Tag: Muzdalifah

  • Ya Allah, Tolonglah Rakyat Palestina dan Hancurkan Musuh-musuh Mereka

    Ya Allah, Tolonglah Rakyat Palestina dan Hancurkan Musuh-musuh Mereka

    GELORA.CO – Khotbah Arafah dan salat Zuhur-Asar jamak-qashar telah selesai digelar di Masjid Namirah di padang Arafah, Kamis (5/6). Masjid Namirah adalah masjid terbesar kedua di Makkah setelah Masjidil Haram.

    Syeikh Dr. Saleh Al Humaid dalam khotbahnya mengajak umat Islam untuk senantiasa bertakwa dan menjaga rasa takut kepada Allah. Doa untuk rakyat Palestina juga dipanjatkan.

    “Ya Allah, tolonglah rakyat Palestina dan hancurkan musuh-musuh mereka. Ampunilah para syuhada dan berikan kesembuhan bagi yang terluka,” doa Syekh Saleh yang juga imam Masjidil Haram dan anggota Dewan Ulama Senior Arab Saudi ini.

    Dalam khotbahnya yang komprehensif, Syekh Saleh membahas pokok-pokok ajaran Islam, ibadah, akhlak, dan tanggung jawab sosial, serta menyeru umat Muslim untuk mengamalkan ketakwaan, kesabaran, rasa syukur, dan ibadah yang konsisten kepada Allah.

    Syekh Saleh memperingatkan agar menjauhi bid’ah, gibah (menggunjing), dan bisikan-bisikan setan.

    Dikutip dari Samaa TV, Syeikh Saleh menekankan pentingnya rukun-rukun Islam yang mendasar, seperti salat, puasa, zakat, dan haji.

    Syeikh Saleh menyerukan agar berbuat baik kepada orang tua, anak yatim, orang miskin, dan tetangga. Ia mengingatkan umat Islam untuk menepati janji, berkata jujur, dan menjaga kesopanan, seraya menyebut hal-hal ini sebagai bagian penting dari iman. 

    Syeikh Saleh menegaskan bahwa kebaikan dan keburukan tidaklah sama, dan membalas kejahatan dengan kebaikan bisa mengubah musuh menjadi sahabat dekat.

    Syeikh Saleh menegaskan bahwa ibadah hanya layak ditujukan kepada Allah semata, dan tidak ada nabi maupun wali yang patut disembah. Ia menyatakan bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan kedatangannya telah disebutkan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Iman kepada semua nabi adalah bagian pokok dari akidah Islam.

    Setelah khotbah dan salat Zuhur-Asar dijamak-qashar, maka dimulailah wukuf di Arafah. Wukuf adalah syarat sahnya haji. Tak ada haji tanpa wukuf di Arafah.

    Wukuf adalah berdiam diri dengan memperbanyak doa, istigfar, zikir, membaca Al-Quran, dan amal kebaikan lainnya. Wukuf berakhir saat Magrib. 

    Setelah itu jemaah bergerak menuju Muzdalifah untuk bermalam sebentar sembari mengumpulkan kerikil untuk lempar jumrah di Mina esok harinya.

  • Tanpa Mabit, Ini Panduan Ibadah Jemaah Haji RI yang Wukuf di Tenda Kerajaan

    Tanpa Mabit, Ini Panduan Ibadah Jemaah Haji RI yang Wukuf di Tenda Kerajaan

    Makkah

    Sebanyak 1.392 jemaah haji Indonesia dari kelompok terbang (kloter) campuran menjalani wukuf di tenda khusus kerajaan. Setelah wukuf, mereka akan menjalani tahapan ibadah yang sedikit berbeda dari jemaah haji RI lainnya.

    Para jemaah haji itu baru tiba di Arafah pada Kamis (5/6/2025) pagi. Mereka sempat berada di luar tenda saat cuaca semakin panas.

    Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Saudi. Akhirnya, seluruh jemaah tersebut dibawa ke tenda-tenda khusus kerajaan untuk wukuf.

    “Lokasi tenda-tenda tersebut masih berada di dalam area Arafah sehingga mereka dapat melaksanakan Wukuf dengan sempurna,” kata Ketua Mustasyar Diny PPIH Daerah Kerja Makkah, Oman Fathurahman, di Arafah, Kamis (5/6/2025).

    Oman menyebut Otoritas Saudi memiliki skema untuk langsung memberangkatkan jemaah tersebut dari Arafah menuju hotel-hotel tempat mereka tinggal di Makkah. Sehingga, para jemaah itu hanya melintas alias murur di Muzdalifah.

    Oman pun menjelaskan panduan ibadah bagi para jemaah haji yang wukuf di tenda kerajaan itu:

    2. Jemaah haji ini akan melewati Muzdalifah tanpa turun dari bus dan langsung menuju hotel. Jemaah haji bisa mengambil pendapat bahwa mabit di Muzdalifah adalah sunnah.

    3. Setelah cukup istirahat di hotel, mulai jam 00.00 WAS, jemaah sudah bisa melaksanakan tawaf ifadah, sai, dan bercukur (tahalul awal). Setelah tahalul awal, jemaah boleh melakukan segala larangan ihram kecuali hubungan suami istri.

    5. Sedangkan untuk lempar jumrah Aqobah tanggal 10 Zulhijah dan jumrah hari-hari tasyrik dapat diwakilkan kepada kolega yang berada di sekitar Jamarat.

    6. Dengan mengikuti skema ini, maka seluruh rangkaian ibadah jemaah haji ini sudah dinyatakan selesai sebagai tahalul tsani dan dianggap sah tanpa harus membayar dam.

    (haf/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Timwas Haji DPR: Layanan bus tak sesuai kesepakatan jelang puncak haji

    Timwas Haji DPR: Layanan bus tak sesuai kesepakatan jelang puncak haji

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi VIII DPR RI sekaligus anggota Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI Marwan Dasopang menyoroti soal layanan transportasi bus bagi jamaah haji Indonesia menjelang puncak ibadah haji yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan.

    “Ya, kita tentu kecewa. Bus yang digunakan itu tidak seperti yang kita putuskan, yaitu bus masyarakat. Bukan bus sekolah, bukan pula bus shalawat,” kata Marwan dalam rilis resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikannya ketika melakukan pemantauan langsung jamaah haji Indonesia di Jarwal, Sektor 7, Makkah, Arab Saudi, Rabu (4/6).

    Timwas Haji DPR RI, kata dia, mendapati penggunaan bus shalawat dan bus sekolah untuk pengangkutan jamaah haji Indonesia ke Arafah menjelang puncak haji.

    Padahal, lanjut dia, armada yang disepakati untuk perjalanan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) adalah bus masyair sebagai bus khusus yang disiapkan untuk puncak ibadah haji.

    Dia menilai meski secara teknis armada tersebut masih mampu mengangkut jemaah dengan aman, namun penggunaan bus non masyair patut untuk dievaluasi dari sisi kenyamanan, kesiapan, dan kesesuaian fungsi.

    “Ini jadi bahan evaluasi. Kok bisa bus sekolah dan bus shalawat masih digunakan untuk mengangkut jemaah ke Arafah? Padahal mereka seharusnya mendapat layanan dari bus khusus,” ujarnya.

    Dia menjelaskan bahwa bus shalawat dan bus masyair memiliki perbedaan fungsi, rute, dan waktu operasi yang sangat mendasar sebab sedianya bus masyair hanya beroperasi secara intensif saat puncak ibadah haji untuk digunakan menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

    Sebaliknya, sambung dia, bus shawalat yang beroperasi 24 jam selama masa ibadah haji reguler dirancang khusus untuk antarjemput jemaah dari hotel ke Masjidil Haram dan sebaliknya.

    “Jika berdasarkan rute bus, bus shalawat melayani area sekitar Makkah dan hotel jamaah, sedangkan bus masyair melayani rute strategis yang telah ditetapkan berupa Makkah-Arafah, Arafah-Muzdalifah, Muzdalifah-Mina, dan Mina-Makkah,” tuturnya.

    Untuk itu, dia menegaskan pentingnya konsistensi pelaksanaan sesuai rencana dan komitmen awal yang telah disepakati bersama oleh pemerintah dan penyedia layanan transportasi atau syarikat.

    Dia menilai ketidaksesuaian itu sebagai bentuk lemahnya pengawasan teknis yang harus segera diperbaiki.

    “Kami minta ini jadi perhatian serius. Jemaah berhak mendapatkan pelayanan terbaik, apalagi pada fase paling krusial dalam ibadah haji,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketua Timwas Haji ingatkan kesiapan fisik dan mental jelas puncak haji

    Ketua Timwas Haji ingatkan kesiapan fisik dan mental jelas puncak haji

    …, harus betul-betul menyiapkan, bukan hanya fisik, melainkan juga mentalnya karena puncak haji ini adalah ibadah yang sangat didambakan.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengingatkan perihal kesiapan fisik dan mental seluruh calon haji Indonesia menjelang puncak ibadah haji, yakni wukuf di Arafah pada hari Kamis.

