Tag: Nadiem Makarim

  • Jaksa Sebut Nadiem Muluskan Proyek Chromebook Agar Google Tingkatkan Investasi ke Gojek

    Jaksa Sebut Nadiem Muluskan Proyek Chromebook Agar Google Tingkatkan Investasi ke Gojek

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum mengungkap siasat Nadiem Makarim meloloskan pengadaan Chromebook untuk program pendidikan diduga untuk kepentingan bisnis.

    Hal itu terungkap dari surat dakwaan mantan Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen, Sri Wahyuningsih yang dilihat pada Rabu (17/12/2025).

    Mulanya, jaksa membeberkan soal realisasi pembayaran atas pengadaan TIK Chromebook untuk SD SMP, SMA, SMK, SLB, SKB, dan PKBM yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2021.

    Namun, pembayaran itu terdapat kemahalan harga karena unit laptop chromebook dan CDM pada e-katalog tidak dilakukan kajian pembentukan harga yang wajar oleh Pokja LKPP.

    “Dan menggunakan spesifikasi yang dibuat oleh Nadiem Anwar Makarim melalui Permendikbud Nomor 5 tahun 2021,” ujar jaksa.

    Sementara itu, Nadiem juga sudah mengetahui laptop chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak bisa digunakan oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar khususnya daerah 3T.

    Menurut jaksa, realisasi pengadaan Chromebook ini diduga hanya untuk kepentingan bisnis Nadiem agar Google meningkatkan investasi ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB).

    “Hal itu dilakukan Nadiem Anwar Makarim semata-mata hanya untuk kepentingan bisnisnya agar Google meningkatkan investasi penyetoran dana ke PT AKAB,” tutur Jaksa.

    Dalam surat dakwaan itu, jaksa juga membeberkan sejumlah realisasi investasi Gojek ke bisnis Nadiem. Misalnya, pada tahun 2017 Google berinvestasi ke PT AKAB dengan cara penyetoran modal sebesar US$99,9 juta dan tahun 2019 Google kembali berinvestasi ke PT AKAB dengan cara yang sama sebesar US$349,9 juta.

    Selanjutnya, Google Asia Pasifik Pte Ltd juga melakukan investasi berupa penyetoran modal uang ke PT AKAB sebesar USD59,9 juta. Adapun, Google kembali menanamkan investasi ke PT AKAB sebesar US$276 juta pada Mei-Oktober 2021.

    Penanaman modal investasi Mei-Oktober itu terjadi setelah Nadiem menerbitkan Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021.

    “Peraturan tersebut menjadikan Google sebagai satu-satunya produk yang digunakan dalam pengadaan TIK di Kemendikbud berupa Google Workspace for Education melalui Google Workspace yang dapat digunakan di Kemendikbud RI mengingat penggunanya bisa mencapai 50 juta pengguna di ekosistem Pendidikan di Indonesia,” kata jaksa.

    Di samping itu, Nadiem juga telah mengundurkan diri dari direksi PT Gojek Indonesia dan PT AKB karena diduga dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dari proses pengadaan Chromebook ini.

    Meskipun begitu, jaksa menyebut Nadiem telah menunjuk Andre Soelistyo dan Kevin Bryan Aluwi sebagai Direksi dan Beneficial Owner untuk kepentingan Nadiem sebagai pengendali saham pendiri di Gojek dan PT AKAB.

    “Untuk tidak terlihat adanya “conflict of interesť” kedudukan Nadiem Anwar Makarim selaku Mendikbud maka Nadiem Anwar Makarim mengundurkan diri sebagai Direksi di PT Gojek Indonesia dan PT AKAB,” pungkasnya.

  • Jaksa Sebut Nadiem Angkat ‘Orang Dalam’ Sebagai Tenaga Ahli, Digaji Rp163 Juta per Bulan

    Jaksa Sebut Nadiem Angkat ‘Orang Dalam’ Sebagai Tenaga Ahli, Digaji Rp163 Juta per Bulan

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah menggaji tenaga ahli teknologi Ibrahim Arief sebesar Rp163 juta per bulan.

    Hal itu terungkap dari surat dakwaan terhadap tiga orang terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).

    Tiga terdakwa itu yakni Konsultan Teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief; mantan Direktur Sekolah Dasar (SD), Sri Wahyuningsih; dan mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP), Mulyatsyah. Sementara, Nadiem belum didakwa karena sakit.

