Tag: Nadiem Makarim

  • Kompetensi Tak Merata, Pengamat: Pelatihan Guru Era Nadiem Tidak Adil

    Kompetensi Tak Merata, Pengamat: Pelatihan Guru Era Nadiem Tidak Adil

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerhati pendidikan Doni Koesoema Albertus menilai, penyebab kompetensi tenaga pendidik tidak merata di seluruh wilayah Indonesia adalah lantaran kebijakan pelatihan guru yang tidak adil.

    “Pemerintah membuat kebijakan pelatihan guru yang dilatih ya itu-itu saja. Apalagi eranya Mas Nadiem (Nadiem Makarim), mereka yang mendapatkan pelatihan itu adalah dulunya instruktur nasional, guru-guru yang aktif, dan lain-lain,” kata Doni kepada Beritasatu.com, Minggu (17/11/2024).  

    Ia melanjutkan, guru-guru di daerah terpencil, guru-guru swasta, bahkan di kota Jakarta saja dalam Kurikulum Merdeka tidak mendapatkan pelatihan.

    “Itu artinya apa pemerintah memiliki kebijakan yang tidak adil ketika melakukan pelatihan guru,” kata Doni.

    Doni menyoroti, beberapa golongan guru yang kerap mendapat pelatihan adalah guru-guru aktif, seperti kelompok guru penggerak dari sekolah penggerak. Padahal, kata dia, tidak semua sekolah memiliki guru penggerak, dan tidak semua sekolah adalah sekolah penggerak.

    “Katanya guru penggerak dan sekolah penggerak untuk transformasi. Faktanya tidak ada transformasi dan penyebaran-penyebaran tidak ada, hanya berguna bagi guru itu sendiri. Kalau guru yang lain diberi pelatihan yang sama dengan kualitas yang sama, hasilnya pasti akan sama,” ungkap Doni.

    Terlebih, menurut Doni, anggaran setiap pelatihan guru, seperti guru dan sekolah penggerak, tidak kecil. Padahal, jika didistribusikan dengan baik, akan terdapat banyak guru yang mendapatkan pelatihan kompetensi hingga merata.

    “Apalagi dana diberikan begitu besar untuk guru penggerak dan sekolah penggerak. Sementara tidak semua sekolah memiliki guru penggerak, tidak semua sekolah adalah sekolah penggerak, tetapi guru penggerak dan sekolah penggerak diberi dana begitu besar, sehingga itu membuat guru-guru yang lain tidak mendapatkan porsi perhatian,” kata Doni.

    Hal ini dirasakan guru-guru di daerah terpencil yang masih belum memiliki sarana pendidikan yang baik, seperti internet. Ia menilai, para guru di daerah terpencil juga membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan guru di kota.

    “Apalagi daerah yang terpencil yang tidak ada sarana internet, guru di sana harusnya diprioritaskan untuk pelatihan. Dengan datang ke sana ya memang mahal biaya untuk pelatihan mereka di daerah, tetapi itu harus dilakukan kalau tidak mereka tidak akan bisa mendapatkan kesempatan untuk berlatih, untuk mengembangkan kompetensi guru,” pungkas Doni.

  • Indonesia Krisis Literasi dan Numerasi, Sistem Pendidikan Nasional Harus Dievaluasi

    Indonesia Krisis Literasi dan Numerasi, Sistem Pendidikan Nasional Harus Dievaluasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Sistem pendidikan di Indonesia dinilai harus dievaluasi dan diperbaiki dengan berorientasi pada pembelajaran peningkatan kemampuan literasi dan numerasi. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Anggota Komisi X DPR Gamal Albinsaid mengatakan pendidikan di Indonesia sekarang masuk dalam katagori kritis. Indikatornya terlihat dari rendahnya capaiannya dalam program penilaian siswa internasional atau program for international student assessment (PISA) 2022, Indonesia menduduki peringkat 69 dari 81 negara.

    Menurutnya, Indonesia mendapat skor terendah sepanjang sejarah mengikuti PISA yang diinisiasi oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    “Capaian nilai PISA kita tertinggal jauh dari rata-rata negara OECD dan ASEAN,” kata Gamal dalam keterangannya seperti dikutip, Jumat (15/11/2024).

