Tag: Mulyadi

  • DPRD Jatim Sebut Gagasan Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal di Barak Militer Tak Bisa Serta Merta Diterapkan

    DPRD Jatim Sebut Gagasan Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal di Barak Militer Tak Bisa Serta Merta Diterapkan

    Surabaya (beritajatim.com) – Gagasan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim anak-anak dengan perilaku menyimpang ke barak militer mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafagih.

    Menurutnya, kebijakan seperti ini tidak bisa serta-merta diterapkan di Jawa Timur tanpa mempertimbangkan situasi psikologis dan kondisi sosial anak-anak.

    Hikmah mengakui bahwa banyak orang tua yang kini merasa kewalahan menghadapi anak-anak dengan perilaku ekstrem. Dia menyebut bahwa fakta di lapangan menunjukkan sejumlah anak memang sulit dikendalikan, meski telah diberi berbagai pendekatan oleh lingkungan, sekolah, maupun keluarga.

    “Faktualnya memang banyak orang tua dan masyarakat sudah angkat tangan dan tidak mampu untuk menangani dan merespon perilaku-perilaku anak yang kelewatan dalam tanda kutip,” ujar Hikmah kepada beritajatim.com, Kamis (15/5/2025).

    Namun demikian, dia menyebut perlunya batasan yang jelas dalam penerapan pendekatan semacam ini. Dia menilai, penggunaan metode seperti barak militer harus disesuaikan dengan jenis perilaku anak, tidak bisa digeneralisasi untuk semua kasus.

    “Hanya untuk jenis perilaku seperti apa pendekatan ini diperlukan. Karena ini sesungguhnya Pak Dedi ingin menekankan pada efek jera ya, jadi kesannya anak-anak dalam ‘ancaman’ ya dalam tanda kutip,” kata Hikmah.

    Politikus PKB itu menambahkan, meski niatnya baik untuk mendisiplinkan anak, pendekatan dengan tekanan seperti ini kerap dikritik dalam kajian pengasuhan anak. Namun, dia tidak ingin serta-merta menyalahkan langkah tersebut, sebab ada kondisi-kondisi tertentu yang memang membutuhkan intervensi ekstrem.

    “Mungkin yang memang benar-benar sudah diberikan terapi, berbagai respon dari orang tua, lingkungan, sekolah, tapi kemudian tidak cukup memberikan perubahan perilaku, mungkin menjadi salah satu alternatif,” jelasnya.

    Sebagai alternatif, Hikmah juga mengusulkan opsi pendidikan berbasis spiritualitas seperti pesantren khusus yang dirancang untuk menangani anak-anak dengan masalah perilaku. Namun dia menyebutkan bahwa bukan sembarang pesantren bisa dijadikan rujukan.

    “Nah, yang alternatif lain bisa saja ke pesantren. Tapi ingat, pesantren yang dimaksud bukan pesantren biasa. Tapi pesantren yang menyediakan layanan bagi anak yang membutuhkan sentuhan untuk perubahan perilaku,” ujarnya.

    Menurutnya, perubahan perilaku pada anak tidak bisa instan. Dibutuhkan proses panjang dan sentuhan yang humanis, bukan ketakutan. Anak-anak harus didekati oleh orang yang mereka percaya, bukan ditakuti.

    “Karena merubah perilaku yang awalnya bermasalah jadi tidak bermasalah itu kan tidak serta-merta ya, membutuhkan proses pembiasaan yang luar biasa. Kemudian butuh sentuhan humanis dari orang-orang yang anak-anak percaya, bukan orang-orang yang ditakuti,” tambahnya.

    Meski begitu, Hikmah menolak untuk langsung menilai kebijakan Dedi Mulyadi sebagai keliru. Menurutnya, kebijakan apapun yang berangkat dari niat baik harus dinilai dari hasilnya secara objektif.

    “Kita kan belum tahu hasilnya. Coba kita tengok dulu hasilnya Pak Dedi Mulyadi itu seperti apa. Apakah anak-anak secara sporadis dimasukkan barak kemudian dapat gemblengan disiplin militer ini hasilnya bagus, terjadi perubahan tempo atau tidak, nanti kita lihat hasilnya seperti apa,” ungkapnya.

