Viral Video Warga Cikiwul Bayar Rp 15.000 untuk Tebus Daging Kurban
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sebuah video yang menampilkan sejumlah warga harus membayar Rp 15.000 untuk mendapatkan satu kantong daging kurban di wilayah Cikiwul, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, viral di media sosial.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram
@
feedgramindo, tampak warga yang sudah mendapatkan kupon untuk penukaran daging kurban disebut dimintai membayar Rp 15.000 untuk menebus satu kantong daging kurban.
”
Jadi teringat preman Cikiwul dulu pakai kacamata. Warga di Cikiwul kecamatan Bantargebang kota Bekasi keluhkan pembagian daging kurban tapi masih disuruh bayar, padahal sudah ada himbauan dari Kang Dedi Mulyadi
,” tulis keterangan diakun instagram feedgramindo.
Masih dalam video yang sama, terdapat dua orang ibu-ibu membawa sejumlah kantong kresek berisi daging kurban.
Saat ditanya, kedua ibu-ibu itu mengaku harus membayar Rp 15.000 per kantong plastik daging kurban.
“Sudah bagi daging? nebus?” tanya perekam video.
“Sudah, nebus Rp 45.000. Satu kantong Rp 15.000,” kata seorang ibu-ibu yang ada di dalam video.
Menanggapi kejadian tersebut, Kapolsek Bantargebang Kompol Sukadi menjelaskan bahwa masalah ini telah diselesaikan secara musyawarah.
“Sudah dikomunikasikan, sudah diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah,” tutur Sukadi saat dikonfirmasi, Minggu (8/6/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Mulyadi
-
/data/photo/2025/06/08/684549f3d4937.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Viral Video Warga Cikiwul Bayar Rp 15.000 untuk Tebus Daging Kurban Megapolitan 8 Juni 2025
-

Pemuda Asal Kendal Tewas Kecelakaan di Jombang Saat Perjalanan ke Gunung Bromo
Jombang (beritajatim.com) – Kecelakaan lalu lintas terjadi di Jalan Raya Desa Mancar, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada Minggu dini hari, 8 Juni 2025, sekitar pukul 01.30 WIB. Satu korban meninggal dunia dan satu lainnya mengalami luka serius dalam insiden yang diduga akibat kelelahan pengendara.
Kendaraan yang terlibat adalah sepeda motor Yamaha Aerox dengan nomor polisi H-6846-SU. Motor tersebut dikendarai oleh M. Rafli Ardianto (25), seorang pria asal Dusun Klangsem, Desa Sumberjo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Bersama Rafli, turut dibonceng seorang penumpang bernama Tristanto Agustin Indriyani (20), perempuan asal Jalan Rorojonggrang, Desa Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kabupaten Semarang.
“Dari hasil olah tempat kejadian perkara, diketahui bahwa kendaraan melaju dari arah barat menuju timur. Keduanya diketahui sedang dalam perjalanan dari Semarang menuju Gunung Bromo, sebuah destinasi wisata populer di Jawa Timur,” ujar Kepala Unit Penegakkan Hukum (Kanit Gakkum) Polres Jombang Ipda Siswanto.
Namun, saat tiba di lokasi kejadian, diduga karena kelelahan, pengendara kehilangan kendali atas sepeda motornya. Kendaraan lantas keluar jalur dan menabrak pohon yang berada di tepi jalan. Benturan keras membuat Rafli mengalami luka parah di bagian kepala. Ia sempat dibawa ke RSUD Jombang, namun nyawanya tidak tertolong.
Sementara itu, Tristanto mengalami luka serius dan saat ini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang sama. Petugas menyebut kondisi korban mengalami luka COS (cedera otak ringan).
Saksi mata di lokasi, Mulyadi (55) dan Gangsar (32), warga Desa Mancar, turut memberikan keterangan kepada pihak kepolisian. Keduanya mendengar suara keras dari arah jalan dan langsung bergegas melihat sumber suara tersebut.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa kecelakaan ini juga mengakibatkan kerugian material yang ditaksir sekitar Rp500.000. Namun, nilai materi tersebut tidak sebanding dengan kehilangan nyawa seorang pemuda yang tengah meniti hidup dan cita-cita.
Peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga stamina dan kewaspadaan selama berkendara, terutama saat melakukan perjalanan jauh pada malam hari. Kelelahan pengemudi merupakan salah satu faktor risiko tinggi penyebab kecelakaan lalu lintas. [suf]
-

Kesempatan Terakhir Pemutihan Pajak Kendaraan, Setelah Ini Tak Ada Ampun!
Jakarta –
Beberapa provinsi di Indonesia menerapkan keringanan pajak kendaraan. Pemilik kendaraan yang menunggak pajak bertahun-tahun diampuni. Cuma berlaku sampai akhir bulan ini, setelahnya tidak ada ampun lagi!
Berdasarkan catatan detikOto, saat ini setidaknya masih ada 12 provinsi yang menerapkan pemutihan pajak kendaraan bermotor. Empat provinsi di antaranya hanya memberlakukan pemutihan pajak kendaraan bermotor sampai 30 Juni 2025. Ini menjadi kesempatan terakhir bagi penunggak pajak, karena setelah lewat 30 Juni 2025 maka tidak akan dapat kesempatan serupa lagi. Artinya kalau masih menunggak juga setelah lewat 30 Juni 2025, berarti akan tetap dikenakan denda dan tunggakannya tidak diampuni lagi.
“Jangan sia-siakan kesempatan ini, karena pengampunan pajak ini hanya dilakukan sekali saja. Setelah itu masih nunggak juga, ingat loh motor Anda nggak akan bisa lewat jalan kabupaten, nggak akan bisa lewat jalan provinsi, ayo mau lewat jalan yang mana? Mau lewat jalan langit karena belum disertifikatkan? Nggak akan bisa. Bayar pajaknya, kami sudah memaafkan, mengampuni,” kata Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memberlakukan pemutihan pajak kendaraan sampai 30 Juni 2025.
Diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah memperpanjang periode pemutihan pajak kendaraan. Sebelumnya, program ini dijadwalkan berakhir pada 6 Juni 2025. Namun, melalui keputusan terbaru, masa berlaku program relaksasi diperpanjang selama 24 hari hingga akhir Juni 2025.
Melalui program ini, pemilik kendaraan yang memiliki tunggakan pajak tidak perlu membayar pokok pajak kendaraan tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat cukup membayar pajak untuk tahun berjalan (2024-2025) saja, tanpa dikenakan syarat khusus.
Dedi menjelaskan bahwa kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemulihan ekonomi daerah serta peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
“Masyarakat bisa memanfaatkan program ini tanpa harus melunasi tunggakan sebelumnya. Tidak ada syarat khusus, cukup datang dan bayar pajak tahun berjalan saja,” ujar Dedi dikutip Bapenda Jawa Barat.
(rgr/mhg)
-
/data/photo/2025/05/30/68398c4aee815.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional Regional 8 Juni 2025
Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
PERISTIWA
longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
Dari sisi teknis geologi, lokasi
tambang Gunung Kuda
berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
undercutting
menjadi pemicu utama longsor.
Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
rock fall, rock toppling
, dan
rock slide
di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
Kompas
, 31/5/2025)
Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
tambang ilegal
beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/07/6844564e2228e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dedi Mulyadi ke Geng Motor Cirebon: Mau Dipenjara atau Dipesantrenkan? Bandung 7 Juni 2025
Dedi Mulyadi ke Geng Motor Cirebon: Mau Dipenjara atau Dipesantrenkan?
Editor
KOMPAS.com
– Gubernur
Jawa Barat
,
Dedi Mulyadi
, kembali menunjukkan pendekatan unik dan humanis dalam menangani persoalan sosial.
Kali ini, ia mengunjungi Markas Polres
Cirebon
Kota untuk bertemu langsung dengan sejumlah anggota
geng motor
yang sebelumnya meresahkan warga dan merusak rumah di Blok Tumaritis, Kecamatan Weru, Cirebon.
Didampingi Kapolres Cirebon Kota, Kombes Sumarni, Dedi mendatangi para pelaku yang sudah diamankan polisi, Sabtu malam (7/6/2025).
Dalam pertemuan yang diunggah di kanal Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, Dedi berdialog langsung dengan mereka yang terlibat, termasuk menanyai alasan mereka melakukan aksi pelemparan rumah.
