Tag: Mukti Fajar Nur Dewata

  • Imbas Efisiensi Anggaran, Komisi Yudisial Tak Bisa Seleksi Hakim Agung

    Imbas Efisiensi Anggaran, Komisi Yudisial Tak Bisa Seleksi Hakim Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) membeberkan anggaran yang dibutuhkan untuk menyeleksi calon hakim agung diperkirakan mencapai Rp4 miliar-Rp5 miliar. 

    Akan tetapi, dengan keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, KY terpaksa tak bisa menyeleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc.

    “Saya pikir tugas komisioner KY salah satunya menyeleksi kehakiman. Dan juga kami diminta melakukan efisiensi. Dengan anggaran yang ada, operasional sehari-hari saja agak terganggu, apalagi dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsinya,” ungkap Ketua KY Amzulian Rifai, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

    Maka demikian, Amzulian berpandangan hingga sejauh ini lembaganya memang tak bisa melaksanakan seleksi calon hakim agung. 

    Dia juga menjelaskan adanya konferensi pers pada Jumat (7/2/2025) tentang efisiensi anggaran pelaksanaan seleksi calon hakim agung, didasarkan untuk menjawab surat dari Mahkaman Agung (MA) dengan maksimal 15 hari.

    “Kenapa kemarin ada konferensi pers menjawab itu? Karena ada surat Mahkamah Agung yang meminta kami menyelesaikan [seleksi] Hakim Agung dan itu harus kami jawab,” jelasnya.

    Lebih jauh, dia pun turut mengemukakan jika memang ingin terlaksana, salah satu solusinya adalah mengembalikan anggaran semula sebesar Rp184 miliar.

    “Tapi kami sadar ini kan kebijakan negara. Saya yakin seluruh Kementerian dan Lembaga pada posisi yang sama. Kami akan jalankan sesuai dengan kebijakan negara tentu saja. Karena kami bagian dari negara ini,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, KY melakukan efisiensi 54,35% dari pagu anggaran tahun 2025. Hal tersebut berdampak pada pelaksanaan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) yang juga menjadi objek efisiensi anggaran. 

    “Anggaran KY yang dipangkas sekitar 54,35%. Bahkan, setelah dicermati ternyata tidak cukup untuk operasional harian kantor,” jelas Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam siaran resminya, Jumat (7/2/2025).

    Mukti Fajar menegaskan bahwa adanya efisiensi itu, maka KY tidak bisa bekerja dan menjalankan sejumlah tugas, termasuk melaksanakan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA.

  • Wakil KSP ajak advokat teladani sosok Adnan Buyung

    Wakil KSP ajak advokat teladani sosok Adnan Buyung

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari mengajak para advokat yang tergabung dalam Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) meneladani semangat sosok pendekar hukum Alm Prof Dr (Iur) H. Adnan Buyung Nasution, S.H.

    Dalam keterangan pers DePA-RI, Minggu, M Qodari mengapresiasi komitmen dan kiprah Almarhum Adnan Buyung Nasution dalam mengupayakan penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

    Wakil Kepala Staf Kepresidenan bahkan mengusulkan agar DePA-RI membuat kurikulum pengajaran tentang kiprah Pendekar Hukum Indonesia yang juga dikenal sebagai Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.

    Pernyataan tersebut dikemukakan M Qodari pada acara pelantikan dan pengukuhan pengurus DPD DePA-RI wilayah Jakarta Raya dan Rapat Pimpinan Nasional 1 (Rapimnas 1) di Jakarta pada 7 Februari 2025.

    Dalam acara itu, Ketua Umum DePA-RI TM. Luthfi Yazid juga menyampaikan pesan untuk pengurus baru yang dikukuhkan baik dari DPD DePA-RI Jakarta Raya dan seluruh DPC Jakarta.

    Ia meminta para advokat tersebut agar mampu menjaga integritas dan etika sebagai advokat yang selalu siap memberikan bantuan sejalan dengan istilah Justitia Omnibus atau keadilan bagi semua.

