Tag: Muzdalifah

  • Jemaah Haji Jalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina, Ini Penjelasan Kemenag – Page 3

    Jemaah Haji Jalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina, Ini Penjelasan Kemenag – Page 3

    Hilman pun menjelaskan bahwa langkah pertama yang dilakukan pihaknya adalah menjalin koordinasi darurat dengan Kementerian Haji Saudi.

    “Pada pukul 03.12 WAS, PPIH Arab Saudi mengirim permintaan resmi melalui pesan WA kepada Kementerian Haji dan Umrah untuk segera mengintervensi dan mempercepat pengiriman bus ke Muzdalifah,” kata Hilman.

    Kedua, PPIH juga meminta bantuan logistik dan proteksi jemaah kepada otoritas dan mitra Arab Saudi. Pada pukul 06.51 WAS, PPIH kembali menyampaikan permintaan kepada Kemenhaj agar mitra di Saudi segera mengirimkan bantuan logistik berupa air minum, makanan ringan, dan payung atau pelindung panas.

    “Alhamdulillah, pada pukul 08.50 WAS, empat kontainer bantuan datang di lokasi jemaah haji Indonesia di Muzdalifah,” ujar Hilman.

    Dia menyampaikan bahwa koordinasi dan pengendalian pada fase pemberangkatan Muzdalifah–Mina akan mempercepat evakuasi jemaah. Namun, karena padatnya lalu lintas dan keterlambatan kedatangan bus, sebagian jamaah memutuskan untuk berjalan kaki.

    “Langkah mitigasi PPIH dengan mengintensifkan koordinasi, berhasil meminimalisir potensi dampak lebih buruk. Seluruh jemaah berhasil dievakuasi dari Muzdalifah pukul 09.40 WAS,” kata Hilman.

    Ia pun mengapresiasi Pemerintah Saudi yang sangat responsif memberikan dukungan dalam mengatasi situasi dan dinamika di lapangan.

    “Sebagai penanggung jawab Petugas Penyelenggara Ibadah Haji, kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan jemaah,” kata Hilman.

  • Jemaah Haji Indonesia Jalan Kaki ke Mina, Kemenag Ungkap Penyebabnya

    Jemaah Haji Indonesia Jalan Kaki ke Mina, Kemenag Ungkap Penyebabnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan penyebab keterlambatan evakuasi jemaah haji 2025 dari Muzdalifah ke Mina. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian jemaah memutuskan untuk berjalan kaki akibat bus penjemput terlambat datang.

    Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief mengatakan, beberapa faktor menjadi penyebab utama kondisi tersebut.

    1. Jadwal dan Perputaran Bus Tidak Sesuai Rencana
    Menurut Hilman, jadwal keberangkatan bus dari Muzdalifah terganggu mulai pukul 00.00 waktu Arab Saudi (WAS) akibat antrean panjang ribuan bus. Hal ini menyebabkan jemaah khawatir dan kelelahan menunggu dalam kondisi fisik yang sudah lelah setelah wukuf di Arafah.

    2. Jemaah Mulai Jalan Kaki Tanpa Koordinasi
    Akibat keterlambatan bus, jemaah membuka pintu keluar Muzdalifah secara mandiri dan memilih berjalan kaki ke Mina. “Hal ini memunculkan arus pergerakan spontan tanpa kendali,” kata Hilman dalam keterangannya, Sabtu (7/6/2025).

    Bahkan, pada Jumat (6/6/2025) pagi, arus pejalan kaki semakin masif karena kekhawatiran jemaah tidak akan dijemput hingga siang hari. Kondisi ini menambah kepadatan di jalur utama yang semestinya digunakan bus shuttle.

    3. Lansia dan Jamaah Risiko Tinggi Diminta Tunggu Bus
    Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akhirnya melepaskan sebagian jemaah berjalan kaki. Namun, tetap mengimbau jamaah lansia dan risiko tinggi (risti) untuk tetap menunggu penjemputan, guna mencegah kelelahan dan risiko kesehatan.

    4. Langkah Darurat dan Bantuan Saudi
    PPIH segera berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi (Kemenhaj) dan mitra lokal sejak pukul 03.12 WAS untuk percepatan pengiriman bus dan bantuan logistik. “Empat kontainer bantuan berupa air minum, makanan ringan, dan pelindung panas tiba pukul 08.50 WAS,” jelas Hilman.

    5. Evakuasi Jemaah Selesai Pukul 09.40 WAS
    Meski target evakuasi dari Muzdalifah ke Mina adalah pukul 09.00 WAS, proses ini berhasil diselesaikan 40 menit kemudian, yakni pada pukul 09.40 WAS. Jemaah haji Indonesia sudah dipindahkan dari Muzdalifah.