    “Pesan saya untuk jemaah haji, harus betul-betul menyiapkan, bukan hanya fisik, melainkan juga mentalnya karena puncak haji ini adalah ibadah yang sangat didambakan. Harus dijalani dengan penuh semangat dan kesiapan,” kata Cucun dalam rilis resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikannya saat melakukan pengawasan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Rabu.

    Cucun menekankan pentingnya kesiapan jasmani maupun rohani agar dapat menjalani seluruh rangkaian ibadah secara maksimal.

    “Ibadah puncak haji merupakan momen yang sangat dinantikan oleh jemaah setelah bertahun-tahun menunggu kesempatan berhaji,” ucapnya.

    Wakil rakyat ini lantas menjelaskan bahwa tantangan utama jemaah saat puncak haji adalah cuaca ekstrem dan kondisi padat di lokasi ibadah, terutama di Padang Arafah, Mina, dan Muzdalifah.

    Selain itu, dia menyebut jemaah juga harus menjalani prosesi ibadah yang cukup menguras tenaga seperti tawaf ifadah dan lempar jamrah.

    “Fisik dan psikis jemaah harus benar-benar kuat. Cuaca di Arafah sangat panas, kemudian saat lempar jamrah maupun tawaf, itu sangat padat. Jadi, mental dan semangat harus terus dijaga agar bisa tetap sehat hingga akhir ibadah,” tuturnya.

    Wakil Ketua DPR RI mengatakan bahwa Pemerintah, melalui Kementerian Agama, telah menyiapkan berbagai langkah antisipatif untuk mendukung kenyamanan dan keselamatan jemaah saat menjalani ibadah puncak.

    Persiapan itu, kata dia, termasuk layanan kesehatan, penyediaan transportasi, pengaturan logistik dan akomodasi, serta pendampingan bagi jemaah lansia dan berkebutuhan khusus.

    “Biarkan kami, seluruh panitia penyelenggara haji dan DPR sebagai pengawas, memastikan prosesi ini berjalan aman dan nyaman bagi jemaah. Kami ingin mereka bisa fokus beribadah dan pulang dalam keadaan sehat,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cuaca di Makkah Cukup Bersahabat Jelang Puncak Ibadah Haji

    Cuaca di Makkah Cukup Bersahabat Jelang Puncak Ibadah Haji

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji 1446 H/2025 M, kondisi cuaca di Makkah cukup bersahabat. Suhu udara pada siang hari diperkirakan berkisar 41 derajat Celsius, masih dalam batas yang bisa ditoleransi oleh para jemaah.

    “Cuaca hari ini cukup bersahabat, tidak terlalu ekstrem. Ini cukup membantu jemaah agar tidak terlalu cepat lelah,” ujar Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) asal Bojonegoro, Retno Mei Nur Ika, Rabu (4/6/2025).

    Pada pelaksanaan puncak ibadah haji 1446 H/2025 M, rangkaian ibadah cukup padat mulai Kamis (5/6/2025) besok. Diawali dengan wukuf di Padang Arafah, dilanjutkan mabit (bermalam) di Muzdalifah, melontar jumrah di Mina, thawaf ifadah di Kakbah, sa’i di antara Shafa dan Marwah, hingga ditutup dengan thawaf wada’ sebagai penanda berakhirnya seluruh rangkaian haji.

    Retno menambahkan, meskipun kondisi cuaca masih mendukung, pihaknya tetap mengimbau jemaah haji asal Bojonegoro untuk menjaga kebugaran tubuh. Oleh karena itu, seluruh jemaah diimbau untuk menghindari aktivitas fisik berlebihan di luar hotel.

    “Jemaah tidak boleh banyak beraktivitas di luar. Mereka perlu menyimpan energi agar kuat saat puncak haji besok,” imbuhnya.

    Retno yang juga perawat di RS Aisyiyah Bojonegoro menambahkan, tidak ada pemeriksaan kesehatan menyeluruh menjelang puncak ibadah. Namun, pemantauan intensif tetap dilakukan khusus bagi jemaah dengan risiko tinggi (risti).

    “Pemantauan dilakukan secara berkala untuk jemaah risti. Sementara yang lain cukup dipantau secara umum,” ungkapnya.

    Ia menyebutkan bahwa secara umum kondisi kesehatan jemaah haji asal Bojonegoro berada dalam keadaan baik. Keluhan yang muncul pun bersifat ringan, seperti batuk dan pilek. “Alhamdulillah, sebagian besar jemaah dalam kondisi sehat. Kalau pun ada keluhan, jemaah datang sendiri ke ruang kesehatan untuk periksa dan ambil obat,” pungkas Retno. [lus/aje]

  • Jelang Wukuf, Mari Pahami Apa Itu Haji Mabrur dan Perannya Saat Pulang ke RI

    Jelang Wukuf, Mari Pahami Apa Itu Haji Mabrur dan Perannya Saat Pulang ke RI

    Jakarta

    Haji yang mabrur merupakan tujuan utama dari jemaah haji di seluruh dunia. Lalu, apa itu haji yang mabrur dan apa pula perannya dalam kehidupan sosial saat pulang ke Tanah Air nanti?

    Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Amirulhaj, Amirsyah Tambunan, memberi penjelasan tentang Armuzna hingga peran haji mabrur di tengah masyarakat. Amirsyah awalnya menjelaskan jemaah haji harus fokus saat melaksanakan rangkaian ibadah yang dimulai dengan wukuf di Arafah lalu mabit di Muzdalifah dan Mina yang mulai besok, 9 Zulhijah atau bertepatan Kamis (5/6).

    “Kenapa harus fokus karena memang cukup menguras fisik dan mental jemaah haji, sehingga dibutuhkan fisik, mental dan spiritual yang prima melalui pelayanan prima oleh para petugas termasuk Amirulhaj yang saat ini hari ketiga di tanah suci Makkah,” kata Amirsyah di Makkah, Rabu (4/6/2025).

    Amirsyah mengajak jemaah dan petugas haji segera mempersiapkan seluruh kebutuhan di Armuzna. Antara lain, katanya, kartu Nusuk, perlengkapan salat, Al-Qur’an hingga obat-obatan pribadi.

    “Kami mengajak agar para jemaah fokus mulai dari niat hingga praktik di lapangan,” ucapnya.

    Amirsyah kemudian menjelaskan tentang haji mabrur. Dia mengatakan jemaah haji Indonesia berangkat dengan suasana nyaman dan damai serta berada di Makkah dalam suasana yang damai.

    Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Amirulhaj, Amirsyah Tambunan. (Foto: Haris Fadhil/detikcom)

    Dia kemudian mengutip sabda Nabi Muhammad SAW tentang haji mabrur. Berikut terjemahannya:

    Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga’ Lalu sahabat bertanya ‘Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?’. Rasulullah SAW menjawab ‘Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik’ (HR Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi)

    Dia mengatakan haji yang mabrur sangat dinantikan oleh bangsa. Dia menyebut harusnya makin banyak haji yang mabrur, maka harusnya makin mudah bangsa Indonesia menghadapi berbagai persoalan.

    “Itulah dampak sosial haji mabrur yang sejatinya sangat dinanti-nanti oleh bangsa ini. Semakin banyak yang berangkat haji, maka semakin besar bangsa ini memiliki pribadi-pribadi berpredikat haji mabrur dan selanjutnya semakin mudah bagi negeri ini untuk keluar dari jeratan krisis multidimensi, baik krisis akhlak, krisis ekonomi, politik dan budaya,” ujarnya.

    (haf/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Khofifah: Tata Kelola Masjidil Haram Musim Haji Tahun Ini Sangat Bagus

    Khofifah: Tata Kelola Masjidil Haram Musim Haji Tahun Ini Sangat Bagus

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa tengah menjalankan ibadah haji atas undangan Khadimul Haramain Asy Syarifain, Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud.

    Ditemani sang putra bungsu Ali Mannagalli, Khofifah menunaikan ibadah haji bersama 40 jemaah lain dari Indonesia sebagai undangan raja serta dari 140 negara dunia.

    Pengalaman haji tahun ini dikatakan Khofifah berbeda dengan tahun sebelumnya. Terutama ia merasakan adanya perbaikan manajemen haji yang signifikan oleh Pemerintah Saudi yang membuat jemaah haji menjadi lebih nyaman dan khusyuk ketika menjalankan ibadah di Masjidil Haram.

