Tag: Muhammad Kerry Adrianto Riza

  • Sidang Kasus Minyak Mentah, Eks Direktur Ungkap Terminal Oil Tanking Merak Tekan Biaya Impor BBM

    Sidang Kasus Minyak Mentah, Eks Direktur Ungkap Terminal Oil Tanking Merak Tekan Biaya Impor BBM

    Liputan6.com, Jakarta – Mantan Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi, membeberkan peran strategis Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PT Oil Tanking Merak (OTM) dalam proses impor dan distribusi BBM ke berbagai daerah di Indonesia.

    Hal itu disampaikan Edward saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina dengan terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang dikenal sebagai putra pengusaha Riza Chalid, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Menurut Edward, terminal milik PT OTM menjadi fasilitas penting karena dapat menekan biaya impor BBM sekaligus mempermudah distribusi ke daerah. Pasalnya, terminal tersebut mampu menampung kapal berukuran besar yang digunakan untuk pengangkutan BBM impor.

    “Memang desainnya OTM ini kan kapal-kapal besar, Pak ya. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada beberapa GP (general purpose), dan memang untuk impor itu secara keekonomian, cost paling murah adalah kapal dengan size besar,” ujar Edward di hadapan majelis hakim.

    Edward menjelaskan, terminal BBM milik PT OTM berfungsi sebagai hub atau terminal penghubung. Dari fasilitas tersebut, BBM disalurkan ke depo-depo atau terminal Pertamina yang berkapasitas lebih kecil di berbagai daerah.

    “Terminal hub, terminal terima impor dengan kapasitas besar, kemudian kami salurkan ke depo-depo atau terminal kami yang lebih kecil,” paparnya.

    Edward menambahkan, tidak semua terminal Pertamina memiliki dermaga yang mampu disandarkan oleh kapal besar. Akibatnya, distribusi BBM dari terminal hub seperti OTM menjadi solusi untuk menjaga efisiensi biaya logistik dan pasokan energi nasional.

     

    Muhamad Kerry Adrianto Riza didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah dan dinyatakan memperkaya diri hingga Rp 3,07 triliun.

    Ia terlibat dalam Kerjasama penyewaan kapal serta penggunaan uang untuk keperluan golf pribadi yang diikuti beberap…

  • Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa

    Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa

    Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menceritakan momen pertamanya berkenalan dengan Mohamad Riza Chalid yang terjadi pada 2008.
    Momen tersebut diceritakan Karen saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang yang menyeret Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza dan terdakwa lainnya di kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.
    Pada 2008, Karen dikenalkan dengan Riza Chalid oleh Direktur Utama PT Pertamina periode tahun 2006-2009, Ari Soemarno di lobi Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
    Dalam perkenalannya dengan Riza Chalid itu, Karen tengah menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina pada 2008.
    “Saya baru pulang dari rapat (di) Natuna, di lobi dengan Pak Ari (Soemarno) dan bertemu dengan Mohamad Riza Chalid, dan saya diperkenalkan,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
    Setelah itu, ia berkenalan dengan Irawan Prakoso dalam kesempatan yang berbeda. Saat itu, Irawan pun menyinggung nama Riza Chalid.
    “Pada saat itu, hanya disampaikan (Irawan Prakoso) sebagai anak buahnya Pak Mohamad Riza,” lanjut Karen.
    Meski sudah lama mengenal Riza Chalid, Karen mengaku tidak tahu bahwa ada peran ayah Kerry Adrianto di balik pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak, termasuk soal keterlibatan PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi Riza Chalid.
    Sementara itu dalam sidang pada Senin (20/10/2025), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023, Hanung Budya Yuktyanta mengaku merasa ditekan oleh pihak Riza Chalid jika tidak menandatangani perjanjian terminal bahan bakar minyak (BBM).
    Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hanung yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero untuk terdakwa Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza.
    “Apabila saya tidak menandatangani persetujuan OE atau HTS, penunjukkan pemenang langsung yaitu PT Oiltanking Merak dan penandatanganan perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan BBM dengan PT Oiltanking Merak, saya akan dicopot karena tekanan dari Mohamad Riza Chalid,” ujar jaksa Triyana Setia Putra membacakan BAP Hanung.
    Dalam BAP yang sama, Hanung mengaku tekanan dari Riza Chalid ini ia rasakan dari kedatangan Irawan Prakoso. Hanung mengatakan, Irawan merupakan orang kepercayaan Riza.
    “Tekanan tersebut saya rasakan saat itu dan salah satunya, sinyalnya adalah kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Mohamad Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaan Mohamad Riza Chalid terkait proses rencana sewa storage Oiltanking Merak yang diajukan oleh saudara Gading Ramadhan Joedo selaku Dirut PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi dan salah satu kepercayaan dari Mohamad Riza Chalid,” lanjut jaksa Triyana melanjutkan BAP.
    Saat dikonfirmasi jaksa, Hanung mengaku kalau tekanan ini hanya perasaan dan dugaannya. Ia mengatakan tidak memiliki bukti terkait tekanan ini.
    “Yang pasti secara verbal itu tidak terucap, tetapi mohon maaf saya sebagai manusia punya perasaan, saya berpikir kurang lebih seperti itu, tapi saya tidak ada bukti bahwa itu memang terjadi atau (tekanan ini) semacam perasaan saya saja,” jawab Hanung.
    Shela Octavia Anak Pengusaha Minyak, Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dalam sidang dakwaan kasus korupsi PT Pertamina di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025)
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT OTM menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun. Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun. Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, yakni:
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas sembilan tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • M Qodari Sebut Riza Chalid Masih Ada Hubungan Saudara dengan Presiden Prabowo