    Hilman menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi, dan mengapresiasi respon cepat dari pihak Pemerintah Saudi dalam menangani situasi di lapangan. “Langkah mitigasi dan koordinasi intensif berhasil meminimalkan dampak lebih besar,” tegas Hilman.

  • Makna Kurban dan Haji Menurut Ketua PP Muhammadiyah: Lebih dari Sekadar Idul Adha!

    Makna Kurban dan Haji Menurut Ketua PP Muhammadiyah: Lebih dari Sekadar Idul Adha!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syamsul Anwar, mengingatkan para jamaah haji untuk tidak hanya menjalani prosesi ibadah selama di Makkah, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai dari haji dalam kehidupan sehari-hari, terutama semangat berkorban demi kepentingan bersama.

    “Yang penting dalam haji ini bukan hanya prosesi yang dijalani selama 3 atau 4 hari di Makkah. Tetapi, lebih penting lagi adalah nilai dari haji dan maknanya yang dapat kita terapkan sesudah musim-musim haji,” ujar Syamsul Anwar dalam konferensi pers penyelenggaraan ibadah haji yang dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu.

    Syamsul berharap pelaksanaan ibadah haji dapat memberikan bekas dan membentuk karakter baik bagi setiap individu Muslim yang menjalankannya. “Yaitu, adanya satu semangat berkorban untuk kepentingan hidup bersama yang lebih baik,” tambahnya.

    Ia juga menegaskan bahwa kurban bukan sekadar ritual Idul Adha, melainkan simbol penting ajaran Islam tentang pengorbanan demi kemaslahatan umat. “Kurban itu menyimbolkan satu ajaran yang penting dalam Islam, yaitu bagaimana setiap individu Muslim dapat berkorban untuk satu kepentingan bersama yang lebih besar,” tutur Syamsul.

    Nilai tersebut mencakup upaya meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin bagi umat.

    Sementara itu, hampir dua juta Muslim dari seluruh dunia memulai perjalanan spiritual ibadah haji di Arab Saudi. Kementerian Agama RI menyatakan jamaah haji Indonesia telah meninggalkan Muzdalifah pada 10 Zulhijah, Jumat (6/6), menandai berakhirnya tahapan mabit (bermalam) dalam ibadah haji. (*/ant)

  • Lempar Jumrah Bisa Diwakilkan, Jemaah Haji Lansia Diminta Tak Paksakan Diri

    Lempar Jumrah Bisa Diwakilkan, Jemaah Haji Lansia Diminta Tak Paksakan Diri

    Jakarta

    Jemaah haji Indonesia yang lanjut usia (lansia) diminta tidak memaksakan diri melempar jumrah. Lempar jumrah bisa diwakilkan dan hajinya tetap sah.

    “Ya, sahnya lansia itu yang sudah murur (mabit dengan cara melintas di Muzdalifah) itu sebaiknya berada di Mina ini dengan penuh ketenangan. Tidak boleh memaksakan kehendak untuk Jamarat karena jauhnya jarak yang ditempuh. Sehingga banyak buktinya ini ketika balik ke maktabnya ini, itu sudah tersasar ke mana-mana dan itu lelah,” ujar Pembimbing Ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Madinah, Aswadi, di Mina, Sabtu (7/6/2025).

    Dia meminta para jemaah haji lansia tetap di tenda selama masa lempar jumrah. Aswadi mengatakan lempar jumrah para jemaah lansia dapat diwakilkan oleh jemaah haji lainnya atau petugas. Jemaah haji lansia bisa meminta ketua regu, ketua rombongan, teman se-kloter atau petugas haji untuk mewakilinya melempar jumrah.

    “Nah, karena itu untuk jumrah tanggal 11-12 (Zulhijah) untuk nafar awal itu sebaiknya lempar itu diwakilkan bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kekuatan. Sehingga yang lansia ini nggak usah lempar secara pribadi dan memaksakan kehendak karena keabsahannya itu adalah bisa diwakilkan,” ujar Aswadi.

    Aswadi mengingatkan jemaah haji untuk menjaga kesehatan agar bisa pulang ke Tanah Air dan kembali berkumpul dengan keluarga. Dia mengatakan lempar jumrah juga bisa dijamak untuk meringankan jemaah.

