Melihat Laptop Chromebook Program Nadiem di Lebak, Digunakan untuk ANBK hingga Praktik Mengajar Guru
Tim Redaksi
LEBAK, KOMPAS.com
– Sejumlah sekolah di Kabupaten Lebak, Banten, menjadi penerima program Chromebook dari Kementerian Pendidikan era Nadiem Makarim.
Salah satunya adalah SDN 1 Bojongleles di Kecamatan Cibadak.
Sekolah ini menerima Chromebook pada 2023 silam melalui Dinas Pendidikan Lebak.
Kepala Sekolah SDN 1 Bojongleles, Umsaroh, mengatakan, sekolahnya menerima 15 unit laptop Chromebook dengan merek Acer.
Hingga saat ini, laptop itu, kata dia, masih berfungsi dan digunakan.
“Sampai sekarang masih dipakai, hari ini misalnya dipakai untuk (ANBK) Asesmen Nasional Berbasis Komputer,” kata Umsaroh kepada Kompas.com di SDN 1 Bojongleles, Senin (8/9/2025).
Menurut Umsaroh, keberadaan laptop tersebut bermanfaat untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Selain untuk ANBK, juga dipakai sebagai bahan praktik guru saat mengajar di kelas.
Sebelum ada laptop Chromebook, kata Umsaroh, sekolah ini lebih banyak menggunakan cara konvensional saat mengajar di kelas, bahkan belum menggelar ANBK karena tidak ada laptop.
“Alhamdulillah sangat terbantu, walaupun hanya 15 unit, tetapi bisa kami gunakan maksimal, dipakai bergantian saat ANBK,” ujar dia.
KOMPAS.COM/ACEP NAZMUDIN Murid-murid SDN 1 Bojongleles di Kabupaten Lebak menggunakan Chromebook untuk ANBK, Senin (8/9/2025).
Adapun untuk menggunakannya, Chromebook harus selalu terhubung ke internet karena tidak bisa digunakan jika tanpa jaringan.
Salah satu murid yang menggunakan laptop Chromebook untuk ANBK adalah Salsa.
Dia mengaku senang karena ini adalah pengalaman pertamanya menggunakan laptop.
Menurutnya, mengerjakan soal ujian menggunakan laptop lebih simpel dibanding harus menggunakan alat tulis pensil dan kertas.
“Lebih cepat, awalnya diajari dulu karena ada simulasi, tetapi sekarang sudah bisa tinggal pencet-pencet saja,” kata Salsa, siswa kelas 5 SDN 1 Bojongleles, usai mengerjakan ANBK.
Seperti diketahui, kasus pengadaan Chromebook kini sedang ditangani Kejaksaan Agung dengan kerugian sekitar Rp 1,9 triliun.
Proyek nasional senilai Rp 9,9 triliun itu menyeret sejumlah pejabat, termasuk mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang ditetapkan tersangka dan ditahan awal September 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Nadiem Makarim
-
/data/photo/2025/09/08/68bebaac3835d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Melihat Laptop Chromebook Program Nadiem di Lebak, Digunakan untuk ANBK hingga Praktik Mengajar Guru Regional 8 September 2025
-

Hotman: ‘Presiden Percaya Sama Aku’, Mau Bela Nadiem di Depan Prabowo
Jakarta, CNBC Indonesia – Pengacara Hotman Paris mengungkapkan soal permintaannya kepada Presiden Prabowo Subianto membuktikan kasus dugaan korupsi yang menyeret nama kliennya dan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Dia mengatakan permintaan itu sebagai usahanya dalam kasus ini.
Hotman juga mengatakan Prabowo pernah menjadi kliennya selama 25 tahun. Jadi permintaan itu wajar mengingat dirinya pernah dipercaya Prabowo.
“Kita kan namanya pengacara kan berusaha. Apalagi karena waktu susah jaman dulu, jaman perjuangan, tahun 2000 itu Presiden RI percaya benar sama aku. 25 tahun ya dari klienku. Honorku nggak tau berapa banyak dia bayar. Jadi wajar dong kalau saya yang dulunya dipercaya berkeluh kesal. Apa salahnya? Soal dikagumkan itu hal lain lah.
Namanya juga minta. Namanya juga usaha,” kata Hotman dalam konferensi pers, Senin (8/9/2025).Permintaan pada Prabowo itu disampaikan Hotman pada unggahan Instagram resminya. Dia mengatakan Nadiem tak menerima uang sepeserpun dari pengadaan laptop Kemendikbudristek yang disangkakan padanya.
