Tag: Nailul Huda

  • Ini Peluang dan Awal Diplomasi Ekonomi

    Ini Peluang dan Awal Diplomasi Ekonomi

    Jakarta, Beritasatu.com – Penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia menjadi 19% bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia, asalkan dimanfaatkan dengan strategi yang tepat dan komitmen jangka panjang dari pemerintah.

    Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan, pengurangan tarif impor ini merupakan momen penting yang bisa membuka ruang ekspor lebih luas ke pasar AS.

    “Penurunan tarif ini tidak lepas dari pendekatan diplomasi Presiden Prabowo yang dalam pernyataannya juga menegaskan masih ada ruang untuk renegosiasi, bahkan hingga ke level 0%,” kata Nailul Huda dalam program Investor Daily Talk, Kamis (17/7/2025).

    Ia mengatakan, dalam konteks global, langkah cepat pemerintah untuk merespons dinamika kebijakan dagang AS patut diapresiasi. 

    Surat langsung dari Presiden AS Donald Trump kepada Presiden Prabowo menandakan adanya pengakuan terhadap posisi strategis Indonesia, baik secara geopolitik maupun ekonomi.

    “Trump menyampaikan bahwa Indonesia sudah memberikan banyak hal. Artinya, AS menganggap kita mitra penting, terutama dalam sektor energi dan pertambangan. Ini bisa menjadi modal politik dagang untuk memperkuat posisi tawar kita,” tutur dia.

    Menurutnya, tantangan ke depan adalah menjaga momentum positif ini agar tidak hanya menjadi diskon jangka pendek.

    Ia juga mengingatkan pentingnya memperkuat tim negosiasi agar keputusan-keputusan yang diambil tidak hanya responsif, tetapi juga berbasis data dan proyeksi jangka panjang.

    Oleh sebab itu diperlukan evaluasi terus-menerus terhadap strategi negosiasi, termasuk koordinasi lintas kementerian.

    “Namun, saya melihat sinyal pemerintah cukup kuat untuk memperjuangkan kesetaraan tarif. Ini bukan akhir, tetapi awal dari diplomasi ekonomi yang lebih berani,” ujar Nailul.

    Terkait kekhawatiran ketergantungan, ia menyebutkan bahwa diversifikasi pasar tetap penting, tetapi tidak menafikan peluang pasar AS.

    Indonesia tetap harus memperluas pasar ekspor lain, seperti Timur Tengah, Afrika dan Uni Eropa. “Terlebih pemerintah sudah menjajaki ini itu dan menjadi langkah yang tepat,” tambahnya.

    Ia juga menyebut, momentum ini bisa menjadi katalis reformasi sektor perdagangan dan investasi dalam negeri agar lebih siap bersaing secara global.

    Apabila stakeholder mampu menjadikan ini batu loncatan, tidak hanya ekspor tetapi momentum ini juga dapat menarik investasi berkualitas dari Negara Paman Sam itu.

    “Maka ini bisa jadi win-win solution dalam arti sebenarnya,” pungkas Nailul.

  • Menko PM Cak Imin Sebut Penerima Bansos yang Terbukti Main Judol Akan Disanksi – Page 3

    Menko PM Cak Imin Sebut Penerima Bansos yang Terbukti Main Judol Akan Disanksi – Page 3

    Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 571.410 nomor induk kependudukan (NIK), yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos), terlibat menjadi pemain judi online (judol) sepanjang tahun 2024.

    Total deposit judi online dari 571.410 NIK penerima bantuan sosial (bansos) selama tahun 2024 itu mencapai Rp957 miliar dengan 7,5 juta kali transaksi.

    Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, menegaskan perlunya klarifikasi sebelum menyimpulkan keterlibatan pemilik rekening bansos dalam praktik judi online.

    Dia menuturkan, tak sedikit rekening kosong atau tidak aktif yang dijadikan tempat penampungan transaksi oleh bandar maupun pemain judi online.

    “Tentu harus dicek terlebih dahulu apakah memang digunakan untuk bermain judi online, atau digunakan oleh orang lain. Tentu tidak adil ketika digunakan orang lain untuk berjudi online, tapi pemilik rekeningnya yang menanggung beban,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Selasa (8/7/2025).