    Para advokat juga diminta untuk meningkatkan keterampilannya dengan memperbanyak edukasi lewat berbagai kursus dan pelatihan sehingga kemampuan yang dimiliki dapat terasah.

    Ketua Umum DePA-RI itu, meminta para anggotanya agar tidak pernah berhenti belajar dan menjadi pembelajar sepanjang masa.

    Sementara itu, Wakil Ketua KPK periode 2011-2015, Bambang Widjojanto yang juga menghadiri acara tersebut ikut memberikan pesan kepada para advokat DePA-RI untuk bisa beradaptasi dengan baik menghadapi tantangan di era digital. Ada tiga hal yang menjadi poin pembahasannya.

    Pertama, para advokat perlu fasih dengan digitalisasi. Perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, Chat GPT atau DeepSeek harus pula diikuti. Apabila tidak dipahami, profesi advokat mungkin saja tergerus.

    Kedua, Bambang mengatakan agar para advokat memantaskan diri dalam dunia yang begitu cepat berubah. Artinya, setiap advokat dituntut untuk menjadi pemecah masalah dalam setiap hal yang ditanganinya.

    “Dalam setiap keadaan yang sulit akan selalu ada peluang. Itulah yang harus dimanfaatkan para advokat,” tutur pengacara dan arbiter dengan sapaan akrab BW itu.

    Terakhir, advokat harus memahami perkembangan geopolitik dunia sehingga dapat memahami dampak bagi pekerjaannya di masa mendatang.

    BW mencontohkan, misalnya, dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS harus dikaji dampaknya, termasuk terhadap profesi hukum.

    Dalam Rapimnas 1 DePA-RI tersebut, dibahas banyak hal mulai dari isu pendidikan lanjutan, pengangkatan dan penyumpahan advokat, peningkatan kompetensi advokat, kerja sama dengan institusi penegak hukum, perguruan tinggi dan pemerintah; pembentukan Dewan Kehormatan, pembentukan Dewan Pakar, hingga pembelaan anggota.

    Acara itu mengukuhkan sosok Kunthi Dyah Wardani S.H., M.H., CRA. sebagai Ketua DPP DePA-RI Jakarta.

    Selanjutnya, posisi lainnya yang dikukuhkan yaitu Wakil Ketua DPD DePA-RI Jakarta Raya diisi sosok Suntan Satriareva, S.H., CLA dan Sekretaris DPD DePA-RI Jakarta Raya diisi perannya oleh Aldhi Setyawan Pratama, S.H., M.H., CRA.

    Ketua DPD DePA-RI Jakarta Raya dalam pidatonya setelah dilantik dan dikukuhkan mengatakan bahwa tugas yang ia terima tidaklah ringan.

    Berbagai tantangan ke depan akan menghadang seperti soal ketidakmerataan akses keadilan, lemahnya penegakan hukum, perubahan regulasi, kondisi ekonomi global dan lain-lain. Tetapi ia menyatakan optimistis dirinya akan sanggup menakhodai dan memajukan DPD DePA-RI di wilayah Jakarta Raya.

    Dalam acara itu hadir juga Hakim Tinggi Jakarta Dr Fauzan, S.H., M.H, Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji Dr Dahnil Anzar Simajuntak, dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Brigjen Pol (Purn) Dr. Achmadi, S.H., M.A.P.

    Hadir pula memberikan sambutan secara daring, yaitu Hakim Agung Dr Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H dan Komisioner Komisi Yudisial Pro. Dr Mukti Fajar Nur Dewata, S. H., M.Hum.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Perlindungan Saksi hingga Penegakan HAM Berpotensi Tergganggu Kebijakan Efisiensi Anggaran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Februari 2025

    Perlindungan Saksi hingga Penegakan HAM Berpotensi Tergganggu Kebijakan Efisiensi Anggaran Nasional 9 Februari 2025

