Tag: Mulyadi

  • Gara-gara Ngonten di Pabrik Aqua, Dedi Mulyadi Dirujak Netizen: Bayangin Kalau Ribuan Karyawan Jadi Korban

    Gara-gara Ngonten di Pabrik Aqua, Dedi Mulyadi Dirujak Netizen: Bayangin Kalau Ribuan Karyawan Jadi Korban

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik video kunjungan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke pabrik air mineral merek Aqua di Kabupaten Subang, terus bergulir liar di media sosial.

    Apa yang semula hanya konten kunjungan biasa, kini berubah menjadi badai isu nasional yang menyeret nama besar produsen air mineral terkemuka itu.

    Pegiat media sosial Ary Prasetyo menilai, efek domino dari video tersebut bisa sangat fatal.

    “Gara-gara siapa?? Gara-gara Bapa k Aing yang suka ngonten!,” ujar Ary di X @Ary_PrasKe2 (26/10/2025).

    Ia menuding, konten Dedi Mulyadi itu berpotensi menimbulkan keresahan publik dan mengancam keberlangsungan industri.

    “Bayangkan kalau beneran terjadi, berapa ribu karyawan yang jadi korban?,” tandasnya.

    Tak hanya Ary, sejumlah warganet juga ramai-ramai mengkritik Dedi Mulyadi di kolom komentar.

    Mereka menilai, konten yang menyoroti dugaan penggunaan air tanah dalam sebagai bahan baku Aqua itu berpotensi menyesatkan publik.

    Seorang netizen dengan akun @IgnBestari menulis dengan kalimat penuh kekesalan.

    “90 persen AMDK sumbernya dari air tanah 100 meter. Aing-aing pansos yang berlebihan mematikan mata pencaharian jutaan pekerja. Pondok pesantren yang punya pabrik AMDK juga dari sumur bor 100 meter,” sesalnya.

    Komentar lain datang dari akun @Ozfreaks, yang menilai aksi Dedi kurang bijak.

    “Itu orang sebelum ngonten otaknya dipakai gak sih? Imbasnya bakal luar biasa. Jatuh pasti citra perusahaan,” tulisnya.

    Netizen @anaknyasiape bahkan menyindir dengan nada satir.

    “Ada tiga kemungkinan: setorannya ogah nambah, dibayar sama pesaing, atau mau ngeluarin produk sendiri,” timpalnya.

  • Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik

    Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik

    Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, meminta Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tidak berpolemik terkait anggaran.
    “Jadi kita nggak usah berpolemik soal anggaran karena kalau anggaran hilang pun sudah pasti ada yang memeriksa kan,” ujar Dede saat dihubungi
    Kompas.com
    , Minggu (26/10/2025).
    Keduanya diketahui tengah berselisih terkait keberadaan dana Rp 4,17 triliun yang mengendap di bank atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar).
    Dede memandang, perselisihan itu timbul hanya karena perbedaan sudut pandang dan persepsi.
    Perbedaan pandangan itu bisa dibicarakan bersama. “Melalui kesepakatan antara Kemenkeu dengan pemerintah daerah yang akan dikirim,” ujar Dede.
    Dede menuturkan, Komisi II DPR sebagai mitra Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, terkadang pemerintah daerah membutuhkan dana yang siap digunakan.
    Pada umumnya, tender atau lelang proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah baru terjadi pada bulan Agustus.
    Proyek baru dikerjakan pada September hingga akhir November.
    Kondisi itu menjadi penyebab dana pemerintah daerah masih “stand by” dan tidak bisa dicairkan.
    “Kecuali apabila transfer keuangan dari pusat ke daerah itu bisa dilakukan di awal-awal tahun, di Januari-Februari, sehingga tender bisa dilakukan di April, penyerapan bisa dimulai di bulan September saja,” kata dia.
    Oleh karena itu, ia memandang polemik itu bisa diselesaikan ketika para pihak tersebut duduk bersama.
    Di sisi lain, Komisi II juga memuji langkah Purbaya yang berencana membuat mekanisme pencairan dana transfer daerah pada tahun depan.
    “Saya dengar Pak Purbaya berjanji akan bikin mekanisme pencairan transfer keuangan daerah itu akan dimulai di Januari. Saya pikir itu bagus,” tuturnya.
    Sebelumnya, Purbaya dan Dedi Mulyadi berbeda pendapat terkait dana Rp 4,17 triliun yang mengendap di bank.
    Persoalan itu timbul setelah Purbaya menyebut dana pemerintah daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 234 triliun.
    Data itu sama dengan catatan Kementerian Dalam Negeri bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di bank mencapai Rp 234 triliun.
    Dalam data itu, dana Pemprov Jabar yang mengendap disebut mencapai Rp 4,17 triliun dalam bentuk deposito.
    Mendengar ini, Dedi Mulyadi menantang Purbaya untuk membuktikan dana yang mengendap itu dalam bentuk deposito.
    Menurutnya, tidak semua pemerintah daerah menghadapi kesulitan keuangan dan sengaja memarkir anggaran di bank.
    Perselisihan terus berlanjut hingga Dedi Mulyadi melakukan safari di Jakarta.
    Safari dilakukan untuk memeriksa dana endapan Rp 4,17 triliun.
    Ia menemui dan menggelar audiensi dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
    Setelah itu, Dedi Mulyadi mendatangi Kantor Bank Indonesia (BI) dan menemui pejabatnya.
    “Tidak ada, apalagi angkanya Rp 4,1 triliun, yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun,” ujar Dedi saat ditemui di Kantor BI, Rabu (22/10/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KDM Hingga Netizen Heran Air Aqua Pakai Air Tanah, Ilmuwan BRIN Jelaskan Maknanya

    KDM Hingga Netizen Heran Air Aqua Pakai Air Tanah, Ilmuwan BRIN Jelaskan Maknanya

    Jakarta

    Iklan Aqua, pelopor air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah berdiri sejak 1973 telah membentuk persepsi di masyarakat, airnya berasal langsung dari mata air pegunungan jernih dan alami. Visual air yang ‘jatuh dari gunung’ membuat banyak orang membayangkan air yang mengalir langsung dari sumber alam tanpa proses tambahan.

    Hal itu juga yang tertangkap di bayangan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Ia baru saja mengunjungi pabrik Aqua dan terheran saat mengetahui sumber air AMDK ternyata berasal dari air tanah tekanan dengan metode pengeboran di kawasan pegunungan.

    Hal ini juga memicu kebingungan dan kecurigaan di publik terkait iklan yang selama ini beredar tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

    “Satu saja kalau warga mah, dalam iklannya itu air yang jatuh dari gunung. Terus kemudian kemarin lihat airnya dibor, itu saja. Saya nggak ada masalah,” ujarnya.

    “Pemahaman publik, termasuk saya, air Aqua itu jatuh dari gunung, crut, kayak air terjun. Kan gambarnya ilustrasinya begitu.”

    Rachmat Fajar Lubis dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ikut menanggapi anggapan viral di medsos.

    Sebagai ahli hidrologi, ia menekankan sumber air Aqua dan sebagian besar AMDK lain memang berasal dari kawasan pegunungan, tapi bukan langsung dari mata air terbuka di permukaan.

    “Perlu dicatat, dulu, perusahaan-perusahaan AMDK seperti Aqua memang mengambil air dari wilayah pegunungan, tapi bukan semuanya dari mata air. Setahu saya, sekarang hanya dua lokasi yang masih memakai mata air langsung, Aqua, di Bali dan di Solok,” jelas Fajar kepada detikcom.

    Ia menambahkan, penggunaan istilah ‘air pegunungan’ dalam iklan modern sebenarnya sudah tepat, karena air tanah dari kawasan gunung api memiliki kualitas mineral yang baik dan melimpah.

