Tag: Nasaruddin Umar

  • Tinjau Simulasi Makan Siang Bergizi Gratis di Ponpes Polman, Menag: Kita Tidak Membeda-bedakan

    Tinjau Simulasi Makan Siang Bergizi Gratis di Ponpes Polman, Menag: Kita Tidak Membeda-bedakan

    Polewali Mandar, Beritasatu.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar memantau pelaksanaan simulasi makan siang bergizi gratis di pondok pesantren (ponpes) Nahdlatul Ummah Kanang, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sabtu (30/11/2024).

    Para santri terlihat sangat antusias saat menyantap makan siang gratis yang berisi nasi, sayur, telur, tahu, tempe, dan ayam ditambah lagi dengan susu kemasan.

    Program makan siang bergizi gratis di ponpes merupakan  wujud komitmen Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka demi meningkatkan kualitas gizi anak sekolah dan menggerakkan ekonomi nasional.

    Menag mengatakan simulasi makan siang bergizi gratis di ponpes ini merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan memberikan akses makanan bergizi secara merata kepada semua kalangan.

    “Ini kita memberikan sebuah kejutan bahwa madrasah tidak beda dengan sekolah lain. Siswa madrasah sama-sama menikmati pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo untuk makan siang gratis,” kata Nasaruddin kepada wartawan

    Pria kelahiran Ujung-Bone, Sulawesi Selatan itu mengungkapkan program makan siang bergizi gratis di ponpes adalah program pemerintah pusat yang dapat dirasakan semua sekolah tanpa memandang latar belakang .

    “Kita tidak akan membeda-bedakan sekolah negeri ataupun sekolah madrasah, semuanya kita sama ratakan, semuanya sama,” tegasnya.

    Seusai memantau pelaksanaan makan siang bergizi gratis di ponpes, Menag Nasaruddin melakukan penanaman pohon sukun di halaman Pondok Pesantren Nahdatul Ummah. Penghijauan ini dilakukan sesuai dengan deklarasi Istiqlal untuk lintas agama.

  • Waktu Mendesak, Komnas Haji Dorong Penetapan Biaya dan Kuota Haji 2025

    Waktu Mendesak, Komnas Haji Dorong Penetapan Biaya dan Kuota Haji 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Komnas Haji mendesak Komisi VIII DPR segera menetapkan besaran biaya dan kuota haji 2025 atau 1446 Hijriah. Mengingat pelaksanaan ibadah haji 1446 H tinggal beberapa bulan lagi, penyelesaian ini sangat mendesak. Berdasarkan jadwal yang dirancang oleh Kementerian Agama, penerbangan kloter pertama ke Tanah Suci dijadwalkan pada 2 Mei 2025.

    “Apabila menghitung dari hari ini, hanya tinggal 5 bulan lagi, tetapi sampai sekarang Komisi VIII DPR belum menyepakati dan menetapkan besaran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan persiapan teknis lainnya, termasuk besaran kuota jemaah,” kata Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj dalam keterangan resminya, Jumat (29/11/2024).

    Diketahui, pada Desember 2024 hingga Januari 2025, DPR akan memasuki masa reses. Belajar dari musim haji sebelumnya, Panja Haji telah bekerja intensif sejak awal November 2023, dan hasil pembahasan BPIH disampaikan kepada presiden pada akhir bulan yang sama.

    Persiapan haji yang mepet dinilai berpotensi mengganggu kelancaran penyelenggaraan haji. Selain itu, calon jemaah membutuhkan kepastian terkait biaya yang harus dilunasi serta jadwal keberangkatan.

    “Waktunya sudah mepet. Saya khawatir apabila persiapannya tidak maksimal, penyelenggaraan haji bisa terganggu. Bagi calon jemaah bisa banyak yang tidak mampu melunasi karena minim sosialisasi dan mendadak, sehingga akan banyak kuota haji yang tidak terserap,” kata Mustolih Siradj.

