Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim Djuyamto berulang kali menatap ke ujung ruangan di depannya: kemegahan meja dan kursi majelis hakim.
Pada sisi singgasana itu, berderet dua baris tempat duduk untuk jaksa dan terdakwa dalam posisi yang lebih rendah.
Saban Rabu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu datang ke Ruang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Meski mengantongi lisensi hakim tindak pidana korupsi, kehadiran Djuyamto bukan untuk mengadili.
Djuyamto menjadi hakim kedelapan yang diseret ke dalam jeruji besi dan diadili Kejaksaan Agung (Kejagung) selama setahun terakhir, sejak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik pada 20 Oktober 2024.
Selain Djuyamto, tujuh orang lainnya adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Lalu, eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono.
Menyusul mereka, hakim Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menyusul ke dalam bui.
Puluhan tahun mengadili, hakim-hakim itu mendapat giliran untuk dihakimi. Para “wakil Tuhan di bumi” itu memperjualbelikan putusan pengadilan.
Akibatnya, seperti Djuyamto yang kini setiap Rabu dihadirkan ke pengadilan, mereka menanti ketua majelis hakim membacakan vonis.
Tahun pertama pemerintahan Prabowo menjadi musim “menghakimi para hakim”.
Begitu panjang dan banyaknya orang-orang yang dibui membuat riwayat jual beli perkara di pengadilan itu bisa diceritakan menjadi dua babak.
Babak pertama dalam riwayat wakil Tuhan yang khilaf ini datang dari timur Pulau Jawa, dari gerilya dengan maksud jahat untuk membebaskan pelaku pembunuhan Dini Serra Afrianti, Gregorius Ronald Tannur.
Dengan dalih keyakinan anaknya tidak bersalah, ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan pengacaranya, Lisa Rachmat bersekongkol untuk menyuap hakim.
Atas bantuan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang berperan sebagai makelar kasus (Markus) Zarof Ricar, Lisa mendapat akses untuk bertemu Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono.
Lisa meminta formasi hakim disusun sesuai keinginannya. Dari sana, ia lalu bergerak menghubungi Erintuah, Mangapul, dan Heru satu per satu.
Pengacara itu lalu memberikan uang dengan jumlah total Rp 4,6 miliar agar mereka menjatuhkan putusan bebas dalam perkara Ronald Tannur.
Putusan pun diketok. Dakwaan jaksa dinyatakan tidak terbukti dan Ronald Tannur melenggang pulang.
Meski targetnya tercapai, Lisa menyadari kasus Ronald Tannur tidak berhenti. Jaksa mengajukan kasasi ke MA.
Lisa pun lanjut bergerilya, kembali berkontak dengan Zarof Ricar dan memintanya untuk mengkondisikan majelis kasasi.
Tak tanggung-tanggung, ia menyiapkan uang Rp 6 miliar dengan pembagian Rp 5 miliar untuk hakim agung dan Rp 1 miliar sebagai fee jasa markus Zarof.
Mantan pejabat elite di MA itu pun menyanggupi. Ia menemui Hakim Agung Soesilo dan menyampaikan permintaan Lisa.
Namun, belum sempat kasasi itu diadili dan uangnya sampai pada majelis, penyidik Kejagung menangkap Erintuah dan kawan-kawan.
Penangkapan lalu berkembang hingga ke Zarof Ricar.
Menggelar operasi senyap, penyidik menemukan uang dan emas senilai lebih dari Rp 1 triliun di rumah Zarof.
Harta benda itu terdiri dari uang dalam berbagai pecahan valuta asing (valas) senilai Rp 915 miliar dan Rp 51 kilogram emas batangan.
Benda berharga tersebut dibungkus pada kantong-kantong berbeda dan ditandai dengan keterangan nomor perkara kasus-kasus di pengadilan.
Meski pada akhirnya disimpulkan sebagai gratifikasi yang dianggap suap, penyidikan tidak dilanjutkan untuk mengungkap siapa hakim-hakim yang melakukan transaksi lewat Zarof.
Namun demikian, kasus Zarof menjadi catatan publik bagaimana mengerikannya praktek jual beli perkara di pengadilan.
Setelah berbulan-bulan menjalani persidangan, Erintuah dan kawan-kawan akhirnya diadili.