    “Alhamdulillah, haji tahun ini rasanya proses ibadah di Masjidil Haram terasa lebih nyaman dan lebih khusyuk. Saat ini regulasi jemaah ke Masjidil Haram jauh lebih bagus dan memudahkan sirkulasi jemaah. Para askar yang menjaga berbagai titik dan mengatur jemaah juga rasanya lebih ramah,” kata Khofifah, Rabu (4/6/2025).

    Tidak hanya itu, Khofifah juga mengatakan askes menuju Masjidil Haram dan sekitarnya saat ini relatif lebih mudah dan lebih banyak pintu dibuka untuk jemaah haji keluar masuk masjidil haram. Ia membandingkan dengan kondisi di tahun sebelumnya ketika jemaah masuk Masjidil Haram untuk umrah maupun saat thowaf ifadhah dan wada’, sering mereka harus memutar jauh bahkan dengan ketidakpastian pintu mana yang dibuka.

    Sering terjadi ketika mencapai gate tertentu, ternyata ditutup dan harus mencari pintu lain yang tak sekali dua kali juga menemukan kondisi pintu yang tertutup. Sehingga, harus memutar lumayan jauh.

    “Suasana Masjidil Haram cenderung relatif longgar saat ini. Relatif banyak jalan dan pintu yang dibuka. Ini sangat membantu dan membuat ibadah makin khusyuk. Dorong-dorongan dan desak-desakan saat keluar dan masuk masjidil haram juga sangat berkurang karena kondisi jemaah yang terkelola dengan baik, karena manajemen yang terus ditata,” ujarnya.

    Pengalaman ini ditegaskan Khofifah ia rasakan bukan karena sebagai jemaah haji undangan raja. Sebab selama melaksanakan ibadah umroh, semua dilakukan secara mandiri dan leluasa keliling untuk beribadah dan berkeliling Masjidil Haram.

    “Bisa saya bedakan dengan haji tahun lalu dan juga saat umrah Ramadan. Kondisi ini membuat nyaman dan khusyuk para jemaah dalam beribadah,” tegasnya.

    Khofifah melihat bahwa semakin baiknya tata kelola di Masjidil Haram turut ditunjang oleh upaya serius Pemerintah Arab Saudi dalam menata pelaksanaan ibadah haji secara lebih tertib dan aman.

    Menurutnya, penyesuaian sejumlah kebijakan seperti peningkatan proses skrining, pengaturan akses jemaah, serta penertiban administrasi dan izin ibadah, menjadi bagian dari ikhtiar besar untuk memastikan ibadah berjalan lebih lancar, nyaman, dan penuh kekhusyukan.

    “Upaya penataan ini saya lihat sebagai bentuk kesungguhan pemerintah Arab Saudi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para dhuyufurrahman dari seluruh dunia,” ujar Khofifah.

    “Tantangannya nanti adalah saat puncak haji. Semoga kepadatan saat Wukuf di Arafah Insya Allah besok hari Kamis tanggal 5 Juni atau 9 Dzulhijjah serta Muzdalifah dan juga Mina (Armuzna), serta saat thawaf ifadhah juga bisa terurai,” tambah dia.

    Sebab saat puncak haji, kata dia, jutaan jemaah akan sama-sama bergerak ke tujuan yang sama untuk menjalankan puncak ibadah haji di Arafah. Mulai dari bergerak ke Arafah, Muzdalifah, Mina, jamarat hingga pelaksanaan nafar tsani.

    “Tentu ini membutuhkan manajemen yang komplek. Semoga pelaksaan ibadah haji tahun ini bisa berjalan dengan lancar, semua bisa beribadah dengan nyaman dan khusyuk dan menjadi ibadah haji yang mambrur, sebaliknya yang belum haji semoga segera dipanggil sebagai tamu Allah bisa melaksanakan ibadah haji. Amin,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Kumpulan Khutbah Iduladha 2025 Bertema Hikmah Qurban hingga Haji Mabrur

    Kumpulan Khutbah Iduladha 2025 Bertema Hikmah Qurban hingga Haji Mabrur

    Jakarta: Khutbah termasuk salah satu rangkaian ibadah salat Iduladha. Keberadaan khutbah dalam salat Id menjadi penanda bahwa shalat tersebut ada pada momen yang penting.

    Umumnya khutbah Iduladha menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kisah ini menjadi inti dari perayaan Idul Adha dan menjadi pelajaran penting tentang ketaatan dan pengorbanan kepada Allah SWT.

    Namun, khutbah Iduladha juga membahas tentang ibadah Haji. Termasuk tentang nilai-nilai dari rukun Islam kelima tersebut.
    Khutbah Iduladha 2025

    Berikut ini kumpulan khutbah Iduladha 2025 seperti Medcom rangkum dari laman resmi Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
    Khutbah 1
    Berqurban Untuk Menjadi Pribadi Paripurna

    (Oleh: M. Mahlani, S.Ag., M.Pd Sumber: Kemenag Kota Yogyakarta)

    Muslimin-muslimat, jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah
    subhanahu wata’ala …

    Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, di pagi hari ini, Jum’at,10 Dzulhijjah 1446/6 Juni 2025, kita baru saja menunaikan sholat sunah ‘Idul Adha dua raka’at sebagai ungkapan rasa syukur, sekaligus sebagai wujud ketaatan, kepasrahan dan pengabdian diri kita kepada Allah Subhanahu wata’ala, Dzat yang telah memberikan sekian banyak kenikmatan…kesehatan, kesempatan dan berbagai kemudahan dalam mencari penghidupan (ma’isyah) tanpa batas.

    Sholawat – salam semoga selalu dilimpahkan, dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarganya, para shahabat, tabi’it-tabi’in dan seluruh ummatnya hingga hari akhir nanti.
     

    Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah

    ‘Idul Adha, yang kita rayakan hari ini, selalu menjadi momen spesial bagi umat Islam sedunia. Setidaknya ada dua peristiwa utama di hari raya ‘Iedul Adha, atau riyoyo besar ini, yaitu ibadah haji dan ibadah kurban atau penyembelihan hewan kurban. Tepat tanggal 10 Dzulhijjah, saudara-saudara kita yang menunaikan ibadah haji, sedang berada di Mina, melakukan salah satu rukun haji, yaitu lempar jumrah, setelah semalam bermalam di Muzdalifah yang sebelumnya, tanggal 9 Dzulhijjah menunaikan ibadah paling menentukan 
    syah-tidaknya ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah.
    Surat Al Hajj

    “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
    kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
    segenap penjuru yang jauh”. (QS. Al Hajj: 27)

    Para jamaah haji ini sedang menunaikan rukun Islam ke-5 ini sedang melakukan “Muktamar Akbar”, memenuhi panggilan suci dari Allah Subhanahu wata’ala. Para tamu Allah ini sedang melakukan transendensi diri untuk menjadi manusia paripurna, yaitu menjadi kaum menjadi kaum Abrar (seperti doa yang dipanjatkan bagi setiap orang yang berhaji, yaitu hajjan mabruura – menjadi mabrur).

    Menjadi kaum Abrar, artinya menjadi pribadi yang telah bebas dari kendala diri (internal) dan kandala alam (eksternal). Bebas dari kendali diri artinya, mereka dapat memiliki kecakapan emosi yang baik; mantap kesadaran dirinya, mampu menata/mengendalikan diri secara efektif, mampu menjaga kestabilan motivasi, empati dan keterampilan sosial yang baik. Malas, egois, iri, dengki, suka menunda-nunda pekerjaan, lalai/abai terhadap kewajiban, putus asa dan sebagainya merupakan bagian dari contoh kendala diri yang kadang dialami setiap diri, tidak terkecuali saudara-saudara kita yang sedang berhaji.

    Sedangkan bebas dari kendala alam (eksternal) artinya pikiran, sikap dan perilakunya tidak lagi dikendalikan oleh budaya, gaya hidup, teknologi dan sebagainya yang berkembang di masyarakat.

    Jamaah Idul Adha Rahimakumullah…
    Menjadi kaum Abrar (mabrur), artinya menjadi pribadi yang berkelimpahan; kokoh imannya, kesadaran diri dan motivasi yang kuat, tertib ibadahnya, kaya hati, sabar, peduli kepada nasib orang lain, dan berani berkorban sebagaimana pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam. (Al Baqarah: 177) : Iman kepada
    Allah…Memberi sebagian harta kepada karib-kerabat, anak yatim, orang miskin,
    menunaikan sholat, zakat, menepati janji, sabar/kontrol diri yang baik dan sebagainya.

    Di sinilah pertautan ibadah haji dengan peristiwa besar kedua dalam perayaanIdul Adha, yaitu ibadah Qurban. Bahwa ibadah Qurban yang kita tunaikan hari ini merupakan wujud “partisipasi spiritual” dalam hubungannya dengan ibadah haji.

