Tag: Mukhamad Misbakhun

  • Bahas 3 Juta Rumah, Ini Hasil Pertemuan 2 Menteri Prabowo, DPR & BI

    Bahas 3 Juta Rumah, Ini Hasil Pertemuan 2 Menteri Prabowo, DPR & BI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Permukiman dan Perumahan Rakyat (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan hasil pertemuan antara dirinya, Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang dilaksanakan pada malam hari ini, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Pertemuan ini ternyata membahas khusus perihal insentif program pembangunan 3 juta rumah untuk masyarakat Indonesia. Hadir dalam pertemuan ini, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun dan Pandu Sjahrir yang mewakili Danantara.

    “Hari ini kita bertemu di kantor Bank Indonesia, berdiskusi panjang dengan Bapak Gubernur dan jajaran, Bapak Menteri BUMN, Bapak Misbakhun Ketua Komisi XI dan Pak Pandu dari Danantara,” ungkap Maruarar, dalam konferensi pers, Selasa (11/2/2025).

    “Ini tentu tidak tiba-tiba pertemuan hari ini. Pertemuan hari ini dengan proses yang panjang kami dengan Bapak Gubernur beberapa kali diskusi soal perumahan itu ada beberapa yang menjadi perhatian,” tambahnya.

    Adapun, perhatian tersebut a.l. soal lahan, likuiditas, sasaran program dan kualitas perumahan. Dalam diskusi ini, Maruarar menuturkan pihaknya dan BI menekankan perihal sinergi antara pemerintah dan moneter perihal masalah likuiditas untuk melaksanakan program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

    “Ini benar-benar saya merasa sangat baik dan saya merasa di-support oleh ekosistem,” ungkapnya.

    Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan pertemuan ini dilakukan dalam rangka mencari solusi untuk membantu ketersediaan likuiditas untuk mendukung program prioritas Presiden, yakni pembangunan 3 juta rumah. Menurut Misbakhun, dorongan kebijakan moneter dari BI bisa menjadi game changer dalam program ini.

    “Kita cari solusi bagaimana BI memberikan dukungan melalui insentif makroprudensial…Ada keterbatasan likuiditas, harapan kita BI bisa membantu ketersediaan likuiditas tersebut,” ujarnya.

    Berdasarkan dasar hukum UU P2SK, dia menegaskan bahwa BI bisa terjun dalam membantu program ini, mengingat kekuatan kebijakan BI dari sisi makroprudensial.

    Dukungan Rp 80 Triliun dari BI

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kesepakatan ini adalah bentuk dukungan BI terhadap program Astacita pemerintah. BI, menurutnya, melihat sektor perumahan bisa memberikan dukungan yang tinggi bagi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

    “Kalau perumahannya maju, tentunya tidak saja pertumbuhan ekonominya, tetapi juga bisa mendorong dan menarik sektor-sektor yang lain,” tegasnya.

    Oleh karena itu, Perry menuturkan BI akan memberikan insentif likuiditas kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor perumahan. Saat ini, BI menyediakan Rp 23,19 triliun dan Perry berkomitmen untuk menaikkan insentif ini secara perlahan menjadi Rp 80 triliun.

    “Dari hasil diskusi ini, nah dari hasil diskusi tadi, kami akan naikkan secara bertahap menjadi Rp80 triliun untuk mendukung program perumahan ini,” ujarnya.

    (haa/haa)

  • BI Guyur Insentif hingga Rp80 Triliun Demi Program 3 Juta Rumah

    BI Guyur Insentif hingga Rp80 Triliun Demi Program 3 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan bakal menaikkan insentif kebijakan likuiditas mikroprudensial (KLM) hingga Rp80 triliun untuk mendukung program 3 Juta Rumah. 

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa kenaikan insentif akan dilakukan secara bertahap sebagai bentuk dukungan bank sentral terhadap program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

    “Kami menyediakan [KLM] sekarang adalah Rp23,19 triliun. Dari diskusi tadi, kami akan naikkan secara bertahap menjadi Rp80 triliun untuk mendukung program perumahan ini,” katanya dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025) malam.

    Kendati demikian, dia tidak memerinci jangka waktu kenaikan bertahap itu.