“Awalnya janjian berkelahi jam 3 subuh lewat Instagram,” ungkap salah satu pelaku yang masih berusia 20 tahun.
Menanggapi hal itu, Dedi bertanya, “Kamu arahnya gimana sekarang? Mau ditahan? Mau disel (dipenjara)? Karena kamu sudah dewasa.”
Saat pelaku mengaku tak ingin dipenjara, Dedi menimpali dengan nada tenang namun tegas, “Disel saja ya, daripada keluar bikin susah. Lempar rumah orang.”
Tak hanya memberi peringatan, Dedi juga mengajak para pelaku memilih jalan hidup yang lebih baik. Ia menawarkan dua pilihan: dibawa ke pengadilan atau dipesantrenkan.
“Mau dipesantrenkan atau di pengadilan (penjara)? Kalau mau pesantren, bisa dibawa ke pesantren milik Bu Kapolresta (Kapolresta Kombes Sumarni),” katanya, sambil mengusap rambut pelaku dengan gaya khasnya yang akrab namun mendidik.
Lebih lanjut, Dedi juga menawarkan kesempatan kerja kepada pelaku.
“Tapi kamu latihan dulu sama Bu Kapolres. Kalau kamu sudah bener, jadi petugas kebersihan di Pasar Trusmi. Tapi latihan dulu.”
Tak hanya bertemu pelaku, Dedi juga menyempatkan diri mengunjungi rumah korban pelemparan geng motor.
Ia melihat langsung kondisi rumah yang sebelumnya rusak akibat aksi brutal tersebut.
Kapolresta Cirebon diketahui sudah mengganti kaca rumah yang pecah, sementara Dedi menambahkan bantuan tunai.
Ia memberikan Rp 2,5 juta untuk pengecatan rumah, serta Rp 5 juta untuk pembangunan toilet bagi rumah korban.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/08/14/66bc7d1c78af9.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Orangtua Korban Perundungan SDN Pondok Gede Bekasi Kecewa dengan Sikap Sekolah Megapolitan 7 Juni 2025
Orangtua Korban Perundungan SDN Pondok Gede Bekasi Kecewa dengan Sikap Sekolah
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com –
Orangtua siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Gede, Kota Bekasi, yang menjadi korban
perundungan
, menyayangkan sikap pihak sekolah yang terkesan berpihak kepada terduga pelaku.
Ibu korban, yang berinisial A, mengungkapkan sebelum ia memutuskan untuk membuka kasus putranya ke publik, pihak sekolah tidak menunjukkan perhatian yang cukup terhadap anaknya.
“Setelah itu baru mau menemui, sebelumnya justru menemui pelaku, tapi sekarang juga enggak komunikatif,” ujar A kepada
Kompas.com
, Sabtu (7/6/2025).
A juga mengungkapkan bahwa pihak sekolah kurang peka terhadap kondisi korban dan keluarganya.
Bahkan, pihak sekolah sempat menawarkan penyelesaian kasus secara kekeluargaan, meskipun tawaran tersebut akhirnya diterima oleh keluarga korban.
“Untuk biaya saya tanggung, tapi kami minta keadilannya,” tegas A.
Terkait sanksi yang diberikan, A menjelaskan, pelaku utama perundungan telah dipindahkan ke sekolah lain. Sedangkan tiga pelaku lainnya hanya dipindahkan ke kelas yang berbeda, atas permintaan dirinya.
“Kalau pelaku utamanya itu pindah sekolah, tiganya masih bertahan, hanya pindah kelas, itu pun atas permintaan saya,” kata A.
Kini, A berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini, mengingat putranya mengalami trauma mendalam akibat dirundung dan dipalak oleh para pelaku.
“Kami berharap
Pemkot Bekasi
turun tangan, dan saya sudah DM Pak Wali (Tri Adhianto) dan Pak Gubernur (Dedi Mulyadi),” imbuh A.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, langsung menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.
Tri juga meminta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk memberikan pendampingan terhadap korban.
“KPAD juga sudah saya minta turun untuk memberikan pendampingan dan edukasi. Kami juga sudah menawarkan pendampingan hukum kepada keluarga korban,” kata Tri.