    Artinya bahwa ibadah haji itu hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu (istitha’ah), mampu secara ekonomi, juga mampu dan aman untuk melakukan perjalanan ke tanah suci, Tetapi karena faktor keterbatasan kesempatan (quota jumlah jamaah), serta bisa jadi ada sebagian dari kita yang belum mampu dan belum atau tidak ada kesempatan menunaikan ibadah haji, maka dituntunkan/disyariatkan melakukan ibadah qurban di tempatnya masing-masing.

    Bahwa ibadah korban yang dilakukan dengan menyembelih hewan qurban, ini menggambarkan aktifitas yang menunjukkan kesetiaan atau mengandung makna kebaktian. Keberanian menunaikan ibadah qurban, juga sebagai wujud dari kesempurnaan diri yang kita persembahkan untuk menunjukkan pengagungan dan kebaktian kepada Allah Subhanahu wata’ala.

    Menunaikan ibadah qurban yang kita lakukan hari ini merupakan bagian dari ketaatan atas perintah Allah Subhanahu wata’ala.

    Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
    dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang
    yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al Kautsar: 1-3)
    Jamaah ‘Idul Adha yang dirahmati Allah
    Prosesi penyembelihan hewan qurban itu, merupakan ibadah yang memiliki
    beberapa pelajaran penting.
    1. Sebagai ibadah atas kecintaan kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Bahwa ibadah qurban itu sebagai wujud kecintaan kepada Allah yang melebihi kecintaan kita terhadap harta dunia apapun wujudnya dan seberapapun banyaknya.
    2. Sebagai gambaran keberanian kita untuk menyembelih atau memutus segala bentuk ego ke “aku” an yang bisa saja muncul pada pribadi kita. Menyembelih binatang/hewan qurban ini menjadi gambaran sederhana bahwa kita sedang mengendalikan ego kita, menghilangkan sifat-sifat kebinatangan yang bisa jadi kadang atau malah sering muncul dalam diri kita, seperti: kesombongan, ketamakan, kesewenang-wenangan, ambisi yang dikendalikan oleh hawa nafsu dan sebagainya.
    3. Ibadah qurban mengajarkan pentingnya empati dan perhatian serius pada hewan/binatang. Bahwa memperlakukan hewan itu ada adab yang harus dijaga dan dilakukan. Saat kita menunaikan ibadah qurban, maka kita harus memahami bahwa hewan yang kita jadikan qurban juga makhluk Allah Subhanahu wata’ala, yang juga memiliki hak-haknya, seperti halnya kita makhluk manusia.

    Ini artinya bahwa melalui ibadah korban, kita belajar untuk memahami rasa sakit dan penderitaan makhluk lain. Harapanya, kita dapat merasakan kebutuhan kepedulian terhadap mereka. Pemahaman dan sikap ini penting dalam rangka untuk mengembangkan sifat empati dan memperlakukan semua makhluk Allah dan tata lingkungan/ekologi di sekitarnya dengan penuh tanggungjawab dan bijaksana.

    Jamaah Idul Adha, muslimin-muslimat yang berbahagia Perayaan hari raya Idul Qurban tahun ini, harapannya kita dapat terus belajar menjadi pribadi paripurna, pribadi yang semakin tulus dalam beribadah, memiliki kesadaran tinggi untuk belajar dari sejarah, belajar menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, seperti halnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam yang dijuluki Awwahun halim.

    Kamu bisa mengunduh versi lengkap khutbah ini di tautan ini.

    Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah: 24)

    Setiap orang ada kecenderungan menyenangi harta, anak, jabatan, popularitas dan sebagainya, ini tentu diperbolehkan, karena hal yang demikian itu merupakan bagian dari sunnatullah, itu bagian dari sifat kemanusiaan kita.

    “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran: 14)

    Tetapi, kita harus ingat dan sadar bahwa kesenangan pada harta atau materi lainnya itu harus ada batasnya. Semua yang kita miliki tidak ada yang abadi, termasuk jazad kita ini juga cepat atau lambat akan kembali ke asal-muasalnya, yaitu tanah.

    Lantas apa yang kita banggakan hari ini dari badan kita ini? Kekuatan, kecantikan, ketampanan, popularitas, jabatan dan lain-lainnya? Semua itu ada limit waktunya.
    Semuanya akan selesai di saat takdir ajal/kematian telah tiba.

    Semoga, kita semua yang menunaikan ibadah Qurban tahun ini, tetap dapat menjaga niat, tulus-ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah Subhanahu wata’ala.

    Sementara yang belum berkesempatan, semoga tetap dapat menikmati daging qurban dengan rasa syukur – seberapapun adanya dan semoga di tahun-tahun mendatang masih ada kesempatan dan dimudahkan untuk dapat menunaikanya.

    Semoga kita semua dapat menjadi pribadi paripurna, pribadi yang akan mendapatkan jaminan keselamatan dan kemuliaan dunia-akhirat. Untuk versi lengkap khutbah ini kamu bisa mengunduhnya melalui di sini.
    Khutbah 2

    Haji Mabrur Itu Berkualitas Transformatif

    (Oleh: Agus Saeful Bahri, S.Ag, M.S.I  Sumber: Kemenag Kota Yogyakarta)

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia

    Dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, hari ini kita dapat merayakan Idul Adha, dinamakan pula Idul Qurban, „Idun Nahr, dan Idul Akbar. Hari raya yang menekankan semangat sosial dan berkorban.

    Pagi ini saat kita berkumpul di lapangan/Masjid ini, saudara-saudara kitakaum muslimin yang sedang menunaikan rukun Islam yang kelima di tanah suci Mekah, dengan berbaik sangka berhusnudzhan kepada Allah SWT mereka berharap dan kita doakan hajinya diterima Allah sehingga mereka meraih kualitas haji mabrur.

    Aamiin ya mujiibas saailiin.

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia Seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji dan dikualifikasikan atau digolongkan sebagai haji mabrur itu dicirikan dengan 2 (dua) hal. Pertama, membagikan makanan, dan kedua menebarkan salam. Hal ini ditegaskan dalam salah satu hadis ketika Nabi saw bersabda bahwa kualitas haji mabrur hanya pantas berbalaskan surga kemudian seorang sahabat bernama Jabir bertanya kepadanya:
    ”Wahai Nabi Allah apa haji mabrur itu?” Rosulullah saw pun menjawab:”haji mabrur
    adalah ith’am ath-tha’aam dan ifsya as-salaam.

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia Dalam Islam praktek ritual ibadah tidak sebatas pengikat hubungan hamba dan Tuhannya, tetapi menuntut pembuktian dalam kehidupan sehari-hari sebagai ciri makhluk yang tidak bisa terlepas dari keterikatan dengan lingkungannya baik manusia, hewan, dan semesta alam seluruhnya.

    Berdasarkan hadis tersebut di atas secara normatif seseorang yang telah menunaikan ibadah haji dan dikategorikan mencapai kualitas haji mabrur ketika dirinya senantiasa mampu berbagi makanan dan mengucapkan salam (assalamu’alaikum) kepada orang lain yang dikenal maupun tidak dikenal. Tetapi apakah pengertiannya sebatas itu? Dalam kesempatan khutbah yang singkat ini saya akan menguraikan satu ciri saja dari kualitas haji mabrur dimaksud yaitu ith’aam aththa’aam.

    Kata “ith’aam ath-tha’aam” terdiri dari 2 (dua) kata yang berasal dari akar kata yang sama yaitu “tha’ama. Dan makna frase tersebut secara bahasa adalah memberikan segala sesuatu yang dapat dimakan untuk menghidupi dan menopang badan. Secara istilah dalam persfektif fiqih bermakna memberikan makan dalam jumlah tertentu dan berbeda kepada fakir miskin sesuai dengan kebutuhan. 

    Dalam pemaknaan moderan ith’aam ath-tha’aam diartikan sebagai kepedulian sosial. Adalah tidak keliru jika alumni haji apabila ingin meraih kemabruran dia senantiasa berbagi makanan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hanya saja kiranya perlu difikirkan kembali bahwa aksi “berbagi makanan (ith’aam ath-tha’aam)” tidak saja bermakna harpiah membagikan makanan yang siap disantap tetapi juga menjadi sebuah gerakan pemberdayaan yang tepat sasaran dan menjadi solusi bagi persoalan persoalan sosial yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat termasuk para alumni haji.