    Skor membaca Indonesia hanya 356 dan skor matematika 366. Ini jauh di bawah target RPJMN yakni 392.  Kemudian skor sains Indonesia di PISA 2022 juga hanya 383, masih di bawa target RPJMN 402.

    Indonesia juga dinilai mengalami krisis literasi. Minat baca masyarakat masih sangat rendah. Berdasarkan data UNESCO, kata Gamal, dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca. Penelitian world’s most literate nation rangking oleh oleh Central Conecticut State University (CCSU) menempatkan Indonesia peringkat 60 dari 61 negara untuk minat baca.

    Gamal juga menilai Indonesia krisis numerasi. Hasil tes tes IFLS menunjukkan rendahnya probabilitas siswa usia sekolah dalam penguasaan materi perhitungan dasar. 

    Kemudian, lanjut Gamal, kenaikan jenjang pendidikan tidak menaikkan kemampuan literasi secara signifikan. Misalkan dalam tes IFLS, anak kelas 1 mendapatkan skor 26,5 persen, dan anak kelas 12 mendapat skor 38,7 persen. Jadi anak kelas 1 sampai 12 selama 12 tahun belajar kemampuan numerasinya meningkat hanya sekitar 12 persen.

    Gamal menilai perlu ada evaluasi sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini Indonesia baru berhasil membuka akses pendidikan, tetapi selanjutnya perlu dilakukan meningkatan kualitas belajar mengajar. 

    Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah juga mendorong evaluasi menyeluruh sistem pendidikan nasional, karena kebijakan Menristekdikti Nadiem Makarim sebelumnya dinilai tidak lewat kajian komprehensif.

    Menurutnya untuk memperbaiki sistem Pendidikan nasional harus dilahir dari berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

  • Terungkap! Ini Cara Sri Mulyani Atur Anggaran Kementerian Baru Prabowo

    Terungkap! Ini Cara Sri Mulyani Atur Anggaran Kementerian Baru Prabowo

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan cara Kementerian Keuangan menyediakan anggaran untuk kementerian baru di era Presiden Prabowo Subianto pada APBN 2025. Dia mengatakan pengaturan itu berlaku untuk kementerian yang mengalami pemecahan dan juga kementerian atau lembaga yang benar-benar baru.

    “Jadi waktu kita membuat UU APBN 2025 itu, waktu itu di badan anggaran kami sudah mengantisipasi bahwa pemerintah baru mungkin akan mengubah beberapa K/L,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu, (13/11/2024).

    Dia mengatakan dalam UU tersebut, pemerintah dan DPR sepakat untuk memfasilitasi kemungkinan pergeseran anggaran akibat adanya restrukturisasi K/L. Dia mengatakan pergeseran itu bisa dilakukan pemerintah tanpa persetujuan DPR.

    Meski demikian, dia mengaku pemerintah tak ingin mengambil langkah yang terlalu ekstrem dengan tidak mengikutsertakan DPR. Oleh karena itu, Sri Mulyani mengambil jalan tengah. Jalan tengah itu, kata dia, adalah pemerintah masih akan menggunakan postur kementerian yang lama pada saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2025. “Jadi K/L-nya seolah belum berubah,” kata dia.

    Dia mengatakan postur anggaran masih akan mengikuti nomenklatur yang lama. Namun, anggaran itu tetap akan dibagi bagi berdasarkan komposisi.

    Dia mencontohkan alokasi anggaran untuk Kementerian Pendidikan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sebagaimana diketahui, kementerian yang sempat dipimpin Nadiem Makarim ini dipecah menjadi 3 kementerian oleh Prabowo. Meski sudah dipecah, dalam APBN 2025 anggaran untuk kementerian ini masih dalam satu paket.

    “Gelondongannya masih sama, tapi sekarang sudah dibagi menjadi 3. Kalau program di antara mereka ada pergeseran itu bisa ditetapkan di pemerintah, tapi gelondongannya tidak berubah dan masing-masing mengikuti kementerian pengampunya,” kata Sri Mulyani.