Tri berjanji akan mengerahkan tim psikolog untuk membantu memulihkan mental korban. Proses pemulihan ini direncanakan berlangsung lebih dari 15 sesi pertemuan, mengingat usia korban yang masih di bawah umur.
“Kami akan melakukan pendampingan psikologis terhadap korban dan pelaku agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta menghilangkan trauma,” ujar Tri.
“Karena di bawah umur, maka pemulihan mental tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perlu lebih dari 15 kali pertemuan,” tambahnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa seorang siswa
SDN Pondok Gede
, Kota Bekasi, menjadi korban perundungan oleh empat temannya di sebuah ruang kelas pada Jumat (16/5/2025).
Akibat perundungan tersebut, korban yang berusia 10 tahun mengalami memar di beberapa bagian tubuh dan pergeseran tulang di bagian pundak.
“Pinggang memar biru, di paha (memar), diagnosa dokter di bagian pundak ada pergeseran di tulang akibat pukulan oleh tersangka,” ujar A.
A menjelaskan, peristiwa tersebut berawal ketika ia mengingatkan putranya untuk menjauhi teman-teman yang kerap memalak pada 15 Mei 2025.
Keesokan harinya, korban menuruti saran ibunya dengan menolak ajakan keempat temannya untuk bertemu.
Penolakan itu membuat para pelaku marah. Salah satu dari mereka langsung menampar korban.
Dalam kondisi ketakutan, korban dibawa oleh keempat pelaku ke ruang kelas di lantai atas sekolah. Setibanya di sana, dua pelaku mengunci pintu, sementara dua lainnya melakukan kekerasan kepada korban.
“Ada dua orang yang mukul di kelas itu,” kata A.
Setelah kejadian, korban melapor kepada orang tuanya, dan A langsung mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah.
Pihak sekolah kemudian memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dan para pelaku, yang menghasilkan kesepakatan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Keluarga pelaku juga berjanji untuk membiayai pengobatan korban.
Namun, beberapa hari setelah mediasi, A mengaku kecewa karena janji tersebut tidak ditepati.
Hingga kini, biaya pengobatan anaknya yang mencapai sekitar Rp 400.000-Rp 500.000, belum juga dibayarkan, ditambah biaya ortopedi.
A berharap keluarga pelaku bertanggung jawab atas seluruh biaya pengobatan anaknya.
“Ini hanya perlu terapi biar tulangnya itu balik ke semula lagi karena dia masih kecil kan, intinya mau ada tanggung jawab,” imbuh A.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/09/20/66ed7e0ac2934.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pelaku Utama Perundungan Siswa SD di Bekasi Pindah Sekolah Megapolitan 7 Juni 2025
Pelaku Utama Perundungan Siswa SD di Bekasi Pindah Sekolah
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com –
Terduga pelaku utama perundungan terhadap seorang siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Pondok Gede, Kota Bekasi, dilaporkan telah pindah sekolah.
Sementara itu, tiga pelaku lainnya hanya disanksi pindah kelas, dan seluruh terduga pelaku merupakan teman satu kelas korban.
“Pelaku utamanya sudah pindah sekolah, sementara tiga lainnya masih bertahan namun dipindah kelas, itu pun atas permintaan saya,” kata ibu korban yang berinisial A, Sabtu (7/6/2025).
A mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pihak sekolah yang dianggap berpihak pada para pelaku.
Sebelum kasus ini dibawa ke publik, A merasa pihak sekolah tidak menunjukkan kepedulian terhadap anaknya.
“Setelah itu baru mau menemui. Sebelumnya justru menemui pelaku, tapi sekarang juga enggak komunikatif,” keluhnya.
Menurut A, pihak sekolah juga dianggap tidak peka terhadap kondisi korban dan keluarganya.
Bahkan, pihak sekolah sempat menawarkan penyelesaian kasus secara kekeluargaan meskipun akhirnya tawaran tersebut diterima oleh keluarga korban.
“Untuk biaya saya tanggung, tapi kami minta keadilannya,” tegasnya.
Kini, A berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini, terutama karena putranya kini menghadapi trauma mendalam akibat perundungan dan pemalakan yang dilakukan oleh para pelaku.