    Hikmah menegaskan, apapun metodenya, yang terpenting adalah pemerintah memberikan respons terhadap situasi yang semakin darurat, ketimbang hanya menjadi penonton.

    “Jadi saya memberikan Pak Dedi apresiasi dari sisi niat baiknya dalam memberikan respon. Terkait apakah respon ini baik atau tidak, nanti kita lihat ya. Apakah bisa memberikan dampak baik atau tidak,” tegasnya.

    Dia juga menyarankan agar kepala daerah lain, termasuk di Jawa Timur, tidak langsung meniru tanpa melakukan asesmen menyeluruh terhadap kondisi anak. Menurutnya, pendekatan terhadap anak-anak harus tetap berlandaskan pada keunikan personal dan prinsip pemulihan, bukan sekadar efek kejut.

    “Tentu yang penting adalah asesmen, bahwa tidak semua anak diperlakukan sama,” pungkasnya. [asg/beq]

  • KDM Kirim Anak Nakal ke Barak Militer, Khofifah Tak Setuju Sebutan Anak Nakal!

    KDM Kirim Anak Nakal ke Barak Militer, Khofifah Tak Setuju Sebutan Anak Nakal!

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) kembali menjadi sorotan publik setelah kebijakannya yang tegas terhadap anak-anak nakal. Yakni, dengan mengirim mereka ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan kedisiplinan.

    “Ojo membanding-bandingkan rek, wes toh. Ya Allah, saya itu sangat tidak setuju kalau mereka disebut anak nakal. Saya selalu bilang ‘N akal’ adalah akal yang tidak terhingga. Sampeyan kan tahu kita Jatim punya sekolah-sekolah taruna untuk memberi pendidikan karakter,” kata Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa kepada wartawan usai menerima kunjungan Mr. Kwok Fook Seng, Ambassador of the Republik Singapore di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (15/5/2025).

    Khofifah tidak mau menyebut anak nakal. Ini karena bahwa pada dasarnya seorang anak itu dilahirkan putih atau fitroh.

    “Penyebutan pun menurut saya hati-hati sekali. Anak-anak itu terlahir fitroh, yang bilang siapa, yang bilang Nabi Muhammad, Rasulullah. Tapi kemudian diberi warna A, warna B, warna C itu tanggung jawab kita semua. Kalau sekolah menguatkan karakter, kita sudah mendapatkan warisan dari zaman Gubernur Pakde Karwo, yakni SMA Taruna Nala di Malang dan SMA Taruna Angkasa di Madiun. Baru kemudian, di era saya, melanjutkan SMA Taruna Brawijaya di Kediri, SMA Taruna Bhayangkara di Banyuwangi, SMA Taruna Madani Pasurian dan sekarang ini sedang menyiapkan SMA Taruna Pamong Praja, bekerja sama dengan IPDN di Bojonegoro,” jelasnya.

    Khofifah menegaskan, melalui penguatan karakter anak diharapkan seorang anak bisa menjadi speaker nasionalisme dan speaker kebangsaan. “Jadi, melalui sekolah-sekolah taruna itu tadi. Saya dengan segala permohonan maaf, jangan lagi menyebut anak itu nakal. Mereka itu terlahir putih, suci dan fitroh,” pungkasnya. (tok/ian)

  • 40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang, Dedi Mulyadi: Bukan Pendidikan Militer – Halaman all

    40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang, Dedi Mulyadi: Bukan Pendidikan Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut, sebanyak 40 siswa yang dibina di Makodim 0610/Sumedang bukan menjalani pendidikan militer.

    Menurut Dedi, pembinaan itu merupakan usaha untuk mengembalikan kedisiplinan siswa.

    Pasalnya, sejumlah metode diterapkan di dalam pembinaan tersebut, seperti tes psikologi dan kesehatan.

    “Yang punya metode bupati, ini pengelolaannya di bawah bupati dan Dandim, diawasi Danrem, Polri juga nanti mengawasi, bagaimana mereka menghilangkan kebiasaan berkendaraan di bawah umur dan gadget.” 

    “Ada tes psikologi, kesehatan, kecukupan gizi, dan lainnya sudah cukup. Ini menunjukkan kepada publik bahwa ini bukan pendidikan militer, tapi kedisiplinan agar siswa mau minum air putih, makan bergizi, mau berolahraga,” ujar Dedi di Makodim Sumedang, dilansir Tribun Jabar, Jumat (9/5/2025). 