    Perlindungan Saksi hingga Penegakan HAM Berpotensi Tergganggu Kebijakan Efisiensi Anggaran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kebijakan
    efisiensi anggaran
    yang diterapkan pemerintah berpotensi berdampak luas terhadap kinerja lembaga negara yang bergerak di bidang hukum dan hak asasi manusia.
    Pemangkasan anggaran
    ini menyebabkan terganggunya sejumlah program penting, mulai dari seleksi calon hakim agung 2025, pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban, serta penegakan dan pemajuan HAM di Indonesia.
    Diketahui, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pemerintah untuk mengurangi anggaran belanja yang bersifat seremonial.
    Instruksi ini tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 yang berlaku sejak 22 Januari 2025.
    “Membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion,” tulis diktum keempat Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
    Selain itu, Presiden juga meminta pemerintah mengurangi anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen.
    Kemudian, pemerintah diminta mengurangi belanja yang tidak memiliki output terukur. Lalu, pemerintah daerah diminta lebih selektif dalam memberikan hibah langsung kepada kementerian/lembaga, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.
    Presiden menargetkan penghematan total anggaran dari pemerintah pusat dan daerah mencapai Rp 306,69 triliun.
    Anggaran tersebut terdiri dari belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,10 triliun dan anggaran transfer ke daerah Rp 50,59 triliun.
    “Efisiensi atas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025 sebesar Rp 306.695.177.420.000,” bunyi diktum kedua Inpres tersebut.
    Komisi Yudisial
    (KY) mengungkapkan bahwa
    pemangkasan anggaran
    sebesar 54 persen membuat mereka kesulitan menjalankan tugas, termasuk seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA).
    “Sehubungan dengan efisiensi anggaran yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas, Komisi Yudisial tidak dapat melaksanakan seleksi hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada MA untuk memenuhi permintaan MA seperti permintaan tersebut di atas,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY, M Taufiq, dalam konferensi pers daring, Jumat (7/2/2025).
    Dalam surat yang dikirimkan MA ke KY, disebutkan bahwa terdapat kekosongan 16 posisi hakim agung di berbagai kamar peradilan.
    Dengan keterbatasan anggaran, KY belum bisa memastikan kapan seleksi dapat dilakukan.
    Meski begitu, KY masih berupaya agar seleksi hakim agung tetap dapat berjalan.
    “Saat ini KY terus mengupayakan untuk mendapatkan penambahan anggaran, dengan melakukan komunikasi pada pihak-pihak terkait,” ujar Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata.
    Fajar pun berharap anggaran dapat ditambah agar seleksi hakim agung tetap bisa dilaksanakan.
    “Semoga apabila terpenuhi, maka Insya Allah agenda seleksi calon hakim agung ini akan kembali bisa dilaksanakan,” tambahnya.
    Efisiensi anggaran
    juga berdampak besar pada
    Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
    (LPSK), yang mengalami pemangkasan anggaran hingga 62 persen.
    Dari total Rp 229 miliar yang diusulkan, kini hanya tersisa Rp 85 miliar untuk operasional tahun 2025.
    Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas, menyatakan bahwa keterbatasan anggaran akan berdampak pada layanan perlindungan saksi dan korban kejahatan.
    “Rp 85 miliar ini enggak mencukupi operasional kami, terutama berkaitan dengan layanan perlindungan terhadap saksi dan korban,” ujarnya saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (7/2/2025).
    LPSK terpaksa menghentikan beberapa layanan, seperti bantuan medis, psikologis, hingga perlindungan fisik.
    Selain itu, keterbatasan dana juga membuat LPSK harus lebih selektif dalam menangani permohonan perlindungan.