    “Tidak perlu dilakukan sendiri, bahkan jemaah yang ada di tempat kejauhan ini tidak harus setiap malam berangkat ke Jamarat untuk lempar. Bisa dijamak atau bisa digabungkan harinya itu. 11 (Zulhijah) tidak lempar, tapi lemparnya itu 12 (Zulhijah). Satu tempat untuk dua hari, satu tempat untuk dua hari, satu tempat untuk dua hari lagi. Selesai itu ringan sebenarnya itu. Kenapa kita itu memikirkan persulit ke sana, kemari, tapi tersesat. Ujung-ujungnya itu adalah menyulitkan yang lain,” ujarnya.

    (haf/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video: Hari Tasyrik, Jamaah Haji Lontar Jumrah Simbol Lawan Setan

    Video: Hari Tasyrik, Jamaah Haji Lontar Jumrah Simbol Lawan Setan

    Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah melaksanakan Wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijah 1446 Hijrah atau pada Kamis 5 Juni 2025, Jamaah haji bergerak ke Muzdalifah untuk bermalam (mabit).

    Jemaah kemudian bergerak menuju Mina untuk melaksanakan lempar jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijah atau Jum’at, 6 Juni 2025

    Pada hari Sabtu, 7 Juni 2025, rangkaian puncak ibadah haji 2025 memasuki fase penting, yakni lempar jumrah di Jamarat, Mina pada hari-hari Tasyrik 11-13 Dzulhijah

    Jamaah akan melaksanakan lempar jumrah di tiga tugu yakni Ula, Wustha, dan Aqabah. Masing-masing tiang tersebut memiliki jarak antara 200 meter hingga 250 meter.

    Setiap jamaah haji diharuskan mengumpulkan tujuh butir kerikil untuk melempar setiap tiang yang menjadi simbol perlawanan terhadap godaan setan dan wujud ketaaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

    Bagi jamaah haji yang memilih melakukan Nafar Awal akan meninggalkan Mina lebih awal sehingga akan melanjutkan melontar jumrah pada 11 dan 12 Dzulhijah kemudian menuju Mekah sebelum matahari terbenam untuk melaksanakan tawaf ifadah, sa’i, dan tahallul kedua.

    Sementara sebagian jamaah lainnya yang melakukan Nafar Akhir tetap di Mina untuk mabit dan melempar jumrah selama 3 hari tasyrik yakni 11-13 Dzhulhijah atau 7-9 Juni 2025, dan kemudian baru kembali ke Mekkah setelah semua ibadah selesai.

    Rangkaian ibadah haji akan ditutup dengan tawaf wada sebelum jemaah haji kembali ke kampung halaman atau menuju ke Madinah untuk ziarah makam Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

  • PPIH Arab Saudi Antisipasi Risiko Jemaah Haji Lansia yang Kelelahan

    PPIH Arab Saudi Antisipasi Risiko Jemaah Haji Lansia yang Kelelahan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis Muhammad Hanafi menyampaikan hingga Kamis (5/6/2025) malam, jumlah jemaah haji asal Indonesia yang wafat mencapai 155 orang. Ia menyebut angka ini kemungkinan akan meningkat, terutama setelah puncak pelaksanaan ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) karena kelelahan berlebihan.

    “Sampai tadi malam, jemaah yang wafat itu 155 orang. Biasanya memang akan meningkat tajam pasca atau saat pelaksanaan Armuzna karena kelelahan yang berlebihan dan lain sebagainya,” ujar Muchlis dalam program Beritasatu Sore, Jumat (6/6/2025).

    Muchlis mengakui, fase Armuzna menjadi masa paling rentan karena kondisi fisik jemaah yang mulai menurun akibat aktivitas ibadah yang padat dan cuaca ekstrem. Untuk mengantisipasi risiko bagi jemaah lanjut usia (lansia), disabilitas, dan yang memiliki risiko tinggi, PPIH telah menjalankan program khusus seperti safari wukuf dan murur.

    Program tersebut dimulai sejak 6 Zulhijah. Ratusan jemaah yang mengikuti program ini dikumpulkan dari hotel masing-masing dan ditempatkan di hotel transit. Mereka kemudian mengikuti prosesi wukuf di Arafah dari dalam kendaraan pada 9 Zulhijah.

    “Ada sekitar 470-an orang  yang mengikuti program ini. Itu disediakan 100 pendamping, pembimbing ibadah. Mereka dibawa ke hotel transit lalu tanggal 9 Zulhijah diwukufkan di kendaraan. Ada namanya safari wukuf. Alhamdulillah berjalan lancar,” jelasnya.

    Selain itu, PPIH juga menyediakan skema murur bagi lansia dan jemaah berisiko tinggi, yang memungkinkan mereka untuk tidak perlu turun di Muzdalifah.