  • Menko PM Cak Imin Sebut Penerima Bansos yang Terbukti Main Judol Akan Disanksi – Page 3

    Menko PM Cak Imin Sebut Penerima Bansos yang Terbukti Main Judol Akan Disanksi – Page 3

    Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 571.410 nomor induk kependudukan (NIK), yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos), terlibat menjadi pemain judi online (judol) sepanjang tahun 2024.

    Total deposit judi online dari 571.410 NIK penerima bantuan sosial (bansos) selama tahun 2024 itu mencapai Rp957 miliar dengan 7,5 juta kali transaksi.

    Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, menegaskan perlunya klarifikasi sebelum menyimpulkan keterlibatan pemilik rekening bansos dalam praktik judi online.

    Dia menuturkan, tak sedikit rekening kosong atau tidak aktif yang dijadikan tempat penampungan transaksi oleh bandar maupun pemain judi online.

    “Tentu harus dicek terlebih dahulu apakah memang digunakan untuk bermain judi online, atau digunakan oleh orang lain. Tentu tidak adil ketika digunakan orang lain untuk berjudi online, tapi pemilik rekeningnya yang menanggung beban,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Selasa (8/7/2025).

  • RI Negosiasi Tarif Trump, Pakar Usul Kebijakan DHE Dikaji Ulang

    RI Negosiasi Tarif Trump, Pakar Usul Kebijakan DHE Dikaji Ulang

    Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, pemerintah harus pintar bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk bisa menurunkan tarif perdagangan Indonesia ke Negeri Paman Sam itu. Salah satunya, dengan mengkaji kebijakan yang dinilai dapat menghambat produk AS masuk ke Indonesia.

    Direktur Celios Nailul Huda menyampaikan, salah satu kebijakan yang patut dikaji ulang adalah Devisa Hasil Ekspor (DHE). Kebijakan ini disebut merugikan pihak AS lantaran dolar AS akan lebih lama tersimpan di Indonesia.

    Namun, tidak hanya AS, Nailul menyebut bahwa kebijakan ini juga merugikan pengusaha dalam negeri lantaran ketersediaan dolar akan terbatas.

    “Saya rasa kebijakan DHE ini memang patut dikaji ulang karena bagi pelaku usaha dalam negeri pun tidak menguntungkan,” kata Nailul kepada Bisnis, dikutip Minggu (6/7/2025).

    Nailul menuturkan, kenaikan atau pemberian tarif impor barang luar negeri dari AS tentu akan berdampak terhadap Indonesia. Dia mengatakan, kebijakan ini akan menyebabkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi oleh masyarakat AS.

    Akibatnya, permintaan agregat barang-barang impor tersebut akan mengalami koreksi. Menurut publikasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada 2024, kenaikan tarif impor 1% akan mengurangi impor barang sebesar 0,8%. 

    “Artinya, ekspor Indonesia ke AS bisa turun hingga 25%,” ungkap Nailul.

    Dampaknya, kata dia, surplus perdagangan luar negeri Indonesia bisa terancam turun karena AS merupakan salah satu penyumbang surplus terbesar Indonesia yakni sebesar US$16 miliar.

    Dampak lanjutan dari pelemahan ekspor Indonesia ke AS adalah penurunan produksi dalam negeri. Dia menjelaskan, ketika produksi dalam negeri menurun, maka perusahaan di Indonesia akan “menyesuaikan” dengan cara, salah satunya, memberhentikan karyawannya atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Angka PHK di dalam negeri berisiko meningkat seiring dengan penurunan permintaan AS. Menurut perkiraannya, industri tekstil dan produk tekstil akan mengalami PHK massal sebanyak 191.000 tenaga kerja.

    Untuk itu, Nailul menyebut bahwa Indonesia harus berkoalisi dengan negara lain untuk menghadapi situasi ini. Misalnya, menjadikan BRICS sebagai salah satu pintu masuk, atau bilateral dengan negara yang memiliki komoditas yang sama, seperti Malaysia untuk kasus minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

    Selain itu, menurutnya pemerintah dapat pula menguatkan permintaan domestik dengan memperbaiki daya beli masyarakat. Salah satunya, melalui insentif-insentif bagi masyarakat kelas menengah ke bawah seperti kebutuhan listrik dan energi.

    “Insentif ini bisa memberikan kekuatan bagi ekonomi domestik di saat ekonomi global terkena resesi,” ujarnya. 

