Tag: Nasir Djamil

  • DPR Dukung Putusan MK: UU Polri Juga Syaratkan Polisi Pindah Dinas ke Jabatan Sipil Harus Pensiun

    DPR Dukung Putusan MK: UU Polri Juga Syaratkan Polisi Pindah Dinas ke Jabatan Sipil Harus Pensiun

    Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mengatakan Polri harus menghormati dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mundur atau pensiun dari Polri. Artinya, ketika ada pejabat yang mau pindah ke institusi lain, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri.

    “Jangan malah statusnya masih polisi, tapi dia bekerja aktif di institusi tersebut. Kan begitu, ini yang terjadi,” kata Rudianto di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Dia pun sebagai legislator yang membidangi urusan penegakan hukum tidak mempermasalahkan putusan MK tersebut. Jika telah menjadi putusan, maka semua pihak harus tunduk dan patuh kepada MK.

    Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan bahwa putusan itu sejalan dengan semangat dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

    Menurut dia, pemerintah dan DPR juga perlu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dalam menindaklanjuti putusan itu.

    Di sisi lain, kata Nasir, harus ada pengaturan yang lebih baik lagi bagi institusi sipil dalam memberikan kesempatan kepada ASN karier untuk menempatkan posisi-posisi strategis yang selama ini bisa diisi oleh anggota Polri, misalnya jabatan Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Deputi, dan lainnya.

    “Memang UU Nomor 2 Tahun 2002 itu mensyaratkan bahwa ketika dia ingin pindah berdinas di tempat lain, maka dia harus pensiun atau mengundurkan diri,” kata dia.

     

  • Politik-Hukum Terkini: Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Politik-Hukum Terkini: Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum terkini mewarnai pemberitaan 24 jam di Beritasatu.com sejak Jumat (7/11/2025) hingga Sabtu (8/11/2025) pagi.

    Beberapa artikel yang menjadi perhatian pembaca, di antaranya yaitu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga ledakan di SMAN 72 Jakarta.

    5 Isu Politik-Hukum Terkini

    Berikut ini adalah lima isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com yang dapat Anda ketahui:

    1. Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Ponorogo, Jawa Timur.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan adanya operasi tersebut dan memastikan bahwa Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko termasuk di antara pihak yang diamankan.

    “Benar (ada OTT),” ujar Fitroh, Jumat (7/11/2025).

    Ia belum mengungkap jumlah orang yang terjaring dan detail perkara, tetapi memastikan KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan.

    Setelah pemeriksaan awal, KPK akan mengumumkan secara resmi konstruksi perkara dan status tersangka kepada publik.

    2. Respons Gibran Soal Usulan Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menanggapi usulan agar Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

    Menurutnya, kedua tokoh itu memiliki rekam jejak penting dan kontribusi besar bagi Indonesia.

    “Penganugerahan gelar pahlawan itu melalui proses seleksi yang ketat dan panjang. Beliau-beliau ini jelas telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi bangsa,” ujar Gibran.

    Gibran menyebut Soeharto berjasa dalam pembangunan nasional dan swasembada pangan, sementara Gus Dur berperan penting dalam menegakkan toleransi dan kebebasan beragama.

    Kementerian Sosial diketahui telah mengajukan 40 nama tokoh calon pahlawan nasional tahun ini kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).

    3. DPR Soroti Monopoli Bisnis Film dan Bioskop di Indonesia

    Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay menyoroti dominasi film asing di bioskop Indonesia. Ia menilai hal ini menandakan adanya praktik monopoli oleh pihak tertentu dalam distribusi film.

    “Kami menanyakan banyak hal, termasuk mengapa film luar negeri lebih banyak ditayangkan dibanding film nasional,” ujar Saleh seusai rapat kerja dengan Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Saleh mendorong pemerintah untuk merevisi regulasi penayangan film, serta membuka peluang bagi film Indonesia agar lebih kompetitif di layar bioskop. DPR juga berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk memperbaiki kebijakan perfilman nasional.

    4. PAN Akan Tindaklanjuti Putusan MKD Soal Uya Kuya dan Eko Patrio

    Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait pengaktifan kembali Uya Kuya dan Eko “Patrio” sebagai anggota DPR.

    Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno menegaskan, partainya taat azas dan aturan, sehingga akan menjalankan keputusan MKD tanpa pengecualian.

    “PAN itu taat hukum. Jadi apa pun yang diputuskan oleh MKD, tentu akan kami hormati dan jalankan,” kata Eddy.

    Sebelumnya, MKD memutuskan Adies Kadir, Uya Kuya, dan Eko Patrio tidak melanggar kode etik dan berhak kembali aktif sebagai anggota DPR periode 2024-2029.

    5. Komisi III DPR Desak Polisi Buru Dalang Ledakan SMAN 72 Jakarta

    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil mendesak aparat kepolisian, khususnya Densus 88 Antiteror segera mengungkap dalang di balik ledakan di SMAN 72 Jakarta.

    “Menurut saya, kejadian ini sangat mengerikan dan mendesak agar aparat segera mencari dan menemukan pelakunya,” ujarnya.

    Nasir meminta penyelidikan dilakukan secara cepat dan transparan untuk memastikan apakah insiden itu berkaitan dengan jaringan teroris atau kriminal individu.

    Ia juga menyoroti peran media sosial dalam menyebarkan konten provokatif yang berpotensi menumbuhkan paham ekstrem.

    “Media sosial banyak memuat konten yang bisa menimbulkan perilaku radikalisme,” kata Nasir.