    “Mereka tidak harus turun di Muzdalifah lalu naik mobil lagi untuk berangkatkan ke Mina, tetapi dari Arafah mereka langsung ke Mina. Di Muzdalifah itu hanya murur, melintas saja. Jadi sah hukumnya mereka bermabit di Muzdalifah dengan cara itu,” tambahnya.

    Untuk melontar jumrah, jemaah haji tersebut juga tidak perlu berjalan kaki sepanjang 3-6 kilometer, tetapi bisa diwakilkan oleh yang lain.

    “Itu beberapa antisipasi. Termasuk juga kami mengimbau jemaah untuk tidak keluar tenda antara pukul 10 pagi sampai pukul 4 sore. Sesuai arahan dari Kementerian Haji Arab Saudi,” pesannya.

  • Usai Wukuf di Arafah: Khofifah ke Muzdalifah, Lempar Jumrah Aqobah di Mina dan Thowaf Ifadhah

    Usai Wukuf di Arafah: Khofifah ke Muzdalifah, Lempar Jumrah Aqobah di Mina dan Thowaf Ifadhah

    Surabaya (beritajatim.com) – Usai menjalankan prosesi wukuf di Padang Arafah, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bersiap melangsungkan lempar Jumrah Aqabah di Mina, yang akan dimulai tanggal 10 sampai 13 Zulhijjah.

    Dengan menyiapkan 49 kerikil yang diambil di Muzdalifah, Khofifah bersama putra bungsunya selanjutnya melangsungkan lempar jumrah aqabah pertama, (Jumat dini hari waktu Arab Saudi)

    Diketahui, melempar Jumrah adalah bagian dari rukun wajib haji bagi para jemaah, yang merupakan simbol memerangi godaan setan dalam diri. Kegiatan melempar Jumrah ini dilakukan dengan melemparkan batu-batu kecil pada sebuah tiang yang dianggap sebagai perumpamaan setan dan hawa nafsu.

    Hari berikutnya, melempar jumrah secara berurutan dimulai dari Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah. Masing-masing Jumrah dilempari kerikil sebanyak 7 kali dan dilontarkan satu persatu. Waktu melempar jumrah pada hari Tasyrik dimulai dari setelah tergelincirnya matahari hingga terbit fajar.

    Usai melangsungkan lempar kerikil di jumrah aqabah, Khofifah bersama rombongan langsung menuju Makkah dan kembali ke Masjidil Haram untuk melaksanakan Thawaf Ifadah, yang diahiri dengan tahallul sebagai penanda berahirnya berbagai larangan saat ihram.\

    Saat menjalankan Sa’i pada rangkaian Thawaf Ifadhah Khofifah bertemu dengan Penasihat Presiden Urusan Haji Prof. Dr. Muhajir Effendy, Dubes RI untuk Saudi Arabia Dr. Abdul Aziz serta tim petugas haji KH. Said Asrori yang juga Katib Aam Syuriah PBNU.

    Dengan selesainya melempar Jumrah Aqabah dan Thowaf Ifadhah dilanjutkan melempar jumrah Ula, Wustho dan Aqabah maka selesainya syarat rukun Haji.

    “Semoga semua jamaah haji menjadi haji mabrur. Selanjutnya, jemaah haji yang belum ke Madinah akan thowaf wada’ sebelum bergerak ke Madinah untuk ziarah Rosulullah Muhammad SAW di Raudhah sebuah tempat mustajabah dan memiliki banyak keutamaan di Masjid Nabawi Madinah. Semoga yang belum pergi haji segera dipanggil Allah sebagai tamu Allah untuk berhaji melaksanakan rukun Islam kelima. Aamiin,” ujar Khofifah. [tok/aje]

  • Drama Simbolik Haji

    Drama Simbolik Haji

    Medcom • 06 Juni 2025 13:09

    Jakarta: Ritual Haji dimulai dari Miqat, niat sampai Al Hajju Arafah. Haji merupakan Arafah dan berkurban, merupakan drama simbolik, serangkaian arah perjalanan atau perpindahan tentang bagaimana mencapai arah yang dituju, gerakan ke arah Yang Mutlak (Al Haqq). 

    Bagaimana mencapai arah yang dituju itu? Kita harus sampai dipuncak pengetahuan itu yaitu Ar Rafah, Masy’ar dan Mina. Perpindahan mulai dari rumahmu ke baitullah, dari kehidupanmu kpd cinta, dari sang diri kpd Allah. 