    Mustolih menambahkan, penyelenggaraan haji memerlukan persiapan matang karena melibatkan berbagai aspek teknis, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan di Arab Saudi, seperti pengurusan dokumen visa dan paspor, jadwal penerbangan, kesehatan, konsumsi, akomodasi, transportasi, hingga pelaksanaan manasik. Semua hal ini memerlukan perhitungan biaya yang cermat, yang akan dimasukkan dalam komponen BPIH, termasuk biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang wajib dilunasi oleh jamaah, serta subsidi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

    Keputusan akhir hasil rapat Panja antara Komisi VIII DPR, Kemenag, BPH, dan BPKH nantinya akan diserahkan kepada presiden untuk disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Keppres ini akan menjadi dasar hukum penetapan biaya dan kuota haji reguler maupun khusus.

    Kontrak-kontrak terkait kebutuhan jemaah, seperti hotel di Makkah dan Madinah, konsumsi, transportasi, serta pemondokan di Arafah dan Mina, harus segera diselesaikan. Apabila terlambat, lokasi akomodasi jemaah berisiko jauh dari kawasan utama, seperti Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta area Mina untuk pelaksanaan di Jamarat. Hal ini akan menyulitkan jemaah, terutama jemaah lanjut usia dan yang berisiko tinggi secara kesehatan, serta membutuhkan pengawasan ekstra dari petugas.

    Pemerintah Arab Saudi sendiri memberlakukan sistem “first come, first serve”. Negara yang lebih cepat memesan akan mendapat layanan lebih baik. Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F Al Rabiah saat bertemu dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar di Makkah menyarankan agar Indonesia segera menyelesaikan kontrak kebutuhan jemaah, mengingat tempat strategis bisa diambil oleh negara lain jika terlambat.

    Saat ini, kewenangan pembahasan BPIH ada di tangan Komisi VIII DPR, yang akan melibatkan Kemenag, Badan Penyelenggara Haji (BPH), dan BPKH. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, tanggung jawab utama penyelenggaraan haji tetap berada di Kemenag, karena undang-undang tersebut belum direvisi. Adapun BPH, yang baru dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024, masih berperan sebagai lembaga supervisi dan koordinasi.

    “Dalam tata urut perundang-undangan, sudah jelas, undang-undang berada lebih tinggi dari Peraturan Presiden (Perpres). Karena itu, Komisi VIII tidak perlu mempertentangkan kewenangan Kemenag dan BPH. Siapa yang menjadi penanggung jawab dan pelaksana sudah terang diatur dalam undang-undang,” kata Mustolih yang mendesak agar biaya dan kuota haji 2025 segera ditetapkan. 

  • Bagaimana Aturan Pejabat Menerima Gratifikasi? Ini Penjelasannya

    Bagaimana Aturan Pejabat Menerima Gratifikasi? Ini Penjelasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama Nasaruddin Umar diwakili oleh Muhammad Ainul Yakin selaku tenaga ahli menteri agama mengembalikan barang yang diduga pemberian atau gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (26/11/2024). Namun, bagaimana aturan pejabat menerima gratifikasi?

    Dikutip dari laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), gratifikasi merupakan pemberian uang atau barang kepada pemangku kebijakan atau pejabat publik dengan maksud sekadar memberi tanpa niat atau maksud tujuan tertentu.

    Lalu bagaimana jika seorang pejabat publik tanpa sengaja mendapatkan pemberian atau gratifikasi? Berikut ini aturan pejabat menerima pemberian atau gratifikasi.

    Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dijelaskan apa dan bagaimana regulasi gratifikasi. Menurut Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 20/2001 dituliskan, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.

    Jadi setiap pemberian gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negara atau penyelenggara negara dapat ditetapkan sebagai suap.

    Seorang pejabat tidak akan ditetapkan sebagai penerima suap jika melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam kurun waktu 30 hari masa kerja setelah diterimanya gratifikasi. Hal ini diatur dalam Pasal 12C ayat (1) dan (2) Nomor 20/2001.

    Setelah pelaporan tersebut, maka kuasa barang pemberian akan diserahkan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penetapan status gratifikasi, penyerahan barang kepada Kemenkeu, dan mengumumkan gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara minimal satu kali setiap tahunnya. Hal ini diatur dalam Pasal 16, 17, dan 18 UU  Nomor 30/2002 tentang KPK.