    M Qodari Sebut Riza Chalid Masih Ada Hubungan Saudara dengan Presiden Prabowo

    GELORA.CO –  Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto masih ada hubungan keluarga dengan Mohammad Riza Chalid.

    Diketahui, Riza Chalid merupakan buronan kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.

    Namun Qodari memastikan, di pemerintahan Presiden Prabowo tidak ada pihak yang tak dapat tersentuh hukum.

    Hal tersebut disampaikan Muhammad Qodari dalam dialog di Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (22/10/2025).

    “Kalau soal hukum, presiden sudah berkali-kali menegaskan bahwa pada hari ini tidak ada yang untouchable ya, kalau bicara hukum. Kita sudah melihat bagaimana presiden sangat tegas dalam berbagai kasus, misalnya soal potensi korupsi di Pertamina. Riza Chalid yang notabene selama ini dianggap tidak tersentuh tetapi sekarang buron,” kata Qodari dikutip dari KompasTV.

    Hubungan saudara Riza Chalid dengan Prabowo

    Qodari juga menyebutkan, kemudian saat ini anaknya Riza Chalid juga sekarang sedang berproses hukum.

    “Padahal sebetulnya pada saat itu masih ada hubungan saudara dengan Prabowo melalui keponakan masing-masing,” tuturnya. 

    Selain diproses hukum, Qodari menuturkan, pada pemerintahan Presiden Prabowo hasil rampasan dari para pelaku korupsi benar-benar dikembalikan untuk negara.

    Selanjutnya, uang tersebut akan digunakan untuk program-program yang meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

    “Betul-betul kerugian negara itu disita dan uangnya itu dikembalikan dan uangnya akan digunakan untuk program-program yang saya sudah sebutkan tadi, termasuk pengembangan sumber daya manusia dan seterusnya,” ucap Qodari.

    Oleh karena itu menurut Qodari, di era Presiden Prabowo ini kegiatan penegakan hukum itu betul-betul berjalan dengan maksimal dan dan optimal.

    “Itu semua ditunjukkan untuk mengembalikan kekayaan negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata dia. 

    Kasus Riza Chalid

    Sebagai informasi, Mohammad Riza Chalid memang dikenal memiliki reputasi sebagai trader atau pedagang minyak dan gas.

    Ia diduga memanfaatkan pengaruhnya untuk membujuk petinggi Pertamina agar menyewa terminal BBM milik PT Orbit Terminal Merak (OTM) melalui penunjukan langsung.

    Atas dasar itu, Mohammad Riza Chalid dan anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza disangka terlibat dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023.

    Ia diduga memperkaya diri hingga Rp2,9 Triliun dari pengaturan sewa terminal.

    Kini, Mohammad Riza Chalid masuk dalam daftar tersangka kasus korupsi yang buron. Sementara anaknya kini menjalani proses hukum dalam persidangan.

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Prabowo Subianto resmi satu setahun dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) sejak Minggu (20/10/2025).

    Sepanjang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, para penegak hukum baik itu Kejagung, KPK hingga Polri telah banyak mengungkap kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

    Salah satu penindakan korupsi yang paling disorot itu saat menetapkan saudagar minyak tersohor di Indonesia, yakni Riza Chalid dalam kasus tata kelola minyak dan produk kilang periode 2018-2023.

    Berikut daftar 10 kasus korupsi yang ditindak parat penegak hukum sepanjang satu tahun pemerintahan Prabowo

    1. Kasus Ronald Tannur dan Zarof Ricar

    Pasca tiga hari Prabowo jadi Presiden, Kejagung telah menetapkan tiga hakim PN Surabaya atas vonis bebas yang dijatuhkan dalam perkara penganiayaan hingga tewas Ronald Tannur terhadap kekasihnya Dini Sera.

    Tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Erintuah Damanik, dan Mangapul, dan Heru Hanindyo. Perkara ini berkembang hingga menetapkan tiga tersangka lainnya mulai dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.

    Selanjutnya, pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat; mantan Hakim Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono, dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Dalam perkara ini, pihak Ronald Tannur telah ‘kong kalikong’ dengan Rudi dalam mengatur majelis hakim dengan menunjuk Erintuah Cs. Singkatnya, usai adanya praktik suap ini majelis hakim menetapkan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur.