    Selain di Sumedang, Dedi Mulyadi mengatakan, kegiatan ini terus menerus di sejumlah kabupaten/kota.

    Ia bahkan mengimbau supaya bupati dan wali kota tak gengsi untuk meniru hal serupa.

    “Terus, banyak, kemarin kan Cianjur, kemudian nanti Bekasi, Kota Bekasi, pokoknya semua daerah yang berkebutuhan.” 

    “Bupatinya jangan gengsi, nanti daerah lain sudah tertib, ini ribut geng motor,” ungkapnya.

    Harapan Orang Tua

    Orang tua berharap, anaknya yang dibina di Makodim Sumedang bisa menjadi disiplin.

    Sebagaimana diketahui, siswa SMP yang dikirim ke Makodim Sumedang merupakan mereka yang dikategorikan nakal.

    Susi (46), orang tua dua siswa SMPN 1 Cimanggung, H dan H, mengaku senang anaknya bisa masuk ke situ. 

    Saat para guru memintanya untuk menandatangani surat persetujuan, dirinya segera menandatanganinya. 

    “Bagus sekali untuk mendisiplinkan kembali anak-anak yang selama ini terdampak lingkungan dan digital.” 

    “Memengaruhi kehidupan sehari-hari. Mudah-mudahan pulang dari sini disiplin lagi,” ucapnya, Jumat.

    Susi menyebut H dan H sering bolos sekolah, kecanduan game online, dan sering begadang.

    Menurutnya, ia dan sang suami sudah jengkel mendidik keduanya.

    Oleh sebab itu, ketika ada program siswa masuk Kodim, dirinya sangat senang. 

    “Enggak apa-apa di sini kan dididik, untuk membangun pribadi yang bagus. Jelas lah dengan suami sempat putus asa karena kewalahan, dibilangin susah, itu sudah nyandu sekali dengan main gim,” ucap Susi.

    Susi pun menyampaikan dukungan dan terima kasih kepada Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir.

    “Semoga sukses dengan programnya dan saya sangat mendukung sekali, mudah-mudahan anak-anak sukses di masa depan,” ungkapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul ‘Bukan Pendidikan Militer’ kata Dedi Mulyadi soal 40 Siswa Jalani Pembinaan di Makodim 0610/Sumedang.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunJabar.id/Kiki Andriana)

  • 17 Siswa Bandung Barat Masih Selamat, Tak Langsung Dikirim ke Barak Militer usai Dirazia Satpol PP – Halaman all

    17 Siswa Bandung Barat Masih Selamat, Tak Langsung Dikirim ke Barak Militer usai Dirazia Satpol PP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 17 siswa SMP dan SMA di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) nyaris dikirim ke markas TNI untuk mengikuti program pendidikan militer gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

    Pasalnya, belasan pelajar tersebut terjaring razia saat bolos sekolah oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandung Barat pada Kamis (8/5/2025).

    Para siswa itu terancam dikirim ke barak militer jika masih tak berubah dan mengulangi hal yang sama.

    “Kalau di lain waktu kejadian lagi, tentu bisa saja dikirim ke sana (Barak Militer),” kata Kasatpol PP Bandung Barat, Ludi Awaludin, Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    Ludi mengatakan bahwa penjaringan pelajar bolos itu dilakukan saat Satpol PP Bandung Barat sedang melakukan penertiban terhadap anak jalanan (Anjal).

    Saat menyisir Anjal, petugas Satpol PP mendapati sejumlah pelajar yang beraktivitas di luar sekolah mulai dari nongkrong di warung hingga nongkrong di pinggir jalan. 

    “Tadi awalnya kami sedang melakukan kegiatan penertiban terhadap anak jalanan, namun dalam praktiknya juga ditemukan anak sekolah yang sedang membolos. Sehingga kita ikut amankan juga,” ungkap Ludi.

    Terdapat beragam alasan yang membuat para pelajar tersebut melakukan bolos sekolah mulai dari terlambat masuk, tidak menyukai mata pelajaran tertentu, hingga sengaja keluar sekolah sebelum jam pelajaran berakhir.