    Namun, tidak semua pemberian atau gratifikasi harus dilaporkan kepada KPK karena dianggap sebagai bukan tindak pidana suap. Beberapa hal yang tidak termasuk suap ini dirilis oleh KPK melalui buku saku yang mereka terbitkan pada 2014.

    1. Pemberian dari anggota keluarga yang tidak memiliki adanya benturan jabatan atau kepentingan dari sang penerima.
    2. Pemberian hadiah untuk acara atau pesta dengan nilai di bawah Rp 1 juta.
    3. Pemberian sumbangan saat terjadi bencana alam atau musibah dengan nilai di bawah Rp 1 juta.
    4. Pemberian dari sesama rekan kerja untuk merayakan sesuatu dengan batasan nilai pemberian tidak berbentuk atau senilai uang untuk per orang adalah Rp 300.000 dan maksimal Rp 1 juta selama kurun waktu satu tahun dari orang yang sama.
    5. Sajian yang diberikan secara umum.
    6. Keuntungan yang didapatkan dari sebuah investasi yang berlaku untuk umum.
    7. Barang hadiah dari sebuah acara yang diberikan untuk umum.
    8. Barang atau uang yang diberikan oleh pemerintah atas prestasi yang sudah diraih dan pemberian dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
    9. Kompensasi profesi yang berasal dari luar kedinasan atau tidak menyangkut pekerjaan pejabat tanpa berbenturan dengan konflik kepentingan.

    Itulah aturan pejabat dalam menerima pemberian atau gratifikasi. Hal ini harus diperhatikan karena rawan terjadi kasus suap yang terjadi karena beberapa pihak tidak mengetahui regulasi gratifikasi.

  • Begini Sanksi Pejabat Menerima atau Tidak Melaporkan Gratifikasi

    Begini Sanksi Pejabat Menerima atau Tidak Melaporkan Gratifikasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengembalikan barang yang diduga gratifikasi ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) lewat perwakilannya. Hal ini karena terdapat sanksi serius bagi pejabat yang menerima atau tidak melaporkan perihal gratifikasi.

    Penyerahan barang tersebut dilakukan Nasaruddin untuk menjadi contoh good governance. Lalu, apa sanksi bagi pejabat yang menerima atau tidak melaporkan gratifikasi? Berikut ini penjelasanya.

    Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian gratifikasi adalah pemberian dalam arti yang luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan fasilitas lainnya.

    Jika ditemukan segala sesuatu yang diduga gratifikasi, wajib dilaporkan ke KPK selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak gratifikasi tersebut diterima.

    Sanksi bagi pejabat dan pegawai negeri yang menerima atau tidak melaporkan gratifikasi, yakni pidana penjara minimum 4 tahun dan maksimum 20 tahun atau bahkan pidana penjara seumur hidup. Lalu, pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), maksimum Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

    Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 /PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, ada beberapa jenis gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan oleh penyelenggara negara terkait dengan kedinasan.

    Gratifikasi ini mencakup barang atau fasilitas yang diterima dalam kegiatan, seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau acara serupa, baik yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Beberapa contoh gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan antara lain:

    1. Seminar kit kedinasan yang berlaku umum.
    2. Cinderamata atau suvenir yang berlaku umum.
    3. Hadiah atau door prize yang berlaku umum.
    4. Fasilitas penginapan yang berlaku umum.
    5. Konsumsi, hidangan, atau sajian berupa makanan dan minuman yang berlaku umum.

    Selain itu, kompensasi yang diterima dari pihak lain juga tidak perlu dilaporkan jika memenuhi beberapa syarat, seperti tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan, tidak menimbulkan pembiayaan ganda atau benturan kepentingan, serta tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.

    Beberapa contoh kompensasi yang dapat diterima tanpa perlu dilaporkan antara lain:

    1. Honor atau insentif (baik berupa uang maupun setara uang).
    2. Fasilitas penginapan.
    3. Cinderamata, suvenir, atau plakat.
    4. Jamuan makan.
    5. Fasilitas transportasi.
    6. Barang yang mudah busuk atau rusak, seperti bingkisan makanan atau buah.