    Haji sama dengan penciptaan perasaan dan kesadaran tentang kehadiran Tuhan dalam setiap tarikan dan hembusan nafas, yang mengajarkan para penziarah (haji) tentang ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dan mendalam lagi. 

    Mulai dari rukun haji pertama yaitu Ihram. Ihram simbol kesucian dan kesetaraan, bermula di Miqat Makani tempat di mana ritual haji dimulai. Pondasi pertama yaitu niat atau kesengajaan yang suci atau tulus untuk ibadah kepada Allah SWT. 

    Kedua, tawaf simbol pergerakan rotasi dalam lingkaran Allah (baitullah). Qalbun Mu’min Baitullah. Allah adalah pusat atau fokus eksistensi. Ibadah ini dimulai dengan mengangkat tangan pada Hajar Aswad sebagai mengawali pertemuan dengan Allah, bergerak maju terus menerus dalam orbit-Mu menyatu dengan ummah ke arah kesempurnaan, mendekati Allah yang Maha Kuasa. 

    Ketiga, Maqam Ibrahim, simbol realitas sejarah, jejak kehidupan yang bermakna dan autentik. Setelah tawaf salat di Maqam Ibrahim. Dia lah arsitek Ka’bah, kita adalah arsitek Ka’bah keyakinan diri kita. (Qolbun Mu’min Baitullah), menapaki sejarah hidup dgn penuh kesan dan makna yang baik. 

    Keempat, sa’i simbol optimisme hidup. sa’i berarti usaha pencarian, gerakan yang dilambangkan dengan berlari-lari, bergegas menuju Allah. Itu juga merupakan jawaban Hajar (bersama bayinya Ismail) setelah ditinggalkan Ibrahim, “kalau begitu kami tidak akan diabaikan oleh Allah”.

    Dimulai dari bukit Shafa (berarti kesucian dan ketegaran) berakhir di Marwa (berarti bermurah hati dan memaafkan). Tawaf dengan jiwa (cinta, keindahan), Sa’i dengan tubuh (logika, kebutuhan). 

    Kelima, Arafah, simbol ilmu pengetahuan dan kearifan. Puncak haji adalah Arafah, yaitu wukuf di Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah. Dalam perjalanan ini Allah adalah arah yang dituju. Menuju ke Allah harus melalui 3 fase yaitu Arafah, Masy’ar (Muzdalifah), dan Mina.

    Arafah merupakan simbol pengetahuan. Sejarah manusia dimulai dengan pengetahuan. Fase pertama Arafah, wukuf dilakukan di siang hari, masuk dalam keheningan diri (Wukuf) untuk menyadari evolusi diri tentang eksistensi kebesaran Allah yang tercipta di semesta kehidupan dan dalam diri manusia. 

    Keenam, Masy’ar, simbol kesadaran dan intuisi. Fase ini menakjubkan, dimulai dengan pengetahuan dulu baru kemudian kesadaran. Wukufnya dilakukan pada malam hari, melambangkan fase kesadaran dan tanggung jawab, murni. Sebuah kesadaran yang lahir dari pengetahuan dan sarat dengan cinta. 

    Ketujuh, Mina, simbol cinta dan kesyahidan. Istirahat yang paling lama berlangsung dj Mina. Menandakan harapan, cita-caita dan cinta. Cinta adalah fase terakhir setelah pengetahuan dan kesadaran.

    Drama ketuhanan dalam ibadah Haji berlangsung dalam tiga fase yakni pengetahuan, kesadaran dan cinta. 

    Sejarah bukan hanya menyangkut masa silam, tidak berarti apa-apa jika tidak berbicara masa depan. Memahami sejarah pencoptaan manusia di masa silam adalah untuk mengerti perjalanan sejarah di masa datang.

    Allah adalah sutradaranya, penulis skenario. Siapa aktornya? “Inilah yang sangat luar biasa”… aktornya hanya satu engkau sendiri. manusia adalah aktornya. Dan manusia harus menulis sejarah masa depannya. 

    Manusia adalah sebuah fenomena penciptaan Allah yang mutakhir/canggih, haruslah menemukan takdir dan memilih takdirnya. Di Mina, manusia harus menentukan pilihan, mengikuti panggilan Allah atau menuruti bujuk rayu setan, di sini manusia menentukan takdirnya sendiri. 

    Kedelapan, Jamarat, simbol jihad. Mina adalah medan pertempuran melempar (setan) batu kerikil di ke tiga monumen yaitu Jumratul Ula, lawan dari fase Arafah, Jumratul Wustha, lawan dari fase Masy’ar, dan Jumratul ‘Aqoba lawan dari fase Mina. 

