Tag: Nasaruddin Umar

  • Kemerdekaan Indonesia dan toleransi

    Kemerdekaan Indonesia dan toleransi

    Bondowoso (ANTARA) – Perjuangan mewujudkan kemerdekaan Indonesia oleh para pejuang di masa lalu, bukan sekadar upaya untuk membebaskan bangsa ini dari ketertindasan karena tindakan kaum penjajah.

    Kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan para pahlawan dengan darah dan nyawa itu menyangkut banyak hal, di dalamnya, termasuk kebebasan menjalani ibadah, sesuai perintah agama masing-masing.

    Karena itu, momentum Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2025 ini bisa kita jadikan sarana pengingat diri untuk memeragakan sikap toleran dan menebarkan rasa damai terhadap lingkungan masing-masing.

    Kita menikmati status dan keadaan kemerdekaan Indonesia, saat ini, bukan dari hasil perjuangan kelompok tertentu, katakanlah kaum mayoritas. Tokoh-tokoh dan pejuang di masa kolonial itu juga berasal dari kaum minoritas.

    Pada masa perjuangan itu, mereka tidak ribut dengan perbedaan keimanan. Sebaliknya, mereka justru bahu membahu dalam upaya komunal untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari tekanan kaum penjajah.

    Karena itu, kalau saat ini masih ada sekelompok orang yang memaksakan kehendak terhadap golongan lain, seperti membubarkan sekelompok orang yang sedang beribadah, tidak mereka sadari bahwa hal itu merupakan wujud pengkhianatan nyata terhadap jerih payah para pejuang di masa lalu yang tidak hanya berasal dari satu golongan.

    Kalau di masa lalu, para tokoh, termasuk tokoh agama, berjuang agar bangsa ini terbebas dari rasa tidak aman karena tekanan kaum penjajah, sudah seharusnya kita juga tetap berupaya menghadirkan rasa aman dan damai terhadap kelompok lain yang berbeda iman.

    Bukan sebaliknya, kita, dengan mengatasnamakan kaum mayoritas, justru menghadirkan suasana batin tidak nyaman, bahkan menimbulkan ketakutan, akibat tindakan yang tidak bersikap toleran pada penganut agama yang tidak sama dengan kita.

    Dengan memilih melakukan tindakan penghakiman sendiri atas ritual yang dijalani oleh sekelompok orang yang berbeda keyakinan, kita sejatinya bertindak seperti kaum penjajah di masa lalu. Kita telah mengingkari perjuangan para leluhur bangsa ini, yang di masa itu tidak memandang perbedaan iman sebagai ajang permusuhan.

    Perbedaan keyakinan justru harus menjadikan kita memupuk sikap saling menerima. Kita harus menjadi bagian dari upaya yang telah dipandu oleh ideologi bangsa, yakni Pancasila. Pancasila yang digali oleh tokoh lintas agama dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia mengajarkan kita untuk hidup bersama dalam suasana aman dan damai.

    Ajaran dasar dari agama itu sendiri, pada hakikatnya adalah saling mencintai dan menyayangi. Di Islam, misalnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar, yang juga dikenal sebagai ulama terkemuka, mengemukakan bahwa intisari dari Al Qur’an adalah Surat Al Fatihah. Sementara intisari dari Surat Al Fatihah itu ada di ayat “Bismillahirrahmaanirrahiim” yang artinya “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan penyayang”.

    Dalam Islam, Allah bahkan menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Hal itu juga dipertegas dalam Surat An-Nahl, Ayat 93, yakni “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja)….”

    Di agama Kristen juga mengajarkan sikap cinta kasih kepada sesama, bahkan termasuk terhadap orang yang menyakiti. Kristen menegaskan ajaran kasih sayang, dengan arahan, “Jika engkau ditampar di pipi kanan, maka serahkan juga pipi kirimu”.

    Sementara di dalam Budha mengajarkan tentang “metta”, yaitu mengedepankan cinta kasih, yakni kasih yang tanpa pamrih, tanpa ada batasan, dan tidak ada diskriminasi terhadap seluruh makhluk hidup.