    “Mereka menargetkan air dari daerah gunung api karena kandungan mineralnya bagus. Jadi istilah ‘air pegunungan’ itu lebih sesuai secara ilmiah,” katanya.

    Dulu dari Mata Air, Sekarang dari Sumur Dalam

    Menurutnya, perubahan sumber air ini berkaitan dengan kebutuhan higiene dan keamanan kualitas air.

    “Kalau dicek, iklan Aqua yang menonjolkan mata air itu sudah sangat lama, mungkin tahun 1970-an saat mereka baru berdiri. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi iklan yang menyebut ‘mata air’, mereka selalu bilangnya ‘air pegunungan’.”

    Alasannya, lanjut dia, karena air dari mata air terbuka lebih rentan terkontaminasi, terutama oleh bakteri dari lingkungan sekitar.

    “Air dari mata air itu bisa tercemar bakteri E coli dari kotoran hewan di sekitar sumber air. Bakteri ini bisa menyebabkan diare. Makanya dulu selalu ada kampanye ‘air harus dimasak dulu’,” jelasnya.

    Selain itu, vegetasi seperti lumut atau tumbuhan liar di sekitar mata air juga bisa memengaruhi kualitas air.

    “Ada lumut yang menyegarkan, tapi ada juga yang belum diketahui efeknya terhadap tubuh. Ini masih terus kami riset,” tambahnya.

    Air Sumur Dalam Lebih Terlindungi dan Stabil

    Berbeda dengan mata air yang bersinggungan langsung dengan aktivitas manusia dan hewan, air tanah dari sumur dalam (air tanah tertekan) berada jauh di bawah permukaan.

    “Di bawah permukaan tanah yang cukup dalam, tidak ada kehidupan mikroorganisme. Jadi airnya lebih murni, hanya mengandung mineral alami dari batuan yang dilaluinya,” ungkapnya.

    Inilah alasan mengapa perusahaan air minum memilih menyedot air dari lapisan tanah dalam, bukan dari sumber mata air terbuka.

    “Dengan cara itu, kualitas air bisa dijaga, bebas kontaminasi, dan tetap memenuhi standar kesehatan,” katanya.

    Perubahan istilah dari mata air ke air pegunungan dinilai bukan bentuk penipuan, melainkan penyesuaian ilmiah dan regulatif terhadap praktik modern pengambilan air. Namun, karena citra iklan masa lalu begitu melekat, banyak masyarakat masih mengira air kemasan diambil dari pancuran gunung secara langsung.

    Fajar menilai, perlu ada edukasi publik yang lebih terbuka mengenai sumber air, proses pengolahan, dan regulasi pengawasan AMDK.

    “Masyarakat perlu tahu bahwa air pegunungan yang diambil lewat sumur dalam bukan berarti air buatan atau hasil bor sembarangan. Justru itu cara paling aman untuk memastikan air tetap alami dan steril,” pungkasnya.

    Air itu tetap berasal dari proses alam, hujan yang meresap ke dalam tanah, tersaring oleh lapisan batuan, dan muncul di lapisan air tanah dalam yang kemudian diambil melalui sumur industri berizin. Dengan kata lain, air Aqua memang dari pegunungan, tapi tidak langsung dari mata air di permukaannya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Aturan BPA di Indonesia, Jadi Tanggung Jawab Siapa?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • AHY sebut sekretariat baru Demokrat Jabar rumah aspirasi bagi rakyat

    AHY sebut sekretariat baru Demokrat Jabar rumah aspirasi bagi rakyat

    Bandung (ANTARA) – Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa Sekretariat DPD Partai Demokrat Jawa Barat yang baru diresmikan di Bandung, Minggu (26/10), bukan hanya sebagai fasilitas administratif partai, melainkan juga sebagai rumah aspirasi bagi rakyat.