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump akan memberlakukan tarif baru terhadap seluruh negara mitra dagangnya mulai 9 Juli 2025. Sejumlah negara akan dikenakan tarif dengan besaran yang berbeda-beda.

    Adapun, Trump sebelumnya menyatakan bakal menerapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%, lantaran Indonesia dianggap menghambat laju perdagangan AS, yakni penerapan tarif sepihak (tidak timbal balik), TKDN, sistem perizinan impor kompleks, dan devisa hasil ekspor (DHE).

    Namun, Trump menunda pemberlakuan kebijakan tersebut selama 90 hari sambil dilakukan proses negosiasi antar kedua negara. Hingga saat ini, belum diketahui, hasil kesepakatan dari negosiasi yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan AS.

  • Cari Kerja Sekarang Susah, Ini Profesi Paling Dibutuhkan di RI

    Cari Kerja Sekarang Susah, Ini Profesi Paling Dibutuhkan di RI

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah sektor masih membutuhkan banyak talenta dalam ekosistem digital. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menganalisa beberapa sektor yang membutuhkan talenta.

    Salah satunya di bidang pertanian dan peternakan yang membutuhkan intervensi terkait talenta digital.

    Kepala BPSDM Komunikasi dan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Boni Pudjianto mengatakan kementerian mengindetifikasi beberapa sektor yang membutuhkan pasokan.

    “Yang terkait dengan agriculture, aquaculture.Jadi pertanian, peternakan, perikanan gitu ya. Health, education, logistics, tourism, finance, fintech. Itu area-area yang membutuhkan intervensi. Apalagi sekarang pertanian, itu dibutuhkan,” kata Boni di kantor Komdigi, Jumat (20/6/2025).

    Selain itu ada juga logistik yang membutuhkan talenta. Karena menurut Boni, tidak mungkin pasokannya hanya sumber lokal saja tapi berasal dari beberapa lokasi yang berbeda.

    Jika hal tersebut bisa dilakukan maka akan berdampak besar. “Jadi ini beberapa fokus. Komdigi mengadopsi area tersebut menjadi prioritas,” jelasnya.

    Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan soal gap talenta digital. Menurutnya hal itu bisa diisi oleh lembaga pendidikan yang dirasa masih kurang.

    Salah satu yang bisa dihasilkan berasal dari vokasi. Karena orang dari lembaga pendidikan itu bisa memiliki skill yang bisa diserap oleh industri.

    “Vokasi ini sangat dibutuhkan karena mereka memiliki skill ya yang lebih cepat untuk bisa diserap di dalam kebutuhan industri,” jelasnya.

    Boni mengatakan gap digital ini butuh diisi. Jika tidak dikhwatirkan akan dihuni oleh masyarakat dari negara asing.

    “Kalau kita kurang apalagi ini digital, itu akan diisi oleh teman-temannya dari negara-negara tetangga,” ujar Boni.

    Foto: Kepala BPSDM Komunikasi dan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Boni Pudjianto. (CNBC Indonesia/ Novina Putri Bestari)
    Kepala BPSDM Komunikasi dan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Boni Pudjianto. (CNBC Indonesia/Novina Putri Bestari)

    12 Juta Talenta Digital Dibutuhkan Sampai 2030

    Dalam data yang dibagikan Boni, kebutuhan talenta digital terus mengalami peningkatan. Pada 2030 mencapai 12.092.110 orang naik dari kebutuhannya sudah terpenuhi 9.343.849 orang.

    Jumlah itu naik dari tahun 2025, yakni kebutuhannya 10.930.616 orang juta dan ketersediaannya menjadi 6.960.767 orang.

    “Nah gap itu yang dibagi sekarang berapa tahun ke depan Kalau enggak salah dihitungan yang ini adalah 6 tahun. 2025, 2026, 2027 sampai 2030.Gap itu dibagi ini, makanya kalau disitu nanti angkanya agak lain. Itu 450an sekian. Pertahunnya yang dibutuhkan,” kata Boni.

    Dari jumlah tersebut masih butuh 2.748.260 orang selama lima tahun lagi atau 458.032 orang per tahunnya.

    Jumlah ketersediaan itu juga terus naik dari 2023 hingga 2030, membuat gap talenta juga makin menipis. Misalnya tahun 2025 mencapai 3,9 juta orang.

    Pada 2030, kesenjangan talenta digital masih terjadi di banyak wilayah Indonesia. Tertinggi berada di Jawa Tengah berjumlah 604.093 orang dan Jawa Timur sebesar 499.723 orang.

