BUMN Ini Tidak Tahu Ada Warga Miskin Ekstrem Tinggal di Tengah Lahannya
Editor
JEMBER, KOMPAS.com
– PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 Regional 5 Surabaya mengaku tidak mengetahui bahwa ada warga miskin ekstrem yang tinggal di tengah lahannya.
Hal ini berbanding terbalik dengan pantauan tim
Ekspedisi Nusaraya Kompas.com
saat mengunjungi
Perkebunan Kopi Silosanen
pada Jumat (28/11/2025). Perkebunan itu berada di bawah pengelolaan
PTPN 1 Regional 5
.
Di tengah perkebunan yang ada di Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, Kabupaten
Jember
, Jawa Timur, itu banyak warga yang tinggal di rumah yang tidak layak.
Di samping itu, data Pemerintah Kabupaten Jember menunjukkan bahwa ada 22.043 jiwa atau 5.325 KK warga
miskin ekstrem
yang berada di area perkebunan BUMN di Jember.
Hal ini menjadi ironi karena dengan jumlah
warga miskin ekstrem
yang banyak, PTPN justru tidak mengetahuinya.
“Terkait untuk yang definisi miskin ekstrem, kami tidak mengetahui, Pak,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kasubag Kesekretariatan & Humas PTPN I Regional V Surabaya, M Syaiful Rizal saat dihubungi tim
Ekspedisi Nusaraya Kompas.com
, Senin (1/12/2025).
Namun demikian, Rizal mengakui bahwa banyak warga yang tinggal dan menetap di tengah lahan PTPN. Menurutnya, lahan yang ditempati warga itu adalah lahan eks bengkok atau lahan milik desa yang berada di tengah lahan PTPN, bukan lahan milik PTPN seperti pengakuan warga.
Warga itu bekerja di PTPN sebagai pekerja borongan atau tenaga harian lepas. Mereka akan bekerja jika PTPN sedang membutuhkan tenaganya.
“Di Kebun Silosanen itu, ada masyarakat yang saya tahu, yang tinggal di tengah-tengah kebun, tapi itu bukan lahan PTPN. Itu lahannya eks bengkok atau lahan desa yang memang di luar HGU (Hak Guna Usaha), di luar kebun milik PTPN, yang memang ditinggali masyarakat, yang juga dalam kesehariannya masyarakat di situ bekerja sebagai pekerja borongan. Ada yang bekerja lepas, ada yang bekerja borongan,” kata Rizal.
Rizal menyampaikan, jumlah tenaga borongan di
Perkebunan Silosanen
sebanyak 15.453 orang. Mereka berasal dari Desa Pace dan Desa Mulyorejo yang meliputi Dusun Baban Timur, Baban Barat dan Silosanen.
Jika musim panen kopi, penghasilan mereka Rp 57.000 – Rp 60.000 per hari. Namun jika tidak musim panen, penghasilan mereka tidak menentu.
Pantauan tim
Ekspedisi Nusaraya Kompas.com
di Perkebunan Silosanen, banyak warga yang hidupnya memprihatinkan. Mereka tinggal di rumah sederhana yang disediakan oleh PTPN. Mereka bahkan tidak memiliki sejengkal tanah pribadi.
Salah satunya adalah Buniman (65) yang tinggal di Afdeling Kampongan. Sampai saat ini, meski sudah bertahun-tahun tinggal di tengah lahan perkebunan, bahkan sejak dari kakek buyutnya, Buniman tidak memiliki sejengkal tanah pun. Rumah yang ditempatinya sejak lahir bukan miliknya pribadi.
“Saya memang lahir di sini,” katanya dalam bahasa Madura.
Buniman bekerja sebagai pekerja harian lepas atau yang disebut sebagai pekerja borongan. Karena statusnya ini, pekerjannya tidak menentu. Jika tidak waktunya panen, dia hanya dipekerjakan 5 hari hingga 7 hari dalam 15 hari dengan upah Rp 40.000 per hari.
Penghasilan ini jauh dari kata cukup. Sebab Buniman menjadi tulang punggung keluarga untuk enam anggota keluarganya.
Di rumah yang sempit dan sudah lapuk itu, Buniman tinggal bersama istrinya bernama Iyem (62) yang kini sedang sakit stroke; anak ketiga, keempat dan kelimanya yang bernama Iflah (31), Umar (26) dan Ferdi (19); serta dua cucunya yang merupakan anak dari Iflah.
Sedangkan anak pertamanya bernama Sinar meninggal dunia dan anak keduanya bernama Baihaqi bekerja sebagai buruh bangunan di Bali.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Buniman terkadang bekerja menggarap lahan warga yang ada di luar kebun dengan upah Rp 50.000 per hari. Pekerjaan ini pun tidak menentu karena bergantung pada warga yang membutuhkan tenaganya.
“
Mon tadek kalakoan e kebbun, tak alakoh. Kadeng mon bedeh petani, alakoh ka petani
(Kalau tidak ada pekerjaan di kebun PTPN, kadang bekerja ke petani kalau ada petani yang butuh merawat tanaman),” katanya.
Sebagai tambahan penghasilnya pula, Buniman memelihara dua ekor sapi. Bukan miliknya, sapi itu adalah milik orang lain yang dipeliharanya. Hasilnya nanti akan dibagi dua dengan pemilik.
“
Ngalak owanan
(mengambil peliharaan),” katanya.
Bupati Jember Muhammad Fawait mengakui bahwa jumlah warga miskin ekstrem di Jember masih tinggi, bahkan tertinggi di Jawa Timur.
Dia bertekat untuk mengatasi itu dengan kendala yang harus dihadapi. Sebab, warga yang miskin ektrem itu tinggal di tengah lahan BUMN.
Gus Fawait menyebutkan salah satu contoh yang menjadi kendala pengentasan kemiskinan ekstrem di tengah lahan PTPN.