“Kami berharap Pemkot Bekasi turun tangan, dan saya sudah DM Pak Wali (Tri Adhianto) dan Pak Gubernur (Dedi Mulyadi),” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, langsung menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.
Tri juga meminta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk turun tangan memberikan pendampingan dan edukasi kepada korban.
“KPAD juga sudah saya minta turun untuk memberikan pendampingan dan edukasi. Kami juga sudah menawarkan pendampingan hukum kepada keluarga korban,” kata Tri.
Tri juga berjanji akan menerjunkan tim psikolog untuk membantu memulihkan mental korban dan pelaku.
“Kami akan melakukan pendampingan psikologis terhadap korban dan pelaku agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta menghilangkan trauma,” ujar Tri.
Proses pemulihan mental ini direncanakan akan berlangsung lebih dari 15 sesi pertemuan, mengingat usia para pelaku dan korban yang masih di bawah umur.
“Karena di bawah umur, maka pemulihan mental tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perlu lebih dari 15 kali pertemuan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswa SDN di Pondok Gede, Kota Bekasi, diduga menjadi korban perundungan oleh empat temannya di sebuah ruang kelas pada Jumat (16/5/2025).
Akibat kejadian tersebut, korban yang berusia 10 tahun mengalami memar di beberapa bagian tubuh dan pergeseran tulang di bagian pundak.
“Pinggang memar biru, di paha (memar), diagnosa dokter di bagian pundak ada pergeseran di tulang akibat pukulan oleh tersangka,” ujar ibu korban, A, saat dikonfirmasi.
A menjelaskan, peristiwa ini bermula ketika ia mengingatkan putranya untuk menjauhi teman-teman yang sering memalak pada 15 Mei 2025.
Keesokan harinya, korban menuruti saran ibunya dengan menolak ajakan empat temannya untuk bertemu. Penolakan itu membuat para pelaku marah. Salah satu dari mereka pun langsung menampar korban.
Dalam kondisi ketakutan, korban kemudian dibawa oleh keempat pelaku ke sebuah ruang kelas di lantai atas sekolah. Setibanya di sana, dua pelaku mengunci pintu, sementara dua lainnya melakukan kekerasan terhadap korban.
“Ada dua orang yang mukul di kelas itu,” kata A.
Setelah kejadian tersebut, korban segera melapor kepada orang tuanya, dan ibu korban pun langsung mengadukan hal tersebut kepada pihak sekolah. Pihak sekolah kemudian memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dan para pelaku.
Hasil dari mediasi menyatakan bahwa masalah akan diselesaikan secara kekeluargaan. Keluarga pelaku juga berjanji untuk membiayai pengobatan korban.
Namun, beberapa hari setelah mediasi, A mengaku kecewa karena janji tersebut tidak ditepati. Hingga kini, biaya pengobatan anaknya belum dibayarkan.
“Belum terbayar itu sekitar Rp 400.000-Rp 500.000 dan itu belum biaya ortopedi,” ujarnya.
A berharap keluarga pelaku bertanggung jawab untuk menanggung seluruh biaya pengobatan anaknya.
“Ini hanya perlu terapi biar tulangnya itu balik ke semula lagi karena dia masih kecil kan, intinya mau ada tanggung jawab,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/23/682ff6635ed65.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Dilaporkan ke Polisi soal Barak Militer, Dedi Mulyadi: Nggak Usah Ditanggapi Emosi Bandung
Dilaporkan ke Polisi soal Barak Militer, Dedi Mulyadi: Nggak Usah Ditanggapi Emosi
Editor
KOMPAS.com
– Gubernur
Jawa BaratDedi Mulyadi
menanggapi santai laporan yang ditujukan kepadanya oleh seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, atas program
barak militer
pelajar yang digagasnya.
Dedi menilai segala kritik, termasuk pelaporan ke Bareskrim Polri, merupakan bagian dari dinamika demokrasi dan tidak perlu dihadapi dengan emosi.
“Saya sampaikan ya pada semuanya, berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya — baik kritik, saran, bully, nyinyir, atau upaya untuk mempidanakan diri saya — enggak usah ditanggapi dengan emosi. Kita hadapi dengan rileks saja,” ujar Dedi dalam video yang diunggah di media sosial dan dikonfirmasi ulang
Kompas.com
, Sabtu (7/6/2025).