Erintuah dan Mangapul dihukum 7 tahun penjara sementara Heru 10 tahun. Lalu, Rudi Suparmono 7 tahun, Lisa Rachmat 14 tahun, dan Meirizka 3 tahun penjara.
Sementara, hukuman untuk Zarof Ricar paling berat: 16 tahun penjara.
Majelis hakim menyebutkan, tindakan Zarof sangat meruntuhkan kepercayaan publik pada pengadilan.
“Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung,” kata Hakim Rosihan dengan terisak di ruang sidang Hatta Ali, Rabu (18/6/2025).
Dari penanganan kasus suap Ronald Tannur, penyidik menemukan indikasi penyuapan vonis lepas kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
Penyidikan dilakukan dan berujung pada Djuyamto, Agam, dan Ali Muhtarom masuk bui.
Ketiganya didakwa menerima suap Rp 21,9 miliar untuk membebaskan terdakwa korporasi kasus ekspor CPO.
Dalam perkara itu, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar. Kemudian, Ali dan Agam masing-masing Rp 6,2 miliar.
Sementara itu, Arif menerima Rp 15,7 miliar dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, Rp 2,4 miliar.
Dalam kasus itu, suap tidak diberikan langsung kepada para hakim. Pengacara terdakwa korporasi, Ariyanto, menyerahkan uang suap lewat Wahyu.
Adapun Ariyanto mewakili korporasi di bawah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Sesuai pesanan, Djuyamto dan anggotanya membebaskan para terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Saat ini, perkara mereka masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam pemeriksaan, Djuyamto dan Arif mengaku bersalah menerima suap dari Ariyanto.
Pengakuan disampaikan saat keduanya diperiksa sebagai saksi mahkota.
“Kalau boleh dikatakan, (kasus ini) 75 persen sudah terang benderang. Saya sudah mengaku bersalah, sudah menerima uang,” kata Djuyamto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
Pada hari yang sama, Arif juga mengaku menerima uang haram dari pengacara terdakwa korporasi.
Meski demikian, Arif mengaku tidak memberikan arahan tertentu kepada majelis hakim yang mengadili.
“Mengenai ada uang, itulah salah saya dan khilaf saya, saya akui memang seperti itu,” ujar Arif.
Terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2024, Sunarto langsung diguncang rentetan penahanan hakim.
Belum selesai kasus Ronald Tannur, giliran Djuyamto dan kawan-kawan ditahan penyidik.
Bak dipercaya memegang nakhoda saat badai, raut dan ucapan Sunarto seperti campuran marah, kecewa, dan rasa sedih.
Berkali-kali Sunarto menebarkan peringatan keras kepada hakim-hakim yang bergaya hidup hedon dengan uang korupsi.
Menurut Sunarto, publik mengetahui dengan jelas pendapatan sah hakim hanya berkisar Rp 27 juta.
Oleh karena itu, seharusnya mereka malu ketika membeli dan menggunakan mobil mewah miliaran rupiah dan barang-barang branded.
“Kalau enggak malu, apa tidak takut sama Tuhan, minimal takut sama wartawan. Difoto arlojinya Rp 1 miliar, apa tidak malu saudara-saudara?” kata Sunarto geran dalam acara pembinaan pimpinan pengadilan dan para hakim se-Jakarta di Gedung MA, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
“Gajinya Rp 27 juta, Rp 23 juta, pakai LV, pakai Bally, pakai Porsche, enggak malu,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Sunarto pun menyatakan telah meminta jejaring sosial untuk melacak pegawai pengadilan atau hakim yang membawa mobil mewah ke kantor.
Mereka akan melaporkan dan akhirnya kemewahan itu akan ditelusuri apakah bersumber dari pendapatan sah untuk kemudian disampaikan ke Badan Pengawas MA.
“Setelah kita analisis dengan pendapatannya, maka Badan Pengawasan berkewajiban untuk melaporkan ke penegak hukum,” ujar Sunarto.
Meski demikian, Sunarto tak patah arang. Ia mencoba memperbaiki kondisi kesejahteraan hakim yang dinilai buruk karena 13 tahun tidak mengalami kenaikan.
Tak cuma bikin kepala Sunarto pusing, kasus korupsi di lingkungan MA juga membuat anggota DPR RI heran dan berang.