    Nasir menegaskan, pengungkapan cepat dan terbuka terhadap kasus ledakan SMAN 72 Jakarta akan memperkuat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

  • Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Baleg DPR RI jaring masukan revisi UUPA dari akademisi dan tokoh Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjaring masukan dan pendapat dari akademisi dan tokoh masyarakat Aceh terkait revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang kini masuk dalam Prolegnas Prioritas Kumulatif Terbuka 2025.

    “Forum pertemuan pada hari ini (dengan tokoh masyarakat dan akademisi) merupakan bagian dari proses penyusunan revisi UUPA,” kata Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, di Banda Aceh, Selasa.

    Pertemuan Baleg bersama dengan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di tanah rencong tersebut turut dihadiri Bupati/Wali Kota se Aceh, dan DPR Aceh, berlangsung di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh.

    Bob Hasan menyampaikan, pertemuan ini dilakukan agar aspirasi masyarakat Aceh dapat ditampung dalam proses perubahan hingga penetapan hasil revisi UUPA nantinya.

    Karena itu, dirinya mengharapkan adanya masukan-masukan serta pandangan yang baik dari kalangan masyarakat Aceh, sehingga perubahan ini sesuai harapan bersama.

    “Kami sangat menghormati dan mengharapkan masukan-masukan baik dari kalangan tokoh masyarakat Aceh dan akademisi di Aceh terhadap revisi UUPA agar sesuai harapan masyarakat yang kita cintai,” ujar Bob Hasan.

    Seperti diketahui, revisi UUPA telah ditetapkan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Kumulatif Terbuka 2025. Baleg sendiri juga telah meminta pandangan terhadap revisi UUPA kepada tokoh perdamaian Aceh yaitu Wakil Presiden RI ke 10-12 Jusuf Kalla dan mantan Menkopolhukam Hamid Awaluddin.

    Disisi lain, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga telah mengusulkan beberapa poin perubahan ke Baleg, yakni sebanyak delapan pasal dan satu pasal tambahan. Khusus mengenai dana Otsus, diminta perpanjangan tanpa batas waktu dengan besaran 2,5 persen dari total DAU Nasional.

    Sebagai informasi, adapun rombongan Baleg DPR RI yang hadir dalam pertemuan ini yakni Bob Hasan, Mayjen Tni Mar (Purn) Sturman Panjaitan, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Martin Manurung, Hj Siti Aisyah, I Ketut Kariyasa Adnyana, Putra Nababan Cindy Monica Salsabila Setiawan, Longki Djanggola, Sigit Purnama Putra, La Tinro La Tunrung, Daniel Johan, Habib Syarief Muhammad, dan Eva Monalisa.

    Kemudian, Ahmad Irawan, Kartika Sandra Desi, Jazuli Juwaini, Yanuar Arif Wibowo, Sarifuddin Sudding, Edi Oloan Pasaribu, Wahyu Sanjaya, Benny Kabur Harman, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Rycko Menoza, I Nyoman Parta, Jamaludin Malik, Firman Soebagyo, TA Khalid, Muslim Ayub, Nasir Djamil, dan Sugiat Santoso.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran Nasional 20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap satu tahun pada Senin (20/10/2025) sejak keduanya dilantik pada 20 Oktober 2024.
    Selama kurun waktu tersebut, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang dibongkar dan menjadi sorotan publik.
    Kompas.com
    merangkum kasus korupsi besar yang terjadi di era Pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagai berikut:
    Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023 menjadi salah satu perkara yang menjadi sorotan publik.
    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah tersangka, salah satunya, pengusaha Mohammad Riza Chalid pada Kamis (10/7/2025).
    Kejagung juga telah menetapkan Riza Chalid masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan sejak 6 Agustus 2025. Hal ini dilakukan lantaran Riza sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan penyidik.
    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
    Kemudian, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Berkas perkara sembilan tersangka telah dilimpahkan tahap 2 di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
    Dalam penyidikan, Kejagung menemukan fakta bahwa adanya pemufakatan jahat (
    mens rea
    ) ada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga dengan para tersangka dari pihak swasta sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
    Kejagung mengatakan, tindakan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara hingga 285 triliun.
    Selain kasus korupsi tata kelola minyak mentah, ada juga kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendidbudristek) pada 2019-2022.
    Awalnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka pada Selasa (15/7/2025), di antaranya mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief (IBAM); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
    Keempatnya dianggap telah melakukan pemufakatan jahat dengan bersekongkol dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook pada era Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek.
    Dari hasil penyelidikan, Kejagung menaksir kerugian keuangan negara mencapai Rp 1,98 triliun.
    Dua bulan berselang, Kejagung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka baru pada Kamis (4/9/2025).
    Nadiem disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Dalam perjalanannya, Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya status tersangka yang dialamatkan oleh Kejagung.
    Namun, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan menolak gugatan Nadiem sehingga status tersangka menjadi sah menurut hukum.
    Pada awal Maret 2025, publik dihebohkan dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada tiga perusahaan crude palm oil (CPO) yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musik Mas Group.
    Kasus ini menjerat empat orang yang berprofesi sebagai hakim. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
    Para hakim itu menerima uang dari pengacara yang mewakili perusahaan yaitu Ariyanto dan Marcella Santoso.
    Dari suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Saat ini, hakim yang terlibat kasus korupsi tersebut sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Pada awal Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    KPK menaksir kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp 1 triliun.
    Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi baik dari pihak Kementerian Agama, asosiasi penyelenggara haji hingga travel perjalanan.
    KPK pun sudah mencegah 3 orang berpergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
    Meski demikian, hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus kuota haji tersebut.
    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025).
    Immanuel Ebenezer dan 10 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    “KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menemukan bahwa Noel menerima aliran uang sebesar Rp 3 miliar pada 24 Desember 2024.
    Selain itu, KPK juga menyita 32 kendaraan yang terdiri dari 25 mobil dan 7 motor terkait kasus pemerasan tersebut.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Pada September 2025, KPK juga menetapkan dua legislator Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Meski demikian, KPK belum melakukan penahanan terhadap dua tersangka lantaran masih membutuhkan keterangan dari tersangka.
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai, Presiden Prabowo menunjukkan ketegasannya dalam pemberantasan korupsi khususnya di sektor sumber daya alam yang menyeret nama-nama besar.
    “Prabowo juga telah menampakkan ketegasannya dalam hal korupsi di sektor sumber daya alam yang melibatkan orang-orang besar dan oligarki hitam di negeri ini,” kata Nasir saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).