    Dalam sidang perdana perkara Chrome ini, Nadiem yang saat itu menjabat sebagai Mendikbudristek terungkap telah menunjuk langsung tenaga ahli Ibrahim Arief alias Ibam.

    “Nadiem Anwar Makarim selaku Mendikbud mengangkat Ibrahim Arief Alias Ibam sebagai tenaga ahli teknologi dengan gaji sebesar Rp163 juta nett per bulan di bawah Yayasan PSPK,” ujar jaksa.

    Ibam kemudian membentuk tim teknologi nama tim Wartek. Tujuan dibentuknya tim Wartek adalah untuk mendukung program merdeka belajar menggunakan Os Chrome.

    “Membentuk tim wartek yang bertujuan untuk mendukung program dan project Pendidikan di Indonesia seperti asesmen kompetensi minimum dengan program Merdeka Belajar melalui digitalisasi pendidikan menggunakan sistem operasi Chrome,” imbuhnya.

    Selain itu, Nadiem juga telah menunjuk Jurist Tan dan Fiona Handayani sebagai staf khusus menteri. Menurut jaksa, penunjukan itu dilakukan untuk merealisasikan keinginan Nadiem bekeria sama dengan Google dalam pengadaan TIK di Kemendikbud.

    Tak main-main, Nadiem pun memberikan kekuasaan kepada Jurist dan Fiona untuk bisa mengatur anggaran, pengadaan, hingga SDM di Kemendikbud.

    “Hal tersebut dikarenakan Nadiem Anwar Makarim selaku Mendikbud menyampaikan kepada pejabat eselon 1 dan pejabat eselon 2 apa yang disampaikan oleh Jurist Tan dan fiona handayani adalah kata-kata Nadiem Anwar Makarim,” pungkas jaksa.

  • 5
                    
                        Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Chromebook, Agustina: Saya Tak Pernah Menerima Apa Pun
                        Regional

    5 Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Chromebook, Agustina: Saya Tak Pernah Menerima Apa Pun Regional

    Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Chromebook, Agustina: Saya Tak Pernah Menerima Apa Pun
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Nama Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, muncul dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait program digitalisasi pendidikan, khususnya pengadaan laptop Chromebook, pada periode 2019-2022.
    Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (16/12/2025), jaksa mengungkapkan bahwa Agustina, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menitipkan tiga nama pengusaha untuk pengadaan laptop tersebut serta Chrome Device Management (CDM) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
    Menanggapi pernyataan tersebut, Agustina menyatakan bahwa penyebutan namanya dalam persidangan adalah bagian dari proses hukum yang sedang berlangsung.
    “Dan saya menghormati sepenuhnya proses hukum tersebut,” kata Agustina kepada
    Kompas.com
    , Rabu (17/12/2025).
    Dia juga berharap agar informasi yang beredar dapat disampaikan secara proporsional dan berimbang, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.

    Agustina menegaskan bahwa ia tidak menerima apapun dari proyek yang menjadi pokok perkara di Kemendikbudristek.
    “Saya tidak pernah menerima apa pun, dalam bentuk apa pun, yang berkaitan dengan perkara ini,” ujarnya.
    Sebelumnya,
    Kejaksaan Agung
    mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara dalam kasus dugaan
    korupsi digitalisasi pendidikan
    melalui
    pengadaan laptop Chromebook
    di Kemendikbudristek mencapai Rp 2,1 triliun.
    “Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp2,1 triliun,” ungkap Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Riono Budisantoso, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Senin (8/12/2025).
    Riono menjelaskan bahwa perkara ini berkaitan dengan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa laptop Chromebook dan CDM yang dilaksanakan dalam rentang waktu 2019-2022.
    Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka, termasuk Nadiem Makarim, Sri Wahyuningsih, Ibrahim Arief, Mulyatsyah, serta mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan.
    Namun, hingga saat ini, berkas perkara Jurist Tan belum dilimpahkan ke pengadilan karena yang bersangkutan masih berstatus buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fakta Persidangan, Nadiem Copot 2 Pejabat Eselon II yang Tak Setuju Proyek Chromebook

    Fakta Persidangan, Nadiem Copot 2 Pejabat Eselon II yang Tak Setuju Proyek Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah mencopot dua pejabat karena diduga menolak proyek pengadaan Chromebook.

    Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Chromebook di PN Tipikor, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Tiga terdakwa itu yakni Konsultan Teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief; mantan Direktur Sekolah Dasar (SD), Sri Wahyuningsih; dan mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP), Mulyatsyah.

    Dalam sidang itu, terungkap bahwa anak buah Nadiem atau pejabat eselon II di Kemendikbudristek yakni Khamim dan Poppy Dewi Puspita telah menolak pengadaan Chromebook.

    Peristiwa itu bermula saat Khamim dan Poppy ditunjuk sebagai Wakil Ketua I dan II Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran TIK di SD dan SMP tahun anggaran 2020 pada (27/4/2025).

    “Khamim sebagai Wakil Ketua 1, Poppy Dewi Puspitawati sebagai Wakil Ketua 2,” ujar jaksa.

    Setelah ditunjuk, Poppy dan Khamim kerap dilibatkan dalam pengadaan TIK untuk dua jenjang sekolah itu. Namun, belum dua bulan menjabat sebagai Wakil Ketua I dan II tim teknis TIK, Khamim dan Poppy telah dicopot oleh Nadiem pada (2/6/2025). Sementara untuk jabatan tim teknis, keduanya dicopot pada (8/6/2025).

    Jabatan Khamim selaku Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen diganti oleh Sri Wahyuningsih. Sementara, jabatan Poppy sebagai Direktur SMP Ditjen Paudasmen dialihkan ke Mulyatsyah. Sri dan Mulyatsyah saat ini sudah berstatus terdakwa dalam perkara Chromebook.

    Salah satu alasan Nadiem mencopot keduanya karena diduga menolak proyek pengadaan Chromebook, khususnya Poppy yang memiliki perbedaan terhadap proyek TIK tersebut.

    “Salah satu alasan Nadiem Anwar Makarim mengganti Pejabat Eselon 2 diantaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem Anwar Makarim tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu,” tutur jaksa.

    Oleh sebab itu, Poppy digantikan oleh Mulyatsyah yang sebelumnya telah menandatangani pengantar petunjuk dan teknis peralatan TIK.

    “Sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020,” pungkas jaksa.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini negara telah dirugikan sebesar Rp2,1 triliun. Jumlah itu terhitung dari mark up harga Chromebook sebesar Rp1,5 triliun dan pengadaan CDM yang dinilai tidak bermanfaat senilai US$44.054.426 atau setara sekitar Rp621 miliar.

    Jaksa menyampaikan bahwa terdapat 25 pihak yang terdiri dari perorangan dan perusahaan yang memperkaya diri dalam perkara ini, salah satunya Nadiem Makarim sebesar Rp809 miliar.

    Adapun seharusnya Nadiem hadir dalam persidangan, tetapi dirinya absen karena mengaku masih sakit.

  • Nadiem Makarim Didakwa Memperkaya Diri Rp809 Miliar di Kasus Chromebook

    Nadiem Makarim Didakwa Memperkaya Diri Rp809 Miliar di Kasus Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp809 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM).

    Pembacaan dakwaan disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, Roy Riady di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025). Jaksa mengatakan Nadiem bersama terdakwa lainnya melaksanakan pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan proses perencanaan yang berlaku.

    “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp809.596.125.000,” kata Roy.

    Selain itu, para terdakwa membuat kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).

    “Mereka juga didakwa melawan hukum karena bersama-sama harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 direktorat SD tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) yang menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan tahun 2022,” ujar Jaksa.

    Jaksa mendakwa para terdakwa melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga.

    Dalam sidang tersebut, terdapat 3 terdakwa yang didakwa merugikan negara hingga Rp2,1 triliun. Angka ini dari hasil hitung akumulasi dari mark up harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun). Kemudian dalam pengadaan CDM yang dinilai tidak bermanfaat senilai USD44.054.426 atau setara sekitar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar).

    “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 04 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” ucap Roy.

    Ketiga terdakwa yang dimaksud adalah Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan. 

    Perlu diketahui, sidang pembacaan dakwaan seharusnya juga diperuntukkan untuk Nadiem, namun dia sakit sehingga terpaksa absen. Adapun jaksa mendakwa 25 pihak dari perorangan dan korporasi yang memperkaya diri sendiri.