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menyampaikan kritiknya dengan sarkas saat mencecar calon hakim agung pada MA, Annas Mustaqim yang menjalani fit and proper test.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyinggung bagaimana suap nasib kelembagaan MA jika hakim yang diduga seharusnya menerima jatah Rp 915 miliar dan 51 kilogram diungkap.
“Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka misalnya, dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung, barangkali, tapi itulah kenyataan potret kita lihat saat ini,” kata Nasir, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Nasir pun menggali mempertanyakan bagaimana MA memperbaiki kondisi tersebut.
“Sehingga orang akan semakin lebih percaya kepada pengadilan,” ujar Nasir.
Di tengah gonjang-ganjingnya dunia peradilan, ratusan hakim muda mogok kerja.
Mereka protes pemerintah tidak menaikkan gaji dan tunjangan hakim sejak 13 tahun.
Setelah mendengar banyak masukan, Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan gaji hakim.
“Saya Prabowo Subianto, Presiden Indonesia ke-8, hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikkan demi kesejahteraan para hakim dengan tingkat kenaikan bervariasi sesuai golongan,” kata Prabowo di acara pengukuhan calon hakim di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Prabowo menyebut, kenaikan gaji paling tinggi mencapai 280 persen dan diberlakukan untuk hakim yang paling junior.
“Di mana kenaikan tertinggi mencapai 280 persen dan golongan yang naik tertinggi adalah golongan junior, paling bawah,” kata Prabowo disambut tepuk tangan meriah.
Membaca situasi tersebut, peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola mengatakan, peringatan Ketua MA memang patut diapresiasi.
Namun, kata Alvin, hakim yang korupsi tidak hanya didorong kondisi gaji yang kurang.
Para pemegang palu pengadilan itu korup karena sistem pengawasan di pengadilan yang lemah.
Maraknya hakim dan aparatus pengadilan yang tersandung suap menunjukkan bahwa integritas sistemik di lembaga pengadilan mengalami krisis. Alvin tidak sepakat jika kasus itu hanya persoalan personal hakim.
“Penyakit ini terus muncul akibat banyak problem tata kelola peradilan, belum kuatnya pengawasan internal, dan kultur birokrasi yang permisif terhadap penyalahgunaan kewenangan,” ujar Alvin saat dihubungi
Kompas.com
, Jumat (17/10/2025).
Selama penjatuhan sanksi yang setengah hati, proses hukum tertutup, dan laporan kekayaan yang disembunyikan, menurutnya, sulit berharap publik bisa percaya pada lembaga peradilan.
Pihaknya memandang, pencegahan korupsi bisa dilakukan di lembaga peradilan mulai dengan mempublikasikan kekayaan hakim secara berkala.
“Rekrutmen berbasis merit, digitalisasi proses peradilan, serta sinergi aktif MA–KY–KPK dalam pengawasan,” tegasnya.
Senada dengan Alvin, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenurrohman memandang, kenaikan gaji hakim bukan jawaban tunggal dari
judicial corruption
atau korupsi di lembaga peradilan.
Menurut Zaenur, dibandingkan aparatur Kejaksaan Agung dan Polri, pendapatan sah hakim sebenarnya masih lebih baik.
“Hakim masih salah satu yang paling sejahtera,” kata Zaenur saat dihubungi, Jumat.
Menurutnya, tindakan yang paling penting untuk menanggulangi korupsi itu adalah dengan memastikan pengawasan berjalan dengan benar.
Pengawasan dilakukan dari pimpinan MA ke bawah atau vertikal maupun secara horizontal, yakni sesama pegawai.
“Ini melulu soal kesejahteraan semata,” ujar Zaenur.
Ia memandang, korupsi di pengadilan bisa terjadi karena mereka memiliki kesempatan untuk melakukan perbuatan rasuah tinggi.
Oleh karena itu, tindakan yang paling tepat adalah mendorong pengawasan berjalan.
Bahkan, bila perlu diberikan insentif bagi orang-orang yang melaporkan korupsi hakim dan aparatur pengadilan.
Selain itu, pimpinan pengadilan yang gagal mengendalikan bawahannya juga harus disanksi berupa pencopotan.
“Setiap pimpinan pengadilan yang gagal melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya harus dicopot,” kata dia.
Di luar itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus memprioritaskan kasus rasuah di lembaga peradilan.