Berdasarkan aturan, warga yang bisa mendapatkan bantuan pertanian dari pemerintah adalah petani karena memiliki lahan. Sedangkan, warga yang tinggal di tengah lahan PTPN masuk kategori buruh tani dan tidak punya lahan sehingga tidak bisa menerima bantuan pertanian.
“Yang kami bikin bingung adalah ketika mereka tinggal berada di pinggir perlahan milik BUMN. Tapi kita tidak berpangku tangan. Ke depan, kami akan pikirkan mereka,” katanya.
“Beberapa kendala selama ini kita tidak bisa membantu mereka secara langsung karena mereka tidak punya lahan. Sedangkan secara aturan kan mereka harus punya lahan. Kalau ada bantuan bibit, pupuk, alat pertanian, dan lain sebagainya,” katanya.
Gus Fawait akan berupaya untuk melatih warga yang miskin ekstrem supaya memiliki keterampilan untuk berwirausaha.
“Kami akan melakukan pelatihan. Kami juga akan melatih mereka untuk menjadi UMKM-UMKM baru,” katanya.
Artikel ini merupakan bagian dari perjalanan tim Ekspedisi Nusaraya Kompas.com di Kabupaten Jember, mulai dari 27 November hingga 2 Desember. Klik ini untuk mengikuti seluruh rangkaian perjalanan kami.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Muhammad Fawait
-
/data/photo/2025/12/03/693056f1eba70.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BUMN Ini Tidak Tahu Ada Warga Miskin Ekstrem Tinggal di Tengah Lahannya Regional 6 Desember 2025
-

Setahun Lalu Menggagalkan, Sekarang Desak Penyelesaian RTRW Jember
Jember (beritajatim.com) – Tepat medio Agustus 2024, lima dari tujuh fraksi di DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, menggagalkan sidang paripurna pengesahan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah pada akhir masa kepemimpinan Bupati Hendy Siswanto.
Saat itu, di bawah kepemimpinan Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, enam fraksi menolak penyelenggaraan sidang paripurna untuk mengesahkan RTRW dengan berbagai alasan. Satu-satunya fraksi yang menghendaki Perda RTRW disahkan saat itu hanya PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera.
Setahun berlalu, setelah gagalnya pengesahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember tidak juga memiliki peraturan terbaru mengenai RTRW yang berdampak pada belum adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Perda RTRW yang diacu saat ini adalah Perda Nomor 1 Tahun 2015 pada masa pemerintahan Bupati MZA Djalal.
Kini sejumlah fraksi mendesak agar Pemkab Jember di bawah kepemimpinan Bupati Muhammad Fawait segera menyelesaikan perda tersebut. Budi Wicaksono, juru bicara Fraksi Partai Nasional Demokrat, meminta pemerintah daerah memprioritaskan RTRW sebagai kebutuhan dasar:
“Tata ruang adalah fondasi pembangunan.Tanpa kepastian ruang, investasi, infrastruktur, dan pelayanan publik akan terhambat. Eksekutif perlu menempatkan penyelesaian RTRW sebagai agenda utama,” kata Budi dalam pandangan akhir fraksi terhadap APBD Jember 2026.
Budi mendesak eksekutif bergerak cepat, transparan, dan kolaboratif. “Lambatnya penyelesaian RTRW bukan hanya masalah administratif, tetapi bisa menghambat pembangunan, investasi, dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Intan Permatasari, juru bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, juga mendesak percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten Jember terbaru. “Dokumen ini merupakan pedoman penting untuk pembangunan yang terarah dan berkelanjutan,” katanya.
“Kami menekankan perlunya koordinasi yang kuat, kajian lingkungan yang matang, dan penampungan aspirasi masyarakat dalam prosesnya, agar Perda RTRW yang dihasilkan dapat menjadi dasar hukum yang solid untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Jember,” kata Intan.
Edo Rahmanta Ersu Putra, juru bicara Fraksi Gerindra, mengingatkan, RTRW adalah ibu dari seluruh peraturan pembangunan. “Tanpa RTRW, banyak raperda dan program pembangunan mandek, terhambat, atau tidak sinkron,” katanya.
Edo tak ingin Jember menjadi daerah yang tertinggal. “Hanya karena dokumen dasar tata ruang belum diselesaikan,” katanya.
Juru bicara Fraksi Partai Golkar Agung Budiman mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan Perda RTRW Jember sebagai agenda prioritas. “Perda RTRW bukan sekadar dokumen, melainkan peta jalan menuju Jember yang maju, tertata, dan berkelanjutan,” katanya.
Tanpa Perda RTRW, Agung menyebut Jember menghadapi kondisi darurat tata ruang. “Ketidakpastian regulasi mengancam daya saing daerah, menghambat investasi, dan berpotensi mematikan program strategis seperti pembangunan rumah rakyat. tanpa RTRW yang terkini, pembangunan kita berjalan tanpa arah yang jelas,” katanya.
Ramalan Tabroni Terbukti
Tabroni, anggota Komisi A yang menjadi Ketua Panitia Khusus RTRW DPRD Jember 2019-2024, sebenarnya sudah menyampaikan persoalan yang bakal dihadapi ketika Perda RTRW gagal disahkan pada Agustus 2024.“Ternyata memang benar-benar terjadi. Banyak kendala ketika kita tidak punya Perda RTRW terbaru. Karena tidak punya RTRW yang terbaru, pakai perda lama, Perda Nomor 1 Tahun 2015, yang sudah sangat jauh dari situasi kondisi hari ini,” kata Tabroni, Senin (1/12/2025).
Menurut Tabroni, seandainya saat itu Perda RTRW disahkan, banyak hal yang bisa dilakukan hari ini. “Kita bisa mulai soal RDTR. Kita bisa memetakan lebih gamblang hal-hal terkait program Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD),” katanya.
“Tapi karena kita tidak bersepakat saat itu, tentu banyak soal (yang muncul). Terutama investasi dari luar ke Jember tidak bisa melihat secara jelas di mana posisi industri, pertambangan, pariwisata, secara detail. Tidak ada pedoman standar yang diakui secara hukum,” kata Tabroni.