  • Nadiem Diduga Kantongi Rp809 Miliar di Kasus Chromebook, Ini List 25 Pihak yang Memperkaya Diri

    Nadiem Diduga Kantongi Rp809 Miliar di Kasus Chromebook, Ini List 25 Pihak yang Memperkaya Diri

    Bisnis.com, JAKARTA – Sidang dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) menyebutkan 25 pihak terdiri dari perorangan dan perusahaan yang memperkaya diri.

    Sidang berlangsung pada Selasa (16/12/2025) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Sidang yang sejatinya untuk empat terdakwa, tetapi dibacakan untuk tiga terdakwa karena terdakwa eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim sakit sehingga berhalangan hadir.

    Ketiga terdakwa yang dimaksud adalah Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan. 

    Jaksa, Roy Riady menyatakan para terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum, melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022 tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan.

    Para terdakwa membuat kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan)

    “Bahwa terdakwa Sri bersama-sama dengan Nadiem dan Jurist Tan menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 direktorat SD tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) yang menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan tahun 2022,” ujar Jaksa.

    JPU menjelaskan kerugian negara mencapai Rp2,1 triliun, berdasarkan hasil hitung akumulasi dari mark up harga Chromebook sebesar Rp1.567.888.662.716,74 (Rp1,56 triliun). Kemudian dalam pengadaan CDM yang dinilai tidak bermanfaat senilai US$44.054.426 atau setara sekitar Rp621.387.678.730,00 (atau Rp621,38 miliar).

    Jaksa mendakwa Sri bersama dengan Nadiem, Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga.

    Berikut 25 pihak yang disebut memperkaya diri dalam kasus ini:

    1. Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp809.596.125.000

    2. Mulyatsyah sebesar SGD120.000 dan USD150.000

    3. Harnowo Susanto sebesar Rp300.000.000,

    4. Dhany Hamiddan Khoir sebesar Rp200.000.000 dan USD30.000 

    5. Purwadi Sutanto sebesar USD7.000 

    6. Suhartono Arham sebesar USD7.000

    7. Wahyu Haryadi sebesar Rp35.000.000

    8. Nia Nurhasanah sebesar Rp 500.000.000

    9. Hamid Muhammad sebesar Rp75.000.000

    10. Jumeri sebesar Rp100.000.000

    11. Susanto sebesar Rp50.000.000

    12. Muhammad Hasbi sebesar Rp250.000.000

    13. Mariana Susy sebesar Rp5.150.000.000

    14. PT Supertone (SPC) sebesar Rp44.963.438.116,26

    15. PT Asus Technology Indonesia (ASUS) Rp819.258.280,74

    16. PT Tera Data Indonesia (AXIOO) sebesar Rp177.414.888.525,48 

    17. PT Lenovo Indonesia (Lenovo) sebesar Rp19.181.940.089,11

    18. PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrexx) sebesar Rp41.178.450.414,25

    19. PT Hewlett-Packard Indonesia (Hp) sebesar Rp2.268.183.071,41

    20. PT Gyra Inti Jaya (Libera) sebesar Rp 101.514.645.205,73

    21. PT Evercoss Technology Indonesia (Evercross) sebesar Rp 341.060.432,39

    22. PT Dell Indonesia (Dell) sebesar Rp112.684.732.796,22

    23. PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) sebesar Rp48.820.300.057,38

    24. PT Acer Indonesia (Acer) sebesar Rp425.243.400.481,05 

    25. PT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp281.676.739.975,27

  • Pengacara Bantah Nadiem Terima Rp 809 M Terkait Chromebook: Kami Punya Bukti

    Pengacara Bantah Nadiem Terima Rp 809 M Terkait Chromebook: Kami Punya Bukti

    Jakarta

    Pengacara eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Dodi S Abdulkadir membantah kliennya menerima Rp 809 miliar terkait pengadaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di Kemendikbudristek. Dodi mengatakan kliennya tak diuntungkan sepeserpun dalam pengadaan tersebut.

    “Melihat seluruh fakta yang ada, terang benderang bahwa klien kami Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi dan tidak diuntungkan sepeserpun. Tuduhan bahwa Nadiem diuntungkan Rp 809 miliar tidak benar dan semua bukti akan dibuka saat sidang,” ujar Dodi kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025) malam.