    “Alasannya macam-macam, katanya enggak suka pelajaran matematika, kemudian memang ada yang malas sekolah. Apapun alasannya hal itu tidak dibenarkan, sehingga kami amankan dan kami akan bina,” bebernya.

    Berdasarkan pemeriksaan, petugas Satpol PP tidak menemukan adanya senjata tajam (sajam) maupun obat terlarang yang dibawa oleh para pelajar yang terjaring razia.

    “Tidak ada benda-benda seperti itu, jadi murni mereka ini memang membolos saja. Kemudian kita data dan kita panggil sekolahnya supaya tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut,” sebut Ludi.

    Beda nasib dengan para pelajar di Bandung Barat, sebanyak 19 pelajar SMA sederajat di Kabupaten Indramayu, Jabar, dikirim ke Resimen Induk Kodam (Rindam) III/Siliwangi Bandung pada Senin (5/5/2025) dini hari.

    Mereka akan mengikuti pembinaan oleh para tentara agar terbentuk karakter yang lebih disiplin.

    “Mereka merupakan ‘anak-anak hebat’ yang akan mengikuti pembinaan di barak militer,” ucap Pembina Guru BK se-Kabupaten Indramayu, Erna Setyawati Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    Erna menyampaikan bahwa sesuai petunjuk Gubernur Dedi Mulyadi, 19 siswa tersebut tercatat kurang disiplin oleh pihak sekolah.

    Para siswa diketahui sering bolos hingga terlibat tawuran, bahkan ada juga yang sampai berurusan dengan pihak kepolisian.

    Pihak sekolah sendiri juga kewalahan dalam melakukan pembinaan dalam pembentukan karakter terhadap anak-anak tersebut.

    Erna menyebutkan bahwa 19 pelajar ini berasal dari 6 sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu.

    Para pelajar dikirim ke barak militer sudah atas dasar izin dari pihak orang tua dan sekolah.

    “Orang tua mereka setuju dan menyambut baik. Sekolah dan pemerintah hanya membantu mengarahkan karakter anak agar menjadi baik,” jelas Erna.

    Sebagai informasi, uji coba telah dimulai dengan dikirimnya 39 siswa SMP yang dianggap nakal ke Resimen Artileri Medan 1/Sthira Yudha, Batalyon Armed 9 di Bungursari, Purwakarta, Jabar, pada Kamis (1/5/2025) lalu.

    Disusul pada Selasa (6/5/2025), sebanyak 30 siswa dari berbagai sekolah dikirim ke Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya di Kabupaten Cianjur, Jabar, guna menjalani pembinaan oleh tentara.

    Selama mengikuti pendidikan berkarakter di markas TNI ini, para siswa juga akan didampingi psikolog dan petugas kesehatan untuk memastikan aspek emosional serta fisik mereka terjaga.

    Para siswa yang mengikuti program pendidikan militer ini pun akan tetap mendapat pendampingan dari sekolah maupun Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jabar.

    Kriteria siswa yang dianggap bermasalah atau nakal untuk mengikuti program tersebut secara umum telah tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor: 43/PK.03.04/KESRA.

    Di antaranya sering terlibat tawuran pelajar, kecanduan bermain gim, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong, dan perilaku tidak terpuji lainnya.

    Para orang tua siswa juga akan dimintai persetujuan secara lisan, dan menandatangani surat sebagai persyaratan tertulis untuk mengikutsertakan anaknya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Belasan Pelajar Bandung Barat Bolos Sekolah Dirazia Satpol PP, Terancam Dikirim ke Barak Militer

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan/Handhika Rahman)

  • Kritik Dedy Mulyadi, Politikus PKB: Daripada Dikirim ke Barak Militer, Lebih Baik ke Pesantren

    Kritik Dedy Mulyadi, Politikus PKB: Daripada Dikirim ke Barak Militer, Lebih Baik ke Pesantren

    Jakarta (beritajatim.com) – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi terkait kebijakan mengirim siswa yang dianggap “nakal” ke barak militer TNI untuk mendapatkan pelatihan kedisiplinan ala militer dikritik sejumlah pihak.

    Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Andi Muawiyah Ramli menyebut, pola pendidikan pesantren jauh lebih cocok untuk generasi muda dibanding pola militeristik.