“Padahal pengusaha kalau berinvestasi tentu memberikan banyak lapangan pekerjaan kepada rakyat di Jember. Potensi pariwisata kalau berkembang tentu memberikan penghidupan kepada masyarakat di tempat yang berpotensi pariwisata tersebut,” kata Tabroni.
Pada akhirnya, politisi PDI Perjuangan ini menyebut, pemerintah dan rakyat Jember dirugikan oleh gagalnya pengesahan Perda RTRW pada Agustus 2024 itu. “Banyak hal yang menjadi bagian dari potensi Jember tidak berkembang,” katanya.
Nasi Jadi Bubur
Nasi sudah jadi bubur. Tabroni meminta Pemkab Jember untuk terus mengupayakan terbitnya Perda RTRW kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasonal. “Kami tidak tahu apa dilakukan Pemkab Jember. Tidak ada situasi di mana kami melihat ada upaya untuk melakukan pergerakan agar perda ini lahir,” katanya.Apalagi, lanjut Tabroni, banyak pejabat di Dinas Cipta Karya Jember yang sejak awal mengawal Perda RTRW hingga terbitnya persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN pada 2024 sudah dimutasi. “Pejabat baru yang menggantikan harus belajar dari lagi nol,” katanya.
Wahyu Prayudi Nugroho, anggota Komisi B DPRD Jember, mengingatkan adanya perbedaan LP2B saat ini dengan LP2B dalam Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2015. “LP2B dalam Perda RTRW tersebut sekitar 101.600 hektare. Setelah Perda RTRW itu, muncul beberapa kali surat keputusan bupati yang menyebut luas LP2B Jember sekitar 86.700 hektare,” katanya.
Kondisi ini, menurut Nugroho, membuat masyarakat petani bingung. “Lahan sawah yang mereka miliki ini masuk di area LP2B atau tidak? Kalau masuk area LP2B seharusnya tidak akan mudah untuk dialihkanfungsikan,” katanya.
Ketiadaan perda RTRW terbaru, menurut Nugroho, membuat arah pembangunan Jember tidak jelas. “Arah pembangunan kita jadi amburadul. Mana wilayah yang seharusnya dikembangkan untuk area pergudangan atau area perumahan, mana yang seharusnya dipertahankan untuk area bercocok tanam atau persawahan untuk meningkatkan ketahanan pangan,” katanya.
“Pembangunan di Kabupaten Jember ini diiibaratkan tidak punya peta. itu. Jadi akhirnya, satu ketahanan pangan yang merupakan program unggulan pemerintah kita saat ini, tidak akan bisa mudah dipertahankan, tidak bisa mudah untuk dilindungi,” kata Nugroho.
“Kalau lahan-lahan sawah ini tidak bisa dilindungi, maka sektor yang paling banyak berkontribusi untuk ekonomi di Kabupaten Jember akan terganggu,” kata Nugroho. [wir]
-

Pemkab Jember Raih 5 Penghargaan, Gus Fawait: Buah Kerja Kolektif Warga
Jakarta –
Pemerintah Kabupaten Jember meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan regional hanya dalam kurun waktu lima hari, yakni di antara 25 – 29 November 2025.
Rentetan prestasi itu menegaskan posisi Jember di bawah kepemimpinan Bupati Jember Muhammad Fawait sebagai daerah yang progresif dalam pembangunan dan tata kelola publik. Dalam kesempatan ini, Gus Fawait menegaskan bahwa kesuksesan tersebut adalah hasil dari kerja kolektif semua pihak di Jember.
“Ini bukan semata-mata lantaran capaian pemerintah daerah, tetapi buah kerja kolektif warga Jember,” terangnya melalui keterangan tertulis, Minggu, (30/11/2025).
Diketahui, penghargaan pertama adalah penghargaan Detik.com Awards 2025 Jakarta, Gus Fawait dinobatkan sebagai Tokoh Pendorong Pluralisme dan Kesejahteraan Pendidik Agama oleh detikcom.
Penghargaan tersebut diberikan atas program Insentif Guru Ngaji dan Pengajar Agama Lintas Agama yang sukses menjangkau sebanyak 22 ribu pendidik. Program itu disoroti karena sifatnya yang inklusif dan mekanisme penyaluran dana yang transparan melalui transfer langsung, menjadikannya model nasional untuk penguatan harmoni dan kesejahteraan lintas agama.
Ketiga, Forikan Jatim Award 2025. Masih pada 27 November 2025, Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Jember, yang diketuai Ning Ghyta Eka Puspita, dianugerahi penghargaan sebagai Forum Teraktif dalam Penyajian Data Stunting.
Jember dinilai berhasil mengintegrasikan gerakan peningkatan konsumsi ikan. Yakni, dengan menggunakan sistem validasi data yang efektif untuk mempercepat upaya penurunan angka stunting di wilayahnya.
Kelima, pada KI Award Jatim 2025, 29 November 2025. Kabupaten Kembali meraih predikat Informatif dengan perolehan skor tinggi 98,11. Penghargaan ini menggarisbawahi komitmen Jember terhadap transparansi publik dan inovasi layanan informasi.
Selain itu, dua desa Jember, yakni Desa Sidomukti (Menuju Informatif) dan Desa Sidomulyo (Informatif), juga turut diapresiasi.
Raihan lima penghargaan dalam waktu singkat ini secara signifikan menempatkan Jember sebagai salah satu daerah dengan kinerja pemerintahan yang paling adaptif dan progresif di Indonesia sepanjang tahun 2025.
Gus Fawait menambahkan, prestasi itu akan menjadi motivasi bagi Pemkab Jember untuk terus memperkuat tata kelola pemerintahan dan memastikan setiap program strategis berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
(akn/ega)
-

Jember Raih 5 Penghargaan dalam Seminggu, Gus Fawait Tekankan Kerja Sama
Jakarta –
Bupati Jember Muhammad Fawait (Gus Fawait) mengapresiasi pihaknya yang menorehkan capaian luar biasa pada penghujung November 2025.