    Dia mengatakan perlakuan yang berbeda akan berlaku untuk lembaga yang benar-benar baru. Dia mengatakan pengalokasian anggaran untuk lembaga baru itu akan melalui persetujuan oleh DPR.

    “Di Pasal 51 disebut bahwa ketika UU ini berlaku, kalau K/L yang mengalami pemisahan dan K/L yang dibentuk baru, pengalokasian anggarannya harus mendapat persetujuan dari DPR melalui pimpinan AKD,” kata dia.

    (haa/haa)

  • Pengamat Pendidikan Sebut Kurikulum Merdeka Kurang Bijak

    Pengamat Pendidikan Sebut Kurikulum Merdeka Kurang Bijak

    JABAR EKSPRES – Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menyebut Kurikulum Merdeka yang digagas Mendikbudristek Nadiem Makarim kurang bijak secara politis.

    Darmaningtyas menjelaskan Peraturan Mendikbudristek No.12 Tahun 2024 tentang Kurikulum PAUD dan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tidak menyebutkan secara khusus penamaan Kurikulum Merdeka.

    “Jadi Kurikulum Merdeka yang sekarang ini sebetulnya ilegal, karena ilegal maka bila pemerintahan yang baru Menteri Abdul Mu’ti itu kembali ke Kurikulum 2013 tidak ada masalah,” tegas Darmaningtyas kepada BeritaSatu.com seusai focus group discussion (FGD) ‘Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia’ di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Darmaningtyas mengungkapkan, Kurikulum Merdeka merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013, yang mana tidak boleh menggunakaan penamaan yang bermerek.

    “Kurikulum Merdeka itu kan baru mulai diterapkan tahun ini artinya baru tahap percobaan dan kalau penuturan dari pejabat dulu kan mengatakan kurikulum ini merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Kalau itu memang betul penyederhanaan Kurikulum 2013 maka sebetulnya nomenklaturnya tidak harus menggunakan Kurikulum Merdeka,” terang Darmaningtyas.

    “Karena memang kurikulum itu tidak boleh bermerek itu yang saya bilang atau kebijakan-kebijakan pendidikan lainnya itu tidak boleh bermerek, sebab kalau bermerek Merdeka itu kan pasti akan mengasosiasikan kepada salah satu tokoh dalam hal ini adalah Menteri Nadiem Makarim,” sambungnya.

    Darmaningtyas pun menerangkan apabila sekolah-sekolah sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka maka tetap dilanjutkan tanpa melabeli dengan sebutan khusus.

    “Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka? biarkan aja tetap saja tapi namanya aja tidak perlu dilabeli oleh Merdeka, jadi substansinya tetap karena itu juga penyederhanaan dari Kurikulum 2013 tetapi labelnya ya kurikulum nasional jadi tidak pakai Kurikulum Merdeka atau Kurikulum 2013,” imbuhnya.

    Diketahui, B-Universe menggelar focus group discussion (FGD) ‘Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia’ di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024). Turut hadir dalam B-Universe FGD yakni Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas, Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabilina Hadiwidjojo, dan Pengurus PGRI DKI Jakarta Dadi Ardiansyah.

  • Kurikulum Pendidikan Indonesia Harus Dinamis

    Kurikulum Pendidikan Indonesia Harus Dinamis

    JABAR EKSPRES – Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita menyampaikan, kurikulum pendidikan di Indonesia harus dinamis, tetapi tidak langsung mengalami perubahan besar.

    Hal itu disampaikannya pada B-Universe focus group discussion (FGD) bertema “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Turut hadir dalam B-Universe FGD, yakni Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita, pengamat pendidikan Darmaningtyas, psikolog anak dan remaja Vera Itabilina Hadiwidjojo, dan Pengurus PGRI Jakarta Dadi Ardiansyah.

    “Tadi ada narasumber kita, psikolog khusus untuk anak-anak (Vera Itabilina Hadiwidjojo) yang juga mengingatkan, ya (kurikulum pendidikan) harus dinamis, tetapi jangan kemudian terjadi perubahan total,” ujar Enggartiasto.

    Dia mengatakan, jika kurikulum statis dan dikunci, maka tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. “Kebutuhan ekonomi dan kebutuhan keseharian kita,” sambungnya.