    Nasir mengatakan, Prabowo juga memberikan arahan dan perintah langsung ke Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kawasan kebun sawit dan tambang di kawasan hutan yang notabene ilegal.
    “Ada ratusan triliun kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat sumber daya alam kita dikelola secara ilegal,” ujarnya.
    Nasir juga mengatakan, selama satu tahun terakhir, banyak kasus besar yang ditangani KPK dan Kejaksaan Agung termasuk mereka yang tidak tersentuh di era pemerintahan Jokowi.
    “Orang-orang besar yang tidak tersentuh di masa Jokowi, justru kini dipersoalkan dan sepertinya Prabowo tidak menghalangi penegakan hukum jika mereka diduga terlibat dalam tindak pidana,” tuturnya.
    Meski demikian, Nasir mengatakan, saat ini, Presiden Prabowo perlu mengevaluasi regulasi dan aparat penegak hukum terkait dengan extraordinary crime.
    Sebab, kata dia, kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
    “Upaya pemulihan keuangan negara sulit untuk didapat dalam jumlah yang besar kalau regulasi dan aktor penegak hukumnya tidak direformasi,” ucap dia.
    Sementara itu, Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai, kasus korupsi yang ditangani dalam satu tahun terakhir lebih banyak menjaring lawan politik dari pada melakukan pemberantasan praktik rasuah tersebut.
    “Beberapa kasus korupsi yang ditangani kan lebih banyak sebagai upaya menjatuhkan lawan politik dibandingkan upaya sungguh-sungguh untuk melakukan pemerantasan korupsi,” kata Feri saat dihubungi, Jumat malam.
    Feri menyoroti, Kejaksaan Agung yang memamerkan uang hasil penindakan kasus korupsi. Namun, ia mengatakan masih dibutuhkan perbaikan anti orupsi agar Kejaksaan Agung dan KPK menjadi imbang.
    “Kalau KPK-nya dilarang lebih diminta untuk pencegahan, tetapi kalau institusi seperti Kejaksaan punya kecenderungan ya tidak melakukan pencegahan tapi penindakan. Anehnya itu tidak dilarang karena tidak bersentuhan dengan figur-figur kakap yang mestinya dipermasalahkan dalam praktik bernegara yang sangat koruptif,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara…
                        Nasional