    “Kami enggak bisa menyetop orang untuk mengajukan permohonan, yang susahnya di situ. Makanya kami membatasi saja, misalnya kalau selama ini mungkin dihubungi 24 jam, sekarang jam kerja, misalnya jam 16.00 WIB selesai, lebih dari itu kami enggak bisa terima,” jelas Susilaningtyas.
    Untuk menekan biaya operasional, LPSK akan memangkas pengeluaran seperti listrik, internet, dan penggunaan kendaraan dinas.
    Komnas HAM juga terkena dampak signifikan dari kebijakan efisiensi anggaran, dengan pemotongan mencapai 46,22 persen. Dari pagu awal Rp 112,8 miliar, kini tersisa Rp 60,6 miliar.
    Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan bahwa efisiensi ini memengaruhi hampir seluruh program kerja lembaganya.
    “Skema efisiensi anggaran sebesar 46 persen terhadap Komnas HAM ketika diturunkan ke dalam alokasi anggaran program ternyata berdampak 90 persen lebih terhadap dukungan sumber daya terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi utama Komnas HAM, yaitu penegakan HAM dan pemajuan HAM,” katanya.
    Dari anggaran yang tersisa, Rp 47,8 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara hanya Rp 12,8 miliar yang dapat digunakan untuk pelaksanaan tugas dan operasional.
    Atnike menegaskan bahwa pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan dan DPR untuk memastikan anggaran yang tersedia cukup untuk menjalankan mandat perlindungan HAM.
    Menanggapi kekhawatiran terhadap dampak efisiensi anggaran, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mengganggu layanan publik.
    Menurut Hasan, pemotongan anggaran hanya dilakukan pada program yang dinilai tidak memiliki manfaat bagi publik, seperti perjalanan dinas dan seremonial.
    “Perjalanan luar negeri dikurangi, seremonial-seremonial dikurangi, perjalanan dinas dikurangi,” kata Hasan di Gedung Kwarnas, Jakarta, Jumat (7/2/2025).
    Hasan juga memastikan bahwa belanja pegawai, pelayanan publik, serta program bantuan sosial tidak akan terdampak oleh kebijakan efisiensi ini.
    “Tapi yang pelayanan publik tidak dikurangi, public service obligation tidak dikurangi, belanja gaji pegawai tidak dikurangi. Jadi yang kayak gitu-gitu kan sudah jelas sebenarnya,” jelas Hasan.
    Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Wahyudi Kumorotomo, menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan langkah realistis yang harus diambil pemerintah mengingat tantangan ekonomi global.
    “Namun, konsekuensi dari kebijakan pengetatan anggaran (bujet austerity) ini juga harus dipantau secara saksama,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    , Minggu (9/2/2025).
    Wahyudi juga mengkritisi pemangkasan anggaran yang menyentuh sektor strategis seperti penegakan HAM, kesehatan, dan pendidikan.
    “Publik pantas khawatir bahwa layanan kesehatan dan pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar rakyat justru semakin dikurangi, sementara prioritas untuk program MBG yang cenderung populis harus tetap diprioritaskan,” ungkap Wahyudi.
    Ia menekankan bahwa efisiensi anggaran tidak akan berdampak negatif jika dilakukan dengan benar.
    “Namun, biasanya reaksi para pejabat dan aparat adalah dengan mengurangi kualitas dan kuantitas layanan publik, sementara belanja operasional seperti perjalanan dinas tidak banyak berubah,” kata Wahyudi.
    “Dengan demikian, keberhasilan kebijakan pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran sangat tergantung kepada komitmen dan kemampuan setiap pejabat di tingkat pusat maupun di daerah,” sambungnya.
    Wahyudi pun berpandangan bahwa komitmen tersebut tak mudah didapatkan.
    Sebab, janji-janji pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ASN juga belum konsisten diwujudkan.
    “Sesuatu yang tidak mudah mengingat bahwa janji-janji peningkatan kesejahteraan ASN dengan tunjangan kinerja juga belum terwujud secara konsisten,” ucap Wahyudi.
    “Jadi dengan keterbatasan anggaran, pelayanan memang sulit dimaksimalkan, tapi bukan berarti tidak bisa. Sekali lagi, tergantung komitmen dan disiplin para pejabat dan ASN,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Efisiensi Anggaran, KY Pastikan Gaji Pegawai Tidak Dipotong