KPK harus mengawasi dan memastikan program pencegahan korupsi di lembaga pengadilan berjalan efektif.
“Itu menjadi tugas dari KPK tugas KPK itu kan dua ya penindakan dan pencegahan nah yang pencegahan ini saya belum lihat program KPK untuk pencegahan saya belum lihat,” ujar Zaenur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Muhammad Nasir
-
/data/photo/2025/10/10/68e8da18ed66f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sopir Taksi Mengaku Tak Main HP Saat Mobilnya Tertemper KRL Megapolitan 10 Oktober 2025
Sopir Taksi Mengaku Tak Main HP Saat Mobilnya Tertemper KRL
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tarash (54), sopir taksi listrik yang mobilnya tertemper Kereta Rel Listrik (KRL) di perlintasan kereta api Jembatan Gantung, Cengkareng, Jakarta Barat, mengaku tidak sedang memainkan ponselnya saat peristiwa itu terjadi.
“Saya enggak main ponsel. Mana bisa, orang saya lagi lihat maps buat mengantar penumpang,” ujar Tarash kepada Kompas.com, Jumat (10/10/2025).
Tarash memastikan, penumpangnya yang duduk di bagian belakang selamat setelah mobilnya tertemper KRL.
“Hanya tersenggol bagian belakang kereta, penumpang langsung keluar, tapi nggak apa-apa,” kata dia.
Salah satu warga yang menjadi saksi mata, Muhammad Nasir (60), mengatakan, taksi tersebut tersenggol rangkaian KRL bagian belakang.
“Pas kereta lewat sebenernya enggak apa-apa pas awal. Nah pas gerbong-gerbong terakhir, tiba tiba kesamber itu mobilnya,” ucap Nasir.
Menurut Nasir, setelah mobil tersambar, penumpang perempuan yang berada di dalam taksi langsung turun dan terlihat marah kepada sopir.
“Penumpangnya langsung turun sambil marah-marah, bilang ‘Bapak juga sih, main handphone terus disuruh mundur enggak mau’. Habis itu ibu-ibu itu pergi naik ojek,” kata dia.
Adapun mobil taksi listrik yang tertemper KRK kini sudah dievakuasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Mobil taksi tersambar kereta di Cengkareng Jakarta Barat
Jakarta (ANTARA) – Mobil taksi dari perusahaan Green SM tersambar bagian belakang kereta di rel perlintasan kereta api Jembatan Gantung, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat.
Seorang saksi mata, Muhammad Nasir (60), mengaku insiden itu terjadi ketika sang sopir berhenti terlalu dekat dengan perlintasan kereta.
“Tadi kan kereta mau lewat, saya sudah suruh setop itu taksinya. Saya bilang, ‘Pak setop, terlalu dekat sama kereta’. Tapi dia enggak mau mundur. Kepala keretanya lewat masih aman, tapi ekornya yang nyamber mobil itu,” ujar Nasir di Jakarta, Jumat.
Setelah mobil tersambar kereta, kata dia, penumpang perempuan yang berada di dalam taksi langsung turun dan terlihat marah kepada sopir.
“Penumpangnya langsung turun sambil marah-marah, bilang ‘Bapak juga sih, main handphone terus, disuruh mundur enggak mau’. Seorang ibu itu pun pergi naik ojek,” ujarnya.
Sementara itu, sopir taksi Pataras (54) membantah tudingan bahwa dirinya bermain ponsel saat berkendara.
“Saya enggak main handphone. Mana bisa, orang saya lagi lihat maps buat antar penumpang. Tiba-tiba disuruh setop, saya berhenti, eh malah disambar ekor kereta. Tadi juga enggak ada suara apa-apa kan, palang rel juga tidak tertutup. Saya kaget, tiba-tiba disuruh berhenti, ya sudah lah saya berhenti,” kata dia.
Menurut dia,, penumpangnya yang hanya satu orang itu tidak mengalami luka. “Hanya tersenggol bagian belakang kereta, penumpang langsung keluar tapi nggak apa-apa,” ujarnya.