    9 Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara… Nasional

    Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Djuyamto berulang kali menatap ke ujung ruangan di depannya: kemegahan meja dan kursi majelis hakim.
    Pada sisi singgasana itu, berderet dua baris tempat duduk untuk jaksa dan terdakwa dalam posisi yang lebih rendah.
    Saban Rabu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu datang ke Ruang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Meski mengantongi lisensi hakim tindak pidana korupsi, kehadiran Djuyamto bukan untuk mengadili.
    Djuyamto menjadi hakim kedelapan yang diseret ke dalam jeruji besi dan diadili Kejaksaan Agung (Kejagung) selama setahun terakhir, sejak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik pada 20 Oktober 2024.
    Selain Djuyamto, tujuh orang lainnya adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
    Lalu, eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono.
    Menyusul mereka, hakim Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menyusul ke dalam bui.
    Puluhan tahun mengadili, hakim-hakim itu mendapat giliran untuk dihakimi. Para “wakil Tuhan di bumi” itu memperjualbelikan putusan pengadilan.
    Akibatnya, seperti Djuyamto yang kini setiap Rabu dihadirkan ke pengadilan, mereka menanti ketua majelis hakim membacakan vonis.
    Tahun pertama pemerintahan Prabowo menjadi musim “menghakimi para hakim”.
    Begitu panjang dan banyaknya orang-orang yang dibui membuat riwayat jual beli perkara di pengadilan itu bisa diceritakan menjadi dua babak.
    Babak pertama dalam riwayat wakil Tuhan yang khilaf ini datang dari timur Pulau Jawa, dari gerilya dengan maksud jahat untuk membebaskan pelaku pembunuhan Dini Serra Afrianti, Gregorius Ronald Tannur.
    Dengan dalih keyakinan anaknya tidak bersalah, ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan pengacaranya, Lisa Rachmat bersekongkol untuk menyuap hakim.
    Atas bantuan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang berperan sebagai makelar kasus (Markus) Zarof Ricar, Lisa mendapat akses untuk bertemu Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono.
    Lisa meminta formasi hakim disusun sesuai keinginannya. Dari sana, ia lalu bergerak menghubungi Erintuah, Mangapul, dan Heru satu per satu.
    Pengacara itu lalu memberikan uang dengan jumlah total Rp 4,6 miliar agar mereka menjatuhkan putusan bebas dalam perkara Ronald Tannur.
    Putusan pun diketok. Dakwaan jaksa dinyatakan tidak terbukti dan Ronald Tannur melenggang pulang.
    Meski targetnya tercapai, Lisa menyadari kasus Ronald Tannur tidak berhenti. Jaksa mengajukan kasasi ke MA.
    Lisa pun lanjut bergerilya, kembali berkontak dengan Zarof Ricar dan memintanya untuk mengkondisikan majelis kasasi.
    Tak tanggung-tanggung, ia menyiapkan uang Rp 6 miliar dengan pembagian Rp 5 miliar untuk hakim agung dan Rp 1 miliar sebagai fee jasa markus Zarof.
    Mantan pejabat elite di MA itu pun menyanggupi. Ia menemui Hakim Agung Soesilo dan menyampaikan permintaan Lisa.
    Namun, belum sempat kasasi itu diadili dan uangnya sampai pada majelis, penyidik Kejagung menangkap Erintuah dan kawan-kawan.
    Penangkapan lalu berkembang hingga ke Zarof Ricar.
    Menggelar operasi senyap, penyidik menemukan uang dan emas senilai lebih dari Rp 1 triliun di rumah Zarof.
    Harta benda itu terdiri dari uang dalam berbagai pecahan valuta asing (valas) senilai Rp 915 miliar dan Rp 51 kilogram emas batangan.
    Benda berharga tersebut dibungkus pada kantong-kantong berbeda dan ditandai dengan keterangan nomor perkara kasus-kasus di pengadilan.
    Meski pada akhirnya disimpulkan sebagai gratifikasi yang dianggap suap, penyidikan tidak dilanjutkan untuk mengungkap siapa hakim-hakim yang melakukan transaksi lewat Zarof.
    Namun demikian, kasus Zarof menjadi catatan publik bagaimana mengerikannya praktek jual beli perkara di pengadilan.
    Setelah berbulan-bulan menjalani persidangan, Erintuah dan kawan-kawan akhirnya diadili.
    Erintuah dan Mangapul dihukum 7 tahun penjara sementara Heru 10 tahun. Lalu, Rudi Suparmono 7 tahun, Lisa Rachmat 14 tahun, dan Meirizka 3 tahun penjara.
    Sementara, hukuman untuk Zarof Ricar paling berat: 16 tahun penjara.
    Majelis hakim menyebutkan, tindakan Zarof sangat meruntuhkan kepercayaan publik pada pengadilan.
    “Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung,” kata Hakim Rosihan dengan terisak di ruang sidang Hatta Ali, Rabu (18/6/2025).
    Dari penanganan kasus suap Ronald Tannur, penyidik menemukan indikasi penyuapan vonis lepas kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
    Penyidikan dilakukan dan berujung pada Djuyamto, Agam, dan Ali Muhtarom masuk bui.
    Ketiganya didakwa menerima suap Rp 21,9 miliar untuk membebaskan terdakwa korporasi kasus ekspor CPO.
    Dalam perkara itu, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar. Kemudian, Ali dan Agam masing-masing Rp 6,2 miliar.
    Sementara itu, Arif menerima Rp 15,7 miliar dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, Rp 2,4 miliar.
    Dalam kasus itu, suap tidak diberikan langsung kepada para hakim. Pengacara terdakwa korporasi, Ariyanto, menyerahkan uang suap lewat Wahyu.
    Adapun Ariyanto mewakili korporasi di bawah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sesuai pesanan, Djuyamto dan anggotanya membebaskan para terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
    Saat ini, perkara mereka masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam pemeriksaan, Djuyamto dan Arif mengaku bersalah menerima suap dari Ariyanto.
    Pengakuan disampaikan saat keduanya diperiksa sebagai saksi mahkota.
    “Kalau boleh dikatakan, (kasus ini) 75 persen sudah terang benderang. Saya sudah mengaku bersalah, sudah menerima uang,” kata Djuyamto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
    Pada hari yang sama, Arif juga mengaku menerima uang haram dari pengacara terdakwa korporasi.
    Meski demikian, Arif mengaku tidak memberikan arahan tertentu kepada majelis hakim yang mengadili.
    “Mengenai ada uang, itulah salah saya dan khilaf saya, saya akui memang seperti itu,” ujar Arif.
    Terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2024, Sunarto langsung diguncang rentetan penahanan hakim.
    Belum selesai kasus Ronald Tannur, giliran Djuyamto dan kawan-kawan ditahan penyidik.
    Bak dipercaya memegang nakhoda saat badai, raut dan ucapan Sunarto seperti campuran marah, kecewa, dan rasa sedih.
    Berkali-kali Sunarto menebarkan peringatan keras kepada hakim-hakim yang bergaya hidup hedon dengan uang korupsi.
    Menurut Sunarto, publik mengetahui dengan jelas pendapatan sah hakim hanya berkisar Rp 27 juta.
    Oleh karena itu, seharusnya mereka malu ketika membeli dan menggunakan mobil mewah miliaran rupiah dan barang-barang branded.
    “Kalau enggak malu, apa tidak takut sama Tuhan, minimal takut sama wartawan. Difoto arlojinya Rp 1 miliar, apa tidak malu saudara-saudara?” kata Sunarto geran dalam acara pembinaan pimpinan pengadilan dan para hakim se-Jakarta di Gedung MA, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
    “Gajinya Rp 27 juta, Rp 23 juta, pakai LV, pakai Bally, pakai Porsche, enggak malu,” lanjutnya.
    Tidak hanya itu, Sunarto pun menyatakan telah meminta jejaring sosial untuk melacak pegawai pengadilan atau hakim yang membawa mobil mewah ke kantor.
    Mereka akan melaporkan dan akhirnya kemewahan itu akan ditelusuri apakah bersumber dari pendapatan sah untuk kemudian disampaikan ke Badan Pengawas MA.
    “Setelah kita analisis dengan pendapatannya, maka Badan Pengawasan berkewajiban untuk melaporkan ke penegak hukum,” ujar Sunarto.
    Meski demikian, Sunarto tak patah arang. Ia mencoba memperbaiki kondisi kesejahteraan hakim yang dinilai buruk karena 13 tahun tidak mengalami kenaikan.
    Tak cuma bikin kepala Sunarto pusing, kasus korupsi di lingkungan MA juga membuat anggota DPR RI heran dan berang.
    Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menyampaikan kritiknya dengan sarkas saat mencecar calon hakim agung pada MA, Annas Mustaqim yang menjalani fit and proper test.
    Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyinggung bagaimana suap nasib kelembagaan MA jika hakim yang diduga seharusnya menerima jatah Rp 915 miliar dan 51 kilogram diungkap.
    “Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka misalnya, dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung, barangkali, tapi itulah kenyataan potret kita lihat saat ini,” kata Nasir, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
    Nasir pun menggali mempertanyakan bagaimana MA memperbaiki kondisi tersebut.
    “Sehingga orang akan semakin lebih percaya kepada pengadilan,” ujar Nasir.
    Di tengah gonjang-ganjingnya dunia peradilan, ratusan hakim muda mogok kerja.
    Mereka protes pemerintah tidak menaikkan gaji dan tunjangan hakim sejak 13 tahun.
    Setelah mendengar banyak masukan, Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan gaji hakim.
    “Saya Prabowo Subianto, Presiden Indonesia ke-8, hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikkan demi kesejahteraan para hakim dengan tingkat kenaikan bervariasi sesuai golongan,” kata Prabowo di acara pengukuhan calon hakim di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (12/6/2025).
    Prabowo menyebut, kenaikan gaji paling tinggi mencapai 280 persen dan diberlakukan untuk hakim yang paling junior.
    “Di mana kenaikan tertinggi mencapai 280 persen dan golongan yang naik tertinggi adalah golongan junior, paling bawah,” kata Prabowo disambut tepuk tangan meriah.
     