    Hal itu terbukti usai mereka resmi divonis tujuh tahun untuk Erintuah dan Mangapul, serta Heru dihukum 10 tahun pidana. Sementara itu, Lisa Rachmat 11 tahun dan kini diperberat menjadi 14 tahun di PT DKI.

    Selanjutnya, Meirizka tiga tahun pidana dan Zarof Ricar divonis 16 tahun penjara dan diperberat menjadi 18 tahun penjara di PT DKI dalam sidang banding.

    Selain itu, saat proses penegakan hukum perkara ini, korps Adhyaksa telah menyita aset sebesar Rp920 miliar hingga emas 51 kg di kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta.

    Uang itu diduga dikumpulkan Zarof lantaran terkait kasus gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung selama 2012-2022.

    2. Tom Lembong di Kasus Gula

    Masih di bulan yang sama saat Prabowo dilantik, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara importasi gula di Kemendag pada periode 2015-2016.

    Dalam perkara ini Tom disebut telah melakukan praktik korupsi yang menguntungkan korporasi melalui kebijakannya untuk mengimpor gula saat menjadi Mendag. Total ada 11 tersangka termasuk dari sembilan bos swasta dan Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus.

    Kemudian, Tom dinyatakan bersalah dan divonis 4,5 tahun pidana dalam perkara ini. Namun, bak tersambar petir di siang bolong, Tom telah mendapatkan pengampunan melalui abolisi yang diberikan Prabowo.

    Tom pun telah dibebaskan dari penjara menjelang HUT ke-80 RI atau tepatnya pada Jumat (1/8/2025). Dalam pernyataan perdananya usai keluar penjara, Tom menyampaikan apresiasi kepada Prabowo dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan abolisi tersebut.

    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.

    3. Kasus Eks Dirjen Kemenkeu Isa

    Kejagung telah menetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).

    Isa ditetapkan sebagai tersangka atas kaitannya sebagai Kepala Biro Asuransi pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2006-2012.

    Dalam dakwaannya, Isa terseret kasus ini lantaran telah selaku Kabiro Bapepam-LK telah memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan.

    Padahal, Isa mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. Perbuatannya itu kemudian dinilai telah merugikan keuangan negara.

    Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa eks Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata telah merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi Jiwasraya.

    Kerugian keuangan negara itu dihitung berdasarkan reinsurance fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity sejumlah Rp50 miliar pada 12 Mei 2010.

    Kemudian, reinsurance fund ke Best Meridian Insurance Company sejumlah Rp 24 miliar pada 12 September 2012; dan reinsurance fund II ke Best Meridian Insurance Company sebesar Rp 16 miliar pada 25 Januari 2013.

    4. Tata Kelola Minyak dan Produk Kilang

    Pada awal tahun, publik dihebohkan oleh kasus tata kelola minyak pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Bukan tanpa sebab, kasus ini disorot lantaran sempat ada isu bahwa praktik dugaan korupsi ini ada kegiatan mengoplos BBM. Namun, isu tersebut telah terbantahkan dalam dakwaan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

    Total, ada 18 tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini mulai dari dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp285,1 triliun.

    5. Riza Chalid jadi Tersangka

    Masih di kasus tata kelola minyak, pengusaha minyak kesohor Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (10/7/2025). Riza termasuk pada 18 tersangka yang ditetapkan sebelumnya.

    Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

    Dalam dakwaan anaknya, Kerry Adrianto. Riza Chalid juga diduga telah diuntungkan dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 sebanyak Rp2,9 triliun bersama anak dan koleganya. Keuntungan itu diperoleh dari penyewaan terminal BBM.

    Adapun, korps Adhyaksa menyatakan bahwa pihaknya bersama Hubinter Polri telah berkoordinasi dengan Interpol pusat untuk menetapkan status red notice terhadap Riza. Proses red notice itu dilakukan setelah Riza Chalid ditetapkan sebagai buron dalam kasus ini.

    6. Kasus Dugaan Korupsi Sritex

    Masih dalam setahun Prabowo menjabat, Kejagung juga telah mengusut kasus Sritex. Secara total telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke Sritex Group.

    Belasan tersangka itu mulai dari, eks Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); mantan Dirut Bank Jateng, Supriyatno (SP); eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) hingga duo Lukminto sebagai bos Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL).

    Dalam perkara ini, bos Sritex diduga telah ber kongkalikong untuk mendapatkan kredit dari sejumlah bank termasuk bank daerah. Namun, seharusnya izin kredit itu tidak bisa diterima. Pasalnya, berdasarkan informasi dari lembaga pemeringkatan kredit, Sritex berada di bawah standar perusahaan yang bisa diberikan pinjaman dana.

    Di samping itu, uang pinjaman ini juga diduga dibelanjakan untuk aset non produktif perusahaan seperti aset tanah di Solo dan Yogyakarta.

    Penyidik korps Adhyaksa juga menyatakan kerugian negara yang timbul dari kasus dugaan korupsi ini menjadi Rp1,08 triliun.