    Dia menyebut bahwa kebijakan tersebut telah disepakati dalam pertemuan dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Ketua Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun. Pandu Sjahrir, yang digadang-gadang menjadi bos BPI Danantara, juga hadir dalam pertemuan yang sama.

    Lebih lanjut, Perry menyebut bahwa kebijakan ini merupakan wujud komitmen BI terhadap visi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Menurutnya, fokus terhadap sektor perumahan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi serta penciptaan lapangan kerja, bahkan menarik pertumbuhan sektor lainnya.

    “Kami berikan insentif likuiditas makroprudensial kepada bank-bank yang menyalurkan kredit untuk program 3 Juta Rumah,” pungkasnya.

  • Sri Mulyani janji akan terus perbaiki sistem Coretax

    Sri Mulyani janji akan terus perbaiki sistem Coretax

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kegiatan Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)

    Sri Mulyani janji akan terus perbaiki sistem Coretax
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 11 Februari 2025 – 15:34 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji pihaknya akan terus memperbaiki sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    “Saya tahu ada keluhan soal Coretax. Kami akan terus melakukan perbaikan,” kata Sri Mulyani dalam kegiatan Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa.

    Dia melanjutkan, membangun sistem yang kompleks seperti Coretax dengan 8 miliar transaksi bukan perkara mudah.

    “Ini bukan alasan. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kami akan terus melakukan perbaikan agar Indonesia memiliki sistem pengumpulan pajak yang terdigitalisasi serta lebih andal dalam mencatat serta memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan hukum,” ujarnya.

    Di sisi lain, dia juga mengatakan Kementerian Keuangan telah menerima arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan penerimaan pajak, terutama dalam mengatasi kebocoran serta penghindaran pajak.

    Area yang menjadi fokus peningkatan Kemenkeu termasuk mengintegrasikan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menjadi satu kekuatan bersama. Dengan begitu, wajib pajak akan memiliki data yang konsisten dan dapat memenuhi kewajibannya tanpa adanya tumpang tindih data atau pengulangan proses.

    “Hal ini juga akan menciptakan layanan yang jauh lebih baik, sehingga biaya kepatuhan bagi wajib pajak dapat berkurang secara signifikan,” kata dia lagi.

    Sementara itu, DJP dan DPR sepakat untuk menjalankan sistem Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan yang lama.

    Skenario tersebut antara lain fitur layanan yang selama ini sudah dijalankan secara paralel, yaitu pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025 dengan menggunakan e-Filing melalui laman Pajak.go.id, dan penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak PKP tertentu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun saat ditemui usai RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin, meminta DJP untuk memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.

    Hal itu termasuk menyempurnakan sistem teknologi Coretax serta memperkuat aspek keamanan siber.

    Komisi XI juga meminta DJP untuk tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang terkendala oleh sistem Coretax.

    Sumber : Antara

  • Tom Lembong Aja Bisa Dipenjara, Harusnya Ini Juga!

    Tom Lembong Aja Bisa Dipenjara, Harusnya Ini Juga!

    PIKIRAN RAKYAT – Sistem Core Tax Administration System (CTAS) atau Coretax yang digunakan untuk melaporkan SPT Tahunan masih terus mengalami kendala. Bahkan, beberapa orang menghitung sudah 40 hari Coretax mengalami error dan tidak bisa diakses.

    Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), dirancang untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui pengelolaan data yang lebih terintegrasi dan efisien. Dengan anggaran sebesar Rp3 triliun, sistem ini berhasil dikembangkan dengan biaya di bawah Rp2 triliun.

    Proyek yang dibangun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak tahun 2020 ini didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No.40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan dan menjadi sorotan publik. Dalam proses pembangunnya, Coretax menelan biaya dengan nilai fantastis yakni sebesar Rp1,3 triliun.

    Akan tetapi, anggaran Rp1,3 triliun yang dikucurkan untuk membuat Coretax dinilai tidak sepadan dengan kinerjanya yang terus bermasalah. Publik pun menuntut agar pembuat Coretax diusut, karena dinilai menyebabkan kerugian.