Adapun mobil yang tersambar telah diamankan ke pinggir jalan, sementara arus lalu lintas di sekitar lokasi kembali normal.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/09/09/68bfafbae540d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Anggota DPR Sebut Gedung MA Bisa Roboh jika Semua Hakim Penerima Suap Zarof Dibongkar Nasional
Anggota DPR Sebut Gedung MA Bisa Roboh jika Semua Hakim Penerima Suap Zarof Dibongkar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengatakan, Gedung Mahkamah Agung (MA) mungkin bisa roboh jika semua hakim yang menerima aliran dana dari Zarof Ricar dibongkar.
Pernyataan ini disampaikan Nasir saat mencecar calon hakim agung pada MA, Annas Mustaqim, dalam
fit and proper test
di Komisi III DPR RI.
Adapun Zarof merupakan mantan pejabat MA. Ia divonis bersalah menerima gratifikasi yang dianggap suap senilai Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas.
Pada kesempatan itu, Nasir menanyakan bagaimana MA mengawasi hakim sebagai wakil Tuhan di bumi.
“Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka misalnya, dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung, barangkali, tapi itulah kenyataan potret kita lihat saat ini,” kata Nasir, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu lantas menanyakan, sebagai hakim yang bertugas selama lima tahun pada Badan Pengawas (Bawas) MA, menurut Annas, apa yang bisa diperbaiki dari situasi tersebut.
“Sehingga orang akan semakin lebih percaya kepada pengadilan,” ujar Nasir.
Mendengar ini, Annas kemudian menjelaskan langkah-langkah yang ditempuh pimpinan MA guna menangani hakim yang menyimpang.
Menurut dia, pimpinan MA, pengadilan tingkat banding, dan pengadilan tingkat pertama terus mengingatkan agar para hakimnya mematuhi Kode Etik dan Perilaku Hakim (KEPH).
Meski demikian, kata dia, hakim tetap seorang manusia yang bisa dipengaruhi banyak faktor.
“Harusnya rekan-rekan hakim yang mempunyai iman yang lebih kuat harus mengingatkan atau setidak-tidaknya menasehati agar berperilaku sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim,” kata Annas.
Sebagai informasi, Zarof telah divonis bersalah dalam kasus dugaan gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas.
Uang itu ditemukan penyidik Kejaksaan Agung dalam brankas saat menggeledah rumahnya di bilangan Senayan, Jakarta Pusat.
Saat menemukan harta fantastis itu, penyidik mendapati uang dan emas tersebut disimpan dalam kantong atau amplop terpisah sebagai bungkus.
Pada bungkus tersebut tertulis berbagai nomor perkara peradilan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

PWI temui Menkum dan Kapuspen TNI bahas soal Kongres PWI
“Pak Presiden titip ke saya bagaimana PWI harus solid. Pemerintah berharap agar PWI ini bersatu karena sebagai wadah sosialisasi program pemerintah sekaligus pilar demokrasi kita,”
Jakarta (ANTARA) – Panitia Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) 2025 melakukan kunjungan audiensi ke Menteri Hukum Republik Indonesia, Supratman Andi Agtas dan Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi, Rabu (2/7).
Audiensi itu dilakukan sebagai bagian dari rangkaian persiapan menuju Kongres Persatuan yang berlangsung pada 30 Agustus 2025 di Jakarta.
Sebelum bertemu Menkum Supratman Andi Agtas di kantornya, jajaran panitia terlebih dahulu bertemu Kristomei Sianturi di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan dengan ke dua tokoh tersebut, mereka sama-sama menjanjikan akan hadir di Kongres Persatuan PWI.
Dalam pertemuan dengan Menkum, Supratman menyampaikan harapan besar pemerintah terhadap proses konsolidasi yang tengah berlangsung di tubuh PWI.
Dia menjelaskan, peran PWI sangat strategis, khususnya sebagai mitra penting pemerintah dalam menyampaikan berbagai program kepada publik.
“Pak Presiden titip ke saya bagaimana PWI harus solid. Pemerintah berharap agar PWI ini bersatu karena sebagai wadah sosialisasi program pemerintah sekaligus pilar demokrasi kita,” ujar Supratman dalam pertemuan tersebut seperti dikutip siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Rabu
Ia juga menyambut baik inisiatif rekonsiliasi yang tengah ditempuh melalui forum kongres ini dan berjanji akan hadir.
“Saya menyambut baik proses islah PWI. Akhirnya menemukan solusi, tinggal formalitasnya. Insya Allah saya akan hadir pada 30 Agustus nanti,” tambahnya.