Dalam kurun 25-29 November, Pemkab Jember berhasil meraih lima penghargaan nasional dan regional sekaligus. Menanggapi capaian lima penghargaan dalam lima hari, Gus Fawait menegaskan penghargaan tersebut merupakan hasil kerja bersama seluruh elemen masyarakat.
“Ini bukan semata capaian pemerintah daerah, tetapi buah kerja kolektif warga Jember-mulai dari pendidik agama, kader kesehatan, pelaku koperasi, hingga aparat desa. Kami akan terus menjaga ritme pembangunan yang inklusif, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat,” ujar Gus Fawait, dalam keterangan tertulis, Minggu (30/11/2025).
Ia menekankan prestasi ini menjadi dorongan bagi Jember untuk memperkuat tata kelola dan memastikan program-program strategis memberikan dampak langsung bagi masyarakat. Lima penghargaan dalam sepekan ini mengukuhkan Jember sebagai salah satu daerah dengan kinerja pemerintahan paling adaptif dan progresif di Indonesia sepanjang tahun 2025.
Prestasi beruntun ini menempatkan Jember sebagai salah satu daerah dengan akselerasi pembangunan dan tata kelola publik paling progresif sepanjang tahun. Berikut rangkaian penghargaan yang diterima:
1. detikcom Awards 2025-25 November 2025
Penghargaan ini merupakan pengakuan atas keberhasilan program Insentif Guru Ngaji & Pengajar Agama Lintas Agama, yang menjangkau 22.000 pendidik keagamaan dari berbagai agama dengan skema inklusif dan penyaluran transparan melalui transfer langsung. Program ini dinilai sebagai model nasional yang efektif memperkuat kesejahteraan dan harmoni lintas agama.
2. Surya Award 2025-27 November 2025
3. Forikan Jatim Award 2025-27 November 2025
Pada hari yang sama, Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Jember yang dipimpin Ning Ghyta Eka Puspita turut meraih penghargaan sebagai Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Teraktif dalam Penyajian Data Stunting.
Jember dianggap berhasil mengolaborasikan gerakan konsumsi ikan dengan validasi data yang membantu percepatan penurunan stunting di tingkat kabupaten.
4. STBM Award Pratama-28 November 2025
Keesokan harinya, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menganugerahkan STBM Award Pratama Peringkat 1 Nasional kepada Kabupaten Jember dalam acara di Auditorium Siwabessy, Jakarta.
Capaian ini dipicu keberhasilan Jember mencapai 100% Desa ODF (Open Defecation Free), mengembangkan wirausaha sanitasi, serta memperkuat pembiayaan sanitasi inklusif melalui kolaborasi dengan lembaga keuangan mikro.
5. KI Award Jatim 2025-29 November 2025
Menutup deretan prestasi pekan ini, Jember kembali meraih predikat Kabupaten Informatif dengan skor 98,11 pada KI (Keterbukaan Informasi) Award Jatim 2025 di Bojonegoro.
Predikat ini menegaskan konsistensi Jember dalam transparansi publik dan inovasi layanan informasi. Dua desa turut mendapat apresiasi: Desa Sidomukti (Menuju Informatif) dan Desa Sidomulyo (Informatif).
(prf/ega)
-

Belanja APBD Jember 2026 Rp 4,576 T, Defisit Rp 182 M
Jember (beritajatim.com) – Alokasi belanja dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, ditetapkan sebesar Rp 4,576 trilliun. Sementara pendapatan sebesar Rp 4,394 miliar.
“Dengan demikian Ada defisit Rp 182,629 miliar. Meskipun dalam sistem anggaran kinerja dibenarkan adanya defisit anggaran, namun hal ini sedapat mungkin dihindari dengan mengupayakan meningkatkan PAD dan efesiensi dalam pengelolaan keuangan,” kata kata Itqon Syauqi, juru bicara Badan Anggaran DPRD Jember.
Bupati Muhammad Fawait dan DPRD Jember resmi menandatangani bersama APBD 2026 pada Jumat (28/11/2025) malam, di gedung parlemen. “Kami telah berupaya maksimal mengakomodasi aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertuang pada setiap mata anggaran,” kata Itqon.
“Namun karena keterbatasan keuangan daerah, maka tidak semua kepentingan masyarakat yang dinamis tersebut dapat dipenuhi. Tapi Pemerintahan Kabupaten Jember tetap akan memperhatikan pada penyusunan anggaran pada tahun berikutnya,” katanya.
Berdasarkan hasil pembahasan antara DPRD dan Pemkab Jember, tidak ada perubahan pendapatan. Pendapatan asli daerah masih ditargetkan Rp 1,367 triliun, yang terdiri atas pajak daerah (Rp 523m548 miliar), retribusi daerah (Rp 826,007 miliar), hasil pengelolaan kekayaan daerah (Rp 8,084 miliar), dan lain-lain PAD yang sah (Rp 9,9 miliar).
Sementara itu pendapatan transfer sebesar Rp 3,026 triliun, yang terdiri atas pendapatan transfer pemerintah pusat (Rp 2,845 triliun), dan pendapatan transfer antardaerah (Rp 181,135 miliar),
“Sampai dengan saat ini informasi terkait penerimaan daerah yang berasal dari penerimaan lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan masih belum ada konfirmasi. Mana kala telah terkonfirmasi, maka akan kita bahas dan masukkan dalam Perubahan APBD tahun anggaran mendatang,” kata Itqon.
Itqon menyatakan, ada keterbatasan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan belanja. “Saat ini penyediaan dana belanja masih didominasi oleh penerimaan dari dana transfer pemerintah,” katanya.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini, kondisi tersebut mengakibatkan tingkat kemandirian daerah rendah. “Hal ini karena jumlah Pendapatan Asli Daerah masih belum mampu menopang kebutuhan belanja publik,” kata Itqon.