    Hindu mengajarkan tentang “tri hita karana”, yaitu menyangkut hubungan yang harmonis manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan yang harmonis lingkungan atau semua makhluk hidup.

    Kita dihadirkan Tuhan ke alam semesta dan berhadapan dengan segala macam perbedaan, seharusnya menjadi sarana memeragakan sifat-sifat Tuhan untuk mengasihi segala sesuatu, tanpa syarat apapun.

    Tuhan memeragakan sifat kasih sayangnya, salah satunya lewat aliran napas. Tuhan mengalirkan napas, tanpa memandang, apakah orang itu beragama tertentu atau tidak, bahkan tidak beragama, sekalipun. Napas tidak lagi diberikan oleh Tuhan kepada kita yang “kontraknya” sudah selesai, alias harus kembali kepada-NYA.

    Menghadapi momen peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, kita bisa menyaksikan kegiatan bersama masyarakat di setiap perkampungan atau lingkungan tempat tinggal, tanpa memandang perbedaan latar belakang. Kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan ini hendaknya menjadi pelajaran yang tidak mengenal waktu untuk hidup bersama, dengan segala perbedaan, termasuk di luar bulan Agustus.

    Demikian juga dengan kemeriahan peringatan Kemerdekaan RI di jalan raya dalam kegiatan karnaval yang di dalamnya menampilkan perbedaan, tetapi tetap dalam satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia. Kalau karnaval menampilkan berbagai pakaian adat yang menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia, semestinya semangat itu juga terus menjadi jiwa toleran kita dalam keseharian.

    Kemerdekaan Indonesia kita jadikan ajang untuk bersama-sama membangun bangsa ini menjadi maju dan semua yang ada di dalamnya mengalami ketentraman dan kemerdekaan hidup.

    Kemerdekaan dan sikap toleran merupakan satu napas yang terus menerus perlu kita peragakan dalam meramaikan perjalanan bangsa ini menuju bangsa yang maju.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menag Panggil Kakanwil Jika Lembaga Pendidikannya Tak Ada Cek Kesehatan Gratis

    Menag Panggil Kakanwil Jika Lembaga Pendidikannya Tak Ada Cek Kesehatan Gratis

    Menag Panggil Kakanwil Jika Lembaga Pendidikannya Tak Ada Cek Kesehatan Gratis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar bakal memanggil Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) jika ditemukan adanya
    sekolah keagamaan
    yang tidak mengikuti pelaksanaan
    Cek Kesehatan Gratis
    (CKG) yang dimulai hari ini, Senin (4/8/2025) ini.
    “Kalau nanti saya tahu ada sekolah yang tidak mendapatkan pemeriksaan, saya akan panggil para Kepala Kanwil dan Kakankemenag-nya,” kata Nasaruddin Umar saat meninjau pelaksanaan CKG di Pondok Pesantren Asshidiqiyah, Jakarta Barat, Senin (4/8/2025).
    Nasaruddin memperingatkan Kakanwil agar tidak ada satu pun anak-anak di madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan agama lainnya yang terlewat dari program ini.
    Tidak membedakan sekolah agama apapun, Nasaruddin menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengawasan program CKG di tiap sekolah keagamaan.
    “Siapa pun lembaga pendidikan agama dan keagamaan yang tidak memberikan perhatian penuh, nanti kami akan berikan semacam perhatian khusus,” tegasnya.
    Nasaruddin mengatakan, dirinya telah menginstruksikan setiap Kantor Wilayah (Kanwil) dan Departemen Agama (Depag) untuk melaksanakan ini sebaik mungkin.
    “Kalau nanti saya tahu ada di antara sekolah, anak didik kita tidak mendapatkan pemeriksaan, itu bukan salahnya anak, tapi salahnya kepala Kanwil dan Depag-nya,” tuturnya.
    Ia menegaskan bahwa
    cek kesehatan gratis
    ini dilakukan di seluruh lembaga pendidikan keagamaan tanpa ada pembeda antar agama apapun.
    “Tidak boleh kami meninggalkan satu orang pun di antra anak-anak bangsa Indonesia,” ucap Menag sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
    Sebagai informasi, tercatat ada 12.548.995 peserta didik binaan Kementerian Agama (Kemenag) yang akan mendapatkan layanan kesehatan gratis.
    Rinciannya, 9.179.847 siswa Madrasah (MI, MTs, MA); 3.339.536
    santri
    pondok pesantren; 18.090 siswa pendidikan Kristen; 7.032 siswa pendidikan Katolik; 3.421 siswa pendidikan Hindu (Widyalaya); 1.069 siswa pendidikan Buddha (Dhammasekha Formal).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini harapan Ponpes Assiddiqiyah Jakarta terkait CKG