Selain itu, tidak ada penggelembungan harga perangkat atau markup. Terakhir Hotman mengklaim tidak ada pihak yang diperkaya dalam kasus ini.
Hotman juga memastikan hanya butuh waktu 10 menit melakukan pembuktian kliennya tidak bersalah di depan Prabowo.
“Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun. Seluruh rakyat Indonesia ingin agar benar-benar hukum ditegakkan. Saya akan membuktikan Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi,” kata Hotman dalam unggahan Instagram-nya.
Sebelumnya, Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi juga telah menjawab permintaan tersebut. Dia mengatakan pemerintah tak akan ikut campur dalam proses hukum Nadiem dan menyerahkannya kepada penegak hukum.
“Kita serahkan saja kepada penegak hukum ya. Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” kata Hasan dikutip dari Detik.com.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
-

Hotman Minta Waktu Prabowo 10 Menit Buktikan Nadiem Tidak Korupsi
Jakarta, CNBC Indonesia – Hotman Paris selaku pengacara Nadiem Makarim mengklaim hanya butuh waktu 10 menit untuk membuktikan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa kliennya tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Dalam unggahan di akun Instagram resminya, Hotman menegaskan tiga hal. Pertama, Nadiem tidak menerima uang sepeser pun dari pengadaan tersebut.
Kedua, tidak ada upaya penggelembungan harga atau markup. Terakhir, tidak ada orang yang diperkaya dalam kasus tersebut.
“Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun. Seluruh rakyat Indonesia ingin agar benar-benar hukum ditegakkan. Saya akan membuktikan Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi,” kata Hotman dalam unggahan Instagram-nya, dikutip Senin (8/9/2025).
Lebih perinci, dalam unggahan setelahnya, Hotman menyebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah 2 kali melakukan audit terkait pengadaan laptop Chromebook tersebut. Audit tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pengadaan itu tepat sasaran, tepat waktu, tepat harga, tepat manfaat, dan tepat kualitas.
Adapun kutipan pada hasil audit BPKP yang diungkap Hotman adalah sebagai berikut:
“Sepanjang data yang kami peroleh dan telah dilakukan uji petik, permintaan keterangan terhadap BPK [Badan Pemeriksaan Keuangan], serta pendalaman lebih lanjut atas data yang kami peroleh, harga pesanan serta spesifikasi barang, kami tidak menemukan adanya hal-hal yang secara signifikan memengaruhi ketepatan harga”.
Hotman menegaskan kutipan tersebut secara tidak langsung berarti BPKP mengatakan tidak ada markup pengadaan laptop. Hotman juga menekankan bahwa hasil audit BPKP menyebut sudah 98,83% sekolah mengakui menerima manfaat dari pengadaan laptop Chromebook yang jumlah 1,2 juta unit.
Peran Nadiem dalam Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Sebelumnya, Kejagung resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa Chromebook di Kemendikbudristek, pada Kamis (4/9) pekan lalu.
Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung, mengatakan penetapan tersangka baru tersebut dilakukan setelah tim penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup berupa keterangan saksi, ahli, petunjuk, surat, serta barang bukti lain.
Berikut adalah kronologi lengkap peran Nadiem Makarim menurut Kejagung:
Pada bulan Februari 2020, Tersangka NAM (yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) melakukan pertemuan dengan Pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari google salah satunya adalah program google for education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian terutama kepada peserta didik. Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh NAM dengan pihak Google Indonesia telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
Dalam mewujudkan kesepakatan antara Tersangka NAM dengan pihak Google Indonesia, selanjutnya pada tanggal 6 Mei 2020, Tersangka NAM mengundang jajarannya, diantaranya yaitu H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, JT dan FH selaku Staf Khusus Menteri, telah melakukan rapat tertutup melalui zoom meeting dan mewajibkan para peserta rapat menggunakan headset atau sejenisnya, yang membahas pengadaan alat TIK menggunakan chromebook sebagaimana perintah dari NAM, sedangkan saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai.
Untuk meloloskan Chromebook produk Google, Kemendikbud, sekitar awal Tahun 2020 Tersangka NAM (Selaku Menteri) menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud, padahal sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh pejabat Menteri sebelumnya (ME) yang tidak merespon karena ujicoba pengadaan chromebook Tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk Sekolah Garis Terluar (SGT) atau daerah Terluar, Tertinggal, Terdalam (3T).
Atas perintah Tersangka NAM, dalam pelaksanaan pengadaan TIK Tahun 2020 yang akan menggunakan chromebook, SW selaku Direktur SD dan MUL selaku Direktur SMP membuat juknis/juklak yang spesifikasinya sudah mengunci (chromeOS), selanjutnya Tim Teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut chromeOS.