    Membaca situasi tersebut, peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola mengatakan, peringatan Ketua MA memang patut diapresiasi.
    Namun, kata Alvin, hakim yang korupsi tidak hanya didorong kondisi gaji yang kurang.
    Para pemegang palu pengadilan itu korup karena sistem pengawasan di pengadilan yang lemah.
    Maraknya hakim dan aparatus pengadilan yang tersandung suap menunjukkan bahwa integritas sistemik di lembaga pengadilan mengalami krisis. Alvin tidak sepakat jika kasus itu hanya persoalan personal hakim.
    “Penyakit ini terus muncul akibat banyak problem tata kelola peradilan, belum kuatnya pengawasan internal, dan kultur birokrasi yang permisif terhadap penyalahgunaan kewenangan,” ujar Alvin saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (17/10/2025).
    Selama penjatuhan sanksi yang setengah hati, proses hukum tertutup, dan laporan kekayaan yang disembunyikan, menurutnya, sulit berharap publik bisa percaya pada lembaga peradilan.
    Pihaknya memandang, pencegahan korupsi bisa dilakukan di lembaga peradilan mulai dengan mempublikasikan kekayaan hakim secara berkala.
    “Rekrutmen berbasis merit, digitalisasi proses peradilan, serta sinergi aktif MA–KY–KPK dalam pengawasan,” tegasnya.
    Senada dengan Alvin, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenurrohman memandang, kenaikan gaji hakim bukan jawaban tunggal dari
    judicial corruption
    atau korupsi di lembaga peradilan.
    Menurut Zaenur, dibandingkan aparatur Kejaksaan Agung dan Polri, pendapatan sah hakim sebenarnya masih lebih baik.
    “Hakim masih salah satu yang paling sejahtera,” kata Zaenur saat dihubungi, Jumat.
    Menurutnya, tindakan yang paling penting untuk menanggulangi korupsi itu adalah dengan memastikan pengawasan berjalan dengan benar.
    Pengawasan dilakukan dari pimpinan MA ke bawah atau vertikal maupun secara horizontal, yakni sesama pegawai.
    “Ini melulu soal kesejahteraan semata,” ujar Zaenur.
    Ia memandang, korupsi di pengadilan bisa terjadi karena mereka memiliki kesempatan untuk melakukan perbuatan rasuah tinggi.
    Oleh karena itu, tindakan yang paling tepat adalah mendorong pengawasan berjalan.
    Bahkan, bila perlu diberikan insentif bagi orang-orang yang melaporkan korupsi hakim dan aparatur pengadilan.
    Selain itu, pimpinan pengadilan yang gagal mengendalikan bawahannya juga harus disanksi berupa pencopotan.
    “Setiap pimpinan pengadilan yang gagal melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya harus dicopot,” kata dia.
    Di luar itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus memprioritaskan kasus rasuah di lembaga peradilan.
    KPK harus mengawasi dan memastikan program pencegahan korupsi di lembaga pengadilan berjalan efektif.
    “Itu menjadi tugas dari KPK tugas KPK itu kan dua ya penindakan dan pencegahan nah yang pencegahan ini saya belum lihat program KPK untuk pencegahan saya belum lihat,” ujar Zaenur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amicus Curaei di Pusaran Korupsi Laptop, Komisi III DPR: Dorongan Nadiem Jadi Justice Collaborator – Page 3

    Amicus Curaei di Pusaran Korupsi Laptop, Komisi III DPR: Dorongan Nadiem Jadi Justice Collaborator – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyarankan agar Nadiem Makarim mengajukan diri menjadi justice collaborator, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook Kemenbudristek.