Di saat yang sama, Ketua Steering Committee Zulkifli Gani Ottoh berterima kasih atas kesediaan Menteri menerima Panitia.
Gani Ottoh juga berharap kongres nantinya tak hanya menghasilkan kepemimpinan baru, tetapi juga menandai babak baru PWI yang lebih utuh, kuat, dan bermartabat sebagai pilar keempat demokrasi Indonesia.
Ketua Organizing Committee (OC) Kongres Persatuan PWI 2025, Marthen Selamet Susanto mengatakan kunjungan ke Menkum menjadi salah satu langkah penting dalam membangun sinergi dan legitimasi terhadap proses penyatuan yang sedang berlangsung.
“Kita ingin memastikan bahwa proses menuju kongres ini terbuka, demokratis, dan melibatkan seluruh unsur,” ujarnya.
Wakil Ketua Organizing Committee (OC), Raja Parlindungan Pane, menambahkan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kepanitiaan hadir dalam semangat kekeluargaan dan persahabatan yang telah terjalin sejak lama.
“Jadi ini kita semua bersahabat, sama-sama sejak dulu di PWI juga. Mudah-mudahan ke depan dengan adanya kongres persatuan ini tidak ada lagi konflik, dan teman-teman di daerah juga bisa kembali bergandengan tangan,” ucap Raja Pane.
Di kesempatan sama, Anggota Dewan Pers yang juga merupakan anggota SC, Totok Suryanto, berharap kepala negara bisa hadir dalam kongres PWI ini.
“Kami berharap saat kongres persatuan itu Pak Presiden Prabowo ada waktu untuk hadir,” kata Totok, yang memediasi pertemuan dengan Kapuspen TNI dan Menkum.
Pertemuan dengan Menkum ini dihadiri oleh jajaran panitia dan dewan pengarah. Dari unsur SC, hadir Ketua Zulkifli Gani Ottoh. Sementara dari unsur OC, hadir Ketua Marthen Selamet Susanto, Wakil Ketua Raja Parlindungan Pane, Sekretaris Tb Adhi, lalu Muhammad Nasir dan Musrifah yang bertugas di bidang pendanaan dan Mercys Charles Loho. Tak ketinggalan hadir juga dua kubu PWI Zulmansyah Sekedang dan Muhammad Iqbal Irsyad yang hadir mewakili Hendry Bangun
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

DPR Siap Dalami RUU Perampasan Aset untuk Lawan Korupsi
Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi III mengakui bahwa RUU Perampasan Aset sangat penting dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pembahasannya belum juga dimulai secara intens karena DPR masih membutuhkan waktu untuk mendalami sejumlah isu krusial.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Muhammad Nasir Djamil menyatakan, pembahasan RUU ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Diperlukan simulasi dan kajian mendalam dari berbagai aspek—baik filosofis, yuridis, maupun sosiologis.
“Kita menyadari RUU Perampasan Aset ini penting. Tapi kita ingin pendalaman terlebih dahulu. Harus dilihat dari segala aspek agar hasilnya betul-betul mencerminkan aspirasi masyarakat dan harapan Presiden terpilih Pak Prabowo yang ingin Indonesia bebas korupsi,” kata Nasir saat dihubungi, Rabu (16/4/2025).
Pernyataan Nasir ini menanggapi langkah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, yang berencana melakukan komunikasi politik intensif dengan fraksi-fraksi di DPR agar pembahasan RUU Perampasan Aset bisa segera diprioritaskan.
Menurut Nasir, meskipun RUU ini belum dibahas secara resmi, aparat penegak hukum sebenarnya masih memiliki dasar hukum untuk merampas aset hasil tindak pidana melalui UU Tipikor, UU KPK, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, ia menilai bahwa keberadaan RUU ini akan mempercepat dan memperjelas proses hukum perampasan aset koruptor.
“Soal waktu tentu bergantung pada komunikasi politik antarfraksi. Tapi saya berharap, dalam waktu dekat akan ada kesamaan pandangan terhadap isu-isu besar dalam RUU ini,” tambahnya.
RUU Perampasan Aset diyakini dapat menjadi landasan hukum baru untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, terutama dalam hal penyitaan dan pengelolaan kembali aset yang telah dirampas negara.
/data/photo/2024/11/05/6729baed4bc4a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