    Enggartiasto menilai, saat ini terjadi perubahan sangat besar dan cepat di dunia usaha, industri, hingga perdagangan. Hal tersebut perlu diantisipasi dengan kurikulum pendidikan yang dinamis.

    “Kalau kita tidak mengantisipasi itu, pendidikan tidak mengantisipasi itu, maka akan menjadi persoalan sendiri dalam menghadapi Indonesia Emas 2045,” ujar Enggartiasto.

    Enggartiasto menyebut Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan yang terlihat dari pernyataan yang disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro.

    “Kita menyambut gembira berbagai pernyataan Pak Mendikdasmen dan Menteri Pendidikan Tinggi yang aware betul, mengantisipasi pertumbuhan atau kekinian itu dengan kondisi yang ada,” terang Enggartiasto.

    Enggartiasto bersyukur atas penunjukan kedua sosok menteri pendidikan tersebut yang lebih memahami dunia pendidikan dibanding Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim.

    “Kita bersyukur mempunyai menteri pendidikan dipisah. Sebab mereka lebih paham mengenai kondisi pendidikan ini daripada menteri sebelumnya,” kata dia yang kembali menegaskan kurikulum pendidikan di Indonesia harus dinamis.

  • Pakar Pendidikan: Kurikulum 2013 Bukan Jelek, tetapi Terlalu Padat

    Pakar Pendidikan: Kurikulum 2013 Bukan Jelek, tetapi Terlalu Padat

    Tangerang, Beritasatu.com – Pengamat pendidikan Darmaningtyas memandang kurikulum pendidikan 2013 masih relevan untuk dipakai meski harus dievaluasi.

    “Kurikulum 2013 bukan jelek, tetapi terlalu padat,” ungkapnya kepada dalam focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Darmaningtyas merupakan salah satu bagian dari tim penyusun Kurikulum 2013. Dia mengaku sebelumnya telah menyampaikan kepada Presiden Ke-7 Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kurikulum tersebut.

    Dia mengaku, tahu betul kelemahan yang ada pada pedoman pendidikan itu. Salah satu persoalannya, yakni adanya kompetensi inti yang semuanya terlalu dikaitkan dengan ketuhanan.

    “Saya tim penyusun Kurikulum 2013. Ketika Jokowi jadi presiden, saya sampaikan Kurikulum 2013 (perlu) dievaluasi. Saya tahu kelemahannya. Saat itu keberatan saya ada yang namanya kompetensi inti. Itu semua dikaitkan dengan ketuhanan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Kurikulum Merdeka yang digagas oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim juga kurang bijak. Hal ini karena Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum PAUD dan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tidak menyebutkan secara khusus penamaan Kurikulum Merdeka.

    Dia bahkan menilai Kurikulum Merdeka ilegal. Sebab di dalam peraturannya tidak disebutkan penamaan tersebut.

    “Kurikulum Merdeka kalau diterapkan ilegal karena peraturannya tidak menyebutkan loh. Kurikulum merdeka adalah kurikulum yang ilegal. Di Pasal 1 ketentuan umum aturannya tidak ada Kurikulum Merdeka itu seperti apa,” lanjutnya.

    Kurikulum Merdeka merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013, yang tidak boleh menggunakan penamaan yang bermerek.

  • Pengamat Pendidikan Akui Indonesia Alami Krisis Guru

    Pengamat Pendidikan Akui Indonesia Alami Krisis Guru

    Tangerang, Beritasatu.com – Pengamat Pendidikan Darmaningtyas mengakui Indonesia sedang mengalami krisis guru. Hal ini menurutnya bisa menjadi perhatian bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.

    Darmaningtyas menyebut latar belakang Mu’ti yang telah lama berkecimpung di organisasi Muhammadiyah dapat memahami persoalan pendidikan dasar dan menengah.