    Nasir mengatakan, Nadiem harus menangkap makna orang yang mengajukan amicus curaei ini sebagai dorongan membuka semua di balik perkara pengadaan laptop chromebook, bukan hanya sebagai bentuk dukungan moral.

    “Jadi sebenarnya amicus curaei (sahabat pengadilan) merupakan dorongan agar Nadiem menjadi justice collaborator. Agar diungkapkan siapa penggagas proyeknya, aliran dananya kemana,” kata Nasir.

    Menurutnya, adanya amicus curaei ini merupakan momentum bagi Nadiem untuk membuktikan kalau dia memang tidak menerima aliran dana. Atau mungkin menjelaskan kemungkinan adanya tekanan terhadapnya, sehingga ia tidak berdaya dalam memutuskan kebijakan pengadaan laptop chromebook tersebut.

    Hal ini disampaikan Nasir menanggapi munculnya sejumlah tokoh yang mengajukan amicus curaei (sahabat pengadilan) terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook kemendikbudristek pada masa menterinya Nadiem Makarim. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus ini. 

    Nasir Djamil mengatakan, amicus curaei itu adalah bentuk dukungan secara moral kepada seseorang orang yang akan disidangkan di pengadilan.  Dalam konteks ini, penetapan tersangka Nadiem merupakan dukungan moral terhadapnya.  

    Namun demikian, belum tentu apa yang disampaikan sahabat pengadilan itu benar adanya. Sebab mereka tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti apa yang dilakukan oleh Nadiem dalam mengambil keputusan soal chromebook tersebut.

     

    Sidang praperadilan yang diajukan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim digelar perdana di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Jumat sore. Kuasa Hukum Nadiem Makarim meminta kliennya dibebaskan, lantaran penetapan Nadiem sebagai tersangka tidak sah s…

  • Polisi Setop Penggunaan Sirine Pengawalan Pejabat, DPR: Harusnya Dikecilkan Saja dan Wajib Santun Berkendara – Page 3

    Polisi Setop Penggunaan Sirine Pengawalan Pejabat, DPR: Harusnya Dikecilkan Saja dan Wajib Santun Berkendara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri telah menghentikan penggunaan sirine dan rotator di mobil patroli pengawal atau patwal. Hal itu menyusul protes publik di sosial media hingga muncul gerakan anti sirene dan rotator.

    “Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu,” tutur Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 19 September 2025.

    Dia mengatakan, suara dari sirene dan rotator yang dinilai mengganggu pengguna mobil dan motor di jalan pun menjadi bahan evaluasi Korlantas Polri.

    “Karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat, ini kita evaluasi biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot tot,” jelas Agus.

    Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil sepakat dengan hal tersebut. Menurut dia, pada umumnya penggunaan strobo dan siara sirine pengawalan memang bertujuan keluar dari kemacetan demi tugas negara.

    “Saya setuju pengawalan untuk presiden dan wapres. Pengawalan itu kan ide awalnya agar penyelenggara negara bisa “keluar” dari kemacetan saat menjalankan tugas-tugas negara,” kata Nasir saat melalui pesan singkat, Minggu (21/9/2025).

    Namun jika hal itu dikeucalikan hanya untuk kepala dan wakil kepala negara, menurut Nasir pejabat lain seperti menteri dan setingkatnya harus perlu disesuaikan. Termasuk untuk anggota dewan.

    Alasannya, karena agenda mereka yang padat tak jarang membutuhkan pengawalan untuk berpindah dari lokasi satu ke lokasi berikutnya.

    “Menurut saya, disesuaikan saja dengan kebutuhan masing-masing atau jika perlu volume suara sirine dikecilkan sehingga tidak menganggu pengguna jalan lainnya dan polisi yang mengawal tetap santun dan menghargai pengendara lainnya,” jelas Nasir.

     

    Momen pengawalan mobil pemadam kebakaran oleh Pajero berplat hitam viral di media sosial. Pajero hitam tersebut tiba-tiba melaju di depan mobil damkar dan menyalakan strobo serta sirine. Sopir pajero seolah membukakan jalan bagi damkar di tengah kema…

  • Wakapolri dan Kabareskrim sambangi istana di tengah isu reshuffle

    Wakapolri dan Kabareskrim sambangi istana di tengah isu reshuffle

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Pol Dedi Prasetyo dan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Syahardiantono terlihat memasuki Istana Kepresidenan, Jakarta, di tengah agenda reshuffle Kabinet Merah Putih, Rabu.

    Kedatangan dua jenderal bintang tiga ini terlihat sekitar pukul 14.15 WIB dengan setelan dinas lengkap serta kawalan aparat berseragam polisi.

    Dedi melaju tanpa menyampaikan sepatah kata pun kepada awak media yang kala itu berspekulasi soal bursa calon Kapolri, yang sejak beberapa hari terakhir ramai dibicarakan di Senayan.

    Di sisi lain, DPR RI hingga kini menegaskan belum menerima surat presiden (surpres) terkait pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa pimpinan DPR belum menerima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri.

    Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil melempar sinyal tentang dua inisial misterius, “D” dan “S”, yang diyakini terkait kandidat pengganti Tribrata 1.

    “Inisial D dan S itu muncul di publik, kami juga nggak tahu siapa. Katanya ada D, ada S,” kata Nasir.

    Nama Komjen Suyudi Ario Seto, Kepala BNN, cepat dikaitkan dengan inisial “S”, bahkan Nasir sempat menyinggungnya secara terbuka apakah inisial S itu merujuk pada nama Suyudi yang kini menjabat Kepala BNN.

