dikirimkan ke pak Kapolri,” kata Nicholay.

    Ia menambahkan usulan tersebut tak khusus untuk mantan narapidana saja melainkan untuk semua masyarakat.

    “Semoga dengan adanya surat ini dapat menggugah hati seluruh pemangku kebijakan dalam bidang penegakan hukum agar mereka meninjau kembali tentang syarat-syarat ini SKCK ini,” ujar dia.

  • Saat SKCK Diusulkan Dihapus karena Persulit Eks Napi Dapat Kerja

    Saat SKCK Diusulkan Dihapus karena Persulit Eks Napi Dapat Kerja

    Saat SKCK Diusulkan Dihapus karena Persulit Eks Napi Dapat Kerja
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan agar Polri menghapus surat keterangan catatan kepolisian (
    SKCK
    ) karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.
    Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo menyatakan, usul tersebut disampaikan Menteri HAM Natalius Pigai lewat surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
    “Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay, Jumat (21/3/2025), dikutip dari
    Antara
    .
    Nicholay menjelaskan, usul ini muncul setelah Kementerian HAM menemui narapidana residivis saat berkunjung ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah. 
    Ia menyebutkan, para mantan narapidana itu kembali mendekam di penjara karena sulit mencari pekerjaan setelah bebas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum.
    Menurut Nicholay, mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.
    Sebab, SKCK itu memuat keterangan bahwa mereka pernah dipidana yang membuat perusahaan atau penyedia pekerjaan sulit menerima mantan narapidana.
    “Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup,” kata Nicholay.
    “Bahkan, mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” ujar dia.
    Nicholay menegaskan, SKCK perlu dihapus demi penegakan, pemenuhan, dan penguatan HAM karena setiap manusia, termasuk narapidana, punya hak asasi yang melekat sejak lahir dan tidak dapat dicabut.
    Respons Polri
    Merespons usul Kementerian HAM, Polri menyatakan bahwa SKCK muncul karena lahir dari kebutuhan masyarakat, terutama untuk melamar pekerjaan.
    “(SKCK) itu juga berdasarkan pada permintaan dari beberapa masyarakat untuk khususnya adalah salah satunya misalkan pelamaran dalam bekerja,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko di Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/3/2025).
    Truno menegaskan bahwa SKCK merupakan salah satu fungsi operasional Polri yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
    Ia menambahkan bahwa hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan diatur dalam konstitusi.
    “Secara konstitusi, semua hak-hak masyarakat itu diatur. Kemudian juga dalam hal menerima pelayanan khususnya SKCK juga diatur,” lanjut dia.
    Trunoyudo juga menekankan komitmen Polri untuk memperbaiki proses pembuatan SKCK, yang dinilai dapat menghambat masyarakat.
    “Ketika ini dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. Karena SKCK adalah surat keterangan, catatan dalam kejahatan atau kriminalitas,” kata Truno.

    Pemberian layanan SKCK diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Pasal 15 Ayat 1 dan huruf K, serta dalam Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023.
    “Tentu apa yang jadi masukan secara positif kami juga akan menghargai dan akan menjadi bagian untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh elemen masyarakat,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri Respons Kementerian HAM Usul SKCK Dihapus

    Polri Respons Kementerian HAM Usul SKCK Dihapus

    Jakarta

    Polri merespons usulan dari Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) yang meminta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dihapuskan. Polri menyampaikan menghargai adanya usulan tersebut.

    “Tentu apabila itu masukkan secara konstruktif kami juga akan menghargai. Dan akan menjadi bagian untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh elemen masyarakat,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Birgjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/3/2025).

    Trunoyudo menuturkan penerbitan SKCK saat ini telah sesuai dengan pendekatan perundang-undangan. SKCK, kata dia, merupakan syarat operasional dalam pelayanan masyarakat.

    “SKCK adalah salah satu fungsi dalam operasional untuk pelayanan kepada masyarakat. Secara konstitusi semua hak-hak masyarakat itu diatur, kemudian juga dalam hal menerima pelayanan khususnya di SKCK juga diatur,” jelas Trunoyudo.

    “Dalam hal ini perlu kami jelaskan bahwasanya semua masyarakat yang akan membuat SKCK akan kita layani. Dan itu juga berdasarkan pada permintaan dari beberapa masyarakat untuk khususnya adalah salah satunya misalkan pelamaran dalam bekerja,” lanjut dia.