    “Coretax ini makin lama makin nyebelin ya. @KemenkeuRI @DitjenPajakRI kalian harus usut siapa orang dibalik ini semua. Potensi kerugiannya gede banget. Kalo tom lembong aja bisa dipenjara, harusnya yang bikin ini juga sama! Ga cukup minta maaf,” kata akun @ang**_f*n pada Senin 10 Februari 2025.

    “Coretax nih kaya proyek gagal ga si? niatnya lebih oke dari e-faktur yang udah jadul, tapi malah nyusahin banyak orang. mau mundur ke e-faktur sulit, maju benerin app juga sulit karena banyak errornya. sehat sehat budak perpajakan seindonesia, kalo bisa sih balikin e-faktur,” tutur akun @waifyous***.

    “Hari ke 40! Coretax masih aja error! Ini udah tanggal segini dan mau mendekati deadline buat bayar ya kocak. Dari kemarin bahkan hari libur dan tengah malem pun gue gak bisa buat BP21. INI GIMANA????” ujar akun @lucein****.

    “Coretax b*j*ng*n, sengaja buka laptop jam set 12 malem berharap tu billing pph 21 udah ada tombol lapor dan bayar ternyata masih belum muncul juga. Br*ngs*k semua, budget 1.3 triliun kaya sampah,” ucap akun @sis**nram***.

    “Jam 8 baru lewat 10 menit tapi coretax udah ngadat, mau download pdf FP gabisa sedangkan cust urgent. kata gua @kring_pajak @DitjenPajakRI bubar aja deh,” kata akun  @livingweir***.

    “Hari hari ada aja gebrakannya ini coretax. kenapa impersonate badan jadi gabisa lagi min? kenapa si hari-hari bikin pusing aja. @kring_pajak. deadline pph udah sebentar lagi ini,” tutur akun @ba**satr***.

    “Mau bayar pajak tapi nggak bisa, tepuk tangan deh untuk developer Coretax. Mana antarmukanya berantakan dan bingungin. Padahal website DJP Online itu udah bagus, antarmukanya juga tergolong rapih dan simple buat web pemerintahan,” kata akun @firman***.

    3 Perusahaan di Balik Coretax

    Berikut ini tiga perusahaan di balik Coretax dan total anggaran yang dikeluarkan:

    LG CNS – Qualysoft Consortium

    Pemenang tender untuk pengadaan sistem Coretax. LG CNS adalah anak usaha LG Group dari Korea Selatan yang bergerak di bidang transformasi digital. Qualysoft adalah perusahaan konsultan dan layanan TI asal Austria. Kontrak senilai Rp1,228 triliun (termasuk pajak).

    PT PricewaterhouseCoopers (PwC)

    Bertindak sebagai Agen Pengadaan yang ditunjuk pemerintah. Berwenang melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa sesuai Perpres 40/2018. Mengusulkan LG CNS – Qualysoft sebagai pemenang tender.

    PT Deloitte Consulting

    Pemenang tender untuk Jasa Konsultasi Owner’s Agent – Project Management and Quality Assurance. Bertanggung jawab atas manajemen proyek, pengelolaan vendor/kontrak, serta penjaminan kualitas. Nilai kontrak sekitar Rp110 miliar.

    Total Anggaran

    Harga penawaran: Rp1,228 triliun Perkiraan nilai pekerjaan: Rp1,736 triliun Sumber pendanaan: DIPA DJP 2020-2024 Rapat Tertutup Dirjen Pajak dan DPR

    Direktur Jenderal atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo pada hari ini, Senin, 10 Februari 2025, menggelar rapat membahas Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rapat tersebut digelar tertutup untuk publik.

    Awalnya, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memimpin rapat dan menanyakan kepada Suryo apakah rapat akan digelar terbuka atau tertutup.

    “Kalau diizinkan pimpinan, rapat dilakukan secara tertutup,” ucap Suryo Utomo di ruang rapat Komisi XI DPR, Senin 10 Februari 2025.

    Akan tetapi, dia tidak menjelaskan alasan mengapa meminta rapat tak dibuka ke publik. Para anggota dewan kemudian menyepakati rapat membahas Coretax dilakukan secara tertutup.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

    Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengungkapkan  sistem Coretax di Ditjen Pajak yang kini error punya 10 masalah yang menyebabkan sistem perpajakan terbaru berbasis digital ini tidak berjalan dengan baik.