Tersangka NAM pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran. 2021, yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi Chrome OS.Menurut Nurcahyo, tindakan tersebut melanggar sejumlah aturan, yakni:
Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus Fisik 2021.
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Akibat perbuatan itu, negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp1,98 triliun. Angka tersebut masih dalam proses penghitungan resmi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Atas perbuatannya, Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 untuk Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung lantas menahan Nadiem selama 20 hari, terhitung sejak 4 September 2025, di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Fakta-Fakta Kasus Nadiem, Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Setelah menetapkan Nadiem sebagai tersangka Kejagung, muncul beberapa hal kontroversi, seperti yang menganggap Nadiem tidak bersalah karena tidak adanya aliran uang yang masuk ke rekeningnya. Namun, proyek yang ditangani Nadiem ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Ini Fakta-fakta kasus Nadiem:
1. Kejagung Sita Sejumlah Dokumen
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung RI Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan penyitaan yang dilakukan itu dilakukan terhadap sejumlah dokumen. Menurutnya, dokumen itu berkaitan dengan proyek pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022 di Kemendikbudristek.
“Yang pasti kita lakukan penyitaan juga, tentunya terkait dengan penyidikan ini sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan di Kemendikbud ini,” ujarnya di Kejagung, dikutip Sabtu (6/9/2025).
Sebagai informasi, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat Kemendikbudristek melakukan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
Pada intinya, dia telah melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.
2. Kejagung Dalami Kerugian Negara
Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum mengungkap aliran dana kepada tersangka Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019–2022. Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami keuntungan eks Mendikbudristek dalam kasus rasuah tersebut.
“Itu masih didalami ya semuanya. Jangan dikira-kira,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).
Dia menambahkan, dalam kasus korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek ini telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan mark up dari selisih harga kontrak di luar CDM senilai Rp1,5 triliun.
“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan alat TIK tersebut diperkirakan sekitar Rp1,98 triliun,” imbuhnya.
Adapun, kata Nurcahyo, kerugian negara ini belum final lantaran masih dalam perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Yang saat ini masih dalam penghitungan lebih lanjut oleh BPKP,” pungkas Nurcahyo.
Sebagai informasi, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat Kemendikbudristek melakukan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022. Pada intinya, dia telah melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.
3. Hotman Sebut Nadiem Tidak Terima Sepeser pun dalam Kasus Chromebook
Pengacara Hotman Paris menegaskan bahwa mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, tidak menerima keuntungan pribadi dalam pengadaan Chromebook yang kini menjeratnya sebagai tersangka. Hotman menilai kasus yang menimpa Nadiem mirip dengan pengalaman Thomas Lembong, yang juga sempat diseret dalam dugaan korupsi namun tanpa bukti aliran dana.
“Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantong Nadiem,” ujarnya kepada wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (5/9/2025).
Lebih lanjut, Hotman Paris menjelaskan, pengadaan Chromebook dilakukan melalui vendor resmi dengan harga yang tercantum di e-katalog pemerintah. Google, kata Hotman, hanya memberi dukungan berupa tenaga ahli dan pelatihan untuk vendor, bukan dana tunai.
“Jadi, yang menjual laptop itu adalah vendor. Uangnya ke vendor, bukan ke Nadiem. Google pun tidak pernah memberi uang sepeser pun,” tegasnya.
Hotman juga membantah klaim bahwa ada pertemuan khusus antara Nadiem dan Google untuk menyepakati penggunaan Chromebook. Menurutnya, sekalipun pertemuan itu terjadi, tidak bisa langsung dikaitkan dengan praktik korupsi.
“Kalau ketemu, terus kenapa? Saya ketemu wartawan tiap hari, apakah itu berarti saya menyuap wartawan?” katanya retoris.
Terkait tuduhan pelanggaran peraturan presiden dalam proses pengadaan, Hotman menegaskan tidak ada aturan yang dilanggar. Chromebook justru dianggap lebih murah dibandingkan laptop berbasis Windows dan sesuai kebutuhan saat pandemi Covid-19.
“Kalau harganya sesuai e-katalog dan tidak ada yang diperkaya, korupsinya di mana?” ujarnya.
Dia juga menyinggung investasi Google di Gojek yang kerap dikaitkan dengan kasus ini. Menurut Hotman, investasi itu dilakukan jauh sebelum Nadiem menjabat menteri, serta melalui mekanisme pasar.
4. GOTO Klaim Tidak Ada Hubungan dengan Nadiem
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) angkat bicara terkait penetapan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook periode 2019–2022.