    Sementara inisial “D” masih menjadi teka-teki, meski banyak pihak menilai beberapa perwira tinggi yang dekat dengan lingkaran kekuasaan berpotensi masuk bursa.

    Hingga kini, Presiden Prabowo Subianto belum mengumumkan nama resmi, namun kehadiran Komjen Dedi Prasetyo dan Komjen Syahardiantono di Istana di tengah agenda reshuffle kian memicu spekulasi terkait inisial tersebut.

    “Penunjukan dan pemberhentian Kapolri dilakukan presiden dengan persetujuan DPR. Kalau pun ada surat itu, ya sesuai undang-undang,” tegas Nasir.

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 September 2025

    Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri Nasional 15 September 2025

    Desakan-desakan dan Dukungan DPR terhadap Reformasi Polri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peristiwa demonstrasi dan kerusuhan Agustus 2025 yang diwarnai kekerasan menjadi momentum munculnya desakan reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
    Mobil lapis baja Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga menyulut amarah publik.
    Sejak saat itu, gelombang tuntutan perubahan terus mengalir. Dari organisasi mahasiswa, ormas Islam, tokoh lintas agama, masyarakat sipil, hingga parlemen, suara yang menggaung sama: Polri harus direformasi agar kembali memperoleh kepercayaan rakyat.
    Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Handy Muharam menyuarakan hal itu usai bertemu Menteri Sekretaris Negara bersama lebih dari 30 organisasi mahasiswa di Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025) malam.
    “Kami menyampaikan agar pemerintah segera melakukan reformasi Polri sebagai komitmen penegakan supremasi sipil,” kata Handy, dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (5/9/2025).
    Seruan serupa datang dari Muhammadiyah. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) serta Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai peristiwa di Senayan menegaskan bahwa reformasi Polri pasca-Orde Baru gagal.
    “Tragedi ini menegaskan bahwa reformasi Polri pasca Orde Baru telah gagal. Presiden harus segera memerintahkan investigasi independen terhadap seluruh pelanggaran,” tegas pernyataan pers yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Sabtu (30/8/2025).
    Busyro juga meminta adanya audit menyeluruh terhadap penggunaan kewenangan dan persenjataan Polri.
    “Mekanisme etik internal Propam tidak cukup dan hanya akan menutupi akuntabilitas. Pelibatan penyelidikan independen seperti Komnas HAM dan juga representasi masyarakat sipil perlu dilakukan,” katanya.
    Gelombang tuntutan semakin besar ketika tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mendatangi Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
    Bagi mereka, Polri harus direformasi menyeluruh—dari struktur organisasi, budaya kerja, hingga perilaku anggotanya. Aspirasi utama yang dibawa adalah pembentukan tim khusus atau komisi reformasi Polri.
    Menteri Agama Nasaruddin Umar yang ikut hadir menyebut, aspirasi itu sejalan dengan gagasan Presiden.
    “Ini gayung bersambut ya, apa yang ada dalam (Gerakan) Nurani Bangsa itu juga dalam nurani saya, kata Bapak Presiden. Jadi, harapan-harapan yang diminta oleh teman-teman itu juga malah sudah dalam konsepnya Bapak Presiden,” ujarnya.
    “Jadi, istilahnya tadi itu gayung bersambut ya apa yang dirumuskan teman-teman ini justru itu yang sudah akan dilakukan oleh Bapak Presiden terutama menyangkut masalah reformasi dalam bidang kepolisian,” tambahnya.
    Desakan reformasi Polri yang dibawa GNB ke Presiden Prabowo Subianto adalah tuntutan yang berisi pembenahan menyeluruh kepolisian, agar kekerasan aparat kepolisian terhadap masyarakat tak terjadi lagi.
    “Kami mengusulkan pembenahan utuh terutama kebijakannya agar tidak ada ruang tindakan kekerasan eksesif yang dilakukan kepada rakyat,” kata salah satu tokoh dari GNB, Allisa Wahid, kepada Kompas.com, Sabtu (13/9/2025).
    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai desakan itu tak berlebihan. Menurut mereka, praktik represif aparat memang sudah mendesak untuk dibenahi.
    “Tindakan represif ini bagian kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, harus kita bereskan,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam, Sabtu (13/9/2025).
    Anam menekankan perubahan mesti dimulai dari pendidikan.
    “Salah satunya adalah bagaimana membentuk kepolisian yang jauh lebih
    civilized
    . Oleh karenanya, bisa dicek di level kurikulum pendidikan, pentingnya mempertebal soal isu-isu hak asasi manusia dalam pendidikan di level kepolisian,” ujarnya.
    Senada, Komisioner Kompolnas Gufron menilai reformasi Polri harus disertai penguatan pengawasan.
    “Kritik masyarakat menyoroti masih kuatnya budaya kekerasan, penanganan unjuk rasa yang kerap dianggap represif, layanan publik yang belum optimal, hingga perilaku sebagian anggota yang menyalahi kode etik profesi,” kata Gufron.
    Menurutnya, standar operasional prosedur (SOP) Polri juga perlu diperbarui.
    “Dalam pandangan masyarakat, implementasi kerap dianggap represif, perlu evaluasi, dan koreksi. Apakah problemnya di instrumen, kapasitas anggota, atau dalam penerapannya,” ujarnya.
     