    Hal itu terungkap dari hasil rapat tertutup antara Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Karena rapat tersebut bersifat tertutup, Misbakhun tidak dapat merinci secara detail masalah-masalah yang ada dalam Coretax.

    “Ada sepuluh item tadi disebutkan di dalam rapat itu. Saya tidak bisa menyebutkan karena rapat itu tertutup sifatnya,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia hanya menyebutkan bahwa masalah-masalah tersebut bersifat teknis dan fundamental.

    Misbakhun menekankan bahwa implementasi Coretax tidak boleh mengganggu penerimaan pajak negara.

    Ia menyerahkan kepada DJP untuk memutuskan sistem IT apa yang akan digunakan, asalkan penerimaan negara tetap terjaga.

    “Kalau memang Coretax belum bisa secara perfect, secara sempurna diimplementasikan, kita berikan tawaran untuk kembali menggunakan sistem yang lama,” ujar Misbakhun.

    Akhirnya, disepakati bahwa sistem perpajakan akan menjalankan Coretax dan sistem lama secara bersamaan.

    Penggunaan secara bersamaan itu menjadi bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan.

    “Tadi disampaikan oleh Dirjen Pajak [Suryo Utomo] bahwa saat ini sedang berjalan sampai [pelaporan] tahun 2024 kan masih mengakomodasi sistem-sistem yang lama dan sistem yang baru full menggunakan Coretax,” kata Misbakhun.

    “Pak Suryo tadi memastikan kepada kita untuk e-faktur dan sebagainya itu kan masih menggunakan [sistem] yang lama. Di luar itu mereka sudah mulai mengimplementasikan coretax,” sambungnya.

    Selain itu, DJP juga diminta agar melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Misbakhun tak menjelaskan secara detail berkala itu per kapan, tetapi ia mengisyaratkan selama eskalasi isunya belum menurun, DJP masih akan dipanggil oleh Komisi XI DPR RI.

    “Kalau isunya menguat [masih akan dipanggil, red]. Berkala itu kan bahasa yang sangat multi, bisa kita maknai macam-macam,” tutur Misbakhun.

    “Apalagi sebentar lagi kan waktunya masyarakat untuk lapor SPT, PPh tahunan, baik untuk korporasi maupun untuk perorangan,” pungkasnya.  

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna yang mengakses secara bersamaan.

    Ia menyebutkan. Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang masuk bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh dan memicu gangguan teknis.

  • Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

    Isa Rachmatarwata Jadi Tersangka, DPR Minta Sri Mulyani Segera Cari Pengganti Dirjen Anggaran – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani segera mencari figur pengganti untuk mengisi pos jabatan dirjen anggaran setelah Kejaksaan Agung RI menetapkan Isa Rachmatarwata sebagai tersangka  kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, dirjen anggaran yang baru harus segera ditunjuk demi efektivitas pelaksanaan tugas pengelolaan anggaran negara dan hal ini menjadi kewenangan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

    “Itu kewenangan menteri keuangan. Mau tidak mau dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas ya harus dicari pejabat sementaranya siapa, tanpa mengurangi hak-hak hukum yang masih dimiliki oleh yang bersangkutan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia mengatakan, kasus ini perlu dijadikan sebagai pembelajaran agar dalam menjalankan tugas harus lebih berhati-hati. Setiap kasus hukum yang ada pun harus dihormati prosesnya.

    “Bagi Komisi XI DPR karena mitranya juga, mudah-mudahan beliau diberikan sabar. Ke depan ini juga menjadi proses pembelajaran,” ujar Misbakhun.

    Munculnya kasus ini diharapkan tidak menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

    Misbakhun yakin kepercayaan masyarakat kepada pemerintah masih akan tetap tinggi terlepas dari adanya kejadian ini.

    “Imbauan saya, apapun yang terjadi itu bukan sebuah tujuan kita untuk melakukan pelanggaran,” ucap Misbakhun.