    “Pola pendidikan di pesantren saya kira lebih cocok untuk anak-anak muda kita. Dari dulu polanya untuk menanamkan karakter, disiplin, juga akhlakul karimah. Dan ini saya kira siswa-siswa yang katanya nakal lebih baik dikirim ke pesantren,” kata Amure, sapaan akrabnya.

    Anggota Komisi X DPR RI ini juga menilai, perubahan karakter dan perilaku siswa sulit dicapai hanya melalui pelatihan intensif beberapa minggu di barak militer.

    “Membangun karakter dan disiplin siswa itu tidak bisa cuma tiga minggu. Apalagi di barak militer. Cara berfikir siswa itu perlu diasah dalam waktu yang lama, dan di pesantren bisa bertahun-tahun,” ujarnya.

    Menurut Amure, kebijakan Dedy memang terkesan baik, yaitu untuk memperkuat kedisiplinan dan membangun karakter siswa. Namun ia menilai pola tersebut justru mencabut hakikat pendidikan bagi generasi muda.

    “Kalau kita lihat sepintas memang nampaknya pola kebijakan pak Gubernur Jawa Barat itu baik ya, mau membangun kedisiplinan, karakter yang berani. Tapi ingat, hakikat pendidikan untuk anak-anak muda itu bukan begitu, sama sekali tidak militeristik,” ujarnya.

    Dia pun meminta Kementerian PPPA serta Kementerian Pendidikan untuk mengawal kebijakan Dedi lantaran sudah terlanjur dijalankan.

    “Tapi sekarang nasi sudah jadi bubur. Kebijakan sudah dijalankan. Jadi tinggal pengawasannya harus benar-benar dikawal. Saya minta Kementerian PPPA dan Kementerian Pendidikan serius mengawal kebijakan itu,” tegas Amure. [hen/aje]

  • Brimob sampai Kalah? Saor Siagian Blak-blakan Ungkap Momen Hercules Bikin Polisi Tak Berkutik

    Brimob sampai Kalah? Saor Siagian Blak-blakan Ungkap Momen Hercules Bikin Polisi Tak Berkutik

    GELORA.CO – Tim advokat untuk pemberantasan aksi premanisme (TUMPAS) Saor Siagian hadir dalam rapat Komisi III DPR RI membicarakan soal ormas, salah satunya GRIB Jaya yang dipimpin Rosario de Marshal atau Hercules.

    Mulanya Saor Siagian menyebutkan deretan kontroversi Hercules dan GRIB Jaya yang menurutnya telah meresahkan masyarakat.

    Saor membahas soal ancaman Hercules terhadap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Mantan preman Tanah Abang itu sempat menyebut ancaman menggeruduk Gedung Sate dengan 50 ribu anggota ormas.

    “Saya masih ingat beberapa waktu yang lalu, pimpinan. Saudara Hercules mengatakan, ‘saya akan kerahkan 50 ribu orang ke Jawa Barat’,” kata Saor, dalam rapat Komisi III DPR RI, Rabu (7/5/2025).

    Jangankan mengancam gubernur, lanjut Saor, mantan penguasa Tanah Abang itu juga tak jarang melakukan intimidasi terhadap warga yang tidak memenuhi keinginan ormasnya.

    Salah satunya adalah ketika sebuah perusahaan yang tidak bisa memenuhi kepentingan ormas pimpinan Hercules, perusahaan itu langsung ditutup.

    “Ada viral misalnya, ketika Hercules dalam salah satu perusahaan karena tidak bisa kemudian diberikan apa kepentingannya, kemudian perusahaannya ditutup,” kata Saor.

    Menurutnya sebagai advokat, tindakan intimidasi itu sudah cukup bisa membuat GRIB Jaya ditangguhkan atatu dibekukan.

    Namun, sejauh ini ormas tersebut masih melenggang melakukan hal-hal yang mereka mau kepada masyarakat.

    “Adakah sampai detik ini kita berbicara? Jangankan dibekukan, diperingatkan pun tidak,” ujarnya.

    Bahkan, lanjut dia, penegak hukum sampai ‘tunduk’ diam di hadapan Hercules ketika melakukan tugasnya.