    Dia kemudian menerangkan, manfaat dari SKCK tersebut. Selain untuk keperluan melamar pekerjaan, juga sebagai catatan kejahatan atau kriminalitas terhadap masyarakat dalam upaya pengawasan.

    Meski begitu, Trunoyudo menyebut jika memang SKCK dirasa menghambat, maka usulan tersebut akan dibahas. Untuk kemudian dicarikan solusinya demi memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

    “Ketika itu dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. Karena SKCK adalah surat keterangan catatan dalam kejahatan atau kriminalitas. Ini tersimpan dalam satu catatan di kepolisian,” pungkasnya.

    Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo mengatakan surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada Jumat lalu.

    “Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay dilansir dari Antara, Senin (24/3).

    Dia menjelaskan, usulan tersebut muncul setelah Kementerian HAM melakukan pengecekan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah. Dalam kunjungan tersebut, ditemukan narapidana residivis.

    Mantan narapidana kembali dibui karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum. Mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.

    Menurut Nicholay, sekalipun mantan narapidana mendapatkan SKCK, terdapat keterangan yang menyatakan bahwa mereka pernah dipidana. Oleh sebab itu, sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana.

    Nicholay juga menyebut upaya tersebut selaras dengan Asta Cita yang dikedepankan Presiden Prabowo Subianto, khususnya butir yang pertama, yakni memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM.

    “Saya berharap surat ini mendapat respons positif dari Kapolri, demi kemanusiaan. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik, tapi ini semata-mata demi kemanusiaan, demi penegakan dan pemenuhan serta penguatan HAM,” ucapnya.

    (ond/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kementerian HAM Minta SKCK Dihapus, Polri Buka Suara

    Kementerian HAM Minta SKCK Dihapus, Polri Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mabes Polri akhirnya angkat bicara ihwal usulan dari Kementerian Hak Asasi Manusia yang ingin menghapus Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK sebagai syarat melamar kerja.

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menilai bahwa konstitusi mengatur hak masyarakat untuk mendapatkan SKCK. Dengan demikian, Polri tetap melayani masyarakat yang ingin mendapatkan SKCK untuk melamar kerja.

    “SKCK ini kan merupakan bentuk pelayanan kami untuk masyarakat. Semua masyarakat yang ingin membuat SKCK akan tetap kami layani,” tuturnya di Bareskrim Polri Jakarta, Senin (24/3).

    Dia mengatakan bahwa SKCK merupakan catatan baik atau buruknya seseorang yang tercatat pada sistem kepolisian. Menurut Trunoyudo, manfaat SKCK tersebut adalah meningkatkan keamanan bagi perusahaan yang ingin menerima pekerja.

    “Manfaat lainnya itu memudahkan proses dalam pengetahuan dan juga membantu pengawasan serta pengendalian keamanan ya,” katanya.

    Berkaitan dengan usulan Kementerian HAM, Polri akan melakukan kajian terlebih dulu dan mengukur manfaat serta mudharatnya jika SKCK dihapuskan.

    “Tentunya ini menjadi masukan dan akan kami kaji dulu ya,” ujarnya.

    Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang berisi usulan agar surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dihapus karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.

    Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo saat diskusi di kantornya, Kuningan, Jakarta, mengatakan surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada Jumat ini.

    “Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay dilansir dari Antara, Senin (24/3/2025). 

    Dia menjelaskan, usulan tersebut muncul setelah Kementerian HAM melakukan pengecekan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah. Dalam kunjungan tersebut, ditemukan narapidana residivis.

    Mantan narapidana kembali dibui karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum. Mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.

    Menurut Nicholay, sekalipun mantan narapidana mendapatkan SKCK, terdapat keterangan yang menyatakan bahwa mereka pernah dipidana. Oleh sebab itu, sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana.

    “Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup. Bahkan, mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” ujarnya.