    Kesembilan, kurban, simbol kepasrahan mutlak. Fase terakhir dari evolusi manusia ketundukan pada perintah Allah. Pengorbanan adalah bentuk upaya menyelamatkan manusia. Engkau korbankan dirimu agar yang lain dapat hidup lebih baik (orangtua, istri, suami, anak dan manusia). Engkau bagaikan Ibrahim. 

    Sebuah perenungan ringkasan perjalanan Haji 2016 dan dari buku Refleksi Ritual Haji dalam Pandangan Ali Syari’ati. 

    (Nuryadi, Pengajar Univ. Esa Unggul Jakarta, Ex- Graphic Journalist Metro TV, Media Academy Media Group)

    Jakarta: Ritual Haji dimulai dari Miqat, niat sampai Al Hajju Arafah. Haji merupakan Arafah dan berkurban, merupakan drama simbolik, serangkaian arah perjalanan atau perpindahan tentang bagaimana mencapai arah yang dituju, gerakan ke arah Yang Mutlak (Al Haqq). 
     
    Bagaimana mencapai arah yang dituju itu? Kita harus sampai dipuncak pengetahuan itu yaitu Ar Rafah, Masy’ar dan Mina. Perpindahan mulai dari rumahmu ke baitullah, dari kehidupanmu kpd cinta, dari sang diri kpd Allah. 
     
    Haji sama dengan penciptaan perasaan dan kesadaran tentang kehadiran Tuhan dalam setiap tarikan dan hembusan nafas, yang mengajarkan para penziarah (haji) tentang ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dan mendalam lagi. 

    Mulai dari rukun haji pertama yaitu Ihram. Ihram simbol kesucian dan kesetaraan, bermula di Miqat Makani tempat di mana ritual haji dimulai. Pondasi pertama yaitu niat atau kesengajaan yang suci atau tulus untuk ibadah kepada Allah SWT. 
     
    Kedua, tawaf simbol pergerakan rotasi dalam lingkaran Allah (baitullah). Qalbun Mu’min Baitullah. Allah adalah pusat atau fokus eksistensi. Ibadah ini dimulai dengan mengangkat tangan pada Hajar Aswad sebagai mengawali pertemuan dengan Allah, bergerak maju terus menerus dalam orbit-Mu menyatu dengan ummah ke arah kesempurnaan, mendekati Allah yang Maha Kuasa. 
     
    Ketiga, Maqam Ibrahim, simbol realitas sejarah, jejak kehidupan yang bermakna dan autentik. Setelah tawaf salat di Maqam Ibrahim. Dia lah arsitek Ka’bah, kita adalah arsitek Ka’bah keyakinan diri kita. (Qolbun Mu’min Baitullah), menapaki sejarah hidup dgn penuh kesan dan makna yang baik. 
     
    Keempat, sa’i simbol optimisme hidup. sa’i berarti usaha pencarian, gerakan yang dilambangkan dengan berlari-lari, bergegas menuju Allah. Itu juga merupakan jawaban Hajar (bersama bayinya Ismail) setelah ditinggalkan Ibrahim, “kalau begitu kami tidak akan diabaikan oleh Allah”.
     
    Dimulai dari bukit Shafa (berarti kesucian dan ketegaran) berakhir di Marwa (berarti bermurah hati dan memaafkan). Tawaf dengan jiwa (cinta, keindahan), Sa’i dengan tubuh (logika, kebutuhan). 
     
    Kelima, Arafah, simbol ilmu pengetahuan dan kearifan. Puncak haji adalah Arafah, yaitu wukuf di Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah. Dalam perjalanan ini Allah adalah arah yang dituju. Menuju ke Allah harus melalui 3 fase yaitu Arafah, Masy’ar (Muzdalifah), dan Mina.
     
    Arafah merupakan simbol pengetahuan. Sejarah manusia dimulai dengan pengetahuan. Fase pertama Arafah, wukuf dilakukan di siang hari, masuk dalam keheningan diri (Wukuf) untuk menyadari evolusi diri tentang eksistensi kebesaran Allah yang tercipta di semesta kehidupan dan dalam diri manusia. 
     
    Keenam, Masy’ar, simbol kesadaran dan intuisi. Fase ini menakjubkan, dimulai dengan pengetahuan dulu baru kemudian kesadaran. Wukufnya dilakukan pada malam hari, melambangkan fase kesadaran dan tanggung jawab, murni. Sebuah kesadaran yang lahir dari pengetahuan dan sarat dengan cinta. 
     
    Ketujuh, Mina, simbol cinta dan kesyahidan. Istirahat yang paling lama berlangsung dj Mina. Menandakan harapan, cita-caita dan cinta. Cinta adalah fase terakhir setelah pengetahuan dan kesadaran.
     