    Ini harapan Ponpes Assiddiqiyah Jakarta terkait CKG

    Jakarta (ANTARA) – Pondok Pesantren (Ponpes) Assiddiqiyah Jakarta di Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat berharap agar Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sekolah tersebut dilaksanakan sampai tuntas.

    “Harapan ke depan program ini bukan cuma formalitas atau untuk direkam media gitu. Saya sangat amat berharap itu wujud nyata yang peduli benar-benar dengan santri. Kayak hari ini, jadi terasa juga di hati para santri,” ungkap Pengurus Bagian Unit Kesehatan Sekolah (UKS) Putri di Ponpes Assiddiqiyah Mumlatul Hidayah (23) di Jakarta, Senin.

    Ia menjelaskan, pemeriksaan kesehatan para santri pernah dilakukan pada awal 2025 dan kini dilakukan kembali dalam kerangka program CKG, dengan total sekitar 100 lebih peserta.

    “Ini dilakukan berkala dengan jumlah santri di sini 830. Ini kloter pertama, ada lagi kloter selanjutnya sampai ke delapan kali. Harapannya berjalan sampai tuntas,” lanjut Mumlatul.

    Lebih lanjut, kata Mumlatul, program CKG ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi kesehatan para santri.

    Sebelumnya, beberapa santri terindikasi mengalami anemia atau HB yang rendah. Namun kali ini, hasil pemeriksaan menunjukkan para santri berada dalam kondisi yang lebih sehat dan bugar.

    “Alhamdulillah pemeriksaan kali ini baik. Karena pemeriksaan sebelumnya itu sempat beberapa santri idnikasi gejala anemia, HB-nya rendah. Tadi pun tanggapan dari Kemenkes, “oh iya sekarang udah baik ya Mbak?” Udah pada bugar gitu, kelihatan lebih segar. Berarti ada perbaikan dari yang sebelumnya,” katanya.

    Kendati pun demikian, sejumlah penyakit biasanya dialami oleh para santri baru.

    “Iya itu musiman. Rata-rata yang gatal itu santri baru, karena adaptasi ke air. Kalau yang lain itu yang gatal-gatal itu jarang. Kayak biang keringat aja,” kata dia.

    Selain itu, sakit mata juga kerap menyebar lantaran beberapa kebiasaan para santri yang salah.

    “Kalau yang lain, sakit biasanya musiman, sakit mata, pasti beberapa ada. Tapi pasti kami cegah, kami kasih edukasi, kalau sakit mata itu jangan dikucek, jangan disentuh kecuali pakai tisu. Anak-anak kadang bandel, kayak megang mata, terus nanti megang alat makan, dia pegang temannya. Jadi nyebar,” ucapnya.

    Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar meminta jajaran, baik tingkat pusat maupun kantor wilayah di seluruh provinsi, mengawal kesuksesan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sekolah keagamaan.

    “Kepada seluruh kepala kanwil se-Indonesia, kalau nanti saya tahu ada di antara sekolah yang tidak mendapatkan pemeriksaan, nanti akan saya panggil para kepala kanwil dan kankemenag-nya,” kata Menteri Agagam Nasaruddin.