  • Anggota Komisi XIII DPR Arisal Aziz Tak Setuju SKCK Dihapus

    Anggota Komisi XIII DPR Arisal Aziz Tak Setuju SKCK Dihapus

    loading…

    Anggota Komisi XIII DPR Arisal Aziz mengaku tidak setuju dengan usulan penghapusan SKCK sebagai syarat mencari pekerjaan. FOTO/IST

    JAKARTA – Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemen HAM) mengusulkan kepada Polri agar Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dihapus. Alasannya SKCK berpotensi melanggar HAM para mantan narapidana saat mencari pekerjaan usai menjalani hukuman.

    Anggota Komisi XIII DPR Arisal Aziz mengaku tidak setuju dengan usulan Menteri HAM Natalius Pigai. “Saya sangat tidak setuju SKCK dihilangkan karena itu menunjukkan seseorang baik atau mantan orang bermasalah,” kata Arisal Aziz di Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Menurut Arisal yang juga seorang pebisnis, SKCK merupakan hal penting bagi perusahaan atau pengusaha untuk mengetahui seseorang pernah bermasalah dengan hukum atau mantan narapidana. Hal itu untuk menjaga aktivitas perusahaan berjalan lancar dan agar tidak mengalami masalah dengan hukum ke depannya.

    Anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Barat 2 ini mengungkapkan, saat ini meski SKCK yang dulunya dikenal Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) diterapkan perusahaan sebagai persyaratan melamar pekerjaan, masih ada beberapa oknum karyawan melakukan tindak pidana kejahatan atau kriminalitas.

    “Sekarang saja sudah diterapkan masih ada yang berbuat jahat. Apalagi kalau dihapus bisa terbayangkan seperti apa nanti,” kata legislator dari Fraksi PAN ini.

    Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengusulkan pencabutan SKCK karena berpotensi menghalangi hak asasi warga negara, Jumat (21/3/2025). Menham menjelaskan para mantan narapidana kembali dibui karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas, sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum. Mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja. Di dalam SKCK terdapat keterangan yang menyatakan mereka pernah dipidana. Oleh sebab itu, sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana.

    Mantan Aktivis HAM ini mengungkapkan, apabila surat usulan penghapusan SKCK ini tidak direspons Polri, maka Kementerian HAM berencana membuat draf Peraturan Menteri (Permen) dengan berkonsultasi ke DPR dahulu. SKCK di Indonesia telah diatur sejak 2002 melalui Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dan peraturannya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023.

    SKCK merupakan surat keterangan resmi dari Kepolisian yang berisi catatan kriminalitas atau kejahatan seseorang. Dipergunakan untuk berbagai keperluan administrasi, seperti melamar pekerjaan, mendaftar sekolah (dalam dan luar negeri), pencalonan diri sebagai pejabat, dan rekrutmen CPNS. Selain itu, mengurus paspor atau visa, dan lain-lain.

    (abd)

  • Tiba di Semarang, Kemenkum Jateng Terima Rombongan Pemudik Program Mudik Gratis

    Tiba di Semarang, Kemenkum Jateng Terima Rombongan Pemudik Program Mudik Gratis

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kanwil Kementerian Hukum Jawa Tengah menerima rombongan pegawai dari Jakarta dalam program Mudik Gratis dengan tema “Mudik Aman Sampai Tujuan”, Jumat malam (21/03) di halaman depan Kanwil Jateng.

    Rombongan pemudik diterima langsung oleh Kepala Bagian TU dan Umum, Toni Sugiarto didampingi pejabat fungsional Hazmi Saefi dan beberapa pegawai Kanwil Jateng.

    Rombongan pemudik tergabung dalam empat bus yang berbeda, dengan tujuan akhir Semarang.

    Rini salah satu pegawai dalam program Mudik Gratis yang tiba pertama di Kanwil Jateng mengaku senang bisa mudik tahun ini lebih awal dan tanpa biaya alias gratis.

    “Tentu senang bisa ikut mudik gratis tahun ini, apalagi mudik bisa dilakukan jauh sebelum hari lebaran, meski agak lelah karena perjalanan yang memakan waktu cukup jauh, ” katanya.

    Ia pun menyampaikan ucapan terima kasih bisa mengikuti program mudik gratis bersama keluarga.

    “Terima kasih kami sekeluarga bisa pulang Semarang dengan aman, nyaman dan tanpa biaya, harapannya di tahun depan masih ada program serupa, ” katanya.