    “Baru saja kita meresmikan gedung atau kantor DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Barat yang merupakan hasil kerja keras ikhtiar dari kader-kader kami. Kita yakini bahwa gedung atau kantor ini bukan sekedar tempat kami bekerja administratif, tetapi lebih merupakan rumah aspirasi bagi rakyat,” kata AHY usai peresmian kantor Sekretariat DPD Partai Demokrat Jawa Barat, di Bandung, Minggu.

    Dia mengatakan dengan adanya sekretariat baru Partai Demokrat yang lebih lengkap dan lebih memadai ini menjadi momentum bagi pihaknya, khususnya di Jawa Barat untuk terus berbenah.

    Bahkan ia meminta agar sekretariat tersebut dimakmurkan atau diramaikan, bukan hanya oleh kader partai tersebut, tetapi juga oleh berbagai kalangan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya.

    “Saya rasa ini merupakan sebuah momentum yang baik bagi kami yang tengah terus berbenah dari sisi personel, sumber daya manusia, dan juga segala aspek pendukungnya,” ucap dia.

    Hal ini juga ditekankan AHY mengingat posisi partainya saat ini tengah berbenah, sehingga perlu adanya dukungan sekaligus kritik dan masukan dari masyarakat.

    “Kita ingin mendengarkan aspirasi, bahkan kritik yang membangun karena kami ingin terus berbenah. Semoga perjuangan kami di politik yang juga pada akhirnya selalu ditujukan untuk masyarakat yang kami wakili, ini bisa benar-benar mendapatkan jalan yang lebih baik pada masa mendatang,” ujarnya.

    AHY juga meminta seluruh kader Partai Demokrat di Jawa Barat untuk terus mendukung dan mengawal pembangunan, baik di tingkat Jawa Barat maupun di tingkat nasional.

    Menurutnya, dengan semangat bersama dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan satu hal penting karena kompleksitas permasalahan di tingkat lokal juga memerlukan dukungan pemerintah pusat.

    “Dan kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah ini menjadi sangat penting, apalagi bicara kompleksitas di tingkat lokal yang juga perlu mendapatkan atensi dan dukungan dari pemerintah pusat. Sebaliknya, di pemerintah pusat tidak bisa sendirian perlu kerja bersama,” ujar AHY yang juga Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK).

    Sementara itu, Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, menyatakan bahwa dirinya secara pribadi berpartisipasi dalam pembangunan sekretariat baru itu. Partisipasi tersebut berupa uang sejumlah Rp250 juta yang diberikan secara pribadi.

    “Dan sebagai bentuk apresiasi, rasa hormat di luar struktur jabatan gubernur sebagai pribadi karena gubernurnya nggak boleh, saya juga ikut partisipasi untuk kantor ini 250 juta rupiah. Mudah-mudahan tidak melanggar undang-undang,” ujar dia.

    Ia berharap dengan adanya sekretariat baru Partai Demokrat Jabar ini bisa membuat solid para pengurus dan dapat menampung serta merealisasikan berbagai aspirasi masyarakat. Tentunya hal itu juga tidak lepas dengan kerja sama antara partai, fraksi di legislatif serta pemerintah daerah.

    “Semoga kehadiran sekretariat ini semakin membangun komunikasi publik yang baik antar pengurus, antar pengurus dengan masyarakat, antarpartai, fraksi, dan pemerintah di Provinsi Jawa Barat,” ujar Dedi Mulyadi.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BPKN Bakal Klarifikasi Aqua soal Sumber Air Minum dari Sumur Bor

    BPKN Bakal Klarifikasi Aqua soal Sumber Air Minum dari Sumur Bor

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan bakal memanggil PT Tirta Investama selaku produsen air minum kemasan Aqua untuk meminta klarifikasi terkait dengan dugaan sumber air yang tidak berasal dari mata air pegunungan. Hal ini sebagaimana klaim Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usai melakukan inspeksi di Subang.