    Ia menjelaskan pelaksanaan CKG akan menjadi kesempatan penting dalam mendukung Visi Indonesia Emas 2045, khususnya mencetak generasi yang sehat, cerdas dan berdaya saing.

    Ia menjelaskan pelaksanaan CKG menyasar madrasah, pesantren, satuan pendidikan keagamaan Kristen, Katolik, Hindu (Widyalaya) dan Buddha (Dhammasekha).

    Langkah ini, ujar dia, memperkuat komitmen dan dukungan Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan inklusif lintas iman.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menag Panggil Kakanwil Jika Lembaga Pendidikannya Tak Ada Cek Kesehatan Gratis

    CKG di Seluruh Sekolah Keagamaan, Menag: Tidak Ada Pembeda Agama Apapun Nasional 4 Agustus 2025

    CKG di Seluruh Sekolah Keagamaan, Menag: Tidak Ada Pembeda Agama Apapun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Menteri Agama
    (Menag) RI,
    Nasaruddin Umar
    menegaskan bahwa
    cek kesehatan gratis
    dilakukan di seluruh lembaga pendidikan keagamaan tanpa ada pembeda antar agama apapun.
    Nasaruddin menyampaikan, Kementerian Agama (Kemenag) menaungi total 12.542.995 siswa binaan di
    sekolah keagamaan
    Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
    “Semua, tidak ada pembedaan agama apapun. Totalnya ada 12.542.995 siswa binaan Kementerian Agama dari Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
    Cek kesehatan gratis
    ini bagi siswa sejalan dengan ajaran setiap agama,” jelas Nasaruddin di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta Barat, Senin (4/8/2025).
    Di sekolah keagamaan Kristen, kata Menag, jenjang TK-Sekolah Dasar Teologi Kristen memiliki 4.838 siswa, Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen ada 4.349, dan Sekolah Menengah Teologi Kristen ada 5.667 siswa.
    “Tidak boleh kami meninggalkan satu orang pun di antara anak-anak bangsa Indonesia,” ucapnya.
    Nasaruddin menuturkan, setiap Direktur Jenderal Agama di Kemenag melakukan tugas untuk meninjau pelaksanaan cek kesehatan gratis di setiap sekolah masing-masing.
    “Jadi ini serentak, semuanya sekolah-sekolah agama Islam, sekolah agama Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Khonghucu, semua serentak, setiap Dirjen Agama lain juga sudah meluncur,” ucapnya.
    Nasaruddin menambahkan, instruksi pelaksanaan
    CKG
    ini telah ia sampaikan kepada setiap Kantor Wilayah (Kanwil) dan Departemen Agama (Depag).
    “Kalau nanti saya tahu ada di antara sekolah, anak didik kita tidak mendapatkan pemeriksaan, itu bukan salahnya anak, tapi salahnya kepala Kanwil dan Depag-nya,” jelas Menag.
    Ia berharap, CKG di lingkungan sekolah keagamaan menjadi contoh yang baik untuk pelaksanaan program ini.
    “Saya ingin Kementerian Agama menjadi contoh yang terbaik untuk pelaksanaan ini,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gelar Zikir Sambut HUT RI ke-80, Menag Ingatkan Arti Merdeka dalam Perspektif Spiritual – Page 3

    Gelar Zikir Sambut HUT RI ke-80, Menag Ingatkan Arti Merdeka dalam Perspektif Spiritual – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengingatkan bahwa kemerdekaan bukan sekadar lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga pelepasan dari segala bentuk penindasan dan ketertindasan jiwa. 

    Hal itu disampaikan Menag saat memberi sambutan dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan yang digelar Kementerian Agama di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat malam (1/8/2025).

    Acara yang menjadi pembuka rangkaian Bulan Kemerdekaan tersebut digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag dan dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Arifatul Choiri Fauzi, Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Miftachul Akhyar, dan tokoh agama dari sejumlah daerah. 