Belanja dalam APBD Jember 2026 masih didominasi belanja barang dan jasa Rp 2,020 triliun dan belanja pegawai Rp 1,555 triliun. Sementara itu belanja hibah dialokasikan Rp 164,725 miliar dan belanja bantuan sosial dialokasikan Rp 22,025 miliar. Total belanja operasi sebesar Rp 3,762 triliun.
Sementara itu belanja modal dialokasikan Rp 345,278 miliar. Dari anggaran sebesar itu, Rp 2 miliar untuk belanja modal tanah, Rp 173,755 miliat untuk belanja modal peralatan dan mesin, Rp 54,512 miliar untuk belanja modal gedung dan bangunan, Rp 109,751 miliar untuk belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi, Rp 5,041 miliar untuk belanja modal aset tetap lainnya, dan Rp 218,093 juta untuk belanka modal aset launnya.
Belanja tidak terduga dialokasikan Rp 15 miliar. Sementara belanja transfer dialokasikan Rp 453,873 miliar, yang terdiri atas belanja bagi hasil Rp 12,991 miliar, dan belanja bantuan keuangan Rp 440,881 miliar. [wir]
-

DPRD Nilai Pemkab Jember Hambat Aspirasi Pokir Masyarakat
Jember (beritajatim.com) – DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, kesulitan memperjuangkan usulan dan aspirasi masyarakat yang diperoleh pada saat masa reses yang dituangkan dalam pokok-pokok pikiran (pokir).
Mereka menilai Pemerintah Kabupaten Jember menghambat alokasi dan realisasi pokir tanpa alasan jelas. Kekecewaan para anggota parlemen ini ditumpahkan dalam rapat finalisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026, di ruang Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Jember, Jumat (28/11/2025) sore.
“Paling tidak kami punya jawaban di masyarakat ketika itu tidak bisa direalisasikan. Apakah itu karena efisiensi, apakah karena apalah. Artinya kami tidak berandai-andai memberikan jawaban kepada masyarakat,” kata Mufid, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Jupriono mengatakan, kewenangan untuk merealisasikan pokir ada pada pemegang anggaran. “Ketika tidak terealisasi, saya yakin ada pertimbangan tertentu,” katanya.
Selain itu, lanjut Jupriono, Pemkab Jember sangat berhati-hati dalam merealisasikan pokir. “Tapi bukan berarti kita menampik aspirasi masyarakat,” kata pria yang sebelumnya juga menjabat Pejabat Sekretaris Daerah Jember ini.
Menurut Jupriono, Pemkab Jember sudah menginventarisasi usulan kebutuhan dari masyarakat melalui struktur di bawah sampai dengan 2029 kurang lebih Rp 1,2 triliun. “Itu tetap akan menjadi komitmen kami, melakukan simulasi anggaran agar semua terkover dengan baik,” katanya.
Salah satu aspirasi masyarakat adalah perbaikan jalan. Minimnya APBD membuat Pemkab Jember mengusulkan perbaikan jalan kabupaten kepada Kementerian Pekerjaan Umum sebesar kurang lebih Rp 700-800 miliar.
“Mudah-mudahan di 2026 ini ada, terus di 2027 juga akan selesai. Mudah-mudahan pada 2027 kita mendapat alokasi yang sangat besar, sehingga seluruh jalan kabupaten, bahkan jalan desa yang sudah diserahkan kepada Pemkab Jember akan bisa diperbaiki,” kata Jupriono.
Penjelasan Tak Memuaskan
Namun jawaban Jupriono ini tidak memuaskan Ketua Komisi B Candra Ary Fianto. “Ketika kami melakukan penyelarasan dengan organisasi perangkat daerah (OPD) dan mendalami kendala-kendala yang ada, antar OPD jawabannya tidak sama,” katanya.Menurut Candra, sejumlah alasan yang digunakan untuk tidak merealisasikan usulan masyarakat melalui pokir antara lain perubahan kode rekening anggaran, tidak ada lampu hijau dari aparat penegak hukum, dan tidak ada dalam kamus usulan. “Padahal ketika kami memasukkan usulan tersebut, itu sudah ada kamus usulannya. Kami pasti sudah berkomunikasi,” katanya.
Candra memahami ada sejumlah prioritas bupati yang dialokasikan dalam APBD Jember. “Kami sebenarnya sudah mengikuti itu, namun pada proses eksekusinya baik pada tahun anggaran 2025 maupun 2026, penyampaian (alasan tidak direalisasikannya pokir) tidak sama,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Candra sepakat efisiensi menjadi dalih tidak direalisasikannya sejumlah aspirasi masyarakat melalui pokir anggota DPRD Jember. Namun dia melihat ada kontradiksi dalam alokasi APBD Jember. “Hari ini coba kita cek anggaran di tiap OPD. Banyak sekali kegiatan fasilitasi yang kondisional,” katanya.
“Coba hitung berapa kegiatan fasilitasi di banyak OPD. Hari ini bukan masa kampanye. Jadi enggak perlulah memfasilitasi hal-hal yang sifatnya program atau kegiatan. Itu kan membuang-buang anggaran juga sebenarnya,” kata Candra.
Candra menuntut transparansi dari Pemkab Jember soal pokir. “Kalau toh memang ke depan kamus usulan tidak akan dilaksanakan, ya jangan dikeluarkan kamus usulan itu. Yang pasti-pasti saja,” katanya.
Pokir Dilindungi Regulasi
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Edi Cahyo Purnomo mengingatkan, hak anggota parlemen untuk memperjuangkan usulan masyarakat melalui pokir dilindungi regulasi.Setidaknya ada tiga regulasi, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mengatur pokir sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, dan Permendagri Nomor 25 Tahun 2021 yang memperkuat posisi pokir dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah.
Sebagian usulan mengenai perbaikan sekolah, menurut Purnomo, diperoleh setelah anggota DPRD Jember bertemu dengan guru dan keluarga mereka. “Mohon ini jadi perhatian juga bagi pemerintah, bagaimana pada 2026 Pejabat Sekda yang baru mendorong kepentingan-kepentingan ini,” katanya.