    Ketua BPKN Mufti Mubarok menegaskan bahwa pihaknya telah menerima berbagai laporan dan pemberitaan publik atas hal tersebut, sehingga akan memastikan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana amanat Undang-undang (UU) No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    “BPKN juga akan mengirim tim investigasi langsung ke lokasi pabrik guna memverifikasi kebenaran informasi tersebut,” kata Mufti dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (26/10/2025).

    Menurutnya, apabila klaim bahwa produksi air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua berasal dari sumur bor benar, maka hal tersebut akan bertolak belakang dengan slogan perseroan selama ini.

    Mufti menyebut bahwa BPKN memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan konsumen tidak terdampak oleh informasi yang menyesatkan.

    “Jika klaim di iklan berbeda dengan fakta di lapangan, maka itu termasuk pelanggaran prinsip kejujuran dalam beriklan. Konsumen berhak mengetahui asal bahan baku produk yang mereka konsumsi. BPKN akan menindaklanjuti ini secara transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum,” ujar Mufti.

    Selain itu, BPKN akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Perindustrian untuk memeriksa izin sumber air dan memastikan tidak ada pelanggaran terhadap standar AMDK tersebut.

    Dia memastikan bahwa langkah ini bukan untuk menjatuhkan reputasi perusahaan manapun, melainkan semata-mata untuk menjaga kepercayaan publik dan perlindungan konsumen nasional.

    Adapun, dalam laman resminya, Aqua telah memberikan tanggapan atas dugaan yang menyebutkan bahwa produk Aqua berasal dari sumur bor biasa.

    Manajemen Aqua menyatakan bahwa produk mereka menggunakan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan.

    Selain itu, produk Aqua disebut terlindungi secara alami dan telah melalui proses seleksi serta kajian ilmiah oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad).

    “Air yang digunakan Aqua berasal dari lapisan dalam yang tidak bersinggungan dengan air permukaan yang digunakan masyarakat. Proses pengambilan air dilakukan sesuai izin pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” tulis manajemen.

  • Viral Air Aqua Disebut dari Sumur Bor-Sebabkan Longsor, Ini Kata Ilmuwan BRIN

    Viral Air Aqua Disebut dari Sumur Bor-Sebabkan Longsor, Ini Kata Ilmuwan BRIN

    Jakarta

    Bukan hanya soal sumber air, konten viral Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyoroti pabrik Aqua meninggalkan pertanyaan soal potensi longsor dan pergeseran tanah saat sumbernya diambil dari air tanah dengan metode pengeboran, tidak langsung dari mata air pegunungan.

    Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rachmat Fajar Lubis menegaskan persoalannya tidak sesederhana itu. Ada regulasi dan mekanisme ilmiah yang sudah diterapkan pemerintah untuk mengendalikan dampak pengambilan air tanah oleh industri.

    Aturan Ketat Pengambilan Air Tanah

    Menurut Fajar, kegiatan pengambilan air tanah oleh perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) tidak dilakukan sembarangan.

    “Kalau itu dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sudah ada aturannya. Semua produksi AMDK harus memiliki benchmark pergerakan tanah,” jelasnya saat dihubungi detikcom Minggu (26/10/2025).

    Artinya, setiap perusahaan diwajibkan melakukan pemantauan posisi dan elevasi tanah setiap tahun, untuk memastikan tidak ada penurunan atau pergeseran signifikan yang dapat memicu amblesan maupun longsor.

    “Mereka punya datanya kok, diukur posisi tanah tahun ini dan tahun depan, sehingga potensi dampak bisa diantisipasi lebih awal,” ujarnya.

    Izin Pemerintah Berdasarkan Debit Aman, Bukan Maksimum

    Peneliti BRIN menambahkan, setiap perusahaan AMDK hanya boleh mengambil air tanah sesuai dengan debit aman yang sudah dihitung oleh pemerintah.

    “Perusahaan diberikan izin berdasarkan debit aman, bukan debit maksimum. Jadi volume air yang diambil sudah melalui perhitungan agar tidak merusak struktur tanah,” katanya.

    Namun, masalah bisa muncul jika pengambilan air melebihi batas izin yang ditetapkan.