    7. Kasus Suap Vonis CPO Korporasi 

    Dalam perkara suap ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka yakni eks Kepala PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto dan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

    Kemudian, tiga hakim non-aktif di pengadilan PN Jakarta Pusat mulai dari dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin juga turut dilimpahkan hari ini.

    Selain itu, advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS), serta Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY) turut menjadi tersangka.

    Kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng. Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

    8. Kasus Obstruction of Justice

    Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam perkara perintangan ini. Empat tersangka, yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); eks Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam catatan Bisnis, terdapat tiga kasus yang baru diduga dirintangi oleh para tersangka. Mulai dari, kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Pada intinya, keempat tersangka itu bekerja sama dalam membuat narasi negatif untuk menyudutkan kinerja penyidik khususnya pada perkara korupsi timah, importasi gula dan fasilitas impor crude palm oil alias CPO.

    9. Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/10/2025) dalam kasus pengadaan terkait Chromebook periode 2019-2022.

    Nadiem ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat menjadi Mendikbudristek. Dia memiliki peran penting dalam dugaan korupsi. Pasalnya, pendiri Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Secara terperinci perannya dalam kasus ini mulai dari melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Nadiem juga diduga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

    Adapun, Nadiem juga telah melakukan upaya hukum untuk melepaskan status tersangkanya melalui gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (23/9/2025).

    Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    Sebab, penetapan tersangka Nadiem oleh penyidik Kejagung telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku, artinya status tersangka Nadiem tetap sah dan tidak digugurkan.

    Selain Nadiem, Kejagung juga telah menetapkan tersangka lainnya yakni, Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.
    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini.

    Adapun, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan Mark up dari selisih harga kontrak diluar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    10. Kasus PLTU Halim Kalla

    Polri melalui Kortastipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018. Total ada empat tersangka dalam perkara ini mulai dari eks Dirut PLN Fahmi Mochtar.

    Kemudian, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 sekaligus Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    Kasus ini bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 di Kalimantan Barat. PLTU itu nantinya akan memiliki output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Dalam proyek itu, tersangka Fahmi Mochtar (FM) diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan salah satu penyedia.

    Modusnya, mulai dari panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga yakni PT Praba Indopersada dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Atas perbuatan tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun (jika pengeluaran dollar PLN dihitung dengan kurs saat ini).

    Perinciannya, kerugian negara itu dihitung dengan pengeluaran dana PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 (Rp1,03 triliun) yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat atas pembangunan PLTU 1 Kalbar yang mangkrak.

  • Anak Riza Chalid Didakwa Pakai Rp 380 Juta untuk Main Golf di Thailand
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Anak Riza Chalid Didakwa Pakai Rp 380 Juta untuk Main Golf di Thailand Nasional 15 Oktober 2025

    Anak Riza Chalid Didakwa Pakai Rp 380 Juta untuk Main Golf di Thailand
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak pengusaha Mohamad Riza Chalid didakwa menggunakan uang sebesar Rp 176 miliar, di antaranya untuk bermain golf di Thailand.
    Uang sebesar Rp 176 miliar itu diduga berasal dari dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada 2018-2023.
    Dalam surat dakwaan, Kerry terungkap menggunakan uang tersebut untuk bermain golf di Thailand bersama Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati.
    Dalam kegiatan tersebut turut hadir pihak PT Pertamina, yakni Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono.
    “Terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Gading Ramadhan Joedo menggunakan uang sebesar Rp 176.390.287.697,24 yang berasal dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak, yang antara lain digunakan untuk kegiatan golf di Thailand yang diikuti oleh Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati, bersama pihak PT Pertamina, yaitu antara lain: Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono,” bunyi surat dakwaan itu, dikutip Rabu (15/10/2025).
    Gading Ramadhan Joedo sendiri merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Lebih detail, dalam surat dakwaan tertulis bahwa terdapat penerimaan fasilitas kegiatan golf di Bangkok bersama pihak PT Pertamina grup pada 5 sampai Juli 2024 sebesar Rp380.200.500,00.
    “Biaya golf di Thailand total sebesar Rp380.200.500,00 yang diikuti oleh Yoko Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Agus Purwono, Arief Sukmara, Dimas Werhaspati, dan Gadung Ramadhan Joedo,” bunyi surat dakwaan.
    Dalam dakwaan, Kerry disebut jaksa melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Jaksa menyebutkan, PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
    Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014. Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM.
    Pembelian terminal BBM ini tidak melalui tangan Riza Chalid maupun Kerry. Mereka menunjuk Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, untuk melakukan penawaran kerja sama dengan Hanung Budya Yuktyanta yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
    Penyampaian kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry.
    Riza dan anaknya juga mendesak pihak Pertamina untuk mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM.
    Hal ini ditindaklanjuti Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan PT Oiltanking Merak. Padahal, perusahaan afiliasi Riza Chalid ini tidak memenuhi kriteria pengadaan.
    Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama. Akhirnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak ini tidak bisa menjadi milik PT Pertamina, tapi milik PT OTM.
    Atas perbuatannya, Kerry disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anak Riza Chalid Ngaku Sakit Pneumonia, Minta Pindah Rutan

    Anak Riza Chalid Ngaku Sakit Pneumonia, Minta Pindah Rutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Anak tersangka sekaligus saudagar minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza mengaku sakit saat menjalani penahanan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS.