    “Beliau juga tahu bahwa di sekolah-sekolah sekarang termasuk sekolah swasta terjadi krisis guru karena itu saya kira catatan penting yang harus beliau selesaikan bagaimana memenuhi guru, baik itu guru PNS, guru PPPK maupun guru honorer,” ujarnya kepada Beritasatu.com seusai focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Darmaningtyas menerangkan, saat ini guru honorer tidak boleh mengajar di sekolah negeri. Namun, sekolah negeri tidak bisa hanya mengandalkan guru PNS dan PPPK saja.

    “Ini juga harus diselesaikan jangan sampai sekolah itu enggak ada guru karena guru PNS terbatas, guru PPPK terbatas, tetapi sekolah tidak boleh rekrut guru honorer. Ini enggak boleh terjadi. Jadi menurut saya apa pun yang terjadi sekolah harus tetap ada gurunya,” terangnya.

    Selain itu, Darmaningtyas juga mengkritik Kurikulum Merdeka yang digagas Mendikbudristek 2019-2024 Nadiem Makarim yang dinilai kurang bijak secara politis.

    Darmaningtyas menjelaskan Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum PAUD dan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tidak menyebutkan secara khusus penamaan Kurikulum Merdeka.

    “Jadi Kurikulum Merdeka yang sekarang ini sebetulnya ilegal karena ilegal maka bila pemerintahan yang baru Menteri Abdul Mu’ti itu kembali ke Kurikulum 2013 tidak ada masalah,” tegas Darmaningtyas.

  • 7 Fakta Gibran Bocorkan Suratnya ke Nadiem Makarim yang Tak Kunjung Ditanggapi

    7 Fakta Gibran Bocorkan Suratnya ke Nadiem Makarim yang Tak Kunjung Ditanggapi

    Jakarta: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memaparkan kisah mengenai surat yang ia kirimkan saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta kepada Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim. Berikut beberapa fakta menarik terkait pengakuan Gibran mengenai surat yang belum mendapat respons hingga saat ini:
    1. Disampaikan dalam Forum Kadisdik se-Indonesia
    Gibran menyampaikan cerita tentang surat ini dalam forum pengarahan kepada para Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) dari seluruh Indonesia di Jakarta, Senin 11 November 2024. Acara tersebut berlangsung di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, dan menjadi kesempatan bagi Gibran untuk menekankan pentingnya respons dan koordinasi terkait isu-isu pendidikan.

    2. Surat Dikirim Saat Gibran Menjabat Wali Kota
    Surat tersebut dikirimkan Gibran ketika ia masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Dalam suratnya, ia mengangkat sejumlah keluhan dan aspirasi masyarakat mengenai permasalahan di sektor pendidikan.

    Baca juga: Wapres Gibran Buka Posko Pengaduan Langsung di Istana

    3. Isi Surat Berfokus pada Masalah Zonasi dan Program Pendidikan
    Surat yang dikirim Gibran berisi keluhan tentang sistem zonasi, pelaksanaan program Merdeka Belajar, pengawasan sekolah, dan ujian nasional. Isu-isu tersebut mencerminkan aspirasi masyarakat Solo mengenai kebijakan pendidikan saat itu.

    4. Tidak Ada Tanggapan dari Nadiem Makarim
    Hingga kini, Gibran mengatakan bahwa surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Nadiem. Berdasarkan pengecekannya dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan Solo, respons untuk surat tersebut masih nihil.

    5. Surat Ditampilkan di Layar Presentasi
    Dalam acara pengarahan, Gibran menampilkan surat tersebut di layar bagi para peserta forum. Surat tersebut bernomor DK.00/2513/2024 dan menggunakan kop “Wali Kota Surakarta.”

    6. Gibran Optimis dengan Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti
    Meski kecewa karena suratnya tidak ditanggapi oleh Nadiem, Gibran mengungkapkan optimisme terhadap Menteri Pendidikan yang baru, Abdul Mu’ti. Ia menyebutkan bahwa Abdul Mu’ti lebih responsif dan terbuka untuk berkoordinasi, terutama dalam menangani isu-isu pendidikan seperti masalah zonasi.

    7. Koordinasi Langsung dengan Menteri Abdul Mu’ti
    Gibran juga menyampaikan bahwa setelah bertemu Abdul Mu’ti di Akademi Militer Magelang, keduanya langsung menjalin komunikasi mengenai masalah-masalah pendidikan, termasuk sistem zonasi, dan mendapatkan respons positif dari Menteri yang baru ini.