    Namun pada beberapa wilayah mengalami kelebihan pasokan. Di Jakarta saja mencapai 225.014 orang dan Kepulauan Riau 28.496 orang.

    Badai PHK Cetak Pengangguran di Mana-mana

    Di tengah kekurangan talenta digital, sejumlah perusahaan di Indonesia diketahui baru saja melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.

    Tak kurang dari 3 juta pekerja di industri tekstil yang terancam kehilangan pekerjaan. Selain itu, sebanyak 70% pengusaha hotel serta restoran Jakarta disebut berencana melakukan efisiensi pegawai.

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan adanya faktor daya beli dan permintaan yang berkurang. Saat permintaan berkurang maka akan berdampak pada produksi juga.

    “Permintaan barang industri manufaktur yang berkurang menyebabkan berkurangnya produksi,” kata Nailul kepada CNBC Indonesia beberapa saat lalu.

    Mengutip data S&P, angka Purchasing Managers Indonesia (PMI) di Indonesia memang menurun tajam. Dari sebelumnya 52,4 pada Maret 2025 merosot ke bawah 50, yakni angka 46,7 pada April dan Mei sebesar 47,4.

    Angka PMI di bawah 50, menurut dia, menjadi pertanda kinerja industri manufaktur memburuk karena tidak ada ekspansi. Penyebabnya bisa dikarenakan tidak ada tambahan produksi industri manufaktur untuk dalam negeri.

    “Dampak yang bisa terjadi ke depan adalah utilitas industri manufaktur akan semakin menurun. Bahkan untuk industri tekstil dan produk tekstil, utilitas industri bisa menurun hingga di bawah 50%,” jelasnya.

    Hal ini bisa membuat PHK meningkat tajam, bahkan akan ada pelemahan industri mencapai 1,2 juta orang, menurut Nailul.

    Selama ini, AI digadang-gadang sebagai faktor utama pekerjaan punah dan memicu PHK massal. Namun, Nailul mengatakan penyebab gelombang PHK baru-baru ini dipicu perang tarif Amerika Serikat (AS) dan pelemahan permintaan domestik akibat daya beli yang belum membaik.

    “Pertama, dari perang tarif AS yang mengakibatkan penurunan permintaan produk secara global, termasuk dari Indonesia. Akibatnya produksi dalam negeri akan berkurang. Potensi PHK akan meningkat,” kata Nailul.

    “Kedua, pelemahan permintaan domestik yang disebabkan oleh daya beli yang belum membaik. Daya beli masih sangat terbatas untuk di masyarakat kelas menengah ke bawah,” dia menambahkan.

    Bursa Kerja Diserbu

    Pada akhir Mei lalu, puluhan ribu orang rela mengantri demi ribuan lowongan pekerjaan di Job Fair Bekasi Pasti Kerja 2025 yang digelar Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat di President University Convention Center Jababeka, Cikarang.

    Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa menyebut pelamar yang datang ke bursa kerja tersebut diperkirakan tembus 25 ribu orang. Kepadatan yang terjadi membuat pelamar berdesak-desakan bahkan sampai ada yang pingsan.

    “Dari informasi, memang ada beberapa orang yang pingsan. Tadi kalau penyampaian Pak Bupati, ada 25 ribu lebih (pelamar datang),” ujar Mustofa dikutip dari CNN.

    Sebanyak 25 ribu pelamar tersebut rela mengantri dan berdesak-desakan demi mendapatkan 2.000 lowongan pekerjaan.

    “Artinya ke depan kita harus membuka bursa lowongan pekerjaan berikutnya dengan kapasitas lebih dari 2.000 lowongan pekerjaan,” kata Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang seperti dikutip pada Selasa (28/5/2025).

    Perhelatan bursa pekerjaan memang selalu ramai dan diminati. Namun, kali ini disorot karena saat ini Indonesia dihantam badai PHK yang menyebabkan pengangguran membludak dan persaingan mendapat kerja makin susah.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kontroversi Fadli Zon “Rewrite” Sejarah, Perihal Ekonomi Absen?

    Kontroversi Fadli Zon “Rewrite” Sejarah, Perihal Ekonomi Absen?