  • Diduga Upaya Gratifikasi, Menag Nasaruddin Umar Serahkan Sejumlah Barang ke KPK

    Diduga Upaya Gratifikasi, Menag Nasaruddin Umar Serahkan Sejumlah Barang ke KPK

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengambil langkah proaktif dengan melaporkan dan menyerahkan barang yang diduga sebagai gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Barang-barang tersebut diserahkan melalui tenaga ahlinya ke Gedung ACLC KPK, Jakarta, pada Selasa (26/11/2024).

    Berdasarkan informasi yang diterima, barang yang dilaporkan terdiri dari dua tas berisi dupa khas Timur Tengah (bukhur) dan bahan wewangian (oud), dengan salah satu merek yang terlihat adalah Arabian Oud. Pelaporan ini merupakan tindak lanjut arahan langsung dari Menteri Nasaruddin.

    “Atas arahan dan perintah Bapak Menteri Agama, kami diminta mengantarkan barang yang diterima oleh beliau minggu lalu. Namun, hingga saat ini, tidak diketahui siapa pengirim barang tersebut,” ungkap Tenaga Ahli Menag, Muhammad Ainul Yaqin, saat memberikan keterangan di gedung KPK.

    Langkah ini mendapatkan apresiasi dari KPK, yang menilai tindakan Nasaruddin sebagai contoh positif dalam pencegahan tindak pidana korupsi. “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi oleh Menteri Agama. Ini merupakan langkah awal penting untuk mencegah terjadinya korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika.

    Tessa menjelaskan bahwa barang yang dilaporkan akan dianalisis oleh KPK untuk menentukan statusnya. “KPK akan mempelajari apakah barang tersebut termasuk gratifikasi yang dilarang sehingga menjadi milik negara, atau merupakan gratifikasi yang sah dan dapat diterima oleh penerima,” katanya.

    Selain itu, KPK mengingatkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara negara untuk melaporkan gratifikasi yang diterima. Pelaporan dapat dilakukan melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) di institusi masing-masing. Laporan harus diajukan dalam kurun waktu 30 hari kerja sejak penerimaan barang.

  • Bagaimana Aturan Pejabat Menerima Gratifikasi? Ini Penjelasannya

    Kronologi Barang Diduga Gratifikasi Menteri Agama Nasarudin Umar hingga Dikembalikan ke KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama, Muhammad Ainul Yaqin, pada Selasa (26/11/2024) pagi, mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Dalam foto yang diterima Beritasatu.com, dua boks barang yang diduga gratifikasi tersebut disimpan dalam tas berwarna cokelat. Di atasnya, terdapat sebuah dokumen atau map berwarna hijau dengan logo Kementerian Agama. Salah satu barang yang terlihat dalam foto lainnya adalah sebuah handbag berwarna hitam.

    Menurut Yaqin, Menteri Agama Nasarudin Umar menerima kiriman paket tersebut di kantornya di Masjid Istiqlal pada pekan lalu. Namun, Yaqin baru dapat mengembalikan barang tersebut ke KPK pada hari ini.

    “Beliau baru terima Jumat, kemudian hari Sabtu sudah dikembalikan,” ujar Yaqin kepada Beritasatu.com pada Selasa (26/11/2024).

    “Atas arahan Bapak Menteri Agama, kami diminta mengantarkan sebuah barang yang kami juga tidak tahu dari siapa. Barang itu diberikan untuk Bapak Menteri Agama minggu lalu, kemudian diminta untuk diserahkan ke KPK,” ujar Ainul Yaqin.

    Penerimaan gratifikasi sendiri merupakan bentuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 12B ayat (1) dijelaskan bahwa setiap gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, apabila berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.

    “Kami sudah serahkan barang tersebut dan diterima langsung oleh Bu Indira, Kasatgas Gratifikasi KPK. Kami juga sudah mengisi formulir dan menyerahkan barang,” kata Ainul.