    Parlemen pun ikut menanggapi. Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyebut Presiden Prabowo sebagai sosok yang paling memahami kebutuhan reformasi kepolisian.
    “Saya kira presiden lah yang paling mengerti, paling paham apa yang dibutuhkan karena bagaimanapun Polri ini kan, TNI-Polri adalah alat negara ya,” kata Rudi, Jumat (12/9/2025).
    Rudi menekankan, semangat reformasi tidak boleh hanya berhenti di kepolisian. “Kalau reformasi, bukan hanya Polri, tapi semua lembaga tinggi negara, apakah itu legislatif, eksekutif, termasuk yudikatif. Kalau reformasi, saya kira itu dalam rangka koreksi, perbaikan kinerja,” tuturnya.
    Anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Djamil, bahkan meminta Presiden turun langsung.
    “Saran saya Presiden Prabowo agar langsung memimpin reformasi kepolisian,” katanya.
    Menurut Nasir, upaya reformasi sejatinya sudah berjalan sejak era Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto hingga kini di bawah Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun, ia mengakui masih ada perilaku aparat yang melenceng dari harapan publik.
    “Bahwa masih ada perilaku yang belum sesuai dengan harapan masyarakat, tentu bisa kita pahami,” kata Nasir.
    Ia menambahkan, setiap lima tahun Polri menyusun rencana strategis yang harus diawasi pemerintah. “Presiden dan pembantu bisa membantu kepolisian dengan cara mengevaluasi dan memfasilitasi agar rencana strategis itu bisa dicapai dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
    Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mendukung pembentukan komisi reformasi kepolisian yang diusulkan GNB.
    “Kita mendukung rencana bapak presiden untuk melakukan reformasi institusi Kepolisian,” ujar Benny Kabur Harman seusai pertemuan bersama pihak Kejaksaan dan Kepolisian dan unsur lainnya di Mapolda Sulsel, Makassar, dilansir ANTARA, Jumat(12/9/2025).
    Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyebut Presiden Prabowo Subianto sebagai sosok yang paling mengerti untuk memperbaiki kondisi Polri.
    “Saya kira presiden lah yang paling mengerti, paling paham apa yang dibutuhkan karena bagaimanapun Polri ini kan, TNI-Polri adalah alat negara ya,” kata Rudi saat dihubungi, Jumat (12/9/2025).
    Di tengah derasnya desakan reformasi, isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat mencuat. Namun, Istana memastikan kabar itu tidak benar.
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan, Presiden Prabowo belum pernah mengirim Surat Presiden (Surpres) ke DPR terkait pergantian Kapolri.
    “Berkenaan dengan Surpres pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar,” kata Prasetyo, Sabtu (13/9/2025).
    Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. “Belum ada,” ujarnya.
    Meski dibantah, isu tersebut telanjur berkembang pasca-demonstrasi besar pada 28 Agustus 2025. Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang dilindas mobil lapis baja Brimob, membuat publik mempertanyakan kepemimpinan Polri dan menuntut perubahan nyata.
    Dari pihak buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menegaskan bahwa organisasinya mendukung Polri dalam menegakkan hukum, khususnya terkait aksi pembakaran fasilitas umum, Gedung DPRD, dan berbagai sarana publik lainnya.
    Dia juga menegaskan bahwa pihaknya akan berada di garis terdepan untuk mempertahankan supremasi sipil sebagai amanah reformasi.
    Senada dengan Andi Gani, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menyoroti isu reformasi di tubuh Polri yang belakangan ramai diperbincangkan. Menurut dia, langkah perbaikan lembaga kepolisian memang perlu dilakukan.
    Namun, dia mengingatkan agar upaya tersebut tidak diarahkan untuk menyerang atau membidik Kapolri, apalagi jika ada agenda tersembunyi untuk menjatuhkan pimpinan Polri tersebut.
    “Terlihat ada yang ingin menyerang institusi Kepolisian dengan menyerang pemimpinnya. Jika ingin mereformasi kepolisian agar menjadi alat keamanan dan ketertiban yang berwibawa, Kapolri saat ini terbukti sangat setia dengan Presiden Prabowo Subianto,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dari Istana sampai Senayan Bantah Isu Surat Presiden soal Pergantian Kapolri

    Dari Istana sampai Senayan Bantah Isu Surat Presiden soal Pergantian Kapolri

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah kabar yang beredar mengenai adanya surat presiden (surpres) yang dikirimkan ke DPR terkait pergantian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).

    Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan melalui pesan teks, Sabtu (13/9/2025), Prasetyo mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada surpres yang dikirimkan ke DPR mengenai isu tersebut.

    “Berkenaan dengan Surpres, pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar. Jadi, belum ada Surpres yang dikirimkan ke DPR mengenai pergantian Kapolri,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa informasi tersebut selaras dengan pernyataan pimpinan DPR yang sebelumnya telah menyatakan bahwa tidak ada surpres yang masuk terkait pergantian Kapolri.

    “Sebagaimana juga sudah disampaikan pimpinan DPR bahwa memang belum ada atau tidak ada surpres tersebut,” tandas Prasetyo.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa pimpinan DPR RI belum menerima surat apapun terkait hal tersebut hingga Jumat (12/9/2025) malam.

    “Pimpinan DPR sampai hari ini belum terima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri,” katanya kepada wartawan, Sabtu (13/9/2025).

    Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil menjelaskan bahwa mekanisme pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri sudah diatur dalam undang-undang, yakni menjadi hak prerogatif presiden dengan persetujuan DPR.

    “Jadi kalaupun ada, surat itu ya itu sesuai dengan undang-undang,” jelasnya.

    Nasir juga menyoroti kabar yang beredar di publik soal sejumlah nama yang disebut-sebut bakal menggantikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Hingga kini, tambahnya, DPR belum mendapatkan validasi mengenai hal tersebut. 

    “Jadi, intinya kita belum dapat validasi soal ini. Tapi sekali lagi, itu kewenangannya presiden,” kata Nasir.