Dedi meyakini bahwa program yang ia jalankan merupakan bagian dari upaya mencintai rakyat Jawa Barat, khususnya generasi muda. Ia ingin mencetak anak-anak muda yang unggul di berbagai bidang.
“Saya meyakini apa yang dilakukan adalah upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan generasi mudanya. Karena saya ingin warga Jabar ke depan menjadi anak-anak hebat — menguasai teknologi, industri, pertanian, peternakan, perikanan, kelautan, kewirausahaan dan seluruh profesi lainnya,” ucapnya.
Sebelumnya, seorang warga bernama Adhel Setiawan mengadukan Dedi Mulyadi ke Bareskrim Polri, Kamis (5/6/2025).
Ia mempermasalahkan program barak militer pelajar yang dinilai melibatkan anak-anak dalam kegiatan berbau militer, yang menurutnya melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau militer. Baik langsung maupun tidak langsung,” kata Adhel kepada
Kompas.com
, Sabtu (7/6/2025).
Adhel mengaku memiliki legal standing sebagai orang tua siswa yang bersekolah di Jawa Barat.
Ia juga menyebutkan bahwa program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sebelumnya telah melaporkan Dedi ke Komnas HAM karena dianggap melanggar hak anak.
Meski demikian, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program barak militer pelajar bertujuan membentuk karakter dan kedisiplinan generasi muda, bukan untuk tujuan militerisasi.
“Itu harus dibentuk dengan watak dan sistem yang hebat,” tegasnya.
Saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Bareskrim terkait tindak lanjut dari pengaduan tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/28/6836ff1a3ef75.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer Megapolitan 7 Juni 2025
Warga Bekasi Adukan Dedi Mulyadi ke Polisi Terkait Program Barak Militer
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com
– Seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan mengadukan Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi
ke Bareskrim Polri pada Kamis (5/6/2025).
Langkah pengaduan masyarakat (dumas) menyasar program barak militer pelajar yang digagas Dedi.
“Kemarin diterima, bentuknya bukan laporan polisi (LP), tapi pengaduan masyarakat,” kata Adhel kepada
Kompas.com
, Sabtu (7/6/2025).
Dalam pengaduan ini, Adhel turut menyerahkan sejumlah barang bukti mencakup tangkapan layar kaca berita kegiatan barak militer pelajar.
Kemudian, Surat Edaran Nomor 43/PK.03.04/Kesra tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya serta surat kerja sama antara Dedi dan TNI Angkatan Darat
Adhel juga mengeklaim mempunyai
legal standing
dalam upaya hukum terhadap program Dedi.
”
Legal standing
saya juga sebagai orangtua yang anaknya sekolah di Jawa Barat,” ujar Adhel.
Adhel menjelaskan, alasannya mengadukan Dedi Mulyadi ke Bareskrim karena program barak militer pelajar diduga melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau-bau militer, baik langsung maupun tidak langsung,” ungkap Adhel.
Adhel menegaskan, pengaduan ini bukan bentuk serangan terhadap personal Dedi Mulyadi.
Namun, karena dia menilai program barak militer yang digagas Dedi Mulyadi tak mempunyai dasar hukum yang jelas.
“Saya ingin program barak militer ini dihentikan karena salah satunya itu enggak ada payung hukumnya. Indonesia ini kan negara hukum, harusnya segala tindakan aparatur pemerintah itu harus ada dasar hukumnya,” imbuh dia.
Sebelumnya, Adhel juga telah melaporkan Dedi ke Komnas HAM terkait program yang sama pada Kamis (8/5/2025).
Dedi dilaporkan karena dianggap melanggar HAM dengan menempatkan anak sebagai obyek di lingkungan militer.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/03/683ed23ec566a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi Megapolitan 7 Juni 2025
Dugaan Pungli yang Berujung Kepsek SMAN 9 Tambun Selatan Dinonaktifkan Dedi Mulyadi
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com
– Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menonaktifkan Kepala SMAN 9 Tambun Selatan, Kurniawati, setelah didemo ratusan pelajarnya pada Selasa (3/6/2025).