    Menteri Agama Prof Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama Muhammad Ainul Yakin mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 26 November 2024. – (Istimewa/-)

    Langkah inisiatif Menag tersebut mendapat apresiasi dari KPK sebagai upaya awal dalam mencegah tindak pidana korupsi.

    “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi yang dilakukan oleh Menteri Agama. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    KPK pun segera bertindak untuk menindaklanjuti pelaporan barang gratifikasi tersebut. Tessa menjelaskan bahwa pihaknya akan menganalisis laporan yang disampaikan oleh Menag Nasaruddin Umar untuk menentukan apakah barang tersebut termasuk gratifikasi yang dilarang atau sah diterima.

    “KPK akan melakukan analisis terhadap pelaporan tersebut, untuk menentukan apakah barang itu merupakan gratifikasi yang dilarang dan menjadi milik negara, atau gratifikasi yang sah diterima dan menjadi milik penerima,” ungkapnya.

    KPK juga mengimbau agar langkah pelaporan gratifikasi yang dilakukan Nasaruddin dapat menjadi contoh bagi pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Pelaporan dapat dilakukan melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL), yang dapat diakses secara daring melalui perangkat Android dan iOS.

    Ainul menegaskan bahwa penyerahan barang diduga gratifikasi ini merupakan komitmen Menag Nasaruddin untuk menjadikan Kementerian Agama sebagai contoh dalam penerapan prinsip good governance.

    “Ini adalah bagian dari komitmen Menag Nasaruddin Umar, sesuai dengan arahan dan pidato beliau di berbagai kesempatan, untuk menjadikan Kementerian Agama sebagai teladan dalam praktik good governance,” ujar Ainul.

  • Tri Hita Karana Universal Reflection Journey Segera Digelar

    Tri Hita Karana Universal Reflection Journey Segera Digelar

    Jakarta, Beritasatu.com – Untuk mewujudkan dunia yang lebih harmonis dan berkelanjutan, Yayasan Upaya Indonesia Damai atau dikenal sebagai United In Diversity (UID) Foundation akan menggelar Tri Hita Karana Universal Reflection Journey yang turut mendukung Deklarasi Bersama Istiqlal.

    Deklarasi Bersama Istiqlal merupakan dokumen yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, pada 5 September 2024. Deklarasi itu merupakan sebuah seruan bagi seluruh umat manusia untuk bersatu dalam membangun masa depan yang lebih baik.

    Dalam era globalisasi yang makin kompleks, umat manusia dihadapkan pada tantangan yang makin besar. Tri Hita Karana dan Deklarasi Bersama Istiqlal diharapkan dapat hadir sebagai sebuah lentera harapan, menyinari jalan menuju perdamaian dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia

    Dengan latar belakang keindahan alam Bali, Tri Hita Karana Universal Reflection Journey menawarkan ruang bagi refleksi mendalam dan dialog konstruktif.

    Pada 14 Desember 2024, para pemimpin dunia akan berkumpul di Kura Kura Bali untuk merefleksikan tantangan global yang mendesak dan merumuskan solusi bersama.

    Presiden UID Tantowi Yahya menyebutkan, Tri Hita Karana Universal Reflection Journey merupakan panggilan agar dapat berhenti sejenak dan merenung atas tantangan global.

    “Tri Hita Karana Universal Reflection Journey hadir sebagai panggilan bagi kita semua untuk merefleksikan tantangan terbesar dunia sekaligus merumuskan solusi berkelanjutan yang berakar pada harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas,” kata Tantowi, dalam keteranganya, Selasa (26/11/2024).

    Tri Hita Karana Universal Reflection Journey mengajak seluruh pemimpin, inovator, dan insan peduli untuk bergabung dalam perjalanan transformasi ini.

    Duta Besar Keliling untuk Pasifik tersebut turut menyampaikan harapannya untuk Tri Hita Karana Universal Reflection Journey agar bisa berperan sebagai platform kolaborasi dan inovasi untuk masa depan berkelanjutan dan harmonis.