    “Kalau mereka menambah kapasitas pompa dan mengambil lebih dari debit yang diizinkan, di situlah dampak seperti pergerakan tanah atau amblesan bisa terjadi,” tambahnya.

    Salah satu langkah penting dalam pengawasan adalah kewajiban perusahaan untuk memiliki sumur pantau.

    “Setiap tahun, lebih dari lima titik sumur pantau harus dibuat oleh perusahaan,” jelas sang peneliti.

    “Kalau dari data sumur pantau terlihat muka air tanah terus menurun, artinya ada pengambilan berlebih.”

    Sayangnya, menurutnya, masyarakat sering salah paham soal fungsi sumur pantau.

    “Banyak yang heran, ‘masa bikin sumur tapi nggak diambil airnya?’ Padahal justru itu tujuannya, untuk memantau kondisi alami air tanah tanpa gangguan pengambilan.”

    Dengan cara ini, para peneliti dan otoritas lingkungan bisa mengetahui apakah kondisi tanah dan air bawah permukaan masih stabil atau sudah mengalami tekanan.

    “Jangan lupa, perusahaan-perusahaan ini beroperasi dengan izin dari pemerintah. Jadi, selama izin dipatuhi dan sumur pantau aktif dilakukan, risiko longsor bisa dikendalikan.”

    Menurut Fajar, yang perlu diperkuat bukan hanya kritik terhadap industri, melainkan transparansi data dan edukasi publik tentang air tanah.

    “Yang penting itu keterbukaan data dan pemahaman masyarakat,” ujarnya.

    “Kalau semua pihak tahu cara kerja pemantauan air tanah, masyarakat bisa ikut mengawasi secara cerdas, bukan hanya berspekulasi.”

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Peneliti BRIN Ungkap Air Hujan Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Adu Harta Menkeu Purbaya dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, Siapa Paling Tajir? – Page 3

    Adu Harta Menkeu Purbaya dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, Siapa Paling Tajir? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta- Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi bersitegang belakangan ini. Keduanya silang pendapat soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap dalam bentuk deposito di bank.

    Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin 20 Oktober 2025, Purbaya mengungkap berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per 15 Oktober 2025, bahwa ada 15 daerah menempatkan dana di bank, termasuk DKI Jakarta, Jawa Timur (Jatim), dan Jabar.

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar disebut menempatkan dana sebesar Rp 4,17 triliun. Sementara, Pemprov Jakarta tercatat menyimpan Rp 14,683 triliun dan Pemprov Jatim sebesar Rp 6,8 triliun.

    Pernyataan Purbaya lantas mengundang reaksi keras dari Dedi Mulyadi. Dia membantah bahwa Pemprov Jabar mengendapkan uang di bank.

    “Saya sudah cek tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi, dalam video berdurasi dua menit.

    Dedi bahkan mengaku telah menerima penjelasan langsung dari Bank Indonesia terkait laporan dana pemerintah daerah yang disebut mengendap. Dana Rp 4,1 triliun yang disebut mengendap itu adalah kas daerah dan deposito Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang digunakan untuk keperluan operasional.

    “Tidak ada uang Rp 4,1 triliun yang deposito. Yang ada adalah pelaporan keuangan per 30 September, di mana dana kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya dalam bentuk deposito BLUD di luar kas daerah yang menjadi kewenangan masing-masing BLUD,” jelas Dedi.

    Sentilan pengendapan APBD disusul bantahan antara Purbaya dan Dedi Mulyadi ini kemudian meluas ke urusan kekayaan masing-masing. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diunduh Minggu (26/10/2025), hitungan harta Purbaya dua kali lipat dibanding Dedi Mulyadi.