    Hadir pula enam tokoh lintas agama, Majelis Dzikir Hubbul Wathon, pimpinan ormas Islam, majelis taklim, serta para santri dari sejumlah pondok pesantren.

    Dalam sambutannya, Menag menyampaikan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukan hanya momen politik, tetapi juga peristiwa spiritual. Proklamasi yang dibacakan pada hari Jumat, 9 Ramadan 1364 Hijriah, mencerminkan keberkahan dan keterhubungan antara perjuangan kemerdekaan dengan nilai-nilai keimanan.

    “Ini bukan kebetulan. Para proklamator menyadari betul bahwa hari itu bukan sekadar tanggal, tapi juga momentum ilahiah. Zikir dan doa menjadi bagian dari kekuatan bangsa ini sejak awal berdiri,” ujar Menag.

    Menurutnya, dalam tradisi Islam, terdapat empat istilah utama yang menggambarkan makna kemerdekaan: istiqlal, tahrir, hurriyah, dan in‘itaq. Namun, kata kunci dari semuanya adalah istiqlal, yaitu kemerdekaan dari penjajahan dan kekuasaan yang zalim.

    “Tanpa istiqlal, tidak mungkin ada hurriyah, tidak mungkin ada tahrir, dan tidak mungkin ada In’itaq. Karena itu, Masjid Istiqlal bukan sekadar bangunan, tetapi nazar bangsa atas nikmat kemerdekaan,” paparnya.

    Dia juga mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati harus diisi dengan perjuangan untuk menghadirkan keadilan sosial. Salah satu indikatornya adalah terpenuhinya gizi anak bangsa dan akses pendidikan yang merata.

    “Presiden kita selalu menekankan bahwa kemerdekaan tidak sempurna jika masih ada anak-anak kelaparan. Bagaimana masa depan bangsa ini kalau generasi mudanya kekurangan gizi? Maka pemberian gizi sehat dan pendidikan adalah bentuk konkret pengisian kemerdekaan,” tegasnya.

     

    Pada hari Rabu, Presiden Prabowo Subianto menghadiri konferensi ke-19 Uni Parlemen Negara-Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam OKI atau Parliamentary Union of The OIC Member States, di Senayan. Presiden kembali menegaskan sikap Indonesia terhad…

  • Menteri Agama Angkat HP, Ini Iblis atau Malaikat?

    Menteri Agama Angkat HP, Ini Iblis atau Malaikat?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Agama Nasaruddin Umar menanyakan apakah HP bagian dari iblis atau malaikat kepada anak-anak dalam acara Festival Lindungi Anak di Era Digital di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kamis (31/7/2025).

    “Saya ingin tanya anak-anakku semua, jawab ya. Apakah ini iblis atau malaikat? Atau ada iblisnya atau malaikatnya?” kata Nasaruddin sambil mengangkat ponselnya.

    Dia menyebut jika perangkat memiliki iblis dan malaikat atau diartikan memiliki hal buruk dan baik. Kepada anak-anak, Nasaruddin berpesan untuk melihat fungsi baik dari ponselnya.

    Anak-anak juga diminta untuk saling mengingatkan jika melihat temannya menggunakan ponsel bukan untuk kebaikan. Hanya gunakan untuk pembelajaran saja, ucapnya.

    “Kalau kalian melihat teman-temannya buka iblisnya di sini, tegur dia ‘jangan itu merusak jalan pikiran kita’. Tapi handphone ini harus dibuka window malaikatnya, seperti pembelajaran, belajar ngaji,” dia berpesan.

    Nasaruddin berpesan khusus kepada anak-anak yang beragam muslim untuk membuka ponsel sambil membaca Bismillah. Dnegan begitu tidak digunakan untuk hal buruk.

    “Setiap kali membuka handphone kalau yang beragama Islam baca bismillahirrahmanirrahim, supaya nanti jangan terbuka iblisnya itu. Kalau terbuka iblisnya, cepat pindah ke malaikatnya. Setuju?” ucap Nasaruddin.