    Sementara, Kepala Bagian TU dan Umum, Toni Sugiarto mengatakan bahwa mudik gratis dengan tujuan Jakarta ke Jawa Tengah selain Semarang juga di Surakarta.

    “Kami menerima rombongan pemudik dari Jakarta selain tiba di Kanwil Jateng ini, juga terdapat rombongan pemudik yang tiba di Surakarta, tepatnya di Rutan dan Kanim Surakarta, ” jelas pria kelahiran Majalengka ini.

    Sebagaimana diketahui, pelepasan mudik bersama Hari Raya Idul Fitri 1446 H yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan dilakukan pada hari Jumat (21/03) oleh Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai.

  • Reaksi 7 Menteri Prabowo soal Tempo Diteror: Kelakar Nasbi, Noel Sebut Tak Ada Kejahatan Sempurna – Halaman all

    Reaksi 7 Menteri Prabowo soal Tempo Diteror: Kelakar Nasbi, Noel Sebut Tak Ada Kejahatan Sempurna – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Menteri Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, turut berkomentar mengenai teror terhadap kantor Tempo.

    Hingga Sabtu (22/3/2025), Tempo telah menerima teror berupa dua paket dari orang tak dikenal (OTK).

    Paket pertama diterima pada Rabu (19/3/2025), yang ditujukan kepada jurnalis Tempo sekaligus pembawa acara Bocor Alus, Franscisca Christy Rosana alias Cica.

    Paket itu diterima Cica pada Kamis (20/3/2024), usai liputan bersama rekan kerjanya. Saat dibuka, paket tersebut ternyata berisi kepala dua.

    Teror berlanjut pada Sabtu, Tempo menerima paket berisikan enam bangkai tikus yang kepalanya telah dipenggal.

    Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini reaksi tujuh menteri Prabowo-Gibran terkait kasus teror terhadap Tempo:

    1. Menteri Komdigi, Meutya Hafid: Silakan Laporkan

    Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, menyarankan pihak Tempo untuk melaporkan teror yang diterima.

    Sebagai mantan jurnalis, kata Meutya, ia sangat menyayangkan tindakan teror tersebut.

    “Saya sebagai mantan jurnalis menyayangkan tentu, silakan saja nanti laporkan gitu, ya. Supaya ketahuan siapa yang kirim,” kata Meutya, Jumat (21/3/2025), dilansir Kompas.com.

    Lebih lanjut, Meutya memastikan Presiden Prabowo Subianto sangat memperhatikan kebebasan pers.

    Hal ini dibuktikan dengan pemerintah dan Prabowo menampung masukan dari berbagai pihak.

    “Bahwa masukan-masukan dari masyarakat, dari sosial media pun beliau mendengarkan dan beberapa kebijakan kan dikoreksi,” ujar Meutya.

    Sekali lagi, Meutya selaku Menteri Komdigi yang membawahi media, menyayangkan adanya teror terhadap Tempo.

    Ia juga menekankan agar Tempo melapor ke pihak kepolisian.

    “Kami mewakili pemerintah, kan kami Menteri Komunikasi yang membawahi pers gitu, ya, ini kita menyayangkan dan mempersilakan mendorong teman-teman dari Tempo untuk melaporkan secara hukum kepada kepolisian,” tandas dia.

    2. Wamen Komdigi, Nezar Patria: Kalau Ada Konflik, Diselesaikan dengan UU

    Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, memastikan pihaknya sangat mendukung terciptanya kebebasan pers.

    Karena itu, Nezar menyebut, apabila ada konflik, maka diselesaikan berdasarkan undang-undang.

    Sebab, kata Nezar, kebebasan pers telah diatur oleh undang-undang pers.

    “Ya kita mendukung yang namanya kebebasan pers. Kita berharap kalau ada konflik, bisa diselesaikan dengan undang-undang,” ujarnya, Jumat.

    “Ya kebebasan pers kan dilindungi oleh undang-undang pers ya. Jadi kalau memang ada hal yang tidak sesuai, mungkin bisa disesuaikan dengan undang-undang pers,” imbuh dia.

    Saat disinggung mengenai langkah pemerintah soal teror terhadap kantor Tempo, Nezar berpendapat harus menunggu penyelidikan dari pihak kepolisian.

    “Ya tergantung nanti penyidikannya gimana,” pungkas Nezar.