  • 9
                    
                        Dedi Mulyadi Ingin Pangandaran seperti Bali, Ini yang Akan Dilakukan
                        Bandung

    9 Dedi Mulyadi Ingin Pangandaran seperti Bali, Ini yang Akan Dilakukan Bandung

    Dedi Mulyadi Ingin Pangandaran seperti Bali, Ini yang Akan Dilakukan
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mendorong Pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk mengembangkan karakter seni, mirip dengan yang dilakukan Bali.
    Menurut Dedi, Pangandaran telah dikenal luas karena keindahan alamnya, namun ia meyakini bahwa daerah tersebut juga dapat menarik lebih banyak wisatawan melalui budaya dan kesenian yang dimilikinya.
    Dedi berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur sebagai langkah awal dalam pembentukan identitas seni di Pangandaran.
    Salah satu upaya yang direncanakan adalah memperpanjang jalur kereta hingga ke wilayah tersebut.
    “Kalau infrastrukturnya sudah baik, potensi seni masyarakat Pangandaran bisa dikembangkan agar menjadi identitas khas daerah,” ucap Dedi dalam Rapat Paripurna Hari Jadi Kabupaten Pangandaran ke-13 di Gedung DPRD Pangandaran, seperti yang tercantum dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (26/10/2025).
    Mantan Bupati Purwakarta itu menegaskan bahwa masyarakat Pangandaran memiliki bakat seni yang kuat dan menarik.
    Ia juga mencontohkan Bali sebagai daerah yang berhasil menanamkan nilai seni dalam setiap aspek kehidupan.
    “Di sana, estetika tidak berhenti di panggung-panggung seni, melainkan mengalir hingga ke wajah kota,” kata Dedi.
    Ia menambahkan bahwa mulai dari gerbang, jalan, trotoar, hotel, hingga tepi pantai, semuanya bernuansa seni, bahkan
    branding
    -nya pun berkarakter seni.
    Pemprov Jawa Barat, lanjut Dedi, akan menyiapkan konsep tata bangunan khusus untuk Pangandaran.
    Tujuan dari konsep ini adalah untuk membentuk karakter kawasan yang seragam dan khas.
    Dengan pendekatan ini, Dedi berharap Pangandaran tidak hanya menjadi tujuan wisata, tetapi juga ruang hidup yang mencerminkan jati diri masyarakatnya, dengan seni yang tumbuh dari tanahnya sendiri.
    “Supaya Pangandaran punya karakter yang khas, bangunannya seragam, trotoarnya seragam, drainasenya tertata, hingga punya branding tersendiri,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Heboh Aqua Pakai Air Sumur Bor, Menteri LH Sudah Ungkap Temuan Ini

    Heboh Aqua Pakai Air Sumur Bor, Menteri LH Sudah Ungkap Temuan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Video kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM di pabrik air mineral di Subang viral. Konten yang ramai dibicarakan publik adalah kekagetan KDM tentang sumber air baku untuk air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi pabrik tersebut.

    Sebelum KDM kaget, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan secara blak-blakan bahwa sebagian besar produk air minum dalam kemasan yang dipasarkan di Indonesia selama ini berasal dari air tanah bukan dari sumber air pegunungan.

    Ia lantas mengingatkan agar publik tidak mudah terpedaya dengan label air pegunungan pada botol kemasan yang banyak beredar. Pasalnya, hingga saat ini belum ada satupun perusahaan air kemasan yang menggunakan air permukaan secara berkelanjutan.

    “Jadi Bapak jangan terpedaya oleh minuman-minuman yang ada di atas meja itu Pak. Belum ada satupun minuman kemasan yang menggunakan air permukaan secara sustainable untuk produknya. Hanya untuk pricingnya, iya,” kata Hanif dalam acara Mindialogue CNBC Indonesia, dikutip Minggu (25/10/2025).

    Hanif menilai praktik pengambilan air tanah secara berlebihan yang dilakukan oleh perusahaan air minum sangat berisiko terhadap ketersediaan sumber daya air dalam jangka panjang.

    “Semisal kita perusahaan air minum, tanpa kita memperhatikan konservasi jangka panjang. Suatu ketika, maka suplai air kita akan terbatas. Saya enggak usah sebut namanya. Namanya air minum pegunungan. Tetapi yang digunakan air tanah,” ujarnya.