    Bisnis.com, JAKARTA- Penulisan sejarah resmi bukan saja wajib memuat peristiwa pelanggaran HAM, melainkan pula kegagalan kebijakan ekonomi termasuk pada akhir kekuasaan Orde Baru.

    Sejarah adalah ‘kaca benggala’, begitu ungkap Soekarno. Maksudnya, lintasan masa lalu bisa memantulkan bayangan agar masa depan tak mengulang kesalahan yang sama, termasuk dalam hal kebijakan ekonomi.

    Pada kenyataannya, peristiwa ekonomi dan momen politik seringkali bersinggungan dalam satu waktu.

    Peristiwa sebelum dan sesudah kejatuhan Orde Baru, misalnya, bertalian erat dengan krisis moneter serta terbitnya berbagai kebijakan yang lebih liberal.

    Tapi sayangnya, selain fakta adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia hingga perkosaan massal, kenyataan gagalnya kebijakan ekonomi pun cenderung tak tercatat dalam proyek sejarah resmi kali ini.

    Proyek ‘sejarah resmi’ yang kini digaungkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon inipun menuai banyak polemik. Kerangka narasi resmi itupun banyak disorot kalangan sejarawan, hingga sekarang muncul banyak versi yang belum terkonfirmasi.

    “Sejauh ini ada banyak rancangan naskah sejarah resmi itu, tim sejarawan yang terlibat pun belum menunjukkan versi sebenarnya. Alasannya masih butuh masukan banyak kalangan,” ungkap Sejarawan sekaligus Peneliti Para Syndicate Virdika Rizky Utama kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).

    Menurut Virdika, selain pelanggaran HAM wajib masuk dalam rancangan sejarah resmi itu, persoalan ekonomi pun patut dimuat. Lengsernya Presiden Soeharto tak lepas dari krisis moneter yang membuka gelombang protes massal.

    “Sayangnya, sejauh yang saya amati dari beberapa versi rancangan penulisan sejarah resmi, soal ekonomi pada periode itu [Orde Baru] tidak digarap, bahkan soal IMF,” jelas jebolan Jiao Tong University itu.

    Menukil ‘Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah’ karya Mantan Presiden Boediono, krisis moneter pada 1997 merupakan peristiwa yang tak pernah diantisipasi. Saat itu, tulisnya, seluruh indikator ekonomi nasional sangat baik, bahkan kurs rupiah cukup kuat, dan cadangan devisa tebal.

    Namun hanya dalam rentang waktu tiga bulan, stabilitas ekonomi jungkir balik. Dalam catatan Boediono, kondisi panik massal akibat mata uang negara-negara Asean yang ambrol, ditambah respon kebijakan tak tepat, serta tentunya praktik buruk perbankan membuat Indonesia masuk jurang krisis.

    KRISIS MONETER

    Menurut Virdika, upaya mengupas krisis moneter yang membelit, serta menyoal kebijakan ekonomi Orde Baru, setidaknya berbagai potensi konflik horizontal ke depan bisa dihindari. Masyarakat perlu dibekali hal demikian.

    “Andaikata masyarakat bisa dijelaskan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial karena kegagalan kebijakan konglomerasi atau tetesan ke bawah pada era Orba, tidak lagi ada kefrustrasian sosial yang dilampiaskan kepada etnis tertentu seperti dulu. Karena masyarakat dari etnis apapun sama-sama jadi korban,” jelasnya.

    Pembahasan soal ekonomi dalam penyajian sejarah memang langka. Padahal, kata Virdi, setiap peristiwa politik selalu bertautan dengan kondisi ekonomi ataupun ekses kebijakan.

    “UU PMA yang membolehkan Freeport masuk, itu lahir setelah adanya peristiwa 1965. Begitupun liberalisasi ekonomi, ataupun kehadiran konglomerasi yang ada saat ini, tak terlepas dari sejarah politik maupun kebijakan ekonomi,” ungkapnya.

    Dari sisi akademisi, ulasan persoalan ekonomi dalam membangun sejarah resmi juga dirasa penting.  Setidaknya, sebagaimana disinggung Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, memuat wajah ekonomi dalam sejarah bisa mencerahkan publik terkait kebijakan yang telah dicetuskan pada masa lalu.

    Lebih jauh, dia menyebutkan untuk menjelaskan kemunculan krisis politik, amat perlu pembahasan persoalan ekonomi yang melatari. Nailul mengatakan justru dalam studi ekonomi, peristiwa seperti krisis moneter 1997 itu dikaji sebab dan akibatnya.