    Saor mencontohkan ketika ada masalah yang dihadapi seorang warga negara Indonesia di sebuah sidang dan dinilai.

    Petugas Brimob pun ada di lokasi, sekaligus sang pimpinan GRIB Jaya yaitu Hercules.

    Saat itu, pimpinan GRIB Jaya itu menyebutkan kata intimidatif namun petugas Brimob hanya terdiam.

    “Di situ ada Brimob, kemudian ada seorang warga negara Indonesia kemudian itu disidang dan dinilai, ‘saya sudah lama tidak makan orang’ (kata Hercules). Diam itu Brimob itu,” kata Saor.

    Ia pun berharap agar ormas bisa segera ditertibkan, sehingga masyarakat tak lagi merasa resah. 

  • Sempat Viral Minta THR Rp 165 Juta, Kades Klapanunggal Bogor Disorot Lagi, Kini Anaknya yang Berulah – Halaman all

    Sempat Viral Minta THR Rp 165 Juta, Kades Klapanunggal Bogor Disorot Lagi, Kini Anaknya yang Berulah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Desa (Kades) Klapanunggal, Ade Endang Saripudin lagi-lagi menjadi sorotan.

    Pak Kades di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) itu sempat viral karena meminta tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 165 juta kepada pengusaha.

    Ia kembali diperbincangkan karena kini giliran anaknya yang berulah.

    Putra dari Ade, LR (26) ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan penganiayaan terhadap warga berinisial MWM (27).

    Penetapan status tersangka terhadap LR ini dilakukan oleh Polsek Klapanunggal kurang dari sepekan setelah korban melaporkan kasus tersebut.

    Meski antara korban dengan pelaku bersepakat untuk menyelesaikan persoalan ini melalui musyawarah, tetapi proses hukum di kepolisian tetap berlanjut.

    “Kami tetap menjalankan proses sesuai prosedur, sambil menunggu petunjuk lebih lanjut terkait masalah pengajuan permohonan Restorative Justice yang telah diajukan oleh pelapor yang juga merupakan korban,” kata Kapolsek Klapanunggal, AKP Silfi Adi Putri, Rabu (7/5/2025), dilansir TribunnewsBogor.com.

    Penetapan tersangka oleh Polsek Klapanunggal ini dilakukan pada Senin (5/5/2025), setelah memeriksa saksi-saksi dan gelar perkara.

    Pelaku LR dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

    Sementara itu, korban mengalami luka sobek dan memar di bagian wajah akibat dianiaya oleh pelaku menggunakan tangan kosong.

    “Korban mengalami luka sobek pada pelipis kiri dan memar di pelipis kanan, kemudian menjalani pengobatan di RSIA Kenari Graha Medika. Korban baru melapor keesokan harinya, tanggal 30 April,” ungkap Silfi Adi.

    Kasus Pak Kades Klapanunggal

    Mengulik kembali pada momen lebaran 2025, saat Ade sang Kades Klapanunggal mendapat kecaman karena surat edarannya yang meminta THR senilai Rp 165 juta viral di media sosial (medsos) beberapa waktu lalu.

    Bahkan Ade sampai kena semprot oleh Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi imbas surat edaran meresahkan itu.

    Surat permintaan THR itu ditandatangani Ade selaku Kades Klapanunggal.

    Dalam surat tertera rencana anggaran THR untuk aparatur desa yang mencapai Rp 165 juta, dengan rincian 200 paket bingkisan, 200 amplop THR, 200 paket kain sarung, dan 200 paket konsumsi.

    Kemudian ada biaya untuk penceramah, pembaca ayat suci Alquran, sewa sound system, dan tambahan biaya tak terduga.

    Uang THR yang terhimpun tersebut nantinya akan digunakan untuk menggelar halal bi halal pada Jumat (21/3/2025) di Kantor Desa Klapanunggal.

    Ade berdalih bahwa surat edaran yang viral di medsos itu hanya bersifat imbauan.

    “Maksudnya hanya bersifat imbauan,” ujar Ade, dilansir TribunnewsBogor.com.

    Ade pun meminta maaf atas tindakannya meminta THR kepada perusahaan dan pabrik di Klapanunggal, Bogor.

    “Saya mengaku salah dan memohon maaf kepada para pihak yang kurang berkenan,” tuturnya.