Direktur Public Affairs & Communications GOTO Ade Mulya menegaskan bahwa Nadiem Makarim bukan lagi direktur, komisaris, maupun karyawan di GOTO, dahulu bernama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek). Ade menyebut, sejak Oktober 2019 Nadiem telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Komisaris.
“Yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki keterlibatan dalam kegiatan operasional maupun manajemen GOTO. Saudara Nadiem Makarim juga bukan merupakan pemegang saham pengendali GOTO,” jelas Ade dalam keterangan resmi, Jumat (5/9/2025).
Ade menambahkan, kegiatan operasional GOTO tidak pernah terkait dengan tugas maupun tanggung jawab Nadiem selama menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek).
“Hal ini termasuk terkait proses pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ade menegaskan GOTO menghormati proses hukum yang sedang berjalan sebagai bagian dari upaya mendukung penegakan hukum
5. Bagaimana Peran Nadiem dalam kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook?
Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Chromebook periode 2019-2022. Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan Nadiem mulanya melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.
Pertemuan itu bertujuan untuk membicarakan terkait produk Google Chromebook dalam program Google for Education. Produk itu nantinya bakal digunakan untuk peserta didik di Indonesia.
Setelah itu, Nadiem dan Google melakukan beberapa kali pertemuan dan disepakati bahwa produk Chrome Os dan Chrome Device Management bakal digunakan untuk proyek program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.
“Dalam mewujudkan kesepakatan antara NAM dengan pihak Google Indonesia, selanjutnya, pada 6 Mei 2020, NAM mengundang jajarannya,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).
Jajaran Nadiem itu mulai dari Dirjen Paud Dikdasmen berinisial H; Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek berinisial T; JT dan FH selaku Stafsus Nadiem. Rapat itu dilakukan tertutup melalui Zoom Meeting dan mewajibkan para peserta rapat untuk menggunakan headset.
“Mewajibkan para peserta dalam menggunakan handset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” imbuh Nurcahyo.
Hanya saja, kala itu pengadaan alat TIK sejatinya belum dimulai. Meskipun demikian, Nadiem kemudian diduga telah melakukan upaya agar bisa meloloskan laptop Chromebook dengan menjawab surat Google yang ingin berpartisipasi di proyek pengadaan TIK.
Padahal, sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yang tidak meresponskarena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 dinilai gagal. Kegagalan itu karena Chromebook tidak bisa dipakai di daerah terluar tertinggal terdalam atau 3 T.
“Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis juklab yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS,” tutur Nurcahyo.
Menindaklanjuti perintah Nadiem, tim teknis Kemendikbudristek membuat kajian review teknis untuk memasukan Chrome OS dalam proyek pengadaan.
-
/data/photo/2025/09/04/68b973c2c728c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Meski Tak Terima Uang, Nadiem Makarim Dinilai Tetap Bisa Dijerat dalam Kasus Laptop Chromebook Nasional
Meski Tak Terima Uang, Nadiem Makarim Dinilai Tetap Bisa Dijerat dalam Kasus Laptop Chromebook
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries, mengatakan, tidak adanya aliran dana kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam kasus laptop Chromebook tidak serta-merta menghapus unsur pidana.
“Persoalan tidak adanya aliran dana kepada tersangka yang dalam konteks Pasal 2 UU Tipikor berupa memperkaya diri sendiri dan dalam Pasal 3 UU Tipikor berupa menguntungkan diri sendiri, hanyalah merupakan salah satu unsur alternatif di samping unsur memperkaya orang lain atau menguntungkan orang lain,” kata Albert kepada Kompas.com, Senin (8/9/2025).
Albert menyebut ada tiga hal penting yang harus dibuktikan dalam kasus ini.
Pertama, jika benar tidak ada aliran dana ke Nadiem selaku tersangka, perlu diuji apakah Nadiem memiliki mens rea berupa kesengajaan, bukan kelalaian, untuk memperkaya pihak lain dalam pengadaan Chromebook tersebut.
“Kedua, pasca Putusan MK No 25/PUU-XIV/2016, delik korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bukan lagi delik formal, melainkan merupakan delik materiil yang menitikberatkan pada timbulnya akibat,” jelas Albert.
Ia menambahkan, unsur kerugian negara yang saat ini masih dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum final.
Menurut dia, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016, yang berwenang secara konstitusional untuk menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara,” ujarnya.
Hal ketiga yang menurut Albert harus diperhatikan adalah konteks kebijakan negara.