    Dodi menyebut tidak ada bukti bahwa Nadiem menerima keuntungan pribadi atau memperkaya pihak lain terkait pengadaan Chromebook. Dia menyebut kekayaan Nadiem justru merosot 51% saat menjabat sebagai menteri.

    Foto: Pengacara Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir (Mulia/detikcom)

    “Transfer dana Rp 809.596.125.000, dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021, murni transaksi korporasi internal PT AKAB, tidak ada kaitannya dengan Nadiem maupun kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Dodi.

    “Kami punya bukti melalui dokumentasi korporasi Nadiem tidak menerima sepeserpun dari transaksi ini. Transaksi ini adalah langkah administratif yang dilakukan PT AKAB pada tahun 2021 dalam menjalankan corporate governance, sebelum pelaksanaan penawaran umum perdana,” imbuhnya.

    “Dakwaan-dakwaan tersebut menempatkan kewenangan secara tidak tepat dengan mengaburkan batas antara kebijakan Menteri dan pelaksanaan teknis pengadaan,” ucapnya.

    Dia mengklaim tidak ada kerugian negara karena Chrome OS menghemat anggaran setidaknya Rp 1,2 triliun dan jika menggunakan Windows OS negara harus membayar lisensi Rp 1.2 triliun yang belum termasuk langganan manajemen perangkat per tahun. Dia mengatakan Chromebook dengan Chrome OS hanya didistribusikan ke sekolah yang memiliki infrastruktur listrik dan akses internet yang memadai, bukan wilayah tertinggal, terdepan, terluar atau 3T.

    Sebelumnya, jaksa mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun. Jaksa mengatakan eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menerima Rp 809 miliar dari pengadaan tersebut.

    Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021. Sidang dakwaan Sri digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12).

    “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000,” ujar jaksa Roy Riady.

    Jaksa mengatakan hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar). Selain Nadiem, jaksa mengatakan pengadaan ini telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan terdakwa lainnya yakni Nadiem Makarim. Kemudian, bersama Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dan mantan staf khusus Nadiem, buron Jurist Tan.

    Jaksa mengatakan pengadaan Chromebook dan CDM tahun anggaran 2020-2022 dilakukan para terdakwa tidak sesuai perencanaan, prinsip pengadaan, tanpa melalui evaluasi harga dan survei. Sehingga laptop tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).

    “Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat reviu kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T,” ujar jaksa.

    Nadiem juga merupakan terdakwa dalam kasus ini. Namun, dakwaannya akan dibacakan pekan depan karena Nadiem masih dibantarkan di rumah sakit.

    (mib/azh)

  • 7
                    
                        Eks Direktur Kemendikbudristek Saat Bagikan Uang Korupsi Chromebook: Ini Ada Rezeki
                        Nasional

    7 Eks Direktur Kemendikbudristek Saat Bagikan Uang Korupsi Chromebook: Ini Ada Rezeki Nasional

    Eks Direktur Kemendikbudristek Saat Bagikan Uang Korupsi Chromebook: Ini Ada Rezeki
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan, eks Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sri Wahyuningsih membagikan uang hasil korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan dalih rezeki.
    JPU menyebutkan, ucapan itu keluar dari mulut Sri saat memberikan uang Rp 50 juta kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
    Kemendikbudristek
    Jumeri.
    “Bahwa
    Sri Wahyuningsih
    memberikan uang kepada Jumeri di ruang kerja Dirjen PAUDasmen sebesar Rp 50.000.000, yang berkaitan dengan pengadaan TIK laptop Chromebook dengan mengatakan kepada Jumeri, ‘Ini ada rezeki uang dari pengadaan Chromebook,’” ujar JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
    Selain memberikan uang senilai Rp 50 juta, Sri juga pernah memberikan sebuah ponsel kepada Jumeri.
    “Bahwa Sri Wahyuningsih memberikan ponsel kepada Jumeri di ruang kerja Dirjen PAUDasmen, Samsung Z Fold 3, yang berkaitan dengan pengadaan TIK laptop Chromebook,” lanjut jaksa.
    Dalam dakwaan, jaksa belum menyebutkan kapan uang dan barang ini diberikan.
    Namun, Jumeri menjadi salah satu orang yang diperkaya secara tidak sah, ia disebut mendapatkan uang sebesar Rp 100 juta.
    Selaku Dirjen PAUDasmen, Jumeri merupakan pihak yang terlibat dalam proses pengadaan TIK yang berujung meloloskan laptop berbasis Chromebook.
    Dalam kasus ini, JPU mendakwa eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dan tiga terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
    Selain Nadiem, tiga terdakwa lainnya itu adalah eks konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih.
    Pada hari ini, jaksa membacakan dakwaan untuk Ibrahim, Mulyatsyah, dan Sri, sedangkan Nadiem baru mengikuti sidang perdana pada pekan depan karena tengah dirawat di rumah satki.
    Sementara itu, ada satu tersangka lain dalam perkara ini, Jurist Tan, yang berkas perkaranya belum dilimpahkan karena masih berstatus buron.
    Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa: Tiga Terdakwa Kasus Chromebook Rugikan Negara Rp2,1 Triliun