    3. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas: Jangan Ditanya ke Kami

    Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut kasus teror terhadap Tempo.

    Saat disinggung lebih lanjut mengenai kasus tersebut, Andi meminta agar pihaknya tak ditanya.

    Sebab, Andi mengaku tidak tahu tahu secara detil kasus tersebut.

    Ia menduga ada pihak yang ingin memecah belah masyarakat Indonesia.

    “Kan kita tidak tahu sumbernya, karena itu silakan aparat untuk menyelidiki ya,” ujarnya, Jumat.

    “Waduh jangan ditanya ke kami dong kalau soal itu. Siapa tahu, itu bagian untuk memecah belah kita,” imbuh dia.

    4. Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi: Dimasak Saja

    Respons ambigu sempat ditunjukkan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, terkait kasus teror terhadap Tempo.

    Sambil bercanda, Nasbi mengatakan agar paket kepala babi yang ditujukan untuk Cica, dimasak saja.

    Ia juga meminta agar masalah tersebut tak disebar-sebarkan. Menurutnya, meski Tempo mendapat teror, produksi berita masih terus berjalan.

    Artinya, ujar Nasbi, kebebasan pers di tanah air masih bagus.

    “Sudah, dimasak saja, dimasak saja,” kata Nasbi bercanda, Jumat.

    “Ada yang takut enggak sekarang bikin berita? Ada yang dihalang-halangi enggak untuk liputan di Istana? Kan enggak. Itu artinya enggak ada kebebasan pers yang dikekang.”

    “Kayak misalnya Tempo masih boleh menulis berita enggak? Boleh kan? Masih boleh siaran Bocor Alus enggak? Tetap boleh kan? Itu artinya pemerintah enggak ikut campur sama sekali, enggak ganggu sama sekali,” urai dia.

    Saat kembali ditanya mengenai kasus teror terhadap Tempo, Sabtu, Nasbi menyatakan setuju atas sikap Cica.

    Menurut dia, sikap Cica yang menanggapi teror itu dengan candaan, justru membuat pelaku merasa gagal.

    “Justru saya setuju dengan Francisca menyikapi teror itu. Kan Fransisca merecehkan teror itu, sehingga KPI si peneror enggak kesampaian kan. Ya berarti kan salah orang itu, berarti kan enggak sampai itu (terornya)” ujar Nasbi, Sabtu.

    “Menurut saya kalau dilecehkan begitu, kan si pelaku KPI-nya enggak sampai. Tujuannya enggak sampai.”

    “Saya rasa kalau sekaligus dimasak, jedot-jedotin kepala itu si peneror. Ya gimana, gagal deh,” pungkasnya.

    5. Wamenaker, Immanuel Ebenezer: Saya Tidak Setuju Cara Biadab Seperti Itu

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer alias Noel, mengutuk aksi teror terhadap Tempo.

    Ia mengaku tidak pernah setuju terhadap cara-cara yang dianggapnya biadab seperti sedemikian rupa.

    “Saya mengutuk pelaku teror terhadap Majalah Tempo. Saya tidak pernah setuju cara-cara biadab seperti itu,” tegas Noel, Minggu (23/3/2025).

    Noel menuturkan, pers nasional sudah susah-payah turut membangun demokrasi di Indonesia.

    Apabila perjuangan pers diwarnai teror seperti yang dialami Tempo, kata dia, adalah hal keterlaluan.

    “Dalam semua sequence (urutan) perjuangan demokrasi nasional, pers sebagai Pilar Demokrasi Keempat, selalu menjadi katalisator. Maka teror terhadap Majalah Tempo adalah perbuatan biadab,” urainya.

    Atas hal itu, Noel berharap Polri bisa mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo.

    Ia meyakini Polri bisa menyelesaikan kasus tersebut, terlebih memiliki teknologi face recognition.

    “Saya sangat berharap Polri bisa membuka tabir misteri teror Tempo,” kata Noel.

    “Ada adagium yang berkata: tidak ada kejahatan yang sempurna. Dengan adanya rekaman CCTV, maka teknologi face recognition (pengenalan wajah) milik Polri seharusnya bisa mengungkap siapa pelaku teror ini,” yakinnya.