Ia menilai, dalam pengadaan barang, bisa saja sifat melawan hukum materiil tidak terpenuhi jika ternyata kebijakan itu justru bermanfaat bagi publik.
“Jika dalam pengadaan Chromebook itu negara sebenarnya tidak dirugikan, misalnya bisa dibuktikan bahwa sistem operasi Chromebook justru lebih menghemat anggaran karena tidak perlu ada tambahan lisensi, dan puluhan ribu sekolah penerima telah terlayani serta merasakan manfaatnya, maka sekali pun seluruh rumusan delik tipikor terpenuhi, yang bersangkutan tidak dapat dipidana,” kata Albert.
Oleh karena itu, penanganan kasus ini harus dilakukan secara hati-hati. Albert mengatakan, Kejagung harus cemat dalam membuktikan dugaan korupsi itu.
Sampai adanya vonis pengadilan, publik pun diingatkan untuk menghormati proses hukum yang masih berjalan.
“Kita perlu untuk menghormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2024 dengan tetap mengedepankan praduga tak bersalah atau presumption of innocence,” kata Albert.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK yang diadakan pemerintah.
Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
Atas dugaan itu, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Saksi Kasus Korupsi Laptop Nadiem Makarim, Google Bilang Begini
Jakarta, CNBC Indonesia – Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi. Google turut dipanggil saksi dalam proses penyidikan kasus tersebut.
Google tidak mengomentari langkah dan putusan Kejaksaan Agung dalam kasus Nadiem. Namun, perwakilan Google menekankan komitmen perusahaan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
“Google bangga atas komitmen dan kontribusi jangka panjangnya dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia. Dalam peranan Google sebagai penyedia teknologi, Google bekerja sama dengan jaringan reseller dan beragam mitra untuk menghadirkan solusinya kepada para pengguna akhir, yakni para pendidik dan siswa,” katanya.
Kemudian, Google menegaskan bahwa mitra dan reseller tersebut adalah pihak yang berhubungan dengan konsumen dalam pengadaan perangkat laptop Chromebook.
“Kegiatan instansi pemerintah untuk pengadaan Chromebook dilakukan secara langsung dengan organisasi-organisasi tersebut, bukan dengan Google. Google akan senantiasa menyoroti dampak positif yang dihasilkan oleh berbagai solusi teknologinya,” kata perwakilan Google.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia periode 2019-2024 atau era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Nadiem menjadi tersangka ke-5 dalam kasus pengadaan laptop Chromebook, yang merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Kamis (4/9/2025).
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan, Nadiem dalam kasus ini berperan meloloskan pengadaan Chromebook dari Google Indonesia untuk anak didik di wilayah 3T. Padahal, Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy, tak merespons penawaran serupa dari Google Indonesia.
Nurcahyo menjelaskan, mulanya Nadiem melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020 dalam rangka membicarakan penggunaan produk Chromebook bagi peserta didik.
Saat beberapa kali pertemuan antara Nadiem dan pihak Google Indonesia, disepakati Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat TIK.
Selanjutnya, pada 6 Mei 2020, Nadiem mengundang jajarannya untuk melakukan rapat tertutup via Zoom. Nadiem kala itu mewajibkan penggunaan Chromebook dalam pengadaan laptop di sekolah. Padahal, saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai.
Untuk meloloskan Chromebook dari Google, Kemendikbudristek pada awal 2020 menjawab surat Google untuk berpartisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek, meski sebelumnya tak pernah digubris di bawah kepemimpinan Muhadjir Effendy.
“Padahal, sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yaitu ME [Muhadjir Effendy],” kata Nurcahyo.
Muhadjir saat itu beralasan uji coba pengadaan Chromebook pada 2019 gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah di wilayah 3T, sehingga ia tidak menjawab surat dari Google untuk pengadaan. Namun, saat kepemimpinan Nadiem, surat itu mendapat respons.
“Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis juklab yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS,” kata Nurcahyo.
Selanjutnya, tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud No. 5 Tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah menyinggung spesifikasi Chrome OS.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
-
/data/photo/2025/09/04/68b973c282be8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Hotman Paris Tantang Adu Fakta Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo, Ini Kata Istana dan Kejagung Nasional
Hotman Paris Tantang Adu Fakta Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo, Ini Kata Istana dan Kejagung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Di tengah sorotan publik terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pengacara kondang Hotman Paris Hutapea muncul dengan langkah tak biasa.
Ia menantang untuk membuktikan langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto bahwa kliennya, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, tidak bersalah.