    Drama ketuhanan dalam ibadah Haji berlangsung dalam tiga fase yakni pengetahuan, kesadaran dan cinta. 
     
    Sejarah bukan hanya menyangkut masa silam, tidak berarti apa-apa jika tidak berbicara masa depan. Memahami sejarah pencoptaan manusia di masa silam adalah untuk mengerti perjalanan sejarah di masa datang.
     
    Allah adalah sutradaranya, penulis skenario. Siapa aktornya? “Inilah yang sangat luar biasa”… aktornya hanya satu engkau sendiri. manusia adalah aktornya. Dan manusia harus menulis sejarah masa depannya. 
     
    Manusia adalah sebuah fenomena penciptaan Allah yang mutakhir/canggih, haruslah menemukan takdir dan memilih takdirnya. Di Mina, manusia harus menentukan pilihan, mengikuti panggilan Allah atau menuruti bujuk rayu setan, di sini manusia menentukan takdirnya sendiri. 
     
    Kedelapan, Jamarat, simbol jihad. Mina adalah medan pertempuran melempar (setan) batu kerikil di ke tiga monumen yaitu Jumratul Ula, lawan dari fase Arafah, Jumratul Wustha, lawan dari fase Masy’ar, dan Jumratul ‘Aqoba lawan dari fase Mina. 
     
    Kesembilan, kurban, simbol kepasrahan mutlak. Fase terakhir dari evolusi manusia ketundukan pada perintah Allah. Pengorbanan adalah bentuk upaya menyelamatkan manusia. Engkau korbankan dirimu agar yang lain dapat hidup lebih baik (orangtua, istri, suami, anak dan manusia). Engkau bagaikan Ibrahim. 
     
    Sebuah perenungan ringkasan perjalanan Haji 2016 dan dari buku Refleksi Ritual Haji dalam Pandangan Ali Syari’ati. 
     
    (Nuryadi, Pengajar Univ. Esa Unggul Jakarta, Ex- Graphic Journalist Metro TV, Media Academy Media Group)
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Fase Muzdalifah Tuntas, Jemaah Haji Kini Lanjut Mabit di Mina-Lempar Jumrah

    Fase Muzdalifah Tuntas, Jemaah Haji Kini Lanjut Mabit di Mina-Lempar Jumrah

    Jakarta

    Seluruh jemaah haji Indonesia telah meninggalkan Muzdalifah. Kini, jemaah haji Indonesia sudah berada di Mina untuk mabit dan lempar jumrah.

    “Hari ini, kami berada di Muzdalifah, tepatnya Jumat, 10 Zulhijah 1446 H, telah dilaksanakan mabit seluruh jemaah haji Indonesia. Pagi ini, tepatnya pukul 09.40 waktu Arab Saudi, Muzdalifah kami nyatakan clear,” kata Kabid Pelindungan Jemaah sekaligus Kasatops Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) Harun Al Rasyid di Muzdalifah, Jumat (6/62025).

    Dia berharap seluruh rangkaian puncak haji berjalan lancar. Harun juga mendoakan seluruh jemaah haji Indonesia menjadi haji yang mabrur.

    “Jemaah haji Indonesia seluruhnya telah terdorong menuju Mina. Semoga keberkahan menyertai kita semua,” ujarnya.

    Sebelumnya, fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) pada Kamis (5/6) siang. Jemaah kemudian bergeser ke Muzdalifah untuk mabit pada malam harinya.

    Seluruh jemaah haji Indonesia yang berjumlah lebih dari 203 ribu orang tuntas dibawa dari Arafah ke Muzdalifah pada Jumat (6/6) pukul 03.30 waktu Arab Saudi. Sebagian jemaah juga langsung dibawa ke Mina karena mengikuti skema murur.

    Jemaah yang mengambil nafar Awal akan kembali ke hotel di Makkah pada 12 Zulhijah sebelum terbenam matahari. Sementara, jemaah yang mengambil Nafar Tsani akan kembali ke Makkah pada 13 Zulhijjah 1446 H.

    (haf/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perjuangan Hidup Mati! Begini Cara Jemaah Indonesia Berhaji pada 1928

    Perjuangan Hidup Mati! Begini Cara Jemaah Indonesia Berhaji pada 1928

    Jakarta, Beritasatu.com – Perjalanan untuk ibadah haji ke tanah suci Makkah sudah dilakukan oleh warga muslim Indonesia sejak zaman dahulu, sebelum adanya layanan penerbangan pesawat terbang. Saat itu, perjuangan berhaji antara hidup dan mati.