    Jakarta: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memaparkan kisah mengenai surat yang ia kirimkan saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta kepada Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim. Berikut beberapa fakta menarik terkait pengakuan Gibran mengenai surat yang belum mendapat respons hingga saat ini:

    1. Disampaikan dalam Forum Kadisdik se-Indonesia

    Gibran menyampaikan cerita tentang surat ini dalam forum pengarahan kepada para Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) dari seluruh Indonesia di Jakarta, Senin 11 November 2024. Acara tersebut berlangsung di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, dan menjadi kesempatan bagi Gibran untuk menekankan pentingnya respons dan koordinasi terkait isu-isu pendidikan.

    2. Surat Dikirim Saat Gibran Menjabat Wali Kota

    Surat tersebut dikirimkan Gibran ketika ia masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Dalam suratnya, ia mengangkat sejumlah keluhan dan aspirasi masyarakat mengenai permasalahan di sektor pendidikan.
     
    Baca juga: Wapres Gibran Buka Posko Pengaduan Langsung di Istana

    3. Isi Surat Berfokus pada Masalah Zonasi dan Program Pendidikan

    Surat yang dikirim Gibran berisi keluhan tentang sistem zonasi, pelaksanaan program Merdeka Belajar, pengawasan sekolah, dan ujian nasional. Isu-isu tersebut mencerminkan aspirasi masyarakat Solo mengenai kebijakan pendidikan saat itu.

    4. Tidak Ada Tanggapan dari Nadiem Makarim

    Hingga kini, Gibran mengatakan bahwa surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Nadiem. Berdasarkan pengecekannya dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan Solo, respons untuk surat tersebut masih nihil.

    5. Surat Ditampilkan di Layar Presentasi

    Dalam acara pengarahan, Gibran menampilkan surat tersebut di layar bagi para peserta forum. Surat tersebut bernomor DK.00/2513/2024 dan menggunakan kop “Wali Kota Surakarta.”

    6. Gibran Optimis dengan Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti

    Meski kecewa karena suratnya tidak ditanggapi oleh Nadiem, Gibran mengungkapkan optimisme terhadap Menteri Pendidikan yang baru, Abdul Mu’ti. Ia menyebutkan bahwa Abdul Mu’ti lebih responsif dan terbuka untuk berkoordinasi, terutama dalam menangani isu-isu pendidikan seperti masalah zonasi.

    7. Koordinasi Langsung dengan Menteri Abdul Mu’ti

    Gibran juga menyampaikan bahwa setelah bertemu Abdul Mu’ti di Akademi Militer Magelang, keduanya langsung menjalin komunikasi mengenai masalah-masalah pendidikan, termasuk sistem zonasi, dan mendapatkan respons positif dari Menteri yang baru ini.
     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • 7 Fakta Wapres Gibran Ingin UU Perlindungan Anak Bukan Jadi Senjata Serang Guru

    7 Fakta Wapres Gibran Ingin UU Perlindungan Anak Bukan Jadi Senjata Serang Guru

    Jakarta: Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyoroti pentingnya perlindungan bagi guru dalam pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam rapat koordinasi bersama Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia, Gibran mengungkapkan keprihatinannya atas kriminalisasi terhadap guru dan meminta UU Perlindungan Anak tidak disalahgunakan. 

    Berikut tujuh fakta menarik dari pernyataan Wapres Gibran:
    1. Soroti Kriminalisasi Guru
    Gibran menegaskan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa dan guru. Dia menyampaikan keprihatinannya atas kasus-kasus kriminalisasi terhadap guru yang dinilai menghambat ruang pendidikan yang kondusif. 

    “Sekolah harus jadi tempat yang aman dan nyaman bagi guru dan para murid, jangan ada lagi kasus kekerasan, bullying, jangan ada lagi kasus kriminalisasi guru,” kata Gibran di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, Senin 11 November 2024.