    “Kita kan tidak bisa mengharapkan manusia sempurna. Kita ini semua manusia, bukan malaikat yang bersih dari nafsu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengatakan saat peristiwa terjadi, Isa Rachmatarwata masih menjabat Kepala Biro (Kabiro) Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) periode 2006-2012.

    Isa diduga terlibat dalam pembuatan produk Saving Plan yang mengakibatkan PT Jiwasraya merugi.

    “Malam hari ini penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Asuransi pada Bapepam LK 2006-2012,” kata Qohar dalam jumpa pers, Jum’at (7/2/2025).

    Akibat perbuatannya, Isa diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Setelah ditetapkan tersangka, Isa pun kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    Dalam kasus korupsi Jiwasraya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meyakini Direktur Utama PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputro terbukti bersalah dan menjatuhkan vonis penjara seumur hidup serta membayar uang pengganti sejumlah Rp 6,078 triliun. 

    Selain tindak pidana korupsi, Benny Tjokrosaputro juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh pengadilan negeri.

    Selain Benny Tjokrosaputro, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. 

    Dalam hal ini, Heru juga divonis penjara seumur hidup dan membayar uang pengganti sebesar Rp 10,73 triliun. 

    Sementara empat terdakwa lain pada kasus ini yakni, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. 

    Mereka juga dijatuhi vonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

    Namun untuk Hary Prasetyo mendapat keringanan vonis dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

    Hary yang semula divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan Negeri, permohonan bandingnya dikabulkan pengadilan tinggi. 

    Namun demikian, Hary Prasetyo tetap dinyatakan bersalah dan terbukti korupsi.

    Sehingga, Hary Prasetyo dikenakan vonis 20 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan.

     

  • Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

    Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menilai masih terlalu dini untuk menilai gangguan sistem perpajakan Coretax yang terjadi sejak awal 2025 ini akan berdampak pada penerimaan negara.

    Menurut dia, dampak tersebut baru bisa diketahui pada akhir Februari nanti.

    “Nanti kami lihat akhir bulan Februari. Kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya seperti apa,” kata Suryo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia mengatakan telah melaporkan kepada Komisi XI DPR RI bahwa ada beberapa perubahan tanggal penyampaian dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan penyampaian SPT dan penyetoran untuk PPH 21 yang dulu tanggal 10 sekarang jadi tanggal 15. Kan gitu ya, pasti akan ada perubahan nih,” ujar Suryo.

    “Kami lapor juga kepada pimpinan Komisi XI tadi bahwa ada perubahan nih sebetulnya terkait dengan penyampaian SPT dan penyetoran PPH 21,” sambungnya.

    Suryo menegaskan bahwa yang terpenting adalah memastikan sistem Coretax tidak mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara.

    “Salah satu poin yang sampaikan Pak Ketua [Komisi XI DPR RI Misbakhun] tadi kan, yang penting kita menjaga penerimaan negara nih, jangan sampai kecelakaan,” ucap Suryo.

    Suryo juga menyatakan bahwa implementasi Coretax akan terus dipantau agar tidak menghambat pencapaian target penerimaan pajak negara

    “Jadi sama-sama kita konsultasikan implementasi coretax jangan sampai mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara,” pungkasnya.

    Pada rapat tertutup Senin ini antara Ditjen Pajak dan Komisi XI DPR RI, telah disepakati bahwa kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, dijalankan secara bersamaan.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan bahwa Ditjen Pajak diminta untuk tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama sebagai langkah antisipasi.

    Menurut dia, hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak untuk menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    Selain itu, Ditjen Pajak diminta untuk menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

    Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sepakat menjalankan kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, secara bersamaan.

    Kesepakatan itu dicapai setelah kedua lembaga menggelar rapat selama hampir lima jam di gedung DPR RI hari ini, Senin, 10 Februari 2025.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan, DPR meminta Ditjen Pajak agar tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama.

    Hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi hal-hal yang timbul dari penerapan Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak segera menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap menjalankan sistem pajak lama bersamaan dengan penerapan core tax administration system (Coretax). Langkah ini bertujuan untuk membantu wajib pajak yang masih mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem baru.

    Kesepakatan ini dihasilkan dalam rapat antara Komisi XI DPR dan DJP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (10/2/2025). Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menegaskan, DJP harus tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama untuk memastikan penerimaan pajak tidak terganggu.