“Nadiem Makarim tidak menerima uang 1 sen pun, tidak ada
mark-up
, dan tidak ada yang diperkaya. Saya hanya butuh 10 menit untuk membuktikan itu di depan Presiden Prabowo,” kata Hotman, dikutip dari akun Instagram pribadinya, Jumat (5/9/2025).
Hotman bahkan meminta agar perkara ini digelar secara terbuka di Istana Negara agar publik bisa menyaksikan langsung fakta sebenarnya.
Menurutnya, tudingan yang dialamatkan kepada Nadiem tidak berdasar karena hasil penyelidikan justru menunjukkan bahwa tidak ada aliran dana yang menguntungkan mantan menteri tersebut.
Menyikapi langkah Hotman Paris yang siap “berduel fakta” di hadapan Presiden Prabowo, pihak Istana mengambil posisi hati-hati.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan, pemerintah tidak akan masuk terlalu jauh dalam perkara hukum yang sedang berjalan.
“Kita serahkan kepada proses hukum saja,” kata Hasan kepada
Kompas.com
, Minggu (7/9/2025).
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk mengintervensi jalannya proses hukum terhadap Nadiem.
“Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujar Hasan.
Sementara itu, Kejaksaan Agung memilih merespons dingin pernyataan Hotman Paris.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan, pihaknya tidak dapat berkomentar banyak lantaran kasus masih berada dalam tahap penyidikan.
“Mohon maaf saya belum bisa berkomentar terlalu banyak karena perkara ini sedang dalam tahap penyidikan,” kata Anang kepada
Kompas.com
, Sabtu (6/9/2025).
Meski begitu, ia menegaskan bahwa Kejaksaan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah terhadap Nadiem.
“Biarkan saja berjalan sesuai ketentuan dan kita menghormati asas praduga tak bersalah terhadap Pak NM,” lanjut Anang.
Ia juga memastikan penyidik akan bekerja untuk membuka semua fakta.
“Biar penyidik mendalami untuk mengungkap semua fakta hukum dan pihak-pihak yang terlibat nantinya,” ujar Anang.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diadakan pemerintah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
Atas dugaan itu, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3
juncto
Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia pun ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari pertama sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/14/689d855eb0482.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Istana Respons soal Hotman Paris Mau Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo Nasional
Istana Respons soal Hotman Paris Mau Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi angkat bicara, perihal pengacara kondang Hotman Paris yang mau membuktikan di hadapan Presiden Prabowo Subianto bahwa kliennya, Nadiem Makarim tidak bersalah di kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook.
Hasan menyebut, pemerintah menyerahkan kasus Nadiem Makarim kepada penegak hukum.
“Kita serahkan kepada proses hukum saja,” ujar Hasan kepada Kompas.com, Minggu (7/9/2025).
Hasan menekankan, pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum.
“Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujar Hasan Nasbi
Sebelumnya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
Penetapan tersangka diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
Menurut Kejaksaan, dugaan tindak pidana korupsi ini menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 1,98 triliun.
Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea menilai penetapan tersangka ini janggal.
Menurutnya, hasil penyelidikan justru membuktikan bahwa Nadiem tidak menerima uang suap dan tidak melakukan
mark-up
harga laptop.
“Nadiem Makarim tidak menerima uang 1 sen pun, tidak ada
mark-up
, dan tidak ada yang diperkaya. Saya hanya butuh 10 menit untuk membuktikan itu di depan Presiden Prabowo,” kata Hotman Paris, dikutip akun Instagram-nya, Jumat (5/9/2025).
Dia bahkan meminta agar perkara ini digelar terbuka di Istana agar publik bisa melihat langsung fakta sebenarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/04/68b973c282be8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Saat Inovasi Tergelincir: Refleksi Kasus Chromebook Nadiem Makarim Nasional
Saat Inovasi Tergelincir: Refleksi Kasus Chromebook Nadiem Makarim
Seorang ASN di lingkungan Mahkamah Agung RI yang bertugas di Pengadilan Agama Dumai. Lulusan Ilmu Hukum Universitas Riau ini aktif menulis isu-isu hukum, pelayanan publik, serta pengembangan teknologi informasi di sektor peradilan.
ADA
rasa getir ketika mendengar kabar seorang mantan menteri muda, yang dulu dielu-elukan sebagai wajah baru pendidikan Indonesia, kini harus berhadapan dengan jerat hukum.
Nadiem Makarim, sosok yang identik dengan kata inovasi dan modernisasi birokrasi, justru disebut merugikan negara hingga hampir Rp 2 triliun lewat proyek pengadaan Chromebook.