    Kuasa Hukum Kerry, Lingga Nugraha mengemukakan bahwa kliennya mengalami penyakit pneumonia, yakni demam hingga batuk saat menjalani penahanannya. 

    “Sebelum adanya agenda persidangan, sempat mengalami gangguan, makanya ada sedikit gangguan pneumonia, lalu juga ada demam, batuk dan alergi,” ujar Lingga di PN Tipikor, dikutip Selasa (14/10/2025).

    Dengan demikian, Lingga melayangkan permohonan kepada majelis hakim agar penahanan kliennya dipindahkan ke Rutan Salemba Klas 1A Jakarta Pusat.

    Pemilihan Rutan Salemba Klas 1A itu lantaran memiliki fasilitas kesehatan untuk mempermudah pengobatan anak dari pengusaha minyak tersohor di Indonesia itu.

    “Dikarenakan hal seperti itu, makanya kami memohon agar kiranya majelis dapat mendapatkan permohonan kami untuk pemindahan rutan kepada klien kami, seperti itu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kerry bersama dengan terdakwa lainnya telah didakwa merugikan negara Rp285 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kerry dan terdakwa lainnya diduga mendapatkan keuntungan secara total Rp3 triliun atas perbuatannya dalam penyewaan kapal dan terminal BBM dalam perkara tersebut.

  • Terungkap Peran Anak Riza Chalid dalam Kasus Korupsi Minyak Rp 285,1 T

    Terungkap Peran Anak Riza Chalid dalam Kasus Korupsi Minyak Rp 285,1 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jaksa membeberkan peran anak Riza Chalid, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza, dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk minyak pada periode 2018-2023. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 285,1 triliun.

    Surat dakwaan yang dibacakan jaksa pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/10/2025), mengungkapkan terdakwa dalam sidang ini adalah Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Kerry selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Kerry terlibat dalam pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN). Jaksa mengatakan terdapat penambahan kalimat kebutuhan ‘pengangkutan domestik’ dengan tujuan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa PT Pertamina International Shipping (PT PIS).

    “Terdakwa Agus Purwono dan Sani Dinar Saifuddin atas permintaan Dimas Werhaspati dan Muhammad Kerry Adrianto Riza melakukan pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT JMN dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan ‘pengangkutan domestik’ pada surat jawaban PT KPI kepada PT PIS dengan maksud agar dalam proses pengadaan tersebut kapal asing tidak dapat mengikuti tender, yang tujuannya untuk memastikan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa PT PIS,” ujar jaksa dalam sidang, dikutip Selasa (14/10/2025).

    Pengadaan sewa tiga kapal ini telah memperkaya Kerry dan Dimas melalui PT JMN sebesar US$ 9,860,514.31 dan Rp 1.073.619.047.

    Peran Kerry sebagai salah satu terdakwa dalam kegiatan sewa terminal bahan bakar minyak (TBBM) Merak. Dia bersama sang ayah, Riza Chalid dan Gading Ramadhan Joedo diduga melakukan tindakan yang merugikan negara, termasuk menyampaikan penawaran kerjasama penyewaan terminal BBM Merak kepada PT Pertamina.

    “Terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Mohammad Riza Chalid melalui Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur PT Tangki Merak menyampaikan penawaran kerjasama penyewaan terminal BBM merak kepada Hanung Budya Yuktyanta, selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Persero, meskipun mengetahui terminal BBM merak tersebut bukan milik PT Tangki Merak, tetapi terminal BBM merak tersebut milik PT Oiltanking Merak,” ujar Jaksa.

    Selain itu, Kerry memberikan persetujuan agar Gading menandatangani nota kesepakatan kerjasama jasa penerimaan penyimpanan dan penyerahan BBM dengan PT Pertamina meskipun terminal belum menjadi milik PT Tangki Merak.

    Lebih lanjut, Kerry  diduga menggunakan uang pembayaran sewa terminal BBM Merak sebesar Rp 176,3 miliar untuk kegiatan pribadi, seperti bermain golf di Thailand bersama beberapa pejabat PT Pertamina, termasuk Agus Purwono dan Sani Dinar Saifuddin.

    “Terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Gading Ramadhan Joedo menggunakan uang sebesar Rp176.390.287.697,24 yang berasal dari pembayaran sewa terminal BBM Merak yang antara lain digunakan untuk kegiatan golf di Thailand yang diikuti antara lain oleh Gading Ramadhan Joedo, Dimas Werhaspati bersama pihak PT Pertamina Persero antara lain yang Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara dan Agus Purwono,” imbuhnya.

    Perbuatan Kery dan terdakwa lainnya dianggap memperkaya diri sendiri dan korporasi melalui PT Jenggala Maritim Nusantara dan PT Orbit Terminal Merak, yang menyebabkan kerugian negara.