    Efisiensi Anggaran, KY Pastikan Gaji Pegawai Tidak Dipotong

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Yudisial (KY) memastikan gaji pegawai tidak akan dipotong meskipun terdampak kebijakan efisiensi anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto. KY menjadi salah satu lembaga yang terkena dampak efisiensi anggaran hingga 54%.

    “Terkait gaji, kami mengupayakan agar tidak ada pemotongan. Kami melakukan efisiensi pada pos anggaran lain,” ujar Anggota KY sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam konferensi pers daring, Jumat (7/2/2025).

    Mukti menegaskan KY mematuhi instruksi presiden terkait efisiensi anggaran, yang kini sudah diterapkan baik di kantor pusat maupun daerah. “Kami terus mengkaji prioritas penggunaan anggaran yang akan diefisiensikan,” tambahnya terkait efisiensi anggaran.

    Sebagai bagian dari kebijakan efisiensi, KY juga menyesuaikan pengeluaran di kantor perwakilan daerah. “Kami melakukan efisiensi di seluruh kantor KY, baik pusat maupun daerah, agar tetap bisa menjalankan tugas dengan optimal,” jelas Mukti.

    Namun, kebijakan efisiensi ini berdampak pada seleksi calon hakim agung, yang seharusnya dilakukan KY sesuai permintaan Mahkamah Agung (MA). Pada tahun ini, MA meminta seleksi untuk 16 calon hakim agung dan 3 calon hakim ad hoc HAM guna mengisi kekosongan posisi.

    “Untuk seleksi ini, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 5 miliar, dan ini bergantung pada jumlah permintaan dari MA,” ungkap Mukti terkait efisiensi anggaran KY.

  • Imbas Efisensi Anggaran, KY Tak Bisa Laksanakan Seleksi Hakim Agung MA

    Imbas Efisensi Anggaran, KY Tak Bisa Laksanakan Seleksi Hakim Agung MA

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) terpaksa tidak bisa menyeleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung alias MA usai keluarganya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

    Seperti diketahui, surat tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja bagi Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025.

    KY melakukan efisiensi 54,35 persen dari pagu anggaran tahun 2025. Hal tersebut berdampak pada pelaksanaan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) yang juga menjadi objek efisiensi anggaran.

    “Anggaran KY yang dipangkas sekitar 54,35 persen. Bahkan, setelah dicermati ternyata tidak cukup untuk operasional harian kantor,” jelas Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam siaran resminya, Jumat (7/2/2025).

    Mukti Fajar menegaskan bahwa adanya efisiensi itu, maka KY tidak bisa bekerja dan menjalankan sejumlah tugas, termasuk melaksanakan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA.

    Anggota KY selaku Ketua Bidang Rekrutmen Hakim M. Taufiq HZ menambahkan, bahwa MA sebenarnya telah menyampaikan kekosongan 19 hakim agung dan hakim ad hoc di MA.

    Kebutuhan hakim agung tersebut terdiri dari 5 hakim agung Kamar Pidana, 2 hakim agung Perdata, 2 hakim agung Kamar Agama, 1 hakim agung Kamar Militer, 1 hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN), 5 hakim agung Kamar TUN khusus pajak, serta 3 hakim ad hoc HAM di MA.

    Sesuai Undang-Undang No 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, maka KY harus mengumumkan pendaftaran penerimaan calon hakim agung paling lama 15 hari sejak surat permintaan dari MA diterima (16 Januari 2025).

    “Namun, karena efisiensi anggaran yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas, KY tidak dapat melaksanakan seleksi calon hakim agung dan calon hakim agung ad hoc HAM di MA untuk memenuhi permintaan MA. KY telah bersurat secara resmi kepada MA,” pungkas M. Taufiq.

  • Efisiensi Anggaran 54 Persen, KY Batalkan Seleksi Calon Hakim Agung

    Efisiensi Anggaran 54 Persen, KY Batalkan Seleksi Calon Hakim Agung

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Yudisial (KY) resmi membatalkan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA) akibat pemotongan anggaran sebesar 54,35%. Keputusan ini merespons kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY M Taufiq HZ, pembatalan seleksi ini menjadi jawaban atas dua surat dari wakil ketua MA nonyudisial yang meminta pengisian kekosongan jabatan hakim agung dan hakim ad hoc HAM.