    “Terutama di masa penuh tantangan ini, kolaborasi dan inovasi yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, dan keberlanjutan menjadi makin penting,” kata Tantowi.

    Tantowi yakin, melalui Tri Hita Karana Universal Reflection Journey, semua pihak dapat berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang lebih harmonis dan bahagia bagi generasi mendatang.

  • KPK Minta Menag Nasarudin Umar Lengkapi Informasi Soal Barang Diduga Gratifikasi

    KPK Minta Menag Nasarudin Umar Lengkapi Informasi Soal Barang Diduga Gratifikasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Menteri Agama (Menag) Nasarudin Umar untuk melengkapi informasi soal barang diduga gratifikasi yang telah dilaporkan ke KPK pada Selasa (26/11/2024). 

    Karenanya, KPK menganggap laporan barang gratifikasi oleh Nasarudin Umar itu belum diterima. Namun, pihak Nasarudin Umar sudah memastikan akan melengkapi laporan tersebut.

    “Iya, sudah menyerahkan barang-barang yang dianggap penerimaan gratifikasi, tetapi laporan penerimaan gratifikasinya masih belum lengkap. Ada informasi yang belum diisikan di formulir laporan. Jadi kami anggap belum diterima laporannya. Kamis atau Jumat dijanjikan akan dilengkapi,”  kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Rabu (27/11/2024).

    Apabila sudah lengkap, Pahala memastikan KPK akan menindaklanjuti pelaporan barang gratifikasi oleh Nasaruddin Umar tersebut. KPK akan melakukan analisis untuk kemudian menentukan kedudukan barang tersebut.

    “Setelah lengkap, akan kami analisis untuk kemudian diputuskan apakah barang yang dilaporkan menjadi milik negara atau tetap milik pak menteri. Maksimum 30 hari sudah harus diterbitkan surat keputusan KPK,” ujar Pahala.

    Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar telah mengembalikan barang yang diduga gratifikasi berupa wewangian Arab kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 26 November 2024. – (Istimewa/-)

    Dari foto-foto yang diterima Beritasatu.com, barang diduga gratifikasi yang diterima Nasarudin Umar tersebut adalah bukhur yang merupakan dupa khas Timur Tengah. Ada juga wewangian oud yang cukup mahal. Merek barang yang diterima tersebut adalah Arabian Oud. 

    Berdasarkan informasi dari situs resminya, Arabian Oud merupakan produsen wewangian yang mengkhususkan diri dalam dupa, parfum oriental, dan juga parfum minyak yang sudah hadir sejak 1982. Barang diduga gratifikasi tersebut diberikan kepada Menag Nasarudin Umar pada pekan lalu.

  • Bagaimana Aturan Pejabat Menerima Gratifikasi? Ini Penjelasannya

    Barang Diduga Gratifikasi yang Dikembalikan Menag Nasarudin Umar ke KPK Ternyata Wewangian Arab

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar telah mengembalikan barang yang diduga gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (26/11/2024). Barang yang dilaporkan berupa sepaket wewangian Arab.

    Dari foto-foto yang diterima Beritasatu.com, barang tersebut bernama Bukhur yang merupakan dupa khas Timur Tengah. Ada juga wewangian Oud yang cukup mahal. Merek barang yang diterima Nasaaruddin Umar ini adalah Arabian Oud. 

    Dikutip dari situs resminya, Arabian Oud adalah produsen wewangian yang mengkhususkan diri dalam dupa, parfum oriental, dan parfum minyak. Merek ini sudah hadir sejak 1982. 

    Sementara itu, pihak KPK mengapresiasi langkah Nasaruddin Umar yang melaporkan barang gratifikasi tersebut. 

    “KPK mengapresiasi inisiatif pelaporan gratifikasi oleh menteri agama. Hal tersebut merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

    Menteri Agama Prof Nasarudin Umar yang diwakili oleh Tenaga Ahli Menteri Agama Muhammad Ainul Yakin mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 26 November 2024. – (Istimewa/-)

    KPK pun tak tinggal diam atas pelaporan barang gratifikasi tersebut. Disampaikan Tessa, pihaknya akan menganalisis laporan yang disampaikan Nasaruddin Umar untuk menentukan apakah termasuk gratifikasi atau tidak.