    Pun dalam konteks penyembelihan hewan qurban yang dilakukan oleh orangorang yang tidak berangkat haji, juga ditemukan anjuran yang sama yang disampaikan oleh Rosulullah saw terkait daging hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada orangorang miskin bahkan yang berada jauh di wilayah tempat tinggal shohibul qurban. Nabi saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari „Aisiyah radiyallahuanha:

    Innamaa nahaitukum min ajli ad-daappati al-latii daffat ‘alaikum fakuluu wa
    tashoddaquu wa ad-dakhoruu ya’ni’bi ad-daappati qauman masaakiina qadimuu almadiinata

    “Saya melarang kalian karena adanya orang-orang yang datang. Makanlah daging tersebut, sedekahkanlah dan simpanlah sisanya, untuk diberikan kepada kaum miskin yang datang ke madinah”.

    Dua bentuk ibadah yang berbeda tetapi outcome yang diharapakannya sama yaitu pribadi-pribadi yang melaksanaan kedua ibadah tersebut menjadi pribadi yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi bahkan mampu melakukan transformasi (perubahan) yang berdampak baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

    Sebagai misal karakter ith’aam ath-tha’am diwujudkan dalam penghimpunan dana secara rutin setiap bulan dari para alumni haji kemudian bersinergi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya baik pemerintah, civil society atau ormas keagamaan, dan kelompok masyarakat lainnya dengan menyelenggarakan kegiatankegiatan atau memperkuat daya dorong dan daya jangkau program-program terutama yang sedang dikerjakan oleh pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting seperti pemenuhan gizi keluarga baik yang bersifat kuratif (pengobatan) maupun preventif (pencegahan). Bisa juga dengan membiayai kegiatan pelatihan keterampilan bagi orang-orang yang tidak mempunyai penghasilan tetap atau bahkan menganggur seperti cukur rambut, kemudian diberikan modal untuk membuka usahanya sendiri sehingga bisa hidup mandiri bahkan bisa menghidupi keluarganya, maka cara ini merupakan bagian dari ith’aam ath-tha’aam yang dapat menghantarkan ke surga.

    Karena itu manakala seorang pulang haji lalu dia berusaha untuk memberdayakan orang di sekitarnya dengan harta atau keahlian yang dimilikinya termasuk bagian dari ith’aam ath-tha’aam, memberikan kail untuk memancing penghasilan sehingga beroleh makanan kemandirian, dan hal itu akan menambah keberkahan rejeki yang diperolehnya (ma naqasha maalun min shodaqotin bal yazdad, tidak akan berkurang harta karena sedekah sebaliknya akan bertambah). Perlu disadari juga terutama para alumni haji yang kaya, uangnya yang berlebih itu semestinya tidak dibayarkannya untuk melakukan haji yang kesekian kalinya tapi dia investasikan, misalnya untuk membiayai dana pendidikan siswa miskin, mahasiswa miskin sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan lahir generasi anak bangsa dan keluarga yang cerdas dan terbebas dari kemiskinan. Itulah yang dimaksud dengan ith’aam ath-tha’aam.

    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia
    Salah satu cerita shufi malah menyebutkan bahwa kemabruran haji itu dapat diperoleh dengan tidak berhaji. Itu diturunkan pertamakali oleh Abdullah bin Mubarak dalam kisahnya bahwa dia diberitahu pada suatu tahun orang berhaji demikian melimpah ruah tetapi yang diterima hajinya sebagai haji mabrur oleh Allah SWT hanya beberapa gelintir orang saja. Diantara yang sedikit itu adalah seorang yang tidak pergi haji tetapi tercatat di sisi Allah seorang yang meraih haji mabrur. Dicarilah orang itu berhari-hari oleh Abdullah bin Mubarak. Tatkala ditemukan sang peraih haji hanya merasa aneh bagaimana mungkin ia meraih kemabruran tanpa berhaji? 

    Setelah didesak oleh Abdullah bin Mubarak apa yang dilakukannya selama musim haji tahun itu. Dia berkata,”saya tidak pergi haji tapi saya nyaris pergi haji. Saya kumpulkan
    uang puluhan tahun untuk pergi haji dan saya hendak pergi haji tahun ini. Ketika hendak berangkat haji saya diberitahu bahwa tetangga-tetangga saya yang miskin itu ditimpa musibah penyakit mewabah. Saya pun batalkan pergi haji saya berikan uang yang semula untuk pergi haji itu buat pengobatan dan makanan saudara-saudara saya yang miskin itu.

    Cerita di atas bukanlah hadis Nabi saw, tetapi spirit cerita itu mendapatkan dukungan ayat al-Qur?an surah al-Baqarah (2) ayat 177 ketika Allah berfirman:

    Bukanlah mengahadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;dan (memerdekakan) hamba sahaya,mendidirkan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

    Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Sebagaimana diketahui kata mabrur seakar dengan kata al-birru yang disebutkan ayat di atas. Mabrur berasal dari kata barra yabirru birran fahuwa baarun wadzaaka mabruurun. Jika al-birru itu dimaknai sebagai kebajikan maka mabrur itu orang yang diluruskan oleh Alah hatinya untuk senantiasa dalam kebajikan. Ayat di atas sama sekali tidak menyebutkan menyebutkan kata haji tetapi ayat di atas menyebutkan bahwa kebajikan, keimanan, mendermakan harta terbaik kepada sesama, menegakkan shalat, tunaikan zakat secara istiqamah, memelihara janji, senantiasa bersabar saat diuji Allah sebagai orang yang benar imannya yang mereka dilabeli orang yang bertaqwa. 

    Jika saat orang yang berhaji disuruh Allah untuk berbekal taqwa, orang pelaku kebajikan ini sudah dicap muttaqin oleh Allah. Dalam konteks inilah bagi siapapun yang tidak pergi haji atau bukan alumni dapat berkontribusi dalam perubahan menuju peradaban yang berlandaskan pada kepedulian sehingga terjadi perbaikan sosial. Wallahu a’lam bish showab. Dari keseluruhan urain di atas kiranya terjelaskan bahwa haji mabrur adalah haji dengan kualitas transformatif. Yaitu kualitas haji seseorang yang di dalam dirinya ada nilai-nilai perubahan menuju perbaikan. Suatu kualitas yang diperlukan oleh bangsa ini.

    Kamu bisa mengunduh khutbah Iduladha 2025 PDF lainnya di tautan ini.

    Jakarta: Khutbah termasuk salah satu rangkaian ibadah salat Iduladha. Keberadaan khutbah dalam salat Id menjadi penanda bahwa shalat tersebut ada pada momen yang penting.
     
    Umumnya khutbah Iduladha menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kisah ini menjadi inti dari perayaan Idul Adha dan menjadi pelajaran penting tentang ketaatan dan pengorbanan kepada Allah SWT.
     
    Namun, khutbah Iduladha juga membahas tentang ibadah Haji. Termasuk tentang nilai-nilai dari rukun Islam kelima tersebut.
    Khutbah Iduladha 2025

    Berikut ini kumpulan khutbah Iduladha 2025 seperti Medcom rangkum dari laman resmi Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Khutbah 1

    Berqurban Untuk Menjadi Pribadi Paripurna

    (Oleh: M. Mahlani, S.Ag., M.Pd Sumber: Kemenag Kota Yogyakarta)
     
    Muslimin-muslimat, jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah
    subhanahu wata’ala …
     
    Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, di pagi hari ini, Jum’at,10 Dzulhijjah 1446/6 Juni 2025, kita baru saja menunaikan sholat sunah ‘Idul Adha dua raka’at sebagai ungkapan rasa syukur, sekaligus sebagai wujud ketaatan, kepasrahan dan pengabdian diri kita kepada Allah Subhanahu wata’ala, Dzat yang telah memberikan sekian banyak kenikmatan…kesehatan, kesempatan dan berbagai kemudahan dalam mencari penghidupan (ma’isyah) tanpa batas.
     
    Sholawat – salam semoga selalu dilimpahkan, dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarganya, para shahabat, tabi’it-tabi’in dan seluruh ummatnya hingga hari akhir nanti.
     

     
    Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah
     
    ‘Idul Adha, yang kita rayakan hari ini, selalu menjadi momen spesial bagi umat Islam sedunia. Setidaknya ada dua peristiwa utama di hari raya ‘Iedul Adha, atau riyoyo besar ini, yaitu ibadah haji dan ibadah kurban atau penyembelihan hewan kurban. Tepat tanggal 10 Dzulhijjah, saudara-saudara kita yang menunaikan ibadah haji, sedang berada di Mina, melakukan salah satu rukun haji, yaitu lempar jumrah, setelah semalam bermalam di Muzdalifah yang sebelumnya, tanggal 9 Dzulhijjah menunaikan ibadah paling menentukan 
    syah-tidaknya ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah.
    Surat Al Hajj
     
    “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
    kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
    segenap penjuru yang jauh”. (QS. Al Hajj: 27)
     
    Para jamaah haji ini sedang menunaikan rukun Islam ke-5 ini sedang melakukan “Muktamar Akbar”, memenuhi panggilan suci dari Allah Subhanahu wata’ala. Para tamu Allah ini sedang melakukan transendensi diri untuk menjadi manusia paripurna, yaitu menjadi kaum menjadi kaum Abrar (seperti doa yang dipanjatkan bagi setiap orang yang berhaji, yaitu hajjan mabruura – menjadi mabrur).
     