    “DJP Kemenkeu agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan lama sebagai mitigasi dalam implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan,” ujar Misbakhun.

    Sejak diterapkan mulai 1 Januari 2025 banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan saat menggunakan Coretax. Terkait hal itu, DPR meminta DJP agar tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada 2025. 

    Sampai dengan 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan  (PPh) berjumlah 508.679. 

    Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak yaitu sebesar 218.994. Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.

    “Upaya penyempurnaan sistem pajak baru Coretax juga dilakukan dengan  memperkuat cyber security (keamanan siber). DJP melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR secara berkala,” kata Misbakhun.

    Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan, DJP terus memantau implementasi Coretax, termasuk perubahan jadwal penyampaian SPT dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan terkait penyampaian SPT dan penyetoran PPh Pasal 21. Sebelumnya batas waktu pada Senin (10/2/2025), kini menjadi Sabtu (15/2/2025),” ujar Suryo.

    DJP berkomitmen untuk menjaga stabilitas penerimaan negara selama masa transisi ke sistem pajak baru, yaitu Cortex.

  • Alasan DPR Terima Usulan Bos Pajak Bahas Coretax Tertutup, Simak!

    Alasan DPR Terima Usulan Bos Pajak Bahas Coretax Tertutup, Simak!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengungkapkan alasan persetujuan para anggota dewan terhadap permintaan Dirjen Pajak Suryo Utomo supaya rapat dengar pendapat terkait sistem Coretax digelar secara tertutup.

    Misbakhun mengatakan, pembahasan rapat itu digelar secara tertutup demi menghindari potensi kegaduhan selama rapat berlangsung. Ia mengingatkan, persoalan pajak sangat strategis karena menyangkut penerimaan negara.

    “Kita minta maaf kepada teman-teman rapat ini kita tertutup karena permintaan dan disepakati bersama rapat kita buat tertutup untuk menghindari kegaduhan-kegaduhan yang kita anggap tidak kondusif,” kata Misbakhun seusai rapat yang digelar sekitar empat jam itu di ruang rapat Komisi XI, Jakarta, Senin (10/2/2025)

    “Nanti tidak memberikan daya dukung yang kondusif karena pajak ini sangat strategis bagi penerimaan negara,” tegasnya.

    Dalam rapat itu, Misbakhun mengaku para anggota dewan sebetulnya meminta supaya implementasi sistem coretax yang kerap menghadapi masalah sejak diimplementasi pada 1 Januari 2025 ditunda sampai pembenahannya selesai.

    Namun, hasil dari rapat selama empat jam itu menghasilkan kesepakatan sistem coretax tetap berjalan bagi pelayanan administrasi para wajib pajak, bersamaan dengan kembali dibukanya layanan lama yang melalui sistem DJP Online.

    “Tadi kita menyimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, agar ya bahasanya ya, antisipasi dalam mitigasi implementasi coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” ungkap Misbakhun.

    Sebagaimana diketahui, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo meminta rapat dengar pendapat atau RDP tentang sistem Coretax dilakukan secara tertutup.

    Permintaan ini ia sampaikan setelah ditawari Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun apakah RDP tentang Coretax mau digelar secara terbuka atau tertutup.

    “Kalau diizinkan pimpinan rapat dilakukan secara tertutup,” ucap Suryo di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Merespons permintaan Suryo itu, Misbakhun lalu meminta pendapat para anggota dewan di Komisi XI, mereka juga menyatakan setuju rapat coretax digelar tertutup.

    “Maka rapat ini saya nyatakan tertutup untuk umum,” tegas Misbakhun.

    Rapat yang dihadiri 15 anggota DPR dari dari 6 fraksi itu mulai sekitar pukul 10.28 WIB. RDP itu dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun.

    “Telah dihadiri sebanyak 15 anggota, terdiri 6 fraksi dari 48 anggota Komisi XI yang terdiri dari 8 fraksi. Dengan demikian kuorum sebagaimana ditentukan dalam pasal 279 dan 281 peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib telah terpenuhi,” kata Misbakhun saat membuka rapat.

    (arj/mij)