    Baca juga: 7 Fakta Gibran Bocorkan Suratnya ke Nadiem Makarim yang Tak Kunjung Ditanggapi

    2. UU Perlindungan Anak Disalahgunakan
    Menurut Gibran, UU Perlindungan Anak saat ini sering dijadikan alasan untuk menjerat guru dalam kasus hukum. Gibran melihat fenomena ini sebagai hambatan bagi guru dalam menjalankan tugas mendidik secara disiplin.

    “Sudah ada UU Perlindungan Anak, tapi jangan UU ini dijadikan senjata untuk menyerang para guru,” ujarnya. 

    3. Usulan UU Perlindungan Guru
    Gibran mengusulkan pembentukan UU Perlindungan Guru. Menurutnya, UU ini akan memberikan keamanan bagi guru dalam mengajar, sehingga tidak perlu khawatir atas potensi kriminalisasi. 

    “Ke depan perlu kita dorong juga UU Perlindungan Guru, jadi guru bisa nyaman, guru punya ruang mendidik dengan cara disiplin tapi harus ada UU dan perlindungannya,” tegasnya.
    4. Guru Membutuhkan Kepastian Hukum
    Wapres Gibran menilai perlindungan hukum bagi guru menjadi penting agar mereka bisa mendidik dengan tenang tanpa takut disalahkan secara hukum ketika berupaya mendisiplinkan murid.

    5. Keamanan dan Kenyamanan Guru di Sekolah
    Bagi Gibran, kenyamanan dan keamanan guru di sekolah adalah salah satu aspek penting untuk menunjang proses belajar mengajar. Hal ini juga akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat bagi para siswa.

    6. Permintaan Evaluasi atas Penerapan UU Perlindungan Anak
    Gibran meminta agar penerapan UU Perlindungan Anak dievaluasi, agar tidak lagi menjadi celah untuk menyudutkan guru. Dia menyarankan kebijakan yang mengakomodasi perlindungan bagi siswa sekaligus menjaga hak guru dalam mendidik.

    7. Pentingnya Disiplin dalam Pendidikan
    Gibran mengakui pentingnya pendekatan disiplin dalam dunia pendidikan. Dengan adanya UU Perlindungan Guru, ia berharap guru dapat lebih bebas mendidik siswa secara disiplin tanpa takut menghadapi tuntutan hukum yang berlebihan.

    Jakarta: Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyoroti pentingnya perlindungan bagi guru dalam pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam rapat koordinasi bersama Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia, Gibran mengungkapkan keprihatinannya atas kriminalisasi terhadap guru dan meminta UU Perlindungan Anak tidak disalahgunakan. 
     
    Berikut tujuh fakta menarik dari pernyataan Wapres Gibran:

    1. Soroti Kriminalisasi Guru

    Gibran menegaskan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa dan guru. Dia menyampaikan keprihatinannya atas kasus-kasus kriminalisasi terhadap guru yang dinilai menghambat ruang pendidikan yang kondusif. 
     
    “Sekolah harus jadi tempat yang aman dan nyaman bagi guru dan para murid, jangan ada lagi kasus kekerasan, bullying, jangan ada lagi kasus kriminalisasi guru,” kata Gibran di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, Senin 11 November 2024.
    Baca juga: 7 Fakta Gibran Bocorkan Suratnya ke Nadiem Makarim yang Tak Kunjung Ditanggapi

    2. UU Perlindungan Anak Disalahgunakan

    Menurut Gibran, UU Perlindungan Anak saat ini sering dijadikan alasan untuk menjerat guru dalam kasus hukum. Gibran melihat fenomena ini sebagai hambatan bagi guru dalam menjalankan tugas mendidik secara disiplin.
     
    “Sudah ada UU Perlindungan Anak, tapi jangan UU ini dijadikan senjata untuk menyerang para guru,” ujarnya. 

    3. Usulan UU Perlindungan Guru

    Gibran mengusulkan pembentukan UU Perlindungan Guru. Menurutnya, UU ini akan memberikan keamanan bagi guru dalam mengajar, sehingga tidak perlu khawatir atas potensi kriminalisasi. 
     
    “Ke depan perlu kita dorong juga UU Perlindungan Guru, jadi guru bisa nyaman, guru punya ruang mendidik dengan cara disiplin tapi harus ada UU dan perlindungannya,” tegasnya.