    Menjadi kaum Abrar, artinya menjadi pribadi yang telah bebas dari kendala diri (internal) dan kandala alam (eksternal). Bebas dari kendali diri artinya, mereka dapat memiliki kecakapan emosi yang baik; mantap kesadaran dirinya, mampu menata/mengendalikan diri secara efektif, mampu menjaga kestabilan motivasi, empati dan keterampilan sosial yang baik. Malas, egois, iri, dengki, suka menunda-nunda pekerjaan, lalai/abai terhadap kewajiban, putus asa dan sebagainya merupakan bagian dari contoh kendala diri yang kadang dialami setiap diri, tidak terkecuali saudara-saudara kita yang sedang berhaji.
     
    Sedangkan bebas dari kendala alam (eksternal) artinya pikiran, sikap dan perilakunya tidak lagi dikendalikan oleh budaya, gaya hidup, teknologi dan sebagainya yang berkembang di masyarakat.
     
    Jamaah Idul Adha Rahimakumullah…
    Menjadi kaum Abrar (mabrur), artinya menjadi pribadi yang berkelimpahan; kokoh imannya, kesadaran diri dan motivasi yang kuat, tertib ibadahnya, kaya hati, sabar, peduli kepada nasib orang lain, dan berani berkorban sebagaimana pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam. (Al Baqarah: 177) : Iman kepada
    Allah…Memberi sebagian harta kepada karib-kerabat, anak yatim, orang miskin,
    menunaikan sholat, zakat, menepati janji, sabar/kontrol diri yang baik dan sebagainya.
     
    Di sinilah pertautan ibadah haji dengan peristiwa besar kedua dalam perayaanIdul Adha, yaitu ibadah Qurban. Bahwa ibadah Qurban yang kita tunaikan hari ini merupakan wujud “partisipasi spiritual” dalam hubungannya dengan ibadah haji.
     
    Artinya bahwa ibadah haji itu hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu (istitha’ah), mampu secara ekonomi, juga mampu dan aman untuk melakukan perjalanan ke tanah suci, Tetapi karena faktor keterbatasan kesempatan (quota jumlah jamaah), serta bisa jadi ada sebagian dari kita yang belum mampu dan belum atau tidak ada kesempatan menunaikan ibadah haji, maka dituntunkan/disyariatkan melakukan ibadah qurban di tempatnya masing-masing.
     
    Bahwa ibadah korban yang dilakukan dengan menyembelih hewan qurban, ini menggambarkan aktifitas yang menunjukkan kesetiaan atau mengandung makna kebaktian. Keberanian menunaikan ibadah qurban, juga sebagai wujud dari kesempurnaan diri yang kita persembahkan untuk menunjukkan pengagungan dan kebaktian kepada Allah Subhanahu wata’ala.
     
    Menunaikan ibadah qurban yang kita lakukan hari ini merupakan bagian dari ketaatan atas perintah Allah Subhanahu wata’ala.
     
    Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
    dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang
    yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al Kautsar: 1-3)
    Jamaah ‘Idul Adha yang dirahmati Allah
    Prosesi penyembelihan hewan qurban itu, merupakan ibadah yang memiliki
    beberapa pelajaran penting.
    1. Sebagai ibadah atas kecintaan kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Bahwa ibadah qurban itu sebagai wujud kecintaan kepada Allah yang melebihi kecintaan kita terhadap harta dunia apapun wujudnya dan seberapapun banyaknya.
    2. Sebagai gambaran keberanian kita untuk menyembelih atau memutus segala bentuk ego ke “aku” an yang bisa saja muncul pada pribadi kita. Menyembelih binatang/hewan qurban ini menjadi gambaran sederhana bahwa kita sedang mengendalikan ego kita, menghilangkan sifat-sifat kebinatangan yang bisa jadi kadang atau malah sering muncul dalam diri kita, seperti: kesombongan, ketamakan, kesewenang-wenangan, ambisi yang dikendalikan oleh hawa nafsu dan sebagainya.
    3. Ibadah qurban mengajarkan pentingnya empati dan perhatian serius pada hewan/binatang. Bahwa memperlakukan hewan itu ada adab yang harus dijaga dan dilakukan. Saat kita menunaikan ibadah qurban, maka kita harus memahami bahwa hewan yang kita jadikan qurban juga makhluk Allah Subhanahu wata’ala, yang juga memiliki hak-haknya, seperti halnya kita makhluk manusia.
     
    Ini artinya bahwa melalui ibadah korban, kita belajar untuk memahami rasa sakit dan penderitaan makhluk lain. Harapanya, kita dapat merasakan kebutuhan kepedulian terhadap mereka. Pemahaman dan sikap ini penting dalam rangka untuk mengembangkan sifat empati dan memperlakukan semua makhluk Allah dan tata lingkungan/ekologi di sekitarnya dengan penuh tanggungjawab dan bijaksana.
     
    Jamaah Idul Adha, muslimin-muslimat yang berbahagia Perayaan hari raya Idul Qurban tahun ini, harapannya kita dapat terus belajar menjadi pribadi paripurna, pribadi yang semakin tulus dalam beribadah, memiliki kesadaran tinggi untuk belajar dari sejarah, belajar menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, seperti halnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam yang dijuluki Awwahun halim.
     
    Kamu bisa mengunduh versi lengkap khutbah ini di tautan ini.
     
    Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah: 24)
     
    Setiap orang ada kecenderungan menyenangi harta, anak, jabatan, popularitas dan sebagainya, ini tentu diperbolehkan, karena hal yang demikian itu merupakan bagian dari sunnatullah, itu bagian dari sifat kemanusiaan kita.
     
    “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran: 14)
     
    Tetapi, kita harus ingat dan sadar bahwa kesenangan pada harta atau materi lainnya itu harus ada batasnya. Semua yang kita miliki tidak ada yang abadi, termasuk jazad kita ini juga cepat atau lambat akan kembali ke asal-muasalnya, yaitu tanah.
     
    Lantas apa yang kita banggakan hari ini dari badan kita ini? Kekuatan, kecantikan, ketampanan, popularitas, jabatan dan lain-lainnya? Semua itu ada limit waktunya.
    Semuanya akan selesai di saat takdir ajal/kematian telah tiba.
     
    Semoga, kita semua yang menunaikan ibadah Qurban tahun ini, tetap dapat menjaga niat, tulus-ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah Subhanahu wata’ala.
     
    Sementara yang belum berkesempatan, semoga tetap dapat menikmati daging qurban dengan rasa syukur – seberapapun adanya dan semoga di tahun-tahun mendatang masih ada kesempatan dan dimudahkan untuk dapat menunaikanya.
     
    Semoga kita semua dapat menjadi pribadi paripurna, pribadi yang akan mendapatkan jaminan keselamatan dan kemuliaan dunia-akhirat. Untuk versi lengkap khutbah ini kamu bisa mengunduhnya melalui di sini.

    Khutbah 2

    Haji Mabrur Itu Berkualitas Transformatif
     
    (Oleh: Agus Saeful Bahri, S.Ag, M.S.I  Sumber: Kemenag Kota Yogyakarta)
     
    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia
     
    Dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, hari ini kita dapat merayakan Idul Adha, dinamakan pula Idul Qurban, „Idun Nahr, dan Idul Akbar. Hari raya yang menekankan semangat sosial dan berkorban.
     
    Pagi ini saat kita berkumpul di lapangan/Masjid ini, saudara-saudara kitakaum muslimin yang sedang menunaikan rukun Islam yang kelima di tanah suci Mekah, dengan berbaik sangka berhusnudzhan kepada Allah SWT mereka berharap dan kita doakan hajinya diterima Allah sehingga mereka meraih kualitas haji mabrur.
     
    Aamiin ya mujiibas saailiin.
     
    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia Seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji dan dikualifikasikan atau digolongkan sebagai haji mabrur itu dicirikan dengan 2 (dua) hal. Pertama, membagikan makanan, dan kedua menebarkan salam. Hal ini ditegaskan dalam salah satu hadis ketika Nabi saw bersabda bahwa kualitas haji mabrur hanya pantas berbalaskan surga kemudian seorang sahabat bernama Jabir bertanya kepadanya:
    ”Wahai Nabi Allah apa haji mabrur itu?” Rosulullah saw pun menjawab:”haji mabrur
    adalah ith’am ath-tha’aam dan ifsya as-salaam.
     