    6. Menteri HAM, Natalius Pigai: Ini Sudah Masuk Kategori Ancaman

    Senada dengan Noel, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, juga meminta polisi untuk segera menyelidiki dan mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo.

    Ia menyebut kasus teror terhadap Tempo merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers.

    “Apakah ini memang diduga dilakukan oleh siapa, itu kan merupakan kewenangan kepolisian.”

    “Saya minta polisi memang harus usut, jangan hanya sekadar mendapat laporan adanya teror dan tidak harus berbasis laporan. Adalah kewajiban aparat penegak hukum memastikan adanya rasa keadilan,” tutur Pigai, Sabtu.

    Lebih lanjut, Pigai mengaku terkejut saat tahu Tempo mendapat teror.

    Ia pun menegaskan, ancaman dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan.

    “Ancaman tidak harus fisik, apalagi ancaman dengan simbol-simbol yang mencerminkan gambaran-gambaran yang menakutkan ini enggak boleh,” tegasnya.

    “Ini sudah masuk kategori ancaman. Saya harap polisi menindaklanjuti laporan ini dengan serius, agar ada rasa keadilan,” pungkas Pigai.

    7. Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi: Teror Murahan

    Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menilai teror terhadap Tempo adalah aksi murahan.

    Ia pun mengajak publik untuk ikut serta melawan teror tersebut.

    “Teror murahan begini akan dilawan oleh segenap kekuatan prodemokrasi,” kata dia, Minggu.

    Ia menilai ancaman terhadap Tempo sangat berkaitan dengan kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan.

    Karena itu, Budi menuturkan, jika ada pihak yang merasa bermalasalah dengan kerja-kerja jurnalistik Tempo, maka seharusnya melapor ke Dewan Pers.

    Hal ini sesuai kaidah hukum dan demokrasi.

    Budi pun meminta agar Tempo maupun media-media yang lain, untuk tidak terpengaruh kasus teros tersebut.

    “Penggunaan cara di luar koridor tersebut tentu saja tidak dibenarkan, apalagi kalau menggunakan cara-cara teror dan intimidasi,” ujarnya.

    “Awak Tempo dan media-media lainnya jangan kendur. Jangan terpengaruh. Pokoknya, kita lawan intimidasi dan teror model beginian demi Indonesia yang lebih baik,” tegas Budi.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Chaerul Umam/Taufik Ismail/Fransiskus Adhiyuda/Reza Deni, Kompas.com)

  • Menteri HAM Pigai Soroti Perlindungan Sipil Usai Penembakan Guru-Nakes oleh KKB

    Menteri HAM Pigai Soroti Perlindungan Sipil Usai Penembakan Guru-Nakes oleh KKB

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti soal perlindungan terhadap masyarakat sipil usai terjadinya penembakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Yahukimo, Papua Pegunungan, Jumat (21/3/2025). 

    Seperti diberitakan sebelumnya, korban serangan KKB itu merupakan guru dan tenaga kesehatan. 

    Pigai menyampaikan rasa belasungkawa atas korban meninggal dari serangan tersebut. Dia menyebut saat ini sudah membangun komunikasi dengan Gubernur NTT Melki Lakalena dan otoritas daerah di Provinsi Papua Pegunungan agar memastikan penanganan yang maksimal pada para korban pasca kejadian ini.

    “Saya juga sudah berkomunikasi langsung dengan Gubernur NTT serta otoritas di daerah Papua Pegunungan agar memastikan penanganan para korban pasca kejadian ini dengan baik termasuk yang korban luka agar tertangani dengan maksimal,” ujarnya melalui siaran pers, Minggu (23/3/2025). 

    Pigai menyebut pemerintah perlu memastikan dengan lebih baik lagi upaya perlindungan terhadap masyarakat sipil sehingga tidak ada lagi kejadian seperti ini ke depan. 

    “Masyarakat sipil bagaimana pun harus dilindungi utamanya di daerah-daerah rawan yang ada, seperti Yahukimo ini,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Candra Kurniawan mengatakan peristiwa penembakan itu terjadi di Kampung Anggruk Distrik Anggruk, Yahukimo, Jumat (21/3/2025) sekitar 16.00 waktu setempat.

    Tak hanya penembakan, KKB atau OPM juga telah membakar empat bangunan sekolah dan satu rumah guru di lokasi.