Ketua Komisi C Ardi Pujo Prabowo mengingatkan, bahwa anggota Dewan memiliki fungsi penganggaran. “Tolong dengarkanlah usulan dari teman-teman. Jangan iya (setuju) di sini (dalam rapat bersama eksekutif dan legislatif), tapi tidak pernah ada realisasi sama sekali,” katanya.
Ardi merasa reses yang dilaksanakan anggota DPRD Jember untuk menyerap aspirasi masyarakat pada akhirnya tidak berguna. “Akhirnya kalau kami mengundang orang, kami hanya ajak makan, ngomong program ini, program itu. Karena percuma, kami menampung aspirasi yang sesuai dengan regulasi pun, tidak pernah diterima (oleh Pemkab Jember),” katanya.
Wakil Ketua DPRD Jember Widarto menyatakan, selama usulan anggota DPRD Jember sudah mengikuti prosedur dan aturan serta tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), maka tidak ada alasan untuk tidak dilaksanakan.
“Tidak boleh di tengah jalan kemudian berubah atau hilang. Apalagi sudah diputuskan dalam Badan Anggaran dan rapat kerja komisi dengan OPD,” kata Widarto.
Widarto berharap tidak ada lagi protes soal tidak dilaksanakannya pokir pada 2026. “Kami berharap tata kelola pemerintahannya dijaga dengan baik. Apa yang sudah menjadi kesepakatan di sini, kalau rapat ini dianggap resmi dan ada gunanya, harus dijalankan betul pada 2026 nanti,” katanya.
Apalagi, menurut Widarto, berkali-kali Bupati Muhammad Fawait dalam forum-fiorum terbuka menegaskan komitmen untuk menjaga hubungan baik antara eksekutif dan legislatif. “Kami sampai hari ini sangat khusnuzon bahwa beliau adalah orang yang komit. Toh tujuannya sama-sama untuk rakyat,” katanya.
Perlu Kebersamaan Eksekutif-Legislatif
Kritik lebih keras meluncur dari Siswono, Sekretaris Komisi A dari Fraksi Gerindra. “Apa yang sudah didok (disahkan) di paripurna dan difinalisasi, ketika ada perubahan, itu adalah wujud pengingkaran terhadap aspirasi masyarakat,” katanya.“Tolong hak masyarakat yang disampaikan melalui kami saat reses harus ditindaklanjuti. Apalagi usulan itu sudah masuk SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah). Itu ada undang-undangnya, riil konstitusional,” katanya.
Siswono mengharamkan perubahan dalam APBD Jember tanpa pembahasan ulang dengan DPRD Jember. “Komisi A tidak melakukan pembahasan karena khawatir zalim kepada masyarakat yang sudah kami wakili, yang aspirasinya yang sudah masuk dan diinput di SIPD,” katanya.
Ketua DPRD Jember Ahmad Halim meminta birokrasi pemerintah daerah mengawal Bupati Muhammad Fawait agar tetap mengikuti regulasi dalam pembahasan dan pelaksanaan APBD. “Artinya saran, pendapat, katakan apa itu yang benar dan katakan itu kalau salah,” katanya.
Halim mengingatkan perlunya kebersamaan antara eksekutif dan legislatif untuk saling mengingatkan. “Apa yang menjadi keputusan bersama untuk tetap bisa dilaksanakan, walaupun kami memahami bahwa kami adalah pejabat politik tidak mempunyai kemampuan teknis,” katanya.
Menurut Halim, semua perubahan dan pergeseran anggaran hendaknya tercatat secara adninistratif dan ditandatangani bersama antara pejabat Pemkab Jember dan anggota Dewan. “Sehingga itu menjadi bukti dokumen ketika Anda menanyakan saat realisasi,” katanya.
“Kita harus sama-sama introspeksi, terutama ketika implementasi kebijakan yang menyangkut kegiatan masyarakat, dan juga komitmen antara teman-teman DPRD dan eksekutif,” kata Halim. [wir]
-

Sidang Perdana Gugatan terhadap Bupati dan Wabup Digelar di PN Jember
Jember (beritajatim.com) – Sidang perdana gugatan terhadap Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto digelar di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Rabu (26/11/2025).
Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Amran S. Herman. “Hari ini sidang dilanjutkan dengan mediasi, kami menunggu hasil dari mediasi,” katanya.
Gugatan dilakukan Mashudi alias Agus MM, warga Kecamatan Kaliwates, terhadap Wabup Djoko Susanto sebagai tergugat dan Bupati Muhammad Fawait sebagai turut tergugat, berkaitan dengan ketidakharmonisan kedua pemimpin tersebut selama memimpin Jember.
Obyek sengketa dalam gugatan Mashudi atau Agus MM adalah surat kesepakatan di depan notaris antara Fawait dan Djoko yang dibuat sebelum terpilih pada 21 November 2024.
Surat itu berisi pembagian tugas dan kewenangan sebagai bupati dan wakil bupati di antara keduanya. “Padahal undang-undang sudah lengkap (mengatur pembagian kewenangan itu),” kata Achmad Farid, kuasa hukum Mashudi.
Beberapa waktu lalu dalam sebuah kesempatan, Agus MM mengatakan kepada Beritajatim.com, hubungan yang tidak harmonis antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko dikarenakan mereka mempertahankan prinsip masing-masing dalam menyikapi perjanjian kesepakatan bersama tersebut.
Hal ini, menurut Agus MM, telah menimbulkan tidak optimalnya serapan APBD dan atau Perubahan APBD Kabupaten Jember 2025, khususnya pembangunan infrastruktur seperti gedung perkantoran dan bangunan gedung lainnya.
“Kondisi sangat merugikan penggugat dalam menjalankan pekerjaannya sebagai sales freelance galvalum /baja ringan, karena peermintaan kebutuhan galvalum atau baja ringan berkurang drastis,” katanya.