    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia Dalam Islam praktek ritual ibadah tidak sebatas pengikat hubungan hamba dan Tuhannya, tetapi menuntut pembuktian dalam kehidupan sehari-hari sebagai ciri makhluk yang tidak bisa terlepas dari keterikatan dengan lingkungannya baik manusia, hewan, dan semesta alam seluruhnya.
     
    Berdasarkan hadis tersebut di atas secara normatif seseorang yang telah menunaikan ibadah haji dan dikategorikan mencapai kualitas haji mabrur ketika dirinya senantiasa mampu berbagi makanan dan mengucapkan salam (assalamu’alaikum) kepada orang lain yang dikenal maupun tidak dikenal. Tetapi apakah pengertiannya sebatas itu? Dalam kesempatan khutbah yang singkat ini saya akan menguraikan satu ciri saja dari kualitas haji mabrur dimaksud yaitu ith’aam aththa’aam.
     
    Kata “ith’aam ath-tha’aam” terdiri dari 2 (dua) kata yang berasal dari akar kata yang sama yaitu “tha’ama. Dan makna frase tersebut secara bahasa adalah memberikan segala sesuatu yang dapat dimakan untuk menghidupi dan menopang badan. Secara istilah dalam persfektif fiqih bermakna memberikan makan dalam jumlah tertentu dan berbeda kepada fakir miskin sesuai dengan kebutuhan. 
     
    Dalam pemaknaan moderan ith’aam ath-tha’aam diartikan sebagai kepedulian sosial. Adalah tidak keliru jika alumni haji apabila ingin meraih kemabruran dia senantiasa berbagi makanan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hanya saja kiranya perlu difikirkan kembali bahwa aksi “berbagi makanan (ith’aam ath-tha’aam)” tidak saja bermakna harpiah membagikan makanan yang siap disantap tetapi juga menjadi sebuah gerakan pemberdayaan yang tepat sasaran dan menjadi solusi bagi persoalan persoalan sosial yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat termasuk para alumni haji.
     
    Pun dalam konteks penyembelihan hewan qurban yang dilakukan oleh orangorang yang tidak berangkat haji, juga ditemukan anjuran yang sama yang disampaikan oleh Rosulullah saw terkait daging hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada orangorang miskin bahkan yang berada jauh di wilayah tempat tinggal shohibul qurban. Nabi saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari „Aisiyah radiyallahuanha:
     
    Innamaa nahaitukum min ajli ad-daappati al-latii daffat ‘alaikum fakuluu wa
    tashoddaquu wa ad-dakhoruu ya’ni’bi ad-daappati qauman masaakiina qadimuu almadiinata
     
    “Saya melarang kalian karena adanya orang-orang yang datang. Makanlah daging tersebut, sedekahkanlah dan simpanlah sisanya, untuk diberikan kepada kaum miskin yang datang ke madinah”.
     
    Dua bentuk ibadah yang berbeda tetapi outcome yang diharapakannya sama yaitu pribadi-pribadi yang melaksanaan kedua ibadah tersebut menjadi pribadi yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi bahkan mampu melakukan transformasi (perubahan) yang berdampak baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
     
    Sebagai misal karakter ith’aam ath-tha’am diwujudkan dalam penghimpunan dana secara rutin setiap bulan dari para alumni haji kemudian bersinergi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya baik pemerintah, civil society atau ormas keagamaan, dan kelompok masyarakat lainnya dengan menyelenggarakan kegiatankegiatan atau memperkuat daya dorong dan daya jangkau program-program terutama yang sedang dikerjakan oleh pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting seperti pemenuhan gizi keluarga baik yang bersifat kuratif (pengobatan) maupun preventif (pencegahan). Bisa juga dengan membiayai kegiatan pelatihan keterampilan bagi orang-orang yang tidak mempunyai penghasilan tetap atau bahkan menganggur seperti cukur rambut, kemudian diberikan modal untuk membuka usahanya sendiri sehingga bisa hidup mandiri bahkan bisa menghidupi keluarganya, maka cara ini merupakan bagian dari ith’aam ath-tha’aam yang dapat menghantarkan ke surga.
     
    Karena itu manakala seorang pulang haji lalu dia berusaha untuk memberdayakan orang di sekitarnya dengan harta atau keahlian yang dimilikinya termasuk bagian dari ith’aam ath-tha’aam, memberikan kail untuk memancing penghasilan sehingga beroleh makanan kemandirian, dan hal itu akan menambah keberkahan rejeki yang diperolehnya (ma naqasha maalun min shodaqotin bal yazdad, tidak akan berkurang harta karena sedekah sebaliknya akan bertambah). Perlu disadari juga terutama para alumni haji yang kaya, uangnya yang berlebih itu semestinya tidak dibayarkannya untuk melakukan haji yang kesekian kalinya tapi dia investasikan, misalnya untuk membiayai dana pendidikan siswa miskin, mahasiswa miskin sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan lahir generasi anak bangsa dan keluarga yang cerdas dan terbebas dari kemiskinan. Itulah yang dimaksud dengan ith’aam ath-tha’aam.
     
    Hadirin kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia
    Salah satu cerita shufi malah menyebutkan bahwa kemabruran haji itu dapat diperoleh dengan tidak berhaji. Itu diturunkan pertamakali oleh Abdullah bin Mubarak dalam kisahnya bahwa dia diberitahu pada suatu tahun orang berhaji demikian melimpah ruah tetapi yang diterima hajinya sebagai haji mabrur oleh Allah SWT hanya beberapa gelintir orang saja. Diantara yang sedikit itu adalah seorang yang tidak pergi haji tetapi tercatat di sisi Allah seorang yang meraih haji mabrur. Dicarilah orang itu berhari-hari oleh Abdullah bin Mubarak. Tatkala ditemukan sang peraih haji hanya merasa aneh bagaimana mungkin ia meraih kemabruran tanpa berhaji? 
     
    Setelah didesak oleh Abdullah bin Mubarak apa yang dilakukannya selama musim haji tahun itu. Dia berkata,”saya tidak pergi haji tapi saya nyaris pergi haji. Saya kumpulkan
    uang puluhan tahun untuk pergi haji dan saya hendak pergi haji tahun ini. Ketika hendak berangkat haji saya diberitahu bahwa tetangga-tetangga saya yang miskin itu ditimpa musibah penyakit mewabah. Saya pun batalkan pergi haji saya berikan uang yang semula untuk pergi haji itu buat pengobatan dan makanan saudara-saudara saya yang miskin itu.
     
    Cerita di atas bukanlah hadis Nabi saw, tetapi spirit cerita itu mendapatkan dukungan ayat al-Qur?an surah al-Baqarah (2) ayat 177 ketika Allah berfirman:
     
    Bukanlah mengahadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;dan (memerdekakan) hamba sahaya,mendidirkan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
     
    Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Sebagaimana diketahui kata mabrur seakar dengan kata al-birru yang disebutkan ayat di atas. Mabrur berasal dari kata barra yabirru birran fahuwa baarun wadzaaka mabruurun. Jika al-birru itu dimaknai sebagai kebajikan maka mabrur itu orang yang diluruskan oleh Alah hatinya untuk senantiasa dalam kebajikan. Ayat di atas sama sekali tidak menyebutkan menyebutkan kata haji tetapi ayat di atas menyebutkan bahwa kebajikan, keimanan, mendermakan harta terbaik kepada sesama, menegakkan shalat, tunaikan zakat secara istiqamah, memelihara janji, senantiasa bersabar saat diuji Allah sebagai orang yang benar imannya yang mereka dilabeli orang yang bertaqwa. 
     
    Jika saat orang yang berhaji disuruh Allah untuk berbekal taqwa, orang pelaku kebajikan ini sudah dicap muttaqin oleh Allah. Dalam konteks inilah bagi siapapun yang tidak pergi haji atau bukan alumni dapat berkontribusi dalam perubahan menuju peradaban yang berlandaskan pada kepedulian sehingga terjadi perbaikan sosial. Wallahu a’lam bish showab. Dari keseluruhan urain di atas kiranya terjelaskan bahwa haji mabrur adalah haji dengan kualitas transformatif. Yaitu kualitas haji seseorang yang di dalam dirinya ada nilai-nilai perubahan menuju perbaikan. Suatu kualitas yang diperlukan oleh bangsa ini.
     
    Kamu bisa mengunduh khutbah Iduladha 2025 PDF lainnya di tautan ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)

  • Skema Murur dan Tanazul Dimatangkan untuk Urai Kepadatan Jemaah Haji di Muzdalifah dan Mina

    Skema Murur dan Tanazul Dimatangkan untuk Urai Kepadatan Jemaah Haji di Muzdalifah dan Mina

    Bisnis.com, MAKKAH – Kementerian Agama (Kemenag) mematangkan persiapan pelaksanaan skema murur dan tanazul untuk mengurai kepadatan jemaah haji saat puncak ibadah di Muzdalifah dan Mina. Di Arafah, pemerintah juga telah menyiapkan skema safari wukuf untuk sekitar 500 jemaah lansia, penyandang disabilitas, dan penderita komorbid.