    4. Guru Membutuhkan Kepastian Hukum

    Wapres Gibran menilai perlindungan hukum bagi guru menjadi penting agar mereka bisa mendidik dengan tenang tanpa takut disalahkan secara hukum ketika berupaya mendisiplinkan murid.

    5. Keamanan dan Kenyamanan Guru di Sekolah

    Bagi Gibran, kenyamanan dan keamanan guru di sekolah adalah salah satu aspek penting untuk menunjang proses belajar mengajar. Hal ini juga akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat bagi para siswa.

    6. Permintaan Evaluasi atas Penerapan UU Perlindungan Anak

    Gibran meminta agar penerapan UU Perlindungan Anak dievaluasi, agar tidak lagi menjadi celah untuk menyudutkan guru. Dia menyarankan kebijakan yang mengakomodasi perlindungan bagi siswa sekaligus menjaga hak guru dalam mendidik.

    7. Pentingnya Disiplin dalam Pendidikan

    Gibran mengakui pentingnya pendekatan disiplin dalam dunia pendidikan. Dengan adanya UU Perlindungan Guru, ia berharap guru dapat lebih bebas mendidik siswa secara disiplin tanpa takut menghadapi tuntutan hukum yang berlebihan.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim pada 2022. Evaluasi ini dianggap penting untuk menilai dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

    Unifah menekankan, perubahan kurikulum bukanlah sesuatu yang harus dilakukan setiap kali ada pergantian menteri. Namun, kurikulum harus bersifat adaptif mengikuti perkembangan zaman, yang berarti perlu adanya penyesuaian secara berkala.

    “Perubahan dalam kurikulum itu adalah keniscayaan. Perubahan itu bukan berarti pergantian. Perubahan diperlukan agar kurikulum bisa menyesuaikan dengan perkembangan yang sangat dinamis di luar sana, yang juga harus masuk ke dalam dunia pendidikan,” ujar Unifah saat berbincang dengan Beritasatu.com di Jakarta, Minggu (10/11/2024).

    Meskipun demikian, Unifah mengakui kurikulum merdeka belajar memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Ia menilai, kurikulum ini diterapkan secara tergesa-gesa, terutama karena masih dalam masa transisi dari Kurikulum 2013, sehingga hasilnya belum optimal. Namun, menurutnya, perubahan yang dilakukan tidak perlu merombak keseluruhan kurikulum, tetapi cukup melakukan penyempurnaan.

    Salah satu hal yang disoroti oleh Unifah adalah penghapusan ujian nasional (UN) dalam kurikulum merdeka belajar. Menurutnya, UN tetap penting sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan di tingkat nasional dan sebagai salah satu syarat penerimaan di jenjang pendidikan berikutnya.

    “Kami di PGRI merasa perlu untuk melakukan kajian komprehensif terhadap Kurikulum Merdeka Belajar. Setelah diterapkan selama beberapa tahun, kita sudah bisa melihat hasilnya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab di dunia pendidikan, kami tidak ingin kerusakan semakin dalam,” jelas Unifah.

    Di sisi lain, Unifah menyambut baik pendekatan deep learning yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Muti. Pendekatan ini didasarkan pada tiga pilar, yaitu mindful, meaningful, dan joyful, yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan bagi siswa.

    Untuk itu, PGRI menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap kurikulum merdeka belajar, sambil mengintegrasikan pendekatan deep learning tanpa perlu merancang kurikulum baru.

    Unifah juga menyarankan agar kurikulum diberi nama Kurikulum Nasional, sehingga apabila ada perubahan, penyesuaian dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. 

    “Penamaan kurikulum sebaiknya tidak perlu yang terlalu rumit. Karena ini berlaku secara nasional, lebih baik jika kita sebut saja Kurikulum Nasional. Fokus pada pendekatan deep learning adalah pilihan yang sah, karena memang setiap periode pendidikan pasti ada kebutuhan untuk fokus pada hal tertentu,” tuturnya.

    Ia menambahkan, Merdeka Belajar itu lebih indah dalam konsep, tetapi terkadang terasa sulit dalam pelaksanaan.