Tag: Nadiem Makarim

  • PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim pada 2022. Evaluasi ini dianggap penting untuk menilai dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

    Unifah menekankan, perubahan kurikulum bukanlah sesuatu yang harus dilakukan setiap kali ada pergantian menteri. Namun, kurikulum harus bersifat adaptif mengikuti perkembangan zaman, yang berarti perlu adanya penyesuaian secara berkala.

    “Perubahan dalam kurikulum itu adalah keniscayaan. Perubahan itu bukan berarti pergantian. Perubahan diperlukan agar kurikulum bisa menyesuaikan dengan perkembangan yang sangat dinamis di luar sana, yang juga harus masuk ke dalam dunia pendidikan,” ujar Unifah saat berbincang dengan Beritasatu.com di Jakarta, Minggu (10/11/2024).

    Meskipun demikian, Unifah mengakui kurikulum merdeka belajar memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Ia menilai, kurikulum ini diterapkan secara tergesa-gesa, terutama karena masih dalam masa transisi dari Kurikulum 2013, sehingga hasilnya belum optimal. Namun, menurutnya, perubahan yang dilakukan tidak perlu merombak keseluruhan kurikulum, tetapi cukup melakukan penyempurnaan.

    Salah satu hal yang disoroti oleh Unifah adalah penghapusan ujian nasional (UN) dalam kurikulum merdeka belajar. Menurutnya, UN tetap penting sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan di tingkat nasional dan sebagai salah satu syarat penerimaan di jenjang pendidikan berikutnya.

    “Kami di PGRI merasa perlu untuk melakukan kajian komprehensif terhadap Kurikulum Merdeka Belajar. Setelah diterapkan selama beberapa tahun, kita sudah bisa melihat hasilnya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab di dunia pendidikan, kami tidak ingin kerusakan semakin dalam,” jelas Unifah.

    Di sisi lain, Unifah menyambut baik pendekatan deep learning yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Muti. Pendekatan ini didasarkan pada tiga pilar, yaitu mindful, meaningful, dan joyful, yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan bagi siswa.

    Untuk itu, PGRI menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap kurikulum merdeka belajar, sambil mengintegrasikan pendekatan deep learning tanpa perlu merancang kurikulum baru.

    Unifah juga menyarankan agar kurikulum diberi nama Kurikulum Nasional, sehingga apabila ada perubahan, penyesuaian dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. 

    “Penamaan kurikulum sebaiknya tidak perlu yang terlalu rumit. Karena ini berlaku secara nasional, lebih baik jika kita sebut saja Kurikulum Nasional. Fokus pada pendekatan deep learning adalah pilihan yang sah, karena memang setiap periode pendidikan pasti ada kebutuhan untuk fokus pada hal tertentu,” tuturnya.

    Ia menambahkan, Merdeka Belajar itu lebih indah dalam konsep, tetapi terkadang terasa sulit dalam pelaksanaan.

  • Deep Learning, Abdul Mu’ti Ingin Lebih Fokus pada Penjelasan yang Mendalam

    Deep Learning, Abdul Mu’ti Ingin Lebih Fokus pada Penjelasan yang Mendalam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kurikulum pendidikan di Indonesia yang dulunya disebut kurikulum merdeka pada era Nadiem Makarim, bakal berubah. Sinyalemen itu disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti.

    Abdul Mu’ti yang merupakan tokoh Muhammadiyah itu bakal mengubah kurikulum pendidikan di Indonesia menjadi Kurikulum Deep Learning.

    Dalam bocorannya, ia mengatakan bahwa di kurikulum itu akan ada pengurangan materi pelajaran terhadap anak didik. Fokus akan beralih pada penjelasan yang mendalam.

    “Materi pelajarannya dikurangi, sehingga materi pelajarannya itu mungkin ringan gitu,” ujar Mu’ti dalam pemaparannya di YouTube Sahabat Pembelajar, dikutip Jumat (8/11).

    “Mungkin ringan tetapi cara menjelaskannya itu mendalam,” sambungnya.

    Dengan metode pembelajaran itu, ia mengatakan bahwa guru dapat lebih fleksibel dan berimprovisasi dalam memberikan pelajaran pada anak didiknya.

    “Sehingga dengan cara itu, maka guru bisa berimprovisasi, murid bisa berkembang pemikirannya,” tuturnya.