    “Sesuai undang-undang, KY harus mengumumkan seleksi dalam 15 hari kerja sejak menerima surat dari MA pada 16 Januari 2025. Namun, karena efisiensi anggaran, seleksi tidak bisa dilaksanakan,” ujar Taufiq dalam konferensi pers daring, Jumat (7/2/2025).

    Mahkamah Agung sebelumnya melaporkan kekosongan 16 hakim agung dan tiga hakim ad hoc HAM, yang terdiri dari, lima hakim agung kamar pidana, dua hakim agung kamar perdata, dua hakim agung kamar agama, satu hakim agung kamar militer, satu hakim agung kamar PTUN, lima hakim agung kamar PTUN khusus pajak, dan tiga hakim ad hoc HAM.

    Menurut Anggota KY sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, efisiensi anggaran yang berpengaruh pada pembatalan seleksi calon hakim agung mengikuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.

    “Anggaran KY dipangkas 54,35%, bahkan setelah dicermati, tidak cukup untuk operasional harian kantor,” ungkap Mukti Fajar.

    Akibatnya, sejumlah tugas KY terganggu, termasuk proses seleksi hakim agung yang merupakan mandat dalam Pasal 24B UUD 1945.

    Mukti Fajar menambahkan, KY masih berusaha mendapatkan tambahan anggaran dengan melakukan komunikasi dengan pihak terkait. Jika anggaran terpenuhi, seleksi calon hakim agung bisa kembali dilaksanakan.

    “Semoga seleksi ini bisa segera dilaksanakan agar pengisian kekosongan hakim agung di MA dapat berjalan sesuai mandat konstitusi,” pungkasnya terkait pembatalan seleksi calon hakim agung karena efisiensi anggaran KY.

  • KY Minta Masyarakat Laporkan Oknum Hakim yang Terlibat Kasus Tambang Liar Kalbar

    KY Minta Masyarakat Laporkan Oknum Hakim yang Terlibat Kasus Tambang Liar Kalbar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Yudisial mempersilahkan publik melaporkan dugaan pelanggaran etik Hakim di Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak.

    Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata mengakui banyak masyarakat yang tidak terima dengan putusan dari Hakim PT Pontianak yang dinilai mencederai keadilan.

    Putusan Hakim PT Pontianak tersebut yakni menerima permohonan banding terdakwa WNA China berinisial YH terkait perkara tindak pidana penambangan tanpa izin yang diduga merugikan keuangan negara Rp1,02 triliun, sehingga terdakwa langsung bebas.

    “KY akan memberi atensi terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian publik dan akan mendalami kasus tersebut,” tuturnya di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

    Maka dari itu, KY mempersilakan publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) majelis hakim yang menangani perkara ini beserta bukti pendukung. 

    Dia berjanji KY akan memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur berlaku, untuk melihat apakah ada dugaan tindak pidana pelanggaran kode etik hakim.

    “Publik dapat melaporkannya apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim tapi harus disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada,” ujarnya.

    Seperti diketahui, terdakwa WNA asal China berinisial YH melakukan penambangan liar dan merugikan keuangan negara sebesar Rp1,02 triliun dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. 

    Majelis Hakim PT Pontianak membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN KTP tertanggal 10 Oktober 2024 yang menjatuhkan vonis pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp30 miliar.

  • KY Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Pemvonis Harvey Moeis

    KY Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Pemvonis Harvey Moeis

    Jakarta

    Komisi Yudisial (KY) menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis. KY saat ini tengah memproses laporan tersebut.

    “Atas laporan tersebut, KY memproses dan melakukan tahap penyelesaian analisis,” kata Anggota Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata dilansir Antara, Kamis (9/1/2025).

    Fajar tidak menjelaskan secara rinci pihak yang melaporkan majelis hakim pemvonis Harus Moeis. Namun, menurut dia, nantinya KY akan memeriksa beberapa pihak terkait, termasuk para hakim yang dilaporkan.