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji juga mengingatkan HP sudah menjadi bagian dari keluarga. Semua hal juga dapat dilakukan dengan menggunakan ponsel, termasuk bermain game.

    “Game ini potensi beberapa problem kekerasan. Karena itu, saya titip anak-anak hati-hati dengan game. bukan saya anti teknologi, anti handphone. Tapi hati-hati,” tutur Wihaji.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 6 Menteri Prabowo Sepakat Tunda Aktivitas Anak di Ruang Digital

    6 Menteri Prabowo Sepakat Tunda Aktivitas Anak di Ruang Digital

    Bisnis.com, JAKARTA — Enam menteri dari Kabinet Merah Putih menandatangani komitmen bersama untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ramah bagi anak-anak Indonesia.

    Penandatanganan Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.17/2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak (PP TUNAS) sebagai wujud sinergi lintas kementerian dalam menjaga anak dari risiko paparan negatif di ruang digital.

    Nota kesepahaman ini ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi.

    Meutya mengatakan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk melindungi anak di ruang digital sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    Salah satu hal yang diatur oleh PP TUNAS, dan telah disepakati bersama, adalah penundaan aktivitas anak di ruang digital hingga mencapai usia tertentu.

    “Sebagai contoh mengemudi kendaraan, itu ada usia minimalnya. Kita juga percaya bahwa untuk masuk ke ranah digital yang mungkin memiliki tingkat bahaya yang sama atau bahkan lebih daripada mengemudi, harus ada usia minimum anak-anak untuk masuk ke ranah sosial media dan juga ranah PSE pada umumnya,” kata Meutya, dikutip Kamis (31/7/2025). 

    Meutya menekankan pentingnya upaya bersama untuk menyediakan ruang aktivitas bagi anak-anak berkegiatan secara fisik agar tidak terus terpapar oleh gawai.

    “Ini lintas kita semua, baik KemenPPPA, Kemendikdasmen, Kemenag, Kemendagri, dan Kemendukbangga, berperan menyediakan ruang-ruang yang baik bagi anak untuk beraktivitas,” ujarnya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 menyebut bahwa 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, sementara 35,57 persen lainnya sudah mengakses internet.

    Tanpa regulasi yang kuat, anak-anak berpotensi terpapar konten negatif di ruang digital yang tidak sesuai dengan usianya.

    Oleh karena itu, PP TUNAS juga mengatur kewajiban PSE untuk memverifikasi usia pengguna dan menerapkan pengamanan teknis yang dapat memitigasi risiko paparan konten negatif.

    Bagi pelanggar, PP TUNAS menetapkan sanksi administratif hingga pemutusan akses terhadap platform yang tidak patuh.

    Nota kesepahaman ini merupakan tindak lanjut dari pengesahan PP TUNAS oleh Presiden Prabowo Subianto pada 28 Maret 2025.

  • Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi Nasional 31 Juli 2025

    Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Agama (Menag) RI
    Nasaruddin Umar
    menyampaikan bahwa jenazah mantan Menteri Agama RI periode 2009–2014,
    Suryadharma Ali
    , dimakamkan di
    Pondok Pesantren Miftahul Ulum
    , Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
    “Dimakamkan di Bekasi, di pesantren beliau. Beliau kan punya pondok pesantren,” ujar Nasaruddin saat ditemui usai melayat di rumah duka, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2025).
    Awalnya, Istana Negara menginstruksikan jenazah Suryadharma dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
    “Tadinya mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, karena dia menerima Bintang Mahaputera dulu,” ujarnya.
    Namun, pihak keluarga ingin Suryadharma tetap dimakamkan di pondok pesantrennya.
    “Karena keluarganya ingin dimakamkan di pesantrennya, supaya nanti di pondok pesantren itu banyak mendoakan,” papar Menag.
    Nasaruddin menuturkan, lokasi pemakaman tersebut juga merupakan keinginan Suryadharma agar bisa didoakan oleh para santri.
    “Dia ingin agar anak-anak santrinya itu selalu mendoakan. Ya mungkin pada setiap habis shalat lima waktu, ada yang mendoakan,” tuturnya.
    Diberitakan sebelumnya, eks Menteri Agama (Menag) RI periode 2009-2014 yang juga politikus senior PPP Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis (31/7/2025) pagi.
    Usman menyampaikan bahwa Suryadharma Ali menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan pada pukul 04.25 WIB.
    “Iya benar mas. Telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak DRS H Suryadharma Ali, M.SI pada hari ini, Kamis 31 Juli pukul 04.25 WIB. Di RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan,” ujar Usman, Kamis.
    Usman menjelaskan, sebelum wafat, Suryadharma Ali diketahui dalam kondisi sakit.
    Namun, Usman belum dapat menjelaskan lebih lanjut sakit yang dialami Suryadharma Ali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    GELORA.CO –  Pemahaman Islam di Indonesia yang mengusung semangat perdamaian atau rahmatan lil alamin di lirik internasional. Misalnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengimpor ustad atau guru ngaji dari Indonesia. Mereka bertugas untuk mengajari imam-imam di kedua negara itu. 

    Informasi tersebut disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menghadiri Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Jakarta (30/7). Dia mengatakan pemahaman atau nafas Islam di Indonesia kompatibel dengan negara-negara lain. Termasuk negara dengan umat Islam yang minoritas. 

    “United Kingdom (UK) meminta training imam dari Indonesia,” katanya. Permintaan itu disampaikan pemerintah Inggris saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke sana beberapa waktu lalu. Indonesia menyanggupi itu, dengan mengirim ustadz, imam, atau mubaligh untuk menjadi mentor imam-imam di Inggris Raya. 

    Begitu pula dengan di AS. Nasaruddin mengatakan ada permintaan serupa. Dengan jumlah penduduk Islam yang terus bertambah di negara super power itu, jumlah imam ikut bertambah. Pemerintah AS juga meminta pengiriman ustad atau ulama untuk mengajari agama imam-imam di sana. 

    Seperti diketahui populasi Islam di Inggris Raya, AS, dan sejumlah negara barat mengalami lonjakan signifikan. Sehingga jumlah imam atau pemuka agama di sana ikut meningkat. Begitupun dengan keberadaan masjid, juga semakin banyak. 

    Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, kualitas Islam Indonesia yang begitu ramah dan toleran, tidak hanya diakui negara-negara barat. Di negara Timur Tengah juga mengakui semangat Islam di Indonesia sangat positif. 

    Nasaruddin mengatakan Qatar dan Uni Emirat Arab meminta Indonesia mengirimkan imam ke sana. Bahkan jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar 250 orang. “Kenapa mereka tidak meminta imam-imam dari Mesir atau Turki. Tetapi memilih dari Indonesia,” jelas mantan Wakil Menteri Agama itu. Dia menegaskan kondisi itu mencerminkan bahwa Islam di Indonesia cocok dengan budaya manapun. Baik itu di barat yang cenderung sekuler maupun di Timue Tengah. 

    Menurut Nasaruddin Islam di Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Indonesia sebagai negara maritim atau kepulauan, mempunyai budaya yang ramah. Sehingga ketika Islam hadir di Indonesia, maka menghasilkan semangat beragama yang ramah. 

    Berbeda saat Islam berada di negara kontinental. Budayanya cukup keras. “Oleh karena itu, Nabi-Nabi diturunkan di negara-negara kontinental. Kalau di Indonesia (sebagai negara maritim) tidak perlu nabi, cukup ustad,” jelas Kamaruddin disambut riuh undangan yang hadir. 

    Dia berpesan kepada anggota ISNU yang merupakan komunitas akademisi, untuk memperkuat pendidikan di Indonesia. Khususnya pendidikan agama Islam atau Islam Studies. Nasaruddin menegaskan saat ini sudah tidak nyaman belajar agama Islam di negara-negara Timur Tengah. Karena banyak perang. Sebaliknya belajar Islam Studies di Indonesia, pelajar dari penjuru dunia akan merasakan ketenangan.

    Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum ISNU Kamaruddin Amin menegaskan siap berkolaborasi dengan pemerintah. Khususnya di layanan pendidikan. Diantara yang dia soroti adalah angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang masih sekitar 40 persen. Padahal untuk jadi negara maju, APK pendidikan tinggi minimal 60 persen. 

  • Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    GELORA.CO –  Pemahaman Islam di Indonesia yang mengusung semangat perdamaian atau rahmatan lil alamin di lirik internasional. Misalnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengimpor ustad atau guru ngaji dari Indonesia. Mereka bertugas untuk mengajari imam-imam di kedua negara itu. 

    Informasi tersebut disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menghadiri Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Jakarta (30/7). Dia mengatakan pemahaman atau nafas Islam di Indonesia kompatibel dengan negara-negara lain. Termasuk negara dengan umat Islam yang minoritas. 

    “United Kingdom (UK) meminta training imam dari Indonesia,” katanya. Permintaan itu disampaikan pemerintah Inggris saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke sana beberapa waktu lalu. Indonesia menyanggupi itu, dengan mengirim ustadz, imam, atau mubaligh untuk menjadi mentor imam-imam di Inggris Raya. 

    Begitu pula dengan di AS. Nasaruddin mengatakan ada permintaan serupa. Dengan jumlah penduduk Islam yang terus bertambah di negara super power itu, jumlah imam ikut bertambah. Pemerintah AS juga meminta pengiriman ustad atau ulama untuk mengajari agama imam-imam di sana. 

    Seperti diketahui populasi Islam di Inggris Raya, AS, dan sejumlah negara barat mengalami lonjakan signifikan. Sehingga jumlah imam atau pemuka agama di sana ikut meningkat. Begitupun dengan keberadaan masjid, juga semakin banyak. 

    Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, kualitas Islam Indonesia yang begitu ramah dan toleran, tidak hanya diakui negara-negara barat. Di negara Timur Tengah juga mengakui semangat Islam di Indonesia sangat positif. 

    Nasaruddin mengatakan Qatar dan Uni Emirat Arab meminta Indonesia mengirimkan imam ke sana. Bahkan jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar 250 orang. “Kenapa mereka tidak meminta imam-imam dari Mesir atau Turki. Tetapi memilih dari Indonesia,” jelas mantan Wakil Menteri Agama itu. Dia menegaskan kondisi itu mencerminkan bahwa Islam di Indonesia cocok dengan budaya manapun. Baik itu di barat yang cenderung sekuler maupun di Timue Tengah. 

    Menurut Nasaruddin Islam di Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Indonesia sebagai negara maritim atau kepulauan, mempunyai budaya yang ramah. Sehingga ketika Islam hadir di Indonesia, maka menghasilkan semangat beragama yang ramah. 

    Berbeda saat Islam berada di negara kontinental. Budayanya cukup keras. “Oleh karena itu, Nabi-Nabi diturunkan di negara-negara kontinental. Kalau di Indonesia (sebagai negara maritim) tidak perlu nabi, cukup ustad,” jelas Kamaruddin disambut riuh undangan yang hadir. 

    Dia berpesan kepada anggota ISNU yang merupakan komunitas akademisi, untuk memperkuat pendidikan di Indonesia. Khususnya pendidikan agama Islam atau Islam Studies. Nasaruddin menegaskan saat ini sudah tidak nyaman belajar agama Islam di negara-negara Timur Tengah. Karena banyak perang. Sebaliknya belajar Islam Studies di Indonesia, pelajar dari penjuru dunia akan merasakan ketenangan.

    Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum ISNU Kamaruddin Amin menegaskan siap berkolaborasi dengan pemerintah. Khususnya di layanan pendidikan. Diantara yang dia soroti adalah angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang masih sekitar 40 persen. Padahal untuk jadi negara maju, APK pendidikan tinggi minimal 60 persen.