    Dirjen Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kementeriaan Agama Hilman Latief mengatakan murur dan tanazul merupakan upaya pemerintah untuk mengurai kepadatan di Muzdalifah dan Mina. Kedua skema ini diterapkan setelah pemerintah melakukan kajian dan didapatkan kesimpulan bahwa hal tersebut tidak menyalahi syariat ibadah haji.

    Meski demikian, sebagian besar jemaah haji akan mengkuti skema reguler. Dalam skema pergerakan reguler, jemaah haji diberangkatkan dari Makkah menuju Arafah untuk melaksanakan wukuf. Selepas magrib, jemaah diberangkatkan menuju Muzdalifah untuk melaksanakan mabit (menginap). Setelah melewati tengah malam, jemaah bergerak ke Mina untuk bermalam hingga 12 atau 13 Zulhijjah.

    Dikethui sebelumnya, puncak haji akan berlangsung dalam dua hari ke depan. Jemaah haji Indonesia akan diberangkatkan ke Arafah pada 8 Zulhijjah atau 4 Juni 2025.

    “Kami menyusun berbagai skema mitigasi pergerakan jemaah, untuk memastikan seluruh jemaah terangkut ke Arafah. Jangan sampai ada yang tertinggal, tercecer, bahkan terabaikan,” kata Hilman di Makkah, Senin (2/6/2025).

    Pergerakan reguler, lanjut Hilman, akan diikuti 67% atau sekitar 136.000 jemaah haji Indonesia. Sementara itu dengan skema murur, jemaah akan bergerak dari Arafah setelah melaksnakan wukuf, melintasi Muzdalifah dengan tidak turun dari bus. Skema ini akan diikuti sekitar 33% atau sekitar 60.000 jemaah haji Indonesia.

    “Jemaah haji yang melakukan Tanazul adalah mereka yang akan melempar jumrah pada 10 Zulhijjah, setelah Wukuf dan Mabit di Muzdalifah, lalu kembali ke hotel, tidak kembali lagi ke tenda Mina. Mereka adalah jemaah yang tinggal di hotel sekitar wilayah Syisyah dan Raudhah,” jelasnya.

    Jemaah tanazul akan kembali ke jamarat untuk melempar jumrah ula, wustha, dan aqabah pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Skema ini ditargetkan akan diikuti 37.000 jemaah haji.

    Safari wukuf

    Sementara itu, bagi jemaah lansia, disabilitas, dan memiliki komorbid, diberlakukan Safari Wukuf Khusus. Mereka akan mendapatkan pengawalan tenaga medis, pendamping ibadah, dan hotel transit untuk memastikan tetap bisa menjalankan rukun dengan aman dan layak.

    Selain itu, Hilman juga menjelaskan skenario pergerakan jemaah haji Indonesia selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

    “Pertama, dari Makkah ke Arafah. Pergerakan ini akan dilakukan dalam tiga trip,” ungkapnya.

    Pada 9 Dzulhijjah atau 5 Juni 2025 seluruh jemaah haji sudah berada di Arafah untuk melaksanakan ibadah Wukuf. Setelah itu, jemaah haji akan bergerak dari Arafah ke Muzdalifah. Pergerakan dimulai pukul 19:00 WAS. Jemaah haji dengan skema reguler akan mabit di Muzdalifah.

    “Dari Muzdalifah ke Mina, jemaah haji akan dilayani bus dengan sistem taraddudi atau bolak balik Muzdalifah-Mina, hingga menjelang Subuh,” kata Hilman.

    Usai mabit di Mina, jemaah haji yang mengambil nafar awal dan nafar tsani akan diberangkatkan kembali ke Makkah secara bertahap. “Semua pergerakan ini kami sesuaikan dengan kapasitas layanan syarikah dan realitas di lapangan,” ujar Hilman.

  • 3 Skema Jemaah Haji RI Bergerak ke Arafah-Mina Mulai 4 Juni 2025

    3 Skema Jemaah Haji RI Bergerak ke Arafah-Mina Mulai 4 Juni 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Jemaah haji Indonesia akan diberangkatkan ke Arafah, Makkah pada 8 Zulhijah 1446 Hijriah atau 4 Juni 2025 untuk menjalani wukuf yang merupakan puncak ibadah haji. Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat konsolidasi data serta menyusun skema untuk memastikan seluruh jemaah diberangkatkan ke Arafah.

    “Kami menyusun berbagai skema mitigasi pergerakan jemaah untuk memastikan seluruh jemaah terangkut ke Arafah. Jangan sampai ada yang tertinggal, tercecer, bahkan terabaikan,” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).

    Dalam konferensi pers di Makkah Arab Saudi, Hilman Latief menjelaskan tiga skema mobilisasi jemaah haji menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang telah disiapkan.

    3 Skema Mobilisasi Jemaah Haji ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina 

    Pertama, skema pergerakan reguler. Dalam skema pergerakan reguler, jemaah haji diberangkatkan dari Makkah menuju Arafah untuk melaksanakan wukuf. Selepas magrib, jemaah diberangkatkan menuju Muzdalifah untuk melaksanakan mabit (menginap). Setelah melewati tengah malam, jemaah bergerak ke Mina untuk bermalam mabit hingga 12 atau 13 Zulhijah.

    “Ini (pergerakan reguler) akan diikuti sekitar 67% atau sekitar 136.000 jemaah haji Indonesia,” kata Hilman.

    Skema kedua, adalah Murur. Jemaah haji murur, setelah menunaikan Wukuf di Arafah, usai masuk waktu Magrib, bergerak melintasi Muzdalifah (tidak turun dari bus), lalu menuju Mina. Skema ini akan diikuti sekitar 33 persen atau sekitar 60 ribuan jemaah haji Indonesia.

    “Ketiga, Tanazul. Jemaah haji yang melakukan Tanazul adalah mereka yang akan melempar jumrah pada 10 Zulhijjah (setelah Wukuf dan Mabit di Muzdalifah), lalu kembali ke hotel, tidak kembali lagi ke tenda Mina. Mereka adalah jemaah yang tinggal di hotel sekitar wilayah Syisyah dan Raudhah,” jelasnya. 

    Jemaah Tanazul akan kembali ke Jamarat untuk melempar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Skema ini ditargetkan akan diikuti 37.000 jemaah haji.

    Dua skema terakhir, yakni Murur dan Tanazul, merupakan upaya pemerintah untuk mengurai kepadatan di Muzdalifah dan Mina. Kedua skema ini diterapkan, setelah pemerintah melakukan kajian dan didapatkan kesimpulan bahwa hal tersebut tidak menyalahi syariat ibadah haji.

    Bagi jemaah lansia, disabilitas, dan memiliki komorbid, diberlakukan safari wukuf khusus. Mereka akan mendapatkan pengawalan tenaga medis, pendamping ibadah, dan hotel transit untuk memastikan tetap bisa menjalankan rukun dengan aman dan layak.

    Selain itu, Hilman juga menjelaskan skenario pergerakan jemaah haji Indonesia selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

    “Pertama, dari Makkah ke Arafah. Pergerakan ini akan dilakukan dalam tiga trip,” ungkapnya.

    Pada 9 Zulhijah atau 5 Juni 2025 seluruh jemaah haji sudah berada di Arafah untuk melaksanakan ibadah Wukuf. Setelah itu, jemaah haji akan bergerak dari Arafah ke Muzdalifah. Pergerakan dimulai pukul 19.00 waktu Arab Saudi.

    Jemaah haji dengan skema reguler akan mabit di Muzdalifah. “Dari Muzdalifah ke Mina, jemaah haji akan dilayani bus dengan sistem taraddudi (bolak balik) Muzdalifah – Mina, hingga menjelang Subuh,” kata Hilman.

    Usai mabit di Mina, jemaah haji yang mengambil nafar awal dan nafar tsani akan diberangkatkan kembali ke Makkah secara bertahap. “Semua pergerakan ini kami sesuaikan dengan kapasitas layanan syarikah dan realitas di lapangan,” ujar Hilman.

    Hilman memohon kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan jemaah haji Indonesia. “Agar jemaah haji Indonesia diberikan kekuatan dan kemudahan dalam menuntaskan ibadahnya, dan pulang ke Tanah Air sebagai haji yang mabrur, yang manfaatnya terasa sepanjang umur, untuk diri, keluarga, dan bangsa,” tandasnya.