    “Subyek ekonomi dalam sejarah ini akan mampu mencerahkan masyarakat atas persoalan ekonomi masa kini, adakah problem yang sama, dan jangan sampai terulang!” simpulnya.

     

  • Danantara Alokasikan 20% Investasi ke Luar Negeri, Ekonom Wanti-wanti Soal Ini

    Danantara Alokasikan 20% Investasi ke Luar Negeri, Ekonom Wanti-wanti Soal Ini

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengalokasikan modal untuk berinvestasi, baik di dalam maupun luar negeri. Adapun rincian alokasinya, 80% di dalam negeri dan 20% di luar negeri.

    Menanggapi hal tersebut, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, Danantara memang dimandatkan untuk melakukan investasi, salah satunya di luar negeri. Hal ini sama seperti yang dilakukan lembaga serupa seperti Khazanah asal Malaysia dan Temasek milik Singapura.

    “Sama dengan SWF (sovereign wealth fund) yang mempunyai dual mandate, mereka melakukan investasi di LN (luar negeri) dan DN (dalam negeri). Misalnya, Khazanah dan Temasek menginvestasikan 36% dan 73% di LN,” ujar Wijayanto kepada detikcom, Senin (16/6/2025).

    Namun begitu, Wijayanto mengingatkan setiap investasi yang digelontorkan Danantara mesti berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional. Ia menyebut, investasi di luar negeri mesti menjadi pancingan agar investor asing juga berinvestasi di Indonesia.

    “Investasi di LN, selain bertujuan untuk mendapatkan return investasi yang tinggi, investasi di LN juga bisa menjadi pancingan agar investor LN termasuk SWF tertarik untuk berinvestasi di Indonesia bersama Danantara,” jelasnya.

    Menurutnya, aliran investasi asing ini nantinya dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas. Ia menilai, skema investasi Danantara bisa dilakukan dalam tiga hal, salah satunya pasar modal dengan membeli saham asing.

    “Investasi ke LN bisa dilakukan lewat hedge private equity, bisa membeli saham, atau join strategic investment dengan SWF LN,” imbuhnya.

    Namun begitu, investasi Danantara di luar negeri dianggap tidak begitu genting. Direktur Ekonomi Digital Center Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menjelaskan, akan lebih baik investasi Danantara digelontorkan untuk sektor riil dalam negeri.

    “Dengan uang yang ada, lebih baik diinvestasikan ke sektor riil di dalam negeri untuk menciptakan multiplier effect terhadap lapangan kerja. Bayangkan Rp 114 triliun di investasikan di dalam negeri melalui perusahaan BUMN untuk membuka industri teknologi misalkan. Bisa berlipat-lipat dan efeknya langsung,” terang Huda kepada detikcom.

    Huda menilai, investasi Danantara di luar negeri masih sangat berisiko. Apalagi, terang Huda, potensi untung yang dijelaskan Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani baru dapat dinikmati tahun berikutnya.

    “Jika mengacu ke hitungannya Rosan, baru bisa dinikmati hasil investasinya di tahun depan, itu pun jika asumsi dia berhasil di mana nilainya bisa naik hingga 5 kali lipat. Saya rasa dengan kondisi seperti saat ini, cukup sulit,” ungkapnya.

    Diberitakan sebelumnya, Rosan sempat menyebut Danantara mengalokasikan 20% modal untuk berinvestasi ke luar negeri. Dalam lima tahun, ia menyebut strategi ini diperkirakan dapat menghasilkan pendapatan sebesar US$ 135 juta.

    Menurut Rosan, investasi bukan hanya soal menanam modal, tetapi juga tentang menciptakan nilai tambah dan efisiensi, terutama bagi BUMN yang selama ini belum optimal.

    “Danantara akan menjadi jembatan untuk meningkatkan kepercayaan investor asing. Dengan dana yang kami miliki, kami bisa leverage investasi menjadi 4 hingga 5 kali lipat dari jumlah awal,” jelas Rosan dalam keterangannya, Sabtu (14/6).

    (acd/acd)

  • Pengamat Kritisi Peluang Danantara Masuk ke Merger GoTo-Grab

    Pengamat Kritisi Peluang Danantara Masuk ke Merger GoTo-Grab

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menyoroti kabar keterlibatan BPI Danantara Indonesia dalam rencana merger antara dua raksasa teknologi, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) dan Grab Holdings Ltd. (Grab). 

