Zulkarnaen Aprilantony Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Beking Situs Judol Kominfo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menjatuhkan vonis tujuh penjara terhadap terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony dalam kasus beking situs judi
online
(judol) agar tidak terblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi),
Putusan ini disampaikan majelis hakim pada Senin (1/9/2025).
“Dengan ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Zulkarnaen Apriliantony dengan pidana penjara tujuh tahun dan denda sebesar satu miliar rupiah,” kata Hakim ketua Parulian Manik di ruang persidangan, Senin.
Tony bersama tiga terdakwa lain dalam klaster koordinator dinyatakan terbukti bersalah karena mengoordinasikan lolosnya situs judol dari pemblokiran Kominfo.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik yang memiliki muatan perjudian secara bersama-sama,” sebut Hakim.
Adapun tiga terdakwa lain dalam klaster koordinator adalah Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Berbeda dengan Tony, ketiganya divonis lebih ringan, yakni lima tahun enam bulan penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan Alias Agus, dengan pidana penjara masing-masing selama lima tahun dan enam bulan dan pidana denda masing-masing sebesar Rp 500 juta,” kata Hakim.
Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan bahwa Tony adalah sosok yang mengoordinasikan situs judol langsung kepada Menkominfo saat itu, Budi Arie.
“Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony bertugas sebagai penghubung dengan Menteri Kominfo saudara Budi Arie Setiadi,” bunyi dakwaan yang dibacakan JPU, sebagaimana dikutip pada Minggu (18/5/2025).
Sementara itu, Adhi adalah pihak yang dikenalkan Tony kepada Budi Arie yang sedang mencari orang untuk mengumpulkan situs judi
online
untuk diblokir.
“Terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat
crawling
data yang mampu mengumpulkan data
website
judi
online
,” kata jaksa.
Terdakwa lainnya, Muhrijan berperan dalam menghubungkan Kemkominfo dengan agen situs judol yang tak ingin diblokir, setelah mengetahui rencana pengumpulan situs dari adiknya yang bekerja di Kemkominfo.
“Terdakwa Muhrijan menyampaikan bahwa dirinya mengetahui praktik penjagaan website judi online dan mengancam akan melaporkannya kepada Menkominfo,” kata jaksa.
Sementara terdakwa Alwin bertugas sebagai bendahara yang mendistribusikan uang hasil penjagaan situs judol.
Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana. Klaster ketiga yaitu agen situs judol.
Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai. Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Rajo Emirsyah, Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Dalam perkara dengan terdakwa Denden dan kawan-kawan, mereka didakwa melanggar Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Muchlis
-
/data/photo/2025/05/22/682e1de27ab4f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Zulkarnaen Aprilantony Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Beking Situs Judol Kominfo Megapolitan 2 September 2025
-

Terdakwa kasus judol Rajo Emirsyah divonis 10 tahun penjara
Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar kepada terdakwa kasus judi daring (online/judol) Rajo Emirsyah.
“Menyatakan terdakwa Rajo Emirsyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dakwaan alternatif kesatu,” kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Rio Barten saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Apabila denda Rp1 miliar tidak dibayar oleh terdakwa maka diganti menjadi penjara selama tiga bulan.
Sebelumnya, Rajo Emirsyah dituntut 15 tahun penjara. Sidang tuntutan perkara Rajo tertutang dalam nomor 217/Pid.Sus/2025 PN.JKT.SEL.
Rajo didakwa menerima Rp15 miliar yang merupakan uang tutup mulut praktik perlindungan situs judol agar tidak diblokir oleh Kementerian Kominfo (kini Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi)
Uang itu didapatkan dari pegawai Kominfo, yakni Denden Imadudin, Syamsul Arifin, Fakhri Dzulfiqar, Yoga Priyanka Sihombing dan Yudha Rahman Setiadi.
Dalam persidangan, Rajo mengungkapkan bahwa uang Rp15 miliar digunakan untuk pergi “jalan-jalan” ke luar negeri bersama mantan kekasihnya, perjalanan menaiki motor (touring) dan memberangkatkan 47 orang pergi umrah.
Dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU.
Dalam kasus ini terdapat empat klaster. Klaster pertama merupakan koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus dan Alwin Jabarti Kiemas.
Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang menjadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin dan Yudha Rahman Setiadi.
Selain itu Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N dan Radyka Prima Wicaksana.
Kemudian, klaster pengelola agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Kemudian, klaster TPPU, yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Hakim vonis terdakwa judol Komdigi Darmawati empat tahun penjara
Jakarta (ANTARA) – Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sulistyo Muhamad Dwi Putro memvonis terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Darmawati selama empat tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana selama empat tahun,” kata Hakim Ketua Sulistyo dalam sidang putusan terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Hakim juga menyebutkan Darmawati dikenakan pidana denda sejumlah Rp250 juta, apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama tiga bulan.