    Jemaah haji dari Pulau Jawa harus menempuh pelayaran berbulan-bulan dengan kapal. Keluarga harus ikhlas melepas mereka pergi, karena terkadang tak pernah kembali atau gugur dalam perjalanan yang melelahkan.

    Sebuah video dokumentasi perjalanaan jemaah haji Indonesia tahun 1928 yang diunggah akun Instagram @moslemnewscenter, memperlihatkan bagaimana beratnya perjuangan para tamu Allah memenuhi panggilan Tuhannya pada masa kolonial Belanda.

    Untuk berangkat haji pada masa itu, jemaah harus mendaftar dahulu ke agen perjalanan atau travel yang bekerja sama dengan perusahaan pelayanan milik Belanda. Ongkos haji harus dibayar dengan mata Belanda.

    Setelah mendapatkan tiket dan tiba waktu keberangkatan, jemaah jalan kaki menuju stasiun kereta api terdekat dengan membawa sejumlah barang bawaan dan bekal perjalanan. Mereka naik kereta api menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

    Setelah semua jemaah naik ke kapal, perjalanan dimulai menuju Palembang untuk menjemput jemaah dari sana. Dari Palembang, kapal melintasi Selat Malaka berhari-hari hingga tiba di Pulau Rubiah, Kota Sabang, Aceh.

    Pulau Ribuah yang kini terkenal sebagai destinasi wisata paling digandrungi turis di Sabang dahulu merupakan pusat karantina haji Tanah Air masa Hindia Belanda. Kapal haji wajib singgah di sana.

    Setelah masuk karantina di Pulau Rubiah, jemaah akan menjalani menasik haji dan pemeriksaan kesehatan kurang lebih 1 bulan lamanya. 

    Apabila ada jemaah yang terdeteksi kena penyakit menular, seperti kolera atau malaria, maka otoritas pelayaran tidak mengizinkan mereka melanjutkan perjalanan. Pemerintah kolonial takut penyakit itu menular di kapal dan terkena mereka. 

    Dari Sabang, kapal pengangkut jemaah haji kemudian membelah Samudera Hindia dan melintasi perairan berbagai negara. Perjalanan berbulan-bulan di laut hingga sampai ke perairan Jeddah, wilayah Jazirah Arab.

    Jeddah merupakan pelabuhan utama sekaligus pintu gerbang bagi peziarah via laut menuju Makkah sejak masa khalifah Ustman Bin Affan, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal kaya rasa dan sangat dermawan. 

    Setiba di perairan Jeddah, jemaah akan dijemput dengan perahu-perahu kecil menuju daratan. Jangan bayangkan ada mobil yang menjemput. Para jemaah harus jalan kaki ratusan kilometer dari Jeddah menuju Makkah. 

    Ka’bah di Masjidil Haram dikelilingi jemaah haji dari seluruh dunua (Antara/Andika Wahyu)

    Bagi warga yang mampu bisa menyewa unta untuk membawa diri dan barang bawaan menuju Hijaz, menempuh perjalanan berhari-hari melintasi padang pasir di bawah terik matahari.  

    Setelah tiba di Makkah, jemaah bisa langsung beribadah di Masjidil Haram. Menjelang puncak haji, Jemaah bergerak ke Mina dan bermalam di sana. 

    Pada pagi buta 9 Zulhijah, jemaah jalan kaki ke Padang Arafah untuk menjalani wukuf, puncak ibadah haji yang dikenal sebagai Hari Arafah hingga matahari.

    Malam tiba, jemaah lanjut ke Muzdalifah untuk menginap atau mabit. Keesokannya melaksanakan lempar jumrah di Mina. 

    Setelah selesai wukuf, lempar jumrah, tawaf, sa’i, dan tahalul atau mencukur rambut, tibalah saatnya pulang.

    Jemaah haji kembali jalan kaki atau naik unta ke Jeddah, kemudian naik kapal yang sama menuju Tanah Air. Mereka kembali menghabiskan waktu berminggu-minggu di laut dan kembali singgah di Pulau Rubiah, Sabang menjalani karantina atau isolasi.

    Jemaah haji kembali diperiksa kesehatan. Jika lolos skrining, maka mereka kembali diizinkan naik ke kapal untuk melanjutkan perjalanan pulang ke daerah masing-masing. 

    Perjalanan melelahkan berbulan-bulan penuh risiko terkadang harus menelan korban. Tidak sedikit jemaah haji yang tak bisa kembali ke kampungnya karena wafat di tengah jalan.