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi kerusakan struktur persaingan usaha di industri transportasi daring jika Danantara Indonesia masuk sebagai pemegang saham dalam entitas merger GoTo-Grab.

    “Saya khawatir masuknya Danantara dalam perundingan GoTo-Grab akan lebih merusak persaingan di industri transportasi online,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Senin (9/6/2025). 

    Huda mengatakan rencana merger GoTo-Grab saja sudah mengkhawatirkan persaingan usaha, apalagi jika Danantara masuk sebagai operator. Menurutnya, keberadaan Danantara sebagai bagian dari entitas hasil merger bisa memicu konflik kepentingan karena posisinya sebagai perpanjangan tangan negara. 

    Huda menilai bahwa hal tersebut berpotensi menciptakan distorsi regulasi dan mengikis prinsip persaingan usaha yang sehat.

    “Sebagai regulator dan sebagian minoritas ‘operator’ tentu akan mengikis persaingan usaha,” katanya.

    Huda juga menyoroti dampak psikologis terhadap pelaku usaha lain, terutama pemain baru atau lokal, yang akan merasa enggan untuk masuk atau bersaing di pasar. Dia bahkan mempertanyakan motif di balik manuver tersebut. 

    Huda menilai langkah itu bisa jadi upaya untuk menghindari jeratan hukum dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

    “Apakah ini langkah untuk keluar dari potensi jeratan KPPU? Saya rasa masalahnya bukan asing atau lokal, mereka sama-sama swasta. Jika merger mengundang sempritan dari KPPU, ya keduanya harus mematuhi aturan. Bukan menggandeng Danantara untuk mereduksi isu asing dan lokal,” kata Huda.

    Lebih lanjut, dia juga meragukan dampak positif dari kehadiran Danantara dalam merger tersebut. Huda mengingatkan bahwa keterlibatan negara dalam industri digital yang belum terbukti menimbulkan kerugian sosial atau fiskal justru bisa menjadi bumerang. Ia menyebut keterlibatan ini akan merugikan berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha lokal, UMKM, hingga konsumen.

    Dalam jangka panjang, lanjut Huda, posisi dominan hasil merger akan menyulitkan konsumen dan driver untuk mencari alternatif layanan. Menurut dia, kontrol harga akan sepenuhnya di tangan platform. 

    Hal tersebut pun menurutnya merugikan konsumen dan driver dalam jangka menengah dan panjang. 

    “Ada potensi untuk terjadinya predatory pricing dan menimbulkan potensi terjadi monopoli,” tutupnya.

    Di sisi lain, Managing Director Investment Danantara Indonesia, Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan belum ada pembicaraan resmi terkait hal tersebut.

    “Saat ini belum ada pembicaraan terkait hal tersebut,” kata Stefanus Ade saat dikonfirmasi pada Senin (9/6/2025). 

    Pada prinsipnya, lanjut dia, Danantara Indonesia selalu terbuka terhadap peluang investasi yang sejalan dengan mandat untuk memperkuat sektor strategis dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional. 

    Stefanus Ade menambahkan setiap keputusan investasi dilakukan secara selektif, melalui kajian yang menyeluruh, dengan menerapkan prinsip manajemen risiko yang baik. 

    “Serta mempertimbangkan potensi imbal hasil yang berkelanjutan bagi negara,” kata Stefanus.

    Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Danantara sedang dalam pembicaraan awal dengan GoTo untuk membeli saham minoritas di perusahaan hasil merger dengan Grab.

    Di sisi lain, mengutip Bloomberg, pembicaraan Grab dan GoTo sudah memiliki kemajuan dalam kesepakatan struktur penggabungan. Namun, kecepatan pembicaraan melambat karena kekhawatiran akan tuntutan regulasi yang mungkin muncul. 

    Bulan lalu, Grab dikabarkan menargetkan kesepakatan bisa tercapai pada kuartal kedua dan dapat menilai GoTo sekitar US$7 miliar.

    Sebelumnya, Grab tengah berupaya mencapai kesepakatan untuk mengambil alih GOTO pada kuartal II/2025. Hal ini dikatakan oleh dua sumber yang mengetahui hal tersebut. 