Sebagian orang bertanya-tanya, apakah ini benar-benar korupsi, ataukah hanya kebijakan yang keliru? Apakah niat membangun ekosistem digital pendidikan bisa begitu saja berubah menjadi jerat pidana?
Pertanyaan-pertanyaan itu wajar muncul, sebab dalam praktik hukum, membedakan antara kebijakan yang salah arah dengan tindakan korupsi memang kerap tipis batasnya.
Namun, hukum memiliki rambu yang jelas. Dalam UU Tipikor (Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), seseorang dapat dijerat bila terbukti memperkaya diri sendiri atau orang lain, serta merugikan keuangan negara.
Maka ketika pengadaan laptop ini dituding penuh
mark up
harga, tidak sesuai spesifikasi, bahkan menyalahi aturan tata kelola pengadaan barang dan jasa, maka pertanyaan utama bukan lagi soal niat, melainkan soal dampak: apakah negara benar-benar dirugikan dan siapa yang diuntungkan?
Saya masih ingat, ketika pandemi Covid-19 datang, dunia pendidikan mendadak gagap. Sekolah tutup, guru dan murid dipaksa akrab dengan layar.
Maka program digitalisasi sekolah terasa masuk akal. Chromebook dipilih, karena ringan, murah, berbasis
cloud.
Namun, anggaran yang digelontorkan negara begitu besar, yaitu hampir Rp 10 triliun. Angka yang mestinya menjadi investasi masa depan, kini justru tercatat sebagai kerugian negara. Bagaimana bisa?
Kejaksaan menemukan harga yang jauh di atas wajar, ditambah software tak relevan yang menguras ratusan miliar rupiah.
Di sinilah kata
mark-up
bergema, istilah yang di Indonesia nyaris selalu sinonim dengan korupsi. Bukan lagi sekadar selisih angka, tetapi simbol pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
Hukum sebenarnya memberi pagar yang jelas. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, siapapun yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan akibatnya merugikan keuangan negara, dapat dijatuhi hukuman pidana.
Maka, pertanyaan paling mendasar yang harus dijawab bukan hanya berapa besar kerugian, melainkan siapa yang menikmati keuntungan dari transaksi yang cacat ini.
Di titik ini, mimpi digitalisasi berubah jadi luka. Bayangkan, jika laptop yang seharusnya membantu anak-anak di daerah, malah tersimpan di gudang karena rusak atau tak sesuai kebutuhan.
Anggaran yang seharusnya jadi jembatan menuju masa depan, justru terkubur dalam laporan kerugian negara.
Ironisnya, program yang awalnya dikampanyekan sebagai wajah baru pendidikan digital, kini identik dengan praktik lama yang sudah terlalu sering kita dengar, yaitu korupsi.
Kita kembali diingatkan bahwa niat baik sekalipun, bila dijalankan tanpa transparansi, akuntabilitas, dan integritas, bisa bermuara pada kehancuran kepercayaan publik.
Dalam hukum, korupsi bukan sekadar “uang negara habis,” tapi ada unsur yang lebih jelas dan tegas, yakni perbuatan melawan hukum, kerugian negara, keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain.
Tiga hal ini adalah “roh” yang membedakan apakah suatu tindakan bisa disebut tindak pidana korupsi atau sekadar kegagalan kebijakan.
Artinya, kebijakan yang salah arah belum tentu korupsi. Bisa saja itu hanya
policy failure
, yaitu niat baik yang tak sampai pada hasil.
Banyak contoh dalam sejarah birokrasi, di mana program dengan visi mulia akhirnya tidak efektif karena lemahnya perencanaan, keterbatasan sumber daya, atau miskomunikasi antara pusat dan daerah. Itu gagal, iya, tapi bukan korupsi.
Namun, hukum memandang berbeda ketika kebijakan disusun bukan untuk kepentingan publik, melainkan mengunci pasar, mengarahkan keuntungan, atau bahkan memperkaya kelompok tertentu.
Jika spesifikasi teknis dibuat sedemikian rupa agar hanya cocok dengan vendor tertentu, jika harga didongkrak jauh di atas nilai pasar, dan jika kemudian ada pihak, baik individu maupun korporasi yang menikmati hasilnya, maka di situlah
policy corruption
lahir.
Inilah yang kini dituduhkan pada Nadiem. Kasus yang membuat publik bertanya-tanya, apakah ia murni korban salah kelola, ataukah benar-benar arsitek kebijakan yang secara sistematis membuka ruang bagi keuntungan segelintir pihak?
