Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menilai rencana penerbitan obligasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta patut dihargai di tengah keterbatasan ruang fiskal.
“Ini menunjukkan keberanian mencari cara baru untuk membiayai pembangunan, di tengah keterbatasan ruang fiskal yang semakin nyata,” kata Mujiyono di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, rencana Pemprov DKI untuk menerbitkan obligasi daerah pada dasarnya merupakan langkah yang patut dihargai. Namun, perlu diingat bahwa obligasi bukan sekadar utang, melainkan janji kepada publik.
“Janji bahwa uang yang dipinjam akan kembali dalam bentuk manfaat nyata bagi warga Jakarta. Karena itu, setiap langkahnya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan keterbukaan,” ujar Mujiyono.
Dia mengatakan terdapat sejumlah regulasi yang mengatur obligasi daerah dengan jelas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87 Tahun 2024, sambung dia, penerbitan obligasi hanya diperbolehkan untuk proyek investasi publik yang produktif, misalnya transportasi publik, air bersih, atau pengelolaan limbah kota.
“Bukan untuk proyek rutin, bukan untuk belanja seremonial, apalagi sekadar menutup defisit anggaran,” tutur Mujiyono.
Lebih lanjut, dia menuturkan mekanisme penerbitan obligasi daerah tidak sederhana karena terdapat delapan tahapan resmi yang harus dilalui.
Tahapan tersebut, mulai dari perencanaan proyek, persetujuan DPRD, pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri, penilaian dari Kementerian Keuangan, hingga proses pendaftaran dan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Setiap tahap melibatkan lembaga yang berbeda agar tidak ada satu pihak pun yang bisa bertindak sepihak,” ucap Mujiyono.
Bahkan, kata dia, dalam peraturan terbaru, yakni PMK Nomor 87 Tahun 2024 dan POJK Nomor 10 Tahun 2024, disebutkan bahwa pemerintah daerah diwajibkan memenuhi rasio kemampuan bayar minimal 2,5 kali lipat, serta memastikan total utang tidak melebihi 75 persen dari pendapatan daerah yang tidak ditentukan penggunaannya.
“Angka-angka ini bukan sekadar formalitas. Ini batas aman agar utang daerah tetap terkendali dan tidak menjadi beban APBD di tahun-tahun berikutnya,” tegas Mujiyono.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo mengungkapkan rencana penerbitan obligasi daerah saat ini memasuki tahap pembahasan, dan diharapkan segera rampung.
“Pada waktu itu, dari Balai Kota sudah bertemu dengan direktur yang bertanggung jawab untuk menerbitkan obligasi daerah, yang memberikan approval (persetujuan). Kita sedang dalam pembahasan, dan mudah-mudahan segera terselesaikan,” kata Pramono, Kamis (16/10).
Seperti diketahui, Pramono berencana menerbitkan obligasi atau surat utang daerah untuk menambah pemasukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2026.
Rencana obligasi daerah itu muncul setelah pemerintah pusat memutuskan untuk memangkas dana transfer berupa dana bagi hasil (DBH) ke Jakarta sebesar Rp15 triliun.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








/data/photo/2025/04/22/6807b78dd8ecb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