    “Nah itu mudah-mudahan bisa menjadi solusi. Gak usah dinamain merdeka atau mungkin namanya kurikulum full full. Nah ini bisa dilakukan kalau pembelajarannya orientasinya adalah mempelajari sesuatu,” sambung Mu’ti.

    Saat ini, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu menilai bahwa metode pembelajaran di Indonesia baru senilai yang penting sesuatu diajarkan tanpa pendalaman. (fajar)

  • Prabowo tunjuk Abdul Mu’ti jadi Mendikdasmen didampingi dua wamen

    Prabowo tunjuk Abdul Mu’ti jadi Mendikdasmen didampingi dua wamen

    Jakarta (ANTARA) –

    Presiden RI Prabowo Subianto menunjuk tokoh Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menjadi Menteri Pendidikan, Dasar, dan Menengah dalam Kabinet Merah Putih yang dalam tugasnya nanti akan didampingi oleh dua orang wakil menteri.

     

     

     

    “Saya lengkapi ya, tadi 17, Prof DR Abdul Mu’ti M.Ed Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah,” kata Prabowo saat mengumumkan kabinetnya didampingi Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka di Istana Negara Jakarta, Minggu malam.

     

     

     

    Presiden Prabowo melengkapi pengumumannya tersebut lantaran jabatan Abdul Mu’ti di Kabinet Merah Putih merupakan hasil pemekaran kementerian yang sebelumnya berlaku di era pemerintahan sebelumnya.

     

     

     

    Dalam Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, hanya terdapat satu kementerian untuk urusan pendidikan yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dipimpin Nadiem Makarim.

     

     

     

    Di bawah Mendikbudristek Nadiem Makarim, urusan pendidikan dasar dan menengah hanya ditangani selevel Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah.

     

     

     

    Sementara di Kabinet Merah Putih, kementerian itu dipecah menjadi tiga yakni Kemendikdasmen, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan.

     

     

     

    Meski dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti juga memiliki rekam jejak di dunia pendidikan.

     

     

     

    Ia sempat menjadi Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) periode 2019-2023.

     

     

     

    Namun, BSNP kemudian dibubarkan pada 2021 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 dan Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021. Fungsi BSNP kemudian dilebur ke dalam Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP).

     

     

     

    Dalam tugasnya nanti, Abdul Mu’ti akan didampingi oleh dua orang Wakil Menteri Pendidikan, Dasar, dan Menengah (Wamendisdakmen) yang juga ditunjuk oleh Presiden Prabowo, yakni Fajar Riza Ul Haq dan Atip Latipulhayat.

     

     

     

    Fajar memiliki latar belakang organisasi yang sama dengan Mu’ti yakni Muhammadiyah dan terakhir aktif sebagai Direktur Eksekutif Maarif Institute.

     

     

     

    Pewarta: Asep Firmansyah
    Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Minta Pramuka Tetap Ekskul Sekolah, Ini Sikap Kwarda Pramuka Jatim

    Minta Pramuka Tetap Ekskul Sekolah, Ini Sikap Kwarda Pramuka Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Jatim, HM Arum Sabil akan berkirim surat menyatakan sikap atas peraturan yang tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

    Yakni, tentang tidak diwajibkannya Pramuka menjadi ekstra kurikuler (ekskul) di sekolah yang dikeluarkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim.

    “Kami kemarin sudah sepakat dengan Kwarnas dan Kwarda seluruh Indonesia. Bahkan, untuk Jawa Timur kami akan membuat komitmen bersama mendesak kepada Menteri Nadiem yang akan diikuti oleh pernyataan seluruh Kwarcab dan Gugus Depan Pramuka seluruh Jawa Timur,” tegas Arum Sabil, Sabtu (27/4/2024).

    Arum mendesak bagaimana pelajaran ekstra kurikuler menjadi wajib dan wajib dilaksanakan semua anak di sekolah, karena pramuka itu mendidik karakter, disiplin, adab, ahklak. Dan, Pramuka juga mengenalkan anak-anak kepada alam dan juga diajari cinta kasih.