    “Akan dimulai pemeriksaan terhadap beberapa pihak terkait. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor,” ucapnya.

    KY menyadari vonis Harvey Moeis menimbulkan gejolak di masyarakat. Selain karena vonisnya jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa, masyarakat juga menyoroti pertimbangan meringankan yang digunakan majelis hakim dalam memvonis terdakwa, seperti sopan dan memiliki tanggungan keluarga.

    “Karena menjadi perhatian publik, KY memastikan perkara ini menjadi prioritas lembaga dan KY akan terus menelusuri informasi dan data sedalam-dalamnya,” imbuh Mukti Fajar.

    “KY juga telah berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala Negara untuk melakukan audiensi membahas berbagai problematika peradilan,” tutur Mukti Fajar.

    Seperti diketahui, pada Senin (23/12/2024), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Harvey sebelumnya dituntut 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara, dan uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara.

    (maa/idn)

  • KY Usut Dugaan Pelanggaran Etik Hakim usai Vonis Ringan Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara

    KY Usut Dugaan Pelanggaran Etik Hakim usai Vonis Ringan Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara

    loading…

    KY mengusut dugaan pelanggaran etik hakim Pengadilan Negeri Jakarta usai vonis ringan Harvey Moeis. Foto/SINDOnews.

    JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) mengusut dugaan pelanggaran etik hakim Pengadilan Negeri Jakarta. Hal itu menyusul putusan ringan kepada terdakwa kasus korupsi Harvey Moeis beberapa waktu lalu.

    KY menyadari putusan penjara 6,5 tahun terhadap Harvey Moeis di kasus suap timah menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, KY telah menurunkan tim selama persidangan kasus tersebut berlangsung.

    “Kami akan mendalami perihal ada atau tidaknya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim yang memvonis suami Sandra Dewi itu,” ujar anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, Selasa (31/12/2024).

    Selama persidangan berlangsung, kata Mukti, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan. “Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge dan saksi. Hal ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” sambung dia.

    Di sisi lain, Mukti menyebutkan pendalaman KY tidak akan masuk pada substansi putusan. “KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi. Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” ujar dia.

    Mukti mempersilakan masyarakat mengadu dan melapor apabila memiliki bukti adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakim terkait vonis tersebut. “Namun, KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” jelas dia.

    Sebelumnya, Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi divonis 6,5 tahun tahun penjara oleh majelis hakim majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang pembacaan putusan, Senin, 23 Desember 2024. Vonis dijatuhkan terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.

    Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 12 tahun penjara. Dalam perkara ini, posisi Harvey Moeis selaku perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).

  • Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan, Komisi Yudisial Tindaklanjuti Dugaan Pelanggaran Etik

    Vonis Harvey Moeis Lebih Ringan, Komisi Yudisial Tindaklanjuti Dugaan Pelanggaran Etik

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Yudisial (KY) menyoroti vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap terdakwa Harvey Moeis. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

    Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara. Sebelumnya, JPU menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.

    Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, menyatakan KY menyadari putusan ini dapat memicu polemik di tengah masyarakat. Untuk memastikan proses persidangan berlangsung adil, KY telah mengirimkan tim pemantau selama proses hukum berjalan.

    “Beberapa sidang yang dipantau meliputi pemeriksaan ahli, saksi a de charge, dan saksi lainnya. Langkah ini dilakukan agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensi sehingga memutus perkara secara adil,” ungkap Mukti Fajar dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (28/12/2024).

    KY akan mendalami putusan ini untuk menilai apakah terdapat indikasi pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Namun, KY menegaskan tidak akan mencampuri substansi putusan.

    “Forum yang tepat untuk mengubah atau menguatkan putusan adalah melalui upaya hukum banding,” ujar Mukti.

    KY juga membuka pintu bagi masyarakat yang memiliki dugaan pelanggaran etik hakim terkait kasus ini untuk melapor. KY meminta agar laporan yang diajukan dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung guna mempermudah proses tindak lanjut.