Para siswa memprotes terkait dugaan tanda tangan pengadaan snack fiktif sejumlah kegiatan sekolah.
Para pelajar juga mempersoalkan dugaan pungutan liar berkedok sumbangan pembangunan gedung sekolah dan pembelian
air conditioner
(AC) atau alat pendingin ruangan mushala yang hingga kini tak tampak hasilnya.
Penonaktifan Kurniawati agar audit yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terhadap keuangan sekolah berjalan transparan.
Humas SMAN 9 Tambun Selatan, Sahri Ramadan membenarkan bahwa Kurniawati dinonatifkan Dedi setelah didemo pelajarnya.
“Iya betul dinonaktifkan Bapak Gubernur, hanya saja saya tidak tahu kapan persisnya,” kata Sahri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
Sahri juga membenarkan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tengah melakukan audit pasca-aspirasi pelajar mencuat ke publik.
“Tapi untuk audit itu benar,” ungkap Sahri.
Saat ini, sejumlah guru SMAN 9 Tambun Selatan tengah dipanggil Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah III Jawa Barat untuk dimintai keterangan perihal masalah internal sekolah mereka.
Selain itu, internal sekolah juga tengah membahas pengganti sementara posisi Kurniawati setelah dinonaktifkan Dedi.
“Sedang dibahas di internal,” ucap dia.
Kegiatan akademik SMAN 9 Tambun Selatan dipastikan tetap berjalan normal pasca-kepala sekolah dinonaktifkan Dedi.
“Tidak terganggu, tetap berjalan normal seperti biasanya,” ujar Sahri.
Sahri juga mengungkapkan bahwa kepala sekolah sudah dua hari tak masuk ke kantor, tepat sehari setelah didemo ratusan pelajarnya.
Kurniawati disebut tak masuk ke kantor tanpa pemberitahuan ke pimpinan sekolah lainnya.
“Iya tanpa pemberitahuan,” ungkap Sahri.
Sahri juga menuturkan bahwa tidak ada intimidasi terhadap pelajar yang melancarkan aksi demonstrasi terhadap Kurniawati.
Ia memastikan bahwa SMAN 9 Tambun Selatan secara kelembagaan menjamin kebebasan berpendapat para pelajar untuk menyuarakan aspirasinya.
“Tidak ada intimidasi sama sekali atau ancaman lainnya, sekolah menjamin kebebasan berpendapat para peserta didik,” imbuh dia.
Sementara itu, para pelajar SMAN 9 Tambun Selatan merayakan keputusan Dedi yang menonaktifkan kepala sekolahnya.
“Iya saya senang, teman-teman juga merespons riang gembira, enggak sampai sujud syukur,” ujar seorang pelajar SMAN 9 Tambun Selatan, Dirham (nama samaran) kepada Kompas.com.
Dirhman mengatakan, kepemimpinan Kurniawati selama ini kurang baik saat menjabat sebagai kepala sekolah.
Para siswa selama ini juga kerap menyampaikan masukan untuk membenahi permasalahan internal sekolah, tetapi saran tersebut tak pernah dilaksanakan Kurniawati.
“Masukan didengar, tapi tidak dilaksanakan,” ujar Dirham.
Setelah dinonaktifkan, Dirham berharap Kurniawati segera diganti dengan kepala sekolah yang baru.
“Iya berharap semoga kepala sekolahnya yang lebih baik,” imbuh dia.
Humas SMAN 9 Tambun Selatan, Sahri Ramadan mengakui adanya permintaan sumbangan dana pembangunan gedung sekolah.
“Memang ada sumbangan akademik dan non-akademik. Tapi itu sifatnya tidak wajib bagi siapa saja yang ingin menyumbang,” kata Sahri, Selasa (3/6/2025).
Sahri mengeklaim dana sumbangan tersebut sudah sesuai kesepakatan.
Selain itu, dana sumbangan tersebut juga tidak dibatasi besarannya.
“Kami tidak pernah membatasi dalam satu tahun ini sekian. Jadi kesanggupan orang tua saja begitu,” ujar dia.
Ia menyatakan persoalan dana sumbangan ini menjadi pembelajaran internal sekolah. Sahri berjanji sekolahnya akan mengevaluasi kegiatan permintaan dana sumbangan tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.