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Terbongkar, Negara Rugi Rp 285,1 T akibat Korupsi BBM yang Seret Riza Chalid
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Oktober 2025

    Terbongkar, Negara Rugi Rp 285,1 T akibat Korupsi BBM yang Seret Riza Chalid Nasional 14 Oktober 2025

    Terbongkar, Negara Rugi Rp 285,1 T akibat Korupsi BBM yang Seret Riza Chalid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Sidang dakwaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) mengungkap kerugian keuangan dan perekonomian negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun.
    Perbuatan korupsi itu diduga dilakukan oleh anak saudagar minyak Riza Chalid sekaligus
    beneficial owner
    PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza bersama empat terdakwa lainnya
    “Itu rangkaian perbuatan daripada terdakwa yang menjadi rangkaian penuh dan akhirnya menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 285 triliun, total seperti itu,” ujar Jaksa Triyana Setia Putra seusai sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Angka tersebut memang tidak disebutkan secara spesifik dalam dakwaan Kerry dan kawan-kawan.
    Jaksa memastikan bahwa perbuatan lima orang ini masih berkesinambungan dengan perbuatan terdakwa atau tersangka lainnya.
    Perbuatan melawan hukum ini ditemukan dari hulu ke hilir tata kelola minyak mentah.
    “Semua klaster di dakwaan Pertamina itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Tata kelola mulai dari hulu, dari impor-ekspor minyak mentah, sampai nanti ke ada penjualan solar maupun subsidi BBM,” kata Tri.
    Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, kerugian keuangan negara terjadi karena ada tiga perbuatan melawan hukum.
    Pertama, dalam pengadaan ekspor minyak mentah, negara dalam hal ini PT Pertamina dan anak perusahaannya, mengalami kerugian hingga 1.819.086.068,47 dollar AS.
    Sementara, pada pengadaan impor minyak mentah, negara mengalami kerugian hingga 570.267.741,36 dollar AS.
    Dalam pengadaan impor ini, sebanyak 19 perusahaan, termasuk pihak asing, diduga telah menerima keuntungan secara melawan hukum.
    Lalu, pada pengadaan penyewaan kapal, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.073.619.047,00 dan 11.094.802,31 dollar AS.
    Pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid dan anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, diduga menerima keuntungan dalam pengadaan sewa kapal ini.
    Selain itu, pada pengadaan sewa terminal BBM, negara dinilai mengalami kerugian sebesar Rp 2.905.420.003.854,00.
    Biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan ini diduga telah masuk ke kantong Riza Chalid dan kroninya.
    Selain  itu, negara juga mengalami kerugian untuk kompensasi bahan bakar minyak (BBM) RON 90 alias Pertalite sebanyak  Rp 13.118.191.145.790,40.
    Sementara, dari penjualan solar murah, negara mengalami kerugian senilai Rp 9.415.196.905.676,86.
    Jika dijumlahkan, total kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai Rp 25.439.881.674.368,30 dan 2.732.816.820,63 dollar AS.
    Selain menyebabkan kerugian keuangan negara, para terdakwa maupun tersangka diduga juga telah menyebabkan kerugian perekonomian negara hingga Rp 171.997.835.294.293,00.
    Angka ini berasal dari harga pengadaan BBM yang lebih mahal dari yang seharusnya sehingga berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan.
    Selain itu, terdapat juga keuntungan ilegal senilai 2.617.683.340,41 dollar AS.
    Keuntungan ilegal ini dihitung dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.
    Jika angka kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dijumlahkan dan dihitung dengan kurs Rp 16.000, total kerugian keuangan dan perekonomian negara mencapai Rp 285,1 triliun.
    Jaksa juga mengungkapkan bahwa ada 19 perusahaan yang diuntungkan dalam proses pengadaan impor dan ekspor minyak mentah.
    Di antaranya, terdapat 10 perusahaan asing yang mendapatkan perhatian khusus karena diusulkan langsung oleh terdakwa sebelum pengadaan dilakukan.
    Usulan ini diberikan oleh terdakwa Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, bersama dengan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan VP Crude and Trading ISC PT Pertamina tahun 2019-2020, Dwi Sudarsono.
    “Terdakwa Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, dan Dwi Sudarsono mengusulkan 10 mitra usaha sebagai pemenang pengadaan impor minyak mentah/kondensat meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan,” ujar jaksa.
    Perusahaan asing ini juga mendapatkan bocoran harga perkiraan sendiri (HPS) yang merupakan persyaratan utama lelang dan semstinya bersifat rahasia.
    “(Para terdakwa juga) melakukan perubahan persyaratan utama berupa volume pengadaan dan waktu pengiriman. (Serta), mengundang perusahaan yang sedang dikenai sanksi untuk mengikuti pelelangan,” imbuh jaksa.
    Perusahaan-perusahaan yang diuntungkan dalam proses pengadaan impor itu adalah Vitol Asia Pte Ltd, Socar Trading Singapore Ptd, Glencore Singapore Pte Ltd, ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, BP Singapore Pte Ltd, Trafigura Asia Trading Pte Ltd, Petron Singapore Trading Pte, BB Energy (Asia) Pte Ltd, dan Trafigura Pte Ltd.
    Jaksa menyebut 10 perusahaan asing di atas memperoleh kekayaan 570.267.741,35 dollar AS dari praktik curang tersebut.
    Sementara itu, ada 9 perusahaan dalam negeri, baik anak perusahaan Pertamina dan swasta, yang memperoleh keuntungan lewat pengadaan ekspor minyak mentah.
    Perusahaan-perusahaan itu antara lain  PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina EP Cepu (PEPC), Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL), Medco E&P Natuna Ltd, Petronas Carigali Ketapang II Ltd, PT Pema Global Energi.
    Sejauh ini, sudah sembilan terdakwa dihadirkan dalam persidangan untuk mendengarkan dakwaan yang dituduhkan kepada mereka.
    Pada sidan kemarin, ada 5 terdakwa yang menghadapi dakwaan, yakni
    beneficial owner
    PT Navigator Khatulistiwa Muhamad Kerry Adrianto Riza, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.
    Kemudian, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Sementara itu, empat tersangka lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025).
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sembilan tersangka lain yang berkasnya masih belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus adalah Alfian Nasution, selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023; Hanung Budya Yuktyanta, selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014.
    Kemudian, Toto Nugroho, selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2017-2018; Dwi Sudarsono, selaku VP Crude and Trading ISC PT Pertamina tahun 2019-2020; Arief Sukmara, selaku Direktur Gas Petrochemical dan New Business Pertamina International Shipping; Hasto Wibowo, selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2018-2020.
    Lalu, Martin Haendra, selaku Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021; Indra Putra, selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi; dan Mohammad Riza Chalid, selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peran Riza Chalid yang Dicap ‘Trader Migas’ dalam Dakwaan Anaknya