    Jaksa: Tiga Terdakwa Kasus Chromebook Rugikan Negara Rp2,1 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merugikan negara Rp2,1 triliun.

    Hal itu disampaikan oleh Jaksa, Roy Riady dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat (16/12/2025). Ketiga terdakwa yang dimaksud adalah Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan. 

    JPU menjelaskan kerugian negara berasal dari hasil hitung akumulasi dari mark up harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun). Kemudian dalam pengadaan CDM yang dinilai tidak bermanfaat senilai USD44.054.426 atau setara sekitar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar).

    “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,56triliun berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 04 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” kata Roy Riady saat membacakan dakwaan.

    Jaksa menyatakan para terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum, di mana Sri bersama-sama dengan Nadiem, Ibrahim, Mulyatsyah, dan Jurist Tan melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022 tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan.

    Para terdakwa membuat kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan)

    “Bahwa terdakwa Sri bersama-sama dengan Nadiem dan Jurist Tan menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 direktorat SD tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) yang menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan tahun 2022,” ujar Jaksa.

    Jaksa mendakwa Sri bersama dengan Nadiem, Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga.

    Jaksa menyampaikan bahwa terdapat 25 pihak yang terdiri dari perorangan dan perusahaan yang memperkaya diri dalam perkara ini, salah satunya Nadiem Makarim sebesar Rp809 miliar.

    Adapun seharusnya Nadiem hadir dalam persidangan, namun dirinya absen karena masih sakit.

  • Nadiem Makarim Mundur dari Gojek Usai Ditunjuk Jadi Menteri, Jaksa Sebut untuk Kamuflase Konflik Kepentingan

    Nadiem Makarim Mundur dari Gojek Usai Ditunjuk Jadi Menteri, Jaksa Sebut untuk Kamuflase Konflik Kepentingan

    Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menggelar sidang untuk tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook, yaitu Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021; Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020; dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dengan agenda pembacaan dakwaan.

    Ketiganya didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun, bersama dengan terdakwa Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek).

    “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 4 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” tutur Jaksa Roy Riady saat membacakan surat dakwaan, Selasa (16/12/2025).

    “Dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada Program Digitalisasi Pendidikan pada Kemendikbudristek RI Tahun 2019 sampai dengan 2022 sebesar USD44.054.426 atau setidak-tidaknya sebesar Rp 621.387.678.730,” sambungnya.

    Hasil hitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun itu merupakan total dari dari angka kemahalan harga Chromebook sekitar Rp 1,5 triliun serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD 44.054.426 atau senilai Rp 621 miliar tersebut.

    Adapun perbuatan yang merugikan negara itu dilakukan terdakwa Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, Ibrahim Arief bersama Nadiem Makarim dan mantan staf khususnya, yakni Jurist Tan yang kini masih buron.

    Jaksa menyebut, pengadaan laptop Chromebook dan CDM tahun 2020-2022 yang dilakukan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan perencanaan dan prinsip pengadaan, sehingga tidak bisa digunakan di daerah Terluar, Tertinggal, Terdepan (3T).

    “Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim dan Jurist Tan menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 Direktorat SC tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan TIK laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) yang menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan tahun 2022,” ujar jaksa.

    Kemudian, jaksa juga menyatakan bahwa pengadaan laptop Chromebook tersebut juga dilakukan tanpa melalui evaluasi dan referensi harga.

    “Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga,” ungkap jaksa.