    Ade juga mengatakan akan menarik kembali surat edaran yang meresahkan tersebut.

    “Mohon kepada para pengusaha untuk menghiraukan yang sudah terlanjur beredar, dan saya akan menarik surat himbauan tersebut, dan saya akan menarik kembali surat imbauan tersebut,” jelasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Anak Kades Kalapanunggal Bogor Jadi Tersangka Penganiayaan, Terancam 5 Tahun Penjara

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunnewsBogor.com/Muamarrudin Irfani)

  • Menteri HAM Pigai Puji Program Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

    Menteri HAM Pigai Puji Program Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyambut positif kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang “mendidik” anak-anak bermasalah di Jabar ke barak militer.

    Pigai mengaku seusai dirinya berdialog dengan Dedi, dirinya banyak mendapat informasi untuk memajukan bangsa Indonesia di masa yang akan datang, terkhusus dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

    “Kami Kementerian Hak Asasi Manusia memberi apresiasi kepada Pemerintah Jawa Barat, dalam hal ini Gubernur [Dedi Mulyadi] dengan gagasan-gagasan yang visioner,” ungkapnya di Gedung Kementerian HAM, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Dia beranggapan bahwa kebijakan Dedi Mulyadi ini dapat memajukan SDM yang unggul dalam pendidikan, keterampilan, peningkatan kompetensi, mental karakter, kualitas, hingga tanggung jawab.

    Pigai melihat peningkatan sumber daya tersebut sebenernya menyertai target pemerintah, yakni menuju Indonesia Emas pada 2045 mendatang.

    “Dalam Indonesia Emas itu kita bagi 3 segmen atau 3 rentang waktu. Rentang waktu pertama 2025-2035 adalah transformasi bangsa menyiapkan SDM yang unggul,” bebernya.

    Maka demikian, pria yang vokal dalam memperjuangkan isu HAM ini menekankan pendidikan yang dicanangkan oleh Dedi Mulyadi ini orientasinya adalah peningkatan kualitas SDM dalam pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan peningkatan mental, produktivitas, disiplin, hingga tanggung jawab.

    “Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan Hak Asasi Manusia, berarti nggak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan hak asasi manusia,” tegasnya.

    Sementara itu, Dedi Mulyadi menegaskan kebijakannya ini dimaksudkan untuk membentuk pola pendidikan karakter melalui peningkatan kualitas hidup yang disiplin dengan mengubah pola hidup menjadi lebih baik lagi.

    Menurut KDM, sapaan akrabnya, ada beberapa masalah anak yang sudah tak bisa lagi diselesaikan di internal sekolah maupun lingkungan keluarganya. Dengan demikian, harus ada upaya jangka pendek yang bisa dilakukan melalui pola pendidikan disiplin siswa. 

    “Inilah barangkali langkah yang dilakukan oleh kami Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah kebupaten/kota di seluruh Jawa Barat sebagau bagian upaya kami untuk menyongsong generasi Indonesia Emas tahun 2045,” tutupnya dalam kesempatan yang sama.

  • Gubernur Jawa Barat Serahkan Polemik Warga Kampung Baru kepada Pemilik Lahan – Page 3

    Gubernur Jawa Barat Serahkan Polemik Warga Kampung Baru kepada Pemilik Lahan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyerahkan sepenuhnya polemik kependudukan warga Kampung Baru, Cimanggis, Depok, kepada pemilik lahan. Diketahui warga yang tinggal di Kampung Baru menggunakan lahan milik Pemerintah Kota Depok, Sekretariat Negara, dan Perusahaan Property.

    “Kewenangan milik Setneg, ya selanjutnya nanti Gubernur berkirim surat kepada Pemkot, kepada Mensesneg dan kepada PP untuk memohon kejelasan, apa tindakan yang akan dilakukan, apakah diberikan atau tetap dikuasai,” ujar Dedi, Jumat (9/5/2025).

    Dedi tidak dapat memutuskan warga Kampung Baru dapat tinggal di lokasi lahan yang di kuasai Pemkot Depok, Setneg, maupun perusahaan Property. Menurutnya, diperboleh atau tidaknya warga tinggal di lokasi tersebut merupakan kewenangan pemilik lahan.