    Foto: Sejumlah pekerja mengangkut air minum dalam kemasan (AMDK) galon dengan alat pemberat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Kamis, (14/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Sejumlah pekerja mengangkut air minum dalam kemasan (AMDK) galon dengan alat pemberat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Kamis, (14/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    Sementara itu, air tanah sangat sulit untuk kembali, bahkan bisa dikatakan nyaris tidak dapat pulih. Menurut dia, laju rembesan air tanah hanya sekitar 100 cm per hari, sehingga pemulihannya membutuhkan proses yang cukup lama.

    “Maka konsep konservasi sebagai investasi jangka panjang ini baru sebatas drama. Baru sebatas kemudian semacam mantra yang banyak disampaikan oleh perusahaan, belum kita implementasikan,” ujarnya.

    Aqua Berikan Klarifikasi

    Pihak manajemen Danone Aqua memberikan klarifikasi. Corporate Communication Director Danone Aqua, Arif Mujahidin, menjelaskan bahwa sumber air yang digunakan pabrik Aqua di Subang memang berasal dari aquifer atau lapisan air tanah di kawasan pegunungan, bukan air permukaan biasa.

    “Sebenernya sumber airnya ada di aquifer tanah area pegungungan. Pengambilannya di pabrik Subang menggunakan pipa untuk memastikan air sumber terjaga dari potensi cemaran selama dialirkan ke proses produksi,” kata Arif Mujahidin kepada CNBC Indonesia, Kamis lalu (23/10/2025).

    Arif menambahkan, perbedaan lokasi pengambilan air di wilayah pegunungan dan dataran rendah turut memengaruhi karakteristik hidrologi air.

    “Yang membedakan karakter hidrologinya, air dari aquifer di wilayah pegunungan beda dengan di wilayah dataran rendah,” sebut Arif.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sebelum Menyalahkan Aqua, Negara Sudah Gagal Sediakan Air Bersih untuk Rakyatnya

    Sebelum Menyalahkan Aqua, Negara Sudah Gagal Sediakan Air Bersih untuk Rakyatnya

    GELORA.CO -Temuan mengejutkan datang dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu pabrik air kemasan merek Aqua di Subang. 

    Dalam kunjungannya itu, Dedi mendapati bahwa air yang digunakan pabrik tersebut bukan bersumber dari air pegunungan sebagaimana selama ini diklaim dalam kemasannya.

    Namun, di balik temuan itu, muncul tanggapan kritis dari Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi. Ia menilai bahwa sebelum menyalahkan pihak pabrik, pemerintah seharusnya bercermin pada kegagalannya sendiri dalam menyediakan air bersih bagi rakyat.

    “Sebelum menyalahkan pabrik air kemasan, si konten kreator—eh Gubernur—harusnya sadar bahwa negara ini sejak lama gagal menyediakan air bersih bagi rakyatnya,” ujar Islah dengan nada sindiran, lewat akun X miliknya, dikutip Minggu, 26 Oktober 2025.

    Menurutnya, persoalan utama bukan semata pada praktik bisnis industri air minum, melainkan pada lemahnya kebijakan negara dalam menjamin hak dasar warganya atas air bersih.

    “Untuk kebutuhan tenggorokan rakyat yang paling pokok pun, negara ini dikalahkan oleh galon isi ulang,” lanjutnya.

    Islah menegaskan, fenomena maraknya industri air kemasan adalah cerminan dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya air secara adil dan berkelanjutan. Jika negara benar-benar hadir, katanya, masyarakat tidak akan perlu bergantung pada air kemasan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

    Dikutip dari laman resminya, Aqua menegaskan sumber air berasal dari akuifer tertekan di kedalaman 60-140 meter.  Air di akuifer tertekan adalah air yang memiliki lapisan pelindung alami berupa bebatuan yang tidak bisa dilewati air