    Lembaga antikorupsi itu mengimbau agar langkah pelaporan gratifikasi yang disampaikan Menag Nasaruddin Umar kali ini dapat menjadi contoh bagi para pejabat maupun aparatur sipil negara (ASN) lainnya. Pelapor dapat melakukannya melalui aplikasi gratifikasi online (GOL). Aplikasi ini dapat diakses secara daring dengan mengunduhnya di Android atau iOS.

  • KPK Minta Menag Nasarudin Umar Lengkapi Informasi Soal Barang Diduga Gratifikasi

    Top 5 News: Menag Kembalikan Barang Gratifikasi hingga Rencana Gaji Guru Naik pada 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah pemberitaan pada Selasa (26/11/2024) menarik perhatian pembaca dan menjadi top 5 news Beritasatu.com. Salah satunya adalah Menteri Agama (Menag) Prof Nasarudin Umar mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Kemudian, siswa di Semarang tewas ditembak Polisi, tahun depan gaji guru akan dinaikkan, hingga Prabowo Subianto akan memberikan gelar pahlawan kepada 16 tokoh.

    Berikut ini ringkasan top 5 news atau lima berita terpopuler yang bisa disimak kembali oleh pembaca Beritasatu.com:

    1. ASN Juga Bisa Laporkan Gratifikasi seperti Menag, Ini Cara yang Aman dan Rahasia

    Menteri Agama Prof Nasarudin Umar mengembalikan barang yang diduga sebagai gratifikasi ke KPK pada Selasa (26/11/2024) pagi mendapat banyak apresiasi. 

    Langkah pelaporan dan pengembalian gratifikasi yang dilakukan menag ini diyakini sebagai wujud komitmen Nasaruddin agar Kemenag menjadi contoh good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik.

    2. Siswa Tewas Ditembak Oknum Polisi, Karangan Bunga Penuhi SMKN 4 Semarang

    Puluhan karangan bunga ucapan dukacita memenuhi halaman SMKN 4 Semarang seusai salah satu siswanya, yakni GRO (16) tewas ditembak oleh oknum polisi.

    Deretan karangan bunga, buket bunga, sampai foto bingkai korban menghiasi pintu masuk sekolah. Selain karangan bunga, para alumni dan teman korban juga menuliskan kalimat sindiran kepada institusi kepolisian, yakni “Polisi Melindungi, Mengayomi, Bukan Menembaki!!!.”

    3. Presiden Prabowo Naikkan Gaji Guru Mulai 2025, Ini Besarannya

    Presiden Prabowo Subianto memutuskan menaikkan gaji guru mulai 2025. Bukan hanya guru berstatus aparatur sipil negara (ASN), kesejahteraan guru honorer dan pengajar sekolah swasta juga ditingkatkan. 

    Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, guru ASN akan mendapat kenaikan gaji sebesar 100% dari gaji pokok masing-masing. 

    4. Produksi Beras 2025 Ditargetkan 32 Juta Ton, Mentan Amran Sulaiman: Indonesia Tak Impor Lagi

    Menteri Pertanian atau Mentan Andi Amran Sulaiman menargetkan produksi beras mencapai 32 juta ton pada 2025. Mentan juga meyakini dengan target tersebut, Indonesia tak akan impor beras mulai tahun depan.

    “(Target produksi beras) 32 juta ya. Doakan insyaallah 2025,” kata Mentan Amran dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).

    5. Presiden Prabowo Subianto Bakal Beri Gelar Pahlawan Nasional kepada 16 Tokoh

    Presiden Prabowo Subianto bakal memberikan anugerah gelar pahlawan nasional kepada 16 tokoh. Hal ini dipastikan oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.

    Demikian top 5 news Beritasatu.com yang menarik perhatian pembaca. Namun, terdapat update berita lainnya yang tak kalah menarik, informatif, serta menghibur yang bisa pembaca simak lebih lanjut.