    “Saya tidak bisa memutuskan itu kan kewenangannya bukan di Gubernur, kan kewenangannya di pemilik lahan. Pemilik lahannya kan tiga, Pemkot, Setneg, dengan PP,” jelas Dedi.

    Keberadaan Dedi mendatangi lokasi warga Kampung Baru hanya berusaha menengahi permasalahan status kependudukan. Nantinya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dan mendapatkan solusi.

    “Gubernur kan hanya sekedar menengahi dan kemudian agar semuanya ada solusi, ya nanti kita pasti ada rapat tertutup,” ucap Dedi.

    Sementara, Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah mengatakan, Pemerintah Kota Depok sedang melakukan pendataan warga yang tinggal di Kampung Baru. Dari data sementara, terdapat 91 kepala keluarga tinggal di lokasi tersebut.

    “Dari pendataan tersebut terdapat 91 kepala keluarga dan terdiri dari 299 jiwa yang tinggal disana,” terang Chandra.

     

  • Pendidikan di Barak TNI Bisa Diterapkan di Seluruh Indonesia

    Pendidikan di Barak TNI Bisa Diterapkan di Seluruh Indonesia

    JAKARTA  – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai sebut pendidikan siswa bermasalah di barak militer bisa diterapkan di seluruh Indonesia, jika program yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tersebut terbukti berhasil.

    Pigai, usai menerima kunjungan Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, juga mengaku akan menyarankan program tersebut kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.

    “Kalau Jawa Barat sukses, maka sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian HAM, akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendikdasmen, red.) untuk mengeluarkan peraturan supaya model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia,” kata dia dilansir ANTARA, Kamis, 8 Mei.

    Bagi Pigai, pendidikan siswa bermasalah di barak tidak melanggar HAM selama program tersebut dijalankan tanpa hukuman fisik. Menurut dia, mendapat pendidikan yang layak merupakan hak asasi sebagaimana diatur konstitusi.

    Menteri HAM mengapresiasi program tersebut karena dinilai berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, utamanya terkait kedisiplinan, pengetahuan, mental, dan tanggung jawab siswa.

    “Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan HAM, berarti tidak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan HAM,” ucapnya.

    Di samping itu, Pigai juga memandang program pendidikan siswa di barak selaras dengan Astacita Presiden Prabowo Subianto. Sebab, kata dia, program ini dapat mempersiapkan generasi bangsa yang berkualitas demi mencapai visi Indonesia Emas 2045.

    “[Kalau] karakternya tidak humanis, disiplinnya tidak tinggi, mentalnya tidak bagus, tidak produktif, tidak tanggung jawab, bagaimana kita mau go global (mendunia)? Bagaimana 2045 kita leading (memimpin) di dunia?” tutur dia.

     

    Sementara itu, Dedi mengaku programnya yang sudah berjalan ini tidak melanggar hak-hak anak. Justru, kata dia, pendidikan di barak dapat melatih disiplin siswa untuk menerima pelajaran secara baik.

    “Kenapa? Karena selama ini mereka bolos. Mereka tidak pernah belajar, bangunnya rata-rata jam 10 siang. Kemudian, di barak itu mereka mendapat lingkungan yang baik. Karena selama ini mereka di rumahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, di lingkungan sekolahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, mereka menjadi anak jalanan,” ujarnya.

    Dedi menambahkan, siswa yang dibawa ke barak merupakan atas dasar persetujuan orang tua. Di sana, mereka akan mendapatkan pendidikan selama lebih kurang 28 hari dengan turut didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji.

    Dia pun memastikan siswa-siswa tersebut tetap mendapatkan pendidikan formal. “Mereka mengikuti ujian dan pendidikan biasa. Mereka terkoneksi kepada sekolahnya dan tetap menjadi siswa,” ucapnya.

    Dedi menyebut Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat akan menjadi mitra dalam program ini. Selain mengajarkan pendidikan HAM, Kanwil Kementerian HAM juga ikut mengawasi demi memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi yang terjadi.

    Adapun Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat Hasbullah Fudail membenarkan terkait ihwal ikut memantau jalannya pendidikan siswa bermasalah di barak TNI tersebut. Hasbullah menyebut pihaknya akan segera menurunkan tim.

    “Secepatnya,” kata Hasbullah.