Perbedaan ini penting, sebab menyangkut keadilan. Menyebut
policy failure
sebagai korupsi bisa membuat pejabat takut berinovasi. Namun, membiarkan
policy corruption
lolos dari jerat hukum justru merusak sendi-sendi negara hukum.
Di sinilah kita ditantang untuk jujur, apakah kegagalan ini lahir dari niat baik yang tak terwujud, atau dari rekayasa kebijakan yang sejak awal memang diarahkan untuk “menyetir” keuntungan ke pihak tertentu?
Secara teknis, seorang menteri tidak pernah menandatangani kontrak pengadaan per laptop. Itu adalah domain pejabat pembuat komitmen (PPK), panitia lelang, dan pejabat pelaksana teknis kegiatan.
Namun, sebagai pucuk pimpinan, menteri tidak bisa sepenuhnya melepaskan diri. Ia bertanggung jawab atas arah kebijakan, atas filosofi yang melatari program, dan atas integritas sistem yang ia bangun.
Pertanyaan pun menggantung, apakah Nadiem sadar ada
mark-up
dalam pengadaan ini? Apakah ia menutup mata ketika spesifikasi produk didesain sedemikian rupa sehingga hanya vendor tertentu yang bisa masuk?
Ataukah ia murni mendorong inovasi digitalisasi pendidikan, lalu kelemahan sistem pengadaan yang rapuh dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang oportunis?
Hukum pidana korupsi tidak hanya bicara soal tindakan langsung, tapi juga soal penyalahgunaan wewenang dan pembiaran.
Pasal 3 UU Tipikor menegaskan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan, sehingga merugikan keuangan negara, dapat dipidana.
Artinya, bahkan kelalaian yang disengaja, membiarkan sistem dikeruk oleh kepentingan, dapat dilihat sebagai bentuk kesalahan.
Inilah yang kini diuji. Apakah kasus Chromebook adalah tragedi seorang inovator, yakni seorang menteri muda yang terperangkap dalam jaring birokrasi korup yang sudah mengakar?
Ataukah ini justru potret nyata dari penyalahgunaan wewenang, di mana idealisme hanya menjadi bungkus retorika, sementara praktiknya tetap melanggengkan pola lama, yaitu proyek besar, vendor tertentu, dan rakyat yang menanggung rugi?
Kini, panggung berpindah. Dari ruang diskusi publik yang penuh spekulasi, ke ruang pengadilan yang dingin dan formal.
Di sana, bukti berbicara, bukan sekadar persepsi. Dan jawaban akhirnya akan menentukan bukan hanya nasib seorang menteri, tetapi juga arah kepercayaan publik pada reformasi birokrasi, apakah benar kita sedang melahirkan pemimpin baru, atau hanya mengganti wajah lama dengan wajah yang lebih muda.
Kasus ini menyisakan luka kolektif. Betapa mahal harga dari kebijakan yang tergelincir. Pendidikan yang mestinya menjadi jalan menuju masa depan bangsa, justru tercoreng oleh praktik lama, yaitu
mark-up
, kolusi, dan kepentingan tersembunyi.
Luka itu bukan hanya soal angka triliunan rupiah yang lenyap, melainkan juga tentang hilangnya kepercayaan publik.
Mungkin sudah saatnya kita berhenti sejenak, lalu bertanya dengan jujur: Bagaimana seharusnya inovasi dibangun tanpa kehilangan akuntabilitas?
Sebab inovasi tanpa integritas hanyalah mimpi kosong. Betapapun briliannya gagasan, jika tidak ditopang dengan sistem yang transparan dan pengawasan kuat, ia mudah berubah menjadi jebakan.
Bagaimana caranya kebijakan tidak hanya brilian di atas kertas, tapi juga bersih di lapangan? Di sinilah pentingnya
check and balance
. Peraturan bukanlah musuh inovasi, melainkan pagar agar ide besar tidak tergelincir menjadi penyalahgunaan.
Pada akhirnya, kasus ini bukan sekadar tentang Nadiem, bukan pula hanya tentang Chromebook. Ini tentang wajah birokrasi kita, tentang tipisnya garis pemisah antara mimpi dan manipulasi.
Tentang betapa mudahnya jargon perubahan tereduksi menjadi proyek yang menumbuhkan kecurigaan.
Dan lebih dari itu, ini tentang kita semua, rakyat yang menaruh harapan, tetapi juga sering lengah untuk mengawasi.
Bukankah keadilan sejati lahir bukan hanya dari hakim di pengadilan, melainkan juga dari kesadaran kolektif bahwa amanah publik adalah sesuatu yang suci, yang tidak boleh dipermainkan?
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