    “Untuk surat secara resmi sudah kami buat bersama Kwarnas dan seluruh Kwarda. Tapi untuk Jawa Timur, kami buat secara tersendiri dan akan diikuti oleh seluruh Kwarcab se-Jatim,” pungkasnya. [tok/suf]

  • Kritik Kebijakan Kemendikbudristek Soal Pramuka, DPRD Jatim: Tak Hargai Sejarah

    Kritik Kebijakan Kemendikbudristek Soal Pramuka, DPRD Jatim: Tak Hargai Sejarah

    Surabaya (beritajatim.com) – Komisi E bidang pendidikan DPRD Jatim mengkritik kebijakan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang tak lagi mewajibkan para pelajar tingkat SMP-SMA mengikuti ekstrakurikuler pramuka.

    Anggota Komisi E DPRD Jatim, Deni Wicaksono menyebut kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek 12/2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah itu tidak menghargai faktor kesejarahan pramuka.

    Selain itu, dia menilai Kemendikbudristek gagal memahami pentingnya keberadaan Pramuka dalam membentuk karakter pelajar.

    Kehadiran regulasi anyar itu mencabut Permendikbud 63/2014 yang di dalamnya turut mengatur pendidikan kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah.

    “Kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim layak disesalkan karena menabrak logika dan filosofi pembentukan karakter generasi muda,” ujar Deni, Jumat (5/4/2024).

    Deni menegaskan gerakan kepramukaan mestinya diperkuat, terus disempurnakan. Hal itu untuk membentuk karakter pelajar, bukan malah dikerdilkan.

    “Omong kosong kita bicara penyiapan generasi menyongsong Indonesia Emas 2045 bila urusan pembentukan karakter seperti ini diabaikan, bahkan oleh menteri yang harusnya mengambil tanggung jawab penuh terhadap masa depan generasi,” tegas dia.

    Deni menyebut sejumlah aspek penting mengapa kebijakan Mendikbudristek itu harus dikritisi, dan bahkan perlu ditinjau ulang. Pertama, urgensi pendidikan kepramukaan dalam membentuk karakter pelajar. Pramuka dalam berbagai kegiatannya bertujuan membentuk para anggotanya menjadi pribadi yang berkarakter.

    “Punya jiwa patriotik, disiplin, gotong royong, berjiwa penuh kasih, senang melihat orang lain senang, susah melihat orang lain susah. Bila generasi pelajar kita terus dididik seperti itu, kelak mereka bisa menjadi generasi yang tak hanya menguasai sains, tapi juga penuh karakter khas yang welas asih pada sesama,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.

    Aspek kedua, lanjut Deni, adalah tinjauan sejarah. Pramuka hadir dan berkontribusi untuk Indonesia bukan baru dalam hitungan beberapa tahun, melainkan puluhan tahun silam.

    Bahkan gerakan pramuka memiliki undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, yang menjadi bukti pengakuan negara terhadap eksistensi Pramuka.

    Gerakan Pramuka di Indonesia, terang Deni, hadir sejak 1912 dengan dibentuknya Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).

    Seiring perjalanan waktu, lahirlah berbagai organisasi kepanduan di Indonesia.

    Pada 1928, dibentuklah Persaudaraan Antara Pandu Indonesia yang berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia.

    Pada 1945, lahir organisasi Pandu Rakyat Indonesia melalui Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Solo. Lalu Presiden Soekarno menetapkan seluruh organisasi kepanduan di Indonesia disatukan menjadi Praja Muda Karana (Pramuka) yang diperkenalkan pada 14 Agustus 1961 di Jakarta. Tanggal itulah yang kini diperingati sebagai Hari Pramuka.

    “Berbagai organisasi kepanduan yang telah membentuk Pramuka memiliki rekam jejak panjang dan positif di Indonesia, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata dia.

    Deni mengatakan faktor kesejarahan yang kuat membuktikan kontribusi nyata pramuka dalam mewarnai kehidupan bangsa. Dengan sendirinya, lanjut dia, menjadi bukti bahwa pramuka mampu menghasilkan generasi tangguh untuk Republik Indonesia.

    “Oleh karena itu, kami berharap kepramukaan tetap menjadi ekstrakulikuler wajib di sekolah. Tentu perlu dilakukan berbagai penyempurnaan dan adaptasi terhadap tantangan zaman, tetapi jangan kemudian malah tidak diwajibkan bagi generasi penerus bangsa,” pungkas alumnus Universitas Airlangga Surabaya tersebut.[asg/ted]