Achmad Farid mengibaratkan bupati dan wakil bupati bagai ponsel dan batere. “Kalau handphone tidak ada baterenya bagaimana? Ini yang terjadi di Jember,” katanya.
Farid menyebut kinerja Bupati Fawait dan Wabup Djoko tidak sesuai harapan. “Kami butuh pemimpin yang amanah, betul-betul memikirkan Jember, bukan golongan, bukan partainya,” katanya.
Mohammad Husni Thamrin, kuasa hukum Bupati Fawait mengatakan, penggugat bukanlah salah satu pihak dalam surat perjanjian tersebut. “Menurut ketentuan undang-undang, kontrak hanya mengikat dan berlaku kepada para pihak yang bersepakat, sehingga penggugat tidak memiliki legal standing,” katanya.
Thamrin mengatakan, gugatan hanya bisa dilakukan di antara Fawait dan Djoko. “Tapi bukan gugatan melawan hukum, melainkan wanprestasi,” katanya.
Selain itu, nenurut Thamrin, posisi Bupati Fawait sebagai turut tergugat tidak sesuai teori hukum. “Sesuai teori, turut tergugat adalah pihak lain yang tidak terkait secara langsung, tapi karena ada ketentuan, tetap harus diikutsertakan,” katanya.
Umumnya, menurut Thamrin, turut tergugat hanya dimohonkan patuh pada putusan. “Tapi di gugatan ini turut tergugat seolah-olah posisinya sama dengan tergugat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Djoko Susanto menghormati gugatan yang dilakukan Mashudi alias Agus MM. “Gugatan itu sudah saya respons dengan baik dan saya sudah menunjuk pengacara. Kenapa saya menunjuk pengacara? Karena saya tidak melihat kepedulian pemerintah daerah untuk menyikapi itu,” katanya.
Menurut Djoko, dirinya dan Fawait digugat dalam kapasitas jabatan sebagai wakil bupati dan bupati. Seharusnya kuasa hukum ditangani Bagian Hukum Pemkab Jember. “Karena tidak ada respons, tidak ada, inisiatif. saya menunjuk teman-teman lawyer,” katanya.
Djoko menilai gugatan Mashudi alias Agus MM tidak jelas. “Yang sedang digugat apa? Kalau dia ngomong kerugian, secara pribadi saya tidak punya hubungan hukum dengan penggugat. Dalam konteks kedinasan, tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan bukan saya, tapi tugas Bupati Fawait,” katanya.
Djoko mempertanyakan ketidakharmonisan hubungan Bupati dan Wakil Bupati Jember dalam pandangan penggugat. “Kalau disharmoni ini dimaknai sebagai sebuah disharmoni dalam tata pemerintahan, secara hierarkis, pembinaan menjadi tugas gubernur dan mendagri,” katanya.
Djoko sendiri menilai kondisi Pemkab Jember saat ini bukanlah disharmoni. “Ini urusan arogansi kekuasaan dan urusan cedera janji wanprestasi,” katanya.
Djoko merasa dihambat dalam menjalankan tugas dan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan apapun. Salah satunya, menurutnya, adalah penarikan ajudan yang biasa melekat padanya sebagai wabup pada 20 Oktober 2025 oleh Bagian Umum Pemkab Jember. Djoko masih belum mendapat penjelasan soal ini.
Sementara soal surat perjanjian pembagian kewenangan dan kekuasaan yang digugat Agus MM, menurut Djoko, adalah urusan keperdataannya dengan Fawait. “Apa hubungannya dengan penggugat?” katanya.
Djoko berharap gugatan tersebut bisa disikapi dengan baik dan semua orang bisa lebih memahami persoalan. “Sejak pelantikan sudah seharusnya kita tidak bicara politik. Kita ini mestinya sudah harus menjalankan tata pemerintahan. Permasalahan ini seharusnya jangan dilihat dari framing politik,” katanya. [wir]
-

APBD Jember 2026 Defisit Rp 182,6 M
Jember (beritajatim.com) – Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, defisit sebesar Rp 182,6 miliar. Belanja daerah dialokasikan Rp 4,576 triliun, sementara pendapatan diperkirakan Rp 4,394 triliun.
“Defisit dan Silpa (sisa lebih anggaran) sudah diproyeksikan secara cermat dan masih realistis dengan kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten Jember,” kata Bupati Muhammad Fawait, dalam sidang paripurna ketiga pembahasan APBD 2026, di gedung DPRD Jember, Sabtu (15/11/2025).
Namun Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Jember David Handoko Seto meminta kebiasaan menutup defisit dengan silpa tidak terus dilakukan. “Kami mengingatkan agar penggunaan silpa tidak menjadi pola berulang, melainkan sebagai solusi sementara yang harus diimbangi dengan efisiensi dan peningkatan pendapatan,” katanya.
Sementara Sujarwo Adiono dari Fraksi Partai Golkar Amanah menyoroti proporsi APBD Jember 2026. Dalam rencana APBD 2026, Pendapatan Asli Daerah (PAD) direncanakan sebesar Rp 1,367 triliun rupiah. “Angka ini merupakan kontributor terbesar kedua setelah pendapatan transfer, dalam total pendapatan daerah yang direncanakan sebesar Rp 4,394 triliun,” katanya.
“Di sisi belanja, total yang dialokasikan adalah Rp 4,576 triliunm dengan komposisi terbesar untuk belanja operasi Rp 3,762 triliun, diikuti belanja modal Rp 345 miliar, belanja transfer Rp 453 miliar, dan belanja tidak terduga Rp 15 miliar.
Menurut Sujarwo, belanja operasional sangat dominan yakni sekitar 82 persen, menunjukkan biaya rutin besar dan ruang pembangunan fisik kecil. “Belanja modal rendah, hanya 7,5 persen. Ini bisa berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur,” katanya.