    Peran Riza Chalid yang Dicap ‘Trader Migas’ dalam Dakwaan Anaknya

    Jakarta

    Nama Riza Chalid kembali muncul dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang diprediksi merugikan negara hingga Rp 285 triliun. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Dalam dakwaan tersebut, Riza Chalid dicap sebagai trader migas oleh JPU. Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman menilai pemberian label Riza Chalid sebagai trader migas nampaknya tidak berlebihan.

    Menrut Yusri, Riza Chalid memulai bisnis di Petral Energy Service (PES) tahun 2004. Saat itu merupakan titik awal Indonesia menjadi importir minyak, dari sebelumnya eksportir minyak.

    “Biang keroknya lifting migas kita turun terus yang saat ini sekitar 585.000 barel perhari, sementara konsumsi perhari 1,6 juta barel,” katanya saat dihubungi, Senin (13/10/2025).

    “Potensi itu menjadi menarik bagi trader minyak dunia, siapa tokoh yg dekat dgn penguasa lagi memerintah tentu mereka berkiblat kesana, Riza Chalid berkembang besar sejak era SBY dan Jokowi,” tambahnya.

    Bahkan dalam kasus minyak mentah oplosan Zatapi oleh perusahaan Gold Manor, Yusri mengatakan Riza Chalid lolos dari jeratan hukum tersebut.

    Ia mengatakan, hal tersebut menjadi pelajaran penting bagi Riza dalam menjalan bisnisnya. Sehingga tidak ada satupun perusahaan yang berkontrak dengan Pertamina untuk pengadaan minyak mentah dan BBM, LPG dan ekspor produk kilang pertamina yang yidak diserap dalam negeri berupa LSWR ( Low Sulfur Weight Residu) Decant oil serta Greencoke.

    “Jadi sah sah saja Jaksa menyebut sebagai trader migas, bahkan gelar sebagai ” The Godfather of Gasoline” tetapi secara hukum sulit dibuktikan dia bersalah tanpa pengakuan dari elit Pertamina dan Kementerian BUMN,” katanya.

    Yusri mengatakan, penetapan tersangka Riza Chalid sebagai benfecial ownership oleh Penyidik perlu didukung alat bukti yang kuat secara hukum. Terlebih kata Yusri Riza Chalid memiliki jaringan yang kuat selama 20 tahun terakhir.

    “Riza Chalid secara hukum susah tersentuh, karena dia menguasai jaringan sumber pasokan minyak mentah dan BBM di manca negera. Nama dia lebih dipercaya dari pejabat Pertamina, dalam komunitas mereka menjuluki sebagai “mester mester” kata Yusri.

    Bersambung ke halaman berikutnya tentang dakwaan anak Riza Chalid. Langsung klik

    Dikutip dari detiknews, Jaksa mengungkap pengusaha Riza Chalid dicap sebagai trader migas dalam dakwaan anaknya, Muhamad Kerry Adrianto Riza. Kerry sendiri didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.