    “OPM penjahat kemanusiaan ini benar-benar sangat biadab tidak berprikemanusiaan telah membunuh dan membakar hidup-hidup 6 orang guru, membakar gedung sekolah serta rumah guru,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (23/3/2025).

    Hanya saja, Candra tidak menjelaskan secara detail terkait peristiwa tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa penembakan dan pembakaran itu merupakan teror dari KKB.

    Apalagi, dalam peristiwa itu juga KKB disebut telah melakukan pemerasan dan merampok masyarakat di lokasi kejadian.

    “Hasil konfirmasi di lapangan gerombolan OPM ini bersenjata meneror masyarakat sekitarnya,” tambahnya.

    Adapun enam korban telah diidentifikasi adalah tiga guru berinisial T, F dan F, sedangkan Nakes berinisial I. Sementara, dua lainnya masih dalam proses identifikasi.

    Di samping itu, Chandra mengatakan bahwa masyarakat di sejumlah distrik Yahukimo saat ini telah dievakuasi menggunakan Pesawat Adventist Aviation. 

    Total, masyarakat yang dievakuasi terdiri dari 58 orang, 4 anak-anak dan 1 warga sipil melalui bandara Wamena.

    “OPM harus bertanggungjawab aksi biadabnya. Aparat keamanan akan bertindak tegas,” pungkasnya.

  • Menteri HAM Sindir Polisi Lamban Tangani Teror Jurnalis Tempo

    Menteri HAM Sindir Polisi Lamban Tangani Teror Jurnalis Tempo

    Bisnis.com, JAKARTA–Kepolisian diminta jangan hanya menunggu laporan saja untuk mengusut kasus teror yang menimpa wartawati Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica.

    Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai mengatakan bahwa Polisi sudah bisa bergerak untuk mengusut kasus teror itu, tanpa harus menunggu laporan dari korban. Terlebih, kata Pigai, kasus itu juga sudah viral di media sosial.

    “Saya minta kepada Kepolisian untuk usut tuntas kasus ini. Jangan hanya bergerak berbasis laporan saja,” sindir Pigai di sela-sela kunjungannya ke Kantor Tempo, Sabtu (22/3/2025).

    Dia berpandangan bahwa media atau pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang harus dijaga untuk membuat demokrasi Indonesia tetap sehat.

    “Pers itu tidak boleh mendapat intimidasi dalam menjalankan kerja jurnalistik,” kata Pigai.

    Dia menilai bahwa aksi teror berupa kepala babi yang dikirimkan orang tak dikenal ke Kantor Tempo merupakan salah satu bentuk intimidasi.

    “Jelas ini ancaman kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” ujarnya.

    Teror Jurnalis Tempo 

    Sebelumnya, Kantor Redaksi Tempo kembali menerima teror dari orang tidak dikenal hari ini Sabtu 22 Maret 2025 sekitar pukul 08.00 WIB.

    Pemimpin Redaksi Media Tempo, Setri Yasra  mengemukakan bahwa teror yang dilakukan kali ini berupa enam ekor tikus mati dengan kepala terpisah dari badannya.

    Teror tikus mati itu dikirimkan dalam bentuk kotak kardus yang dibungkus dengan kertas kado bermotif bunga mawar merah berisi mi instan. 

    “Kotak itu sedikit penyok dan ketika dibuka kotak kardus itu berisi kepala tikus,” tutur Setri di Jakarta, Sabtu (22/3).

    Setri menjelaskan dari hasil pemeriksaan sementara oleh pihak manajemen gedung, bungkusan berisi bangkai tikus itu dilempar orang tak dikenal pada pukul 02.11 WIB dari luar pagar kompleks kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat Jakarta Selatan.

    “Petugas keamanan menduga bahwa kotak bangkai tikus itu telah mengenai mobil yang sedang diparkir sebelum membentur aspal. Ada jejak baret pada mobil yang terkenal lemparan kotak tikus itu,” katanya.

    Setri mengatakan bahwa teror kedua dalam bentuk bangkai tikus yang dikirim ke media Tempo semakin memperjelas bahwa teror ini dilakukan seseorang terhadap redaksi Tempo.

    “Ini adalah bentuk teror terhadap pekerja media dan kebebasan pers,” ujarnya