Sujarwo menyoroti tingginya ketergantungan Pemkab Jember pada Dana Tranfer Pusat yang mencapai sekitar 69 persen. “Pemerintah daerah perlu strategi dan harus lebih kreatif lagi untuk meningkatkan PAD, sehingga tidak terlalu bergantung pada dana transfer pusat,” katanya.
Kendati ada sejumlah catatan, Sujarwo menyebut secara keseluruhan, Rancangan APBD 2026 ini adalah sebuah rancangan anggaran yang penuh dengan optimisme dan tekad. “Sebuah ikhtiar kolektif yang dijiwai semangat “Semua Karena Cinta” untuk memajukan Jember,” katanya.
Sujarwo mengacungkan jempol kepada Pemerintah Kabupaten Jember. “Penyusunan dokumen perencanaan fiskalnya matang dan visioner. Kemampuan menjaga komitmen pada program prioritas di tengah tantangan penurunan dana transfer pusat menunjukkan ketangguhan fiskal dan kepemimpinan yang responsif,” katanya.
Menurut Sujarwo, terobosan seperti layanan kesehatan home care, digitalisasi sistem pajak, dan program Bupati Ngantor di Desa merupakan bukti nyata komitmen pemerintahan yang berpihak pada rakyat dan beradaptasi dengan zaman.
Sementara itu, Achmad Dhafir Syah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memandang dokumen rencana APBD Jember 2026 merupakan bagian penting dari proses transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Kami berkewajiban memberikan pandangan kritis dan konstruktif agar APBD yang disusun dan dijalankan benar-benar berpihak kepada rakyat, memperkuat kemandirian fiskal daerah, serta menjamin keadilan dalam pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Jember,” kata Dhafir.
Dhafir berharap agar dalam pembahasan selanjutnya, seluruh pihak dapat mengedepankan semangat kolaborasi, transparansi, dan akuntabilitas. “Dengan demikian APBD 2026 benar-benar menjadi anggaran yang berpihak kepada kepentingan rakyat, memperkuat pelayanan publik, serta mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Jember,” katanya.
Nurhuda Candra Hidayat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mebgatakan, Raperda APBD 2026 akan menjadi penentu arah pembangunan Jember ke depan. “Setiap kebijakan yang dirumuskan hendaknya mencerminkan aspirasi rakyat dan menghadirkan solusi nyata atas berbagai tantangan yang dihadapi daerah,” katanya.
Bupati Fawait berterima kasih atas semua saran dan masukan, terutama soal komposisi belanja operasional dan belanja modal anggaran tahun 2026. “Kami akan upayakan agar lebih proporsional, demikian pula untuk peningkatan PAD akan kami upayakan agar ketergantungan kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang,” katanya.
“Saat ini Kita sedang menghadapi kondisi Fiskal yang menuntut kehati-hatian. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Jember fokus pada penyesuaian program tanpa mengorbankan pelayanan dasar pada masyarakat,” jelas Fawait. [wir]
-

Gerindra dan Nasdem Ingin APBD Jember 2026 Sensitif Bencana
Jember (beritajatim.com) – Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Nasdem DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, ingin Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 sensitif terhadap bencana.
“Kami memberikan perhatian serius pada isu kebencanaan, khususnya banjir yang dari tahun ke tahun semakin menunjukkan risiko yang nyata,” kata Ardi Pujo Prabowo dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya.
Menurut Ardi, dampak bencana tidak hanya dirasakan oleh pemukiman warga, tapi juga mengancam lahan pertanian yang merupakan sumber nafkah masyarakat. “Kami memandang penanganan banjir tidak cukup hanya pada hilir, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga hilir,” katanya.
Ardi mendesak dialokasiaknnya anggaran untuk sejumlah kegiatan seperti normalisasi sungai, pengendalian tata ruang, penguatan mitigasi desa, hingga modernisasi sistem peringatan dini. “Untuk penanganan ini, komunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur mutlak diperlukan, sehingga dukungan anggaran, kewenangan, dan teknis dapat berjalan beriringan,” katanya.
Ardi menegaskan, upaya ini akan menjadi langkah penting agar Jember benar-benar siap menghadapi perubahan iklim dan dinamika cuaca ekstrem yang semakin sulit diprediksi.
Sementara itu, Ketua Fraksi Nasdem David Handoko Seto meminta Bupati Muhammad Fawait untuk memberikan perhatian serius pada isu kebencanaan. “Banjir yang terjadi dari tahun ke tahun semakin menunjukkan bahwa tata ruang kita tidak sesuai dengan perencanaan,” katanya.
David mengatakan, saat ini banyak pengembang perumahan yang membangun asal-asalan tanpa memperhatikan regulasi dan dampak lingkungan.
“Ada beberapa spot banjir yang menjadi dampak dari buruknya tata kelola lingkungan yang tidak hanya dirasakan oleh pemukiman warga, tetapi juga mengancam lahan pertanian yang merupakan sumber nafkah masyarakat,” katanya.
Bupati Muhammad Fawait mengatakan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jember dan perangkat daerah terkait telah melakukan dan terus menguatkan langkah-langkah komprehensif penanganan bencana.
“Kami melakukan penguatan mitigasi berbasis masyarakat, melalui pembentukan desa dan kelurahan tangguhn Bencana (destana dan keltana), peningkatan kapasitas relawan, serta pelaksanaan edukasi dan simulasi kesiapsiagaan dan penguatan komunikasi kelembagaan,” kata Fawait, dalam sidang paripurna ketiga pembahasan APBD 2026, di gedung DPRD Jember, Sabtu (15/11/2025).
Selain itu, lanjut Fawait, Pemkab Jember telah memasang sistem peringatan dini atau early warning system, termasuk pemasangan alat pemantau curah hujan dan tinggi muka air, serta pemanfaatan teknologi informasi untuk peringatan dini.
“Dalam strategi penanganan hulu–hilir, saat ini Pemerintah Kabupaten Jember melaksanakan pendekatan penanganan banjir secara menyeluruh dari hulu, tengah, hingga hilir,” kata Fawait. [wir]