    Berdasarkan berkas dakwaan Kerry yang dilihat detikcom, Senin (13/10/2025), Kerry disebut terlibat dalam pengaturan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN) dan sewa terminal bahan bakar minyak (TBBM).

    Dalam dakwaan itu, jaksa mengungkap janji akuisisi sewa TBBM yang disampaikan Kerry dipercaya Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak karena reputasi Riza Chalid. Jaksa mengatakan Riza Chalid, yang juga tersangka kasus korupsi tata kelola minyak, dicap sebagai trader migas.

    “Terkait akuisisi TBBM Merak Terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza menjanjikan Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak tahun 2006 sampai dengan 2014 yaitu nanti setelah PT Tangki Merak melakukan akuisisi TBBM Merak, akan disewakan kepada PT Pertamina (Persero) dengan jangka panjang dan TBBM akan bisa okupansi penuh, sehingga Dany Subrata percaya karena reputasi ayah terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza yaitu Mohammad Riza Chalid sebagai trader migas,” demikian tertulis dalam surat dakwaan Kerry.

    Kerry disebut melakukan negosiasi terkait penyewaan fasilitas TBBM PT Oiltanking Merak sebelum memberikan janji soal akuisisi TBBM Merak. Kontrak negosiasi itu tertulis akan ditandatangani pada 6 Maret 2014.

    Kerry juga disebut telah diperkaya dalam kasus ini. Rinciannya:

    – Memperkaya Kerry dan Dimas Werhaspati melalui PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) sebesar USD 9.860.514,31 dan Rp 1.073.619.047 dalam pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT JMN.

    – Memperkaya Kerry, Gading Ramadhan Juedo dan Riza Chalid melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp 2.905.420.003.854 dalam Kegiatan Sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak.

    Jaksa mendakwa Kerry Adrianto Riza melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara, Riza Chalid masih menjadi buron Kejagung.

    Halaman 2 dari 2

    (hns/hns)

  • 2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi Nasional 13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, kompak mengajukan eksepsi atau sanggahan terhadap dakwaan sidang kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.
    Hal ini disampaikan Agus dan Yoki usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) selesai membacakan dakwaan untuk para terdakwa.
    “Saya serahkan ke penasehat hukum untuk mengajukan eksepsi, terima kasih yang mulia,” ujar Agus dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Agus mengaku mengerti atas dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.
    Namun, ia membantah telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang seperti yang dituduhkan padanya.
    “Selama saya mengabdi di Pertamina, saya bekerja berdasarkan pedoman dan tugas fungsi pokok (tupoksi) yang berlaku. Saya tidak mendapatkan keuntungan pribadi secara melawan hukum selama melakukan pekerjaan saya,” tegas Agus.
    Hal serupa juga disampaikan oleh Yoki Firnandi.
    Namun, ia mengaku ada beberapa bagian dalam dakwaan jaksa yang tidak dipahaminya.
    Bahkan, ada beberapa bagian yang menurutnya menjadi pengetahuan baru setelah mengikuti sidang perdana ini.
    “Terdapat beberapa hal yang saya tidak paham, khususnya untuk hal-hal yang baru saya ketahui saat ini. Dan, khususnya, pada peran saya yang dinilai melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang,” ujar Yoki dalam sidang.
    Sementara itu, tiga terdakwa lainnya tidak mengajukan eksepsi.
    Mereka adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Usai mendengar pernyataan Yoki dan Agus, Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji menjadwalkan agar eksepsi dilaksanakan pada Senin (20/10/2025).

    Kerry, Gading, dan Dimas juga akan kembali menjalani persidangan pada Senin depan.
    Namun, karena mereka tidak mengajukan eksepsi, hakim memerintahkan agar jaksa penuntut umum (JPU) langsung memanggil beberapa saksi untuk memulai proses pembuktian.
    Dalam dakwaan, kelima orang ini punya peran masing-masing.
    Mereka tidak hanya terlibat dalam satu proyek, tetapi bisa bersinggungan pada beberapa pengadaan.
    Misalnya, dalam pengadaan impor minyak mentah, Yoki, Agus, bersama beberapa terdakwa lain melakukan pengadaan impor berbasis spot.
    Padahal, Pertamina sudah memiliki data kebutuhan minyak mentah setiap tahunnya.
    Pengadaan impor ini menyebabkan harga yang digunakan menjadi lebih mahal.
    Untuk membuat harga pengadaan menjadi lebih tinggi, Yoki, Agus, dan terdakwa lainnya menambahkan komponen Pertamina Market Differential (PMD) dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).
    Penambahan ini dilakukan untuk mengakomodasi harga penawaran dari sejumlah mitra usaha yang memiliki nilai tinggi dan punya riwayat pertimbangan dalam proses lelang sebelumnya.
    Akibat perbuatan para terdakwa, 10 perusahaan asing diperkaya hingga senilai 570,267,741.36 dollar Amerika Serikat.
    Namun, baik Agus, Yoki, maupun terdakwa lain terlibat pada beberapa pengadaan lain di dalam rangkaian kasus korupsi ini.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.