    Sementara itu, beberapa laporan lain bahkan menyatakan Grab tengah berupaya mengumpulkan dana tunai sebesar US$2 miliar untuk mendanai akuisisi GoTo.  

    Kendati begitu, pihak GOTO untuk kesekian kalinya telah membantah isu penggabungan dua entitas tersebut. Manajemen GOTO menyampaikan belum ada kesepakatan atau keputusan apa pun yang diterima perseroan.  

    Corporate Secretary GOTO RA Koesoemohadiani mengatakan pihaknya mengetahui adanya spekulasi di beberapa media dan rumor yang bergulir kembali mengenai adanya rencana transaksi antara GOTO dengan Grab.  “Perseroan hendak memberikan klarifikasi bahwa dari waktu ke waktu Grup menerima penawaran-penawaran dari berbagai pihak,” kata dia, Kamis (8/5/2025).

  • Diskon Tarif Listrik Dialihkan ke Bantuan Subsidi Upah, Begini Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi – Page 3

    Diskon Tarif Listrik Dialihkan ke Bantuan Subsidi Upah, Begini Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah resmi membatalkan rencana pemberian diskon tarif listrik sebagai salah satu stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Keputusan ini disoroti oleh Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, yang menilai kebijakan tersebut sebagai langkah yang kurang tepat di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan.

    Menurut Huda, sebelumnya pemerintah sempat menyampaikan sejumlah insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat, di antaranya adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan diskon tarif listrik. Namun dengan batalnya diskon listrik, ia menegaskan, insentif ini bukan dialihkan ke BSU, melainkan benar-benar dibatalkan.

    “Jadi, batalnya diskon tarif listrik, bukan diubah ke BSU, namun ya batal saja,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Senin (9/6/2025).

    Ia menambahkan, diskon tarif listrik seharusnya menjadi pilihan yang lebih inklusif, karena dapat menyasar masyarakat kelas menengah serta pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).

    “Saya juga melihat ada ketidaksiapan secara anggaran untuk dapat menggelontorkan uang ke beberapa insentif. Baik BSU maupun diskon tarif listrik memerlukan dana yang besar,” ujarnya.

    Dia menuturkan, meskipun hanya berlaku selama dua bulan, insentif ini dapat meringankan pengeluaran listrik yang bisa dialihkan untuk konsumsi atau pembelian bahan baku.

    “Padahal diskon tarif listrik mempunyai cakupan lebih luas hingga kelas menengah Indonesia yang tengah membutuhkan stimulus. Kelas menengah, dan juga pelaku usaha mikro dan kecil sebenarnya bisa terbantu diskon tarif listrik ini meskipun hanya dua bulan,” ujarnya.

     

  • Pemangkasan Suku Bunga BI Bisa Buat Surat Utang Negara Lebih Menarik

    Pemangkasan Suku Bunga BI Bisa Buat Surat Utang Negara Lebih Menarik

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) hingga 75 basis poin (bps) dipandang sebagai angin segar bagi pasar keuangan nasional, terutama pasar Surat Berharga Negara (SBN).

    Kebijakan moneter yang lebih akomodatif dinilai akan memperkuat daya tarik instrumen utang pemerintah Indonesia, tidak hanya bagi investor domestik, tetapi juga asing.

    Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menjelaskan bahwa penurunan suku bunga BI akan menciptakan efek berantai terhadap penurunan suku bunga deposito dan produk perbankan lainnya. Dalam kondisi seperti ini, investor cenderung mengalihkan dana mereka ke instrumen yang menawarkan imbal hasil lebih menarik, salah satunya surat utang negara (SUN).

    “Yield SUN yang ditawarkan pemerintah akan terlihat jauh lebih atraktif dibandingkan instrumen lainnya. Oleh karena itu, baik investor lokal maupun asing akan kembali melirik pasar SBN. Namun saya melihat, saat ini minat investor domestik tetap lebih dominan dibandingkan asing,” ujar Huda, Minggu (8/6/2025).

    Dia juga menyoroti potensi tingginya permintaan terhadap Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias Sukuk, terutama untuk tenor jangka panjang seperti 10 tahun, yang umumnya menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi. Namun, keputusan investor asing masih sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga The Fed.

    “Penurunan suku bunga BI memang memberi sentimen positif, tetapi bukan faktor utama bagi investor asing untuk masuk. Mereka lebih memperhatikan kondisi eksternal seperti inflasi AS dan suku bunga global,” tambahnya.