Hakim juga mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Hal yang memberatkan yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah mengenai pemblokiran laman judi daring.
“Keadaan yang meringankan terdakwa mengaku memutuskan perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih menjadi ibu yang butuh perhatian dan merawat tiga orang anak,” ucapnya.
Dengan demikian, Darmawati bersalah dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan situs judi daring di Kementerian Komdigi.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Darmawati selama 12 tahun penjara.
Dalam kasus ini terdapat empat klaster. Klaster pertama merupakan klaster koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus dan Alwin Jabarti Kiemas.
Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang jadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Kemudian, klaster selanjutnya yakni klaster pengelola agen situs judi daring. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Kemudian, klaster Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU, yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 28 tersangka kasus laman judol yang melibatkan oknum di Kementerian Komdigi.
Pada April 2024, suami Darmawati bernama Agus mengetahui praktik penjagaan laman judi daring agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atau Komdigi saat ini.
Kemudian, Agus juga ikut mengoordinasikan beberapa agen penghubung dengan pemilik laman perjudian untuk melakukan pengurusan penjagaan laman judi daring.
Selama April-Oktober 2024, Agus menerima uang pembagian dan diserahkan kepada istrinya secara langsung di kontrakan kawasan Tangerang Selatan maupun transfer.
Dari uang hasil penjagaan laman perjudian itu, dipergunakan oleh terdakwa untuk membelanjakan beberapa barang mewah, mobil dan perhiasan.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/08/07/6893df94132a1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Terdakwa Kasus Judol Klaim Diintimidasi untuk Seret Nama Budi Arie Megapolitan 7 Agustus 2025
Terdakwa Kasus Judol Klaim Diintimidasi untuk Seret Nama Budi Arie
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, mengaku mengalami tekanan berat selama menjalani proses hukum dalam perkara beking situs judi
online
(judol) oleh pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Hal tersebut disampaikannya saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Dalam pleidoi, Zulkarnaen menyebut, dirinya sempat diintimidasi oleh pihak penyidik dan kuasa hukum sebelumnya agar memberikan kesaksian yang tidak benar, dengan tujuan menyeret nama mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi.
“Pengacara saya yang lama dan penyidik berusaha mengintimidasi saya untuk bersaksi bohong, guna menjerat saudara Budi Arie,” kata Zulkarnaen dalam sidang.
Ia menambahkan, tekanan yang diberikan juga disertai ancaman terhadap istrinya, Adriana Angela Brigita, yang kini juga menjadi terdakwa dalam klaster yang berbeda, yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Mereka mengancam bahwa jika saya tidak mematuhi, istri saya, Adriana Angela Brigita, akan dikriminalisasi,” ujarnya.
Meskipun begitu, Zulkarnaen mengklaim, dirinya tetap memilih untuk jujur dan menolak permintaan tersebut karena ingin memperbaiki kesalahannya melalui proses hukum yang benar.
“Tekanan ini membuat saya dalam posisi yang sangat sulit. Namun, saya tetap berusaha jujur dan tidak memenuhi permintaan tersebut,” ucap dia.
Zulkarnaen juga menyampaikan bahwa dugaan intimidasi tersebut telah ia laporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk ditindaklanjuti secara internal.
Lebih lanjut, Zulkarnaen mengeluhkan kondisi kesehatannya yang menurun selama masa penahanan. Ia menyebut memiliki penyakit yang membutuhkan perawatan medis intensif, dan khawatir penanganan di dalam penjara tidak memadai.
“Saya ada penyakit dan memang mesti ada perawatan intensif di rumah sakit. Jika saya di penjara, saya takut perawatan saya tidak akan memadai,” tutur dia.
Sebelumnya, Budi Arie telah membantah dirinya terlibat dalam praktik perlindungan situs judol.
Menurut dia, ada tiga poin penting yang dapat membuktikan bahwa ia sama sekali tidak terlibat dalam perlindungan situs judi online seperti narasi yang beredar.
“Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum,” ujar Budi Arie.
“Jadi sekali lagi, itu omongan mereka saja, jual nama menteri supaya jualannya laku,” lanjut dia sembari tertawa.
Kedua, Budi Arie tidak tahu menahu praktik jahat yang dilakukan mantan anak buahnya itu. Ia baru mengetahui setelah kasus itu diselidiki kepolisian dan terungkap ke masyarakat.
Selain itu, tidak ada arahan apa pun dari Budi Arie selaku Menkominfo kepada para tersangka untuk melindungi situs judol tertentu.
“Ketiga, tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan,” ujar Budi Arie.
Budi Arie berharap publik dapat melihat kasus ini secara jernih agar tidak larut di dalam narasi jahat terhadap dirinya. Ia juga berharap penegak hukum bekerja dengan lurus dan profesional sehingga mampu menuntaskan perkara itu.
“Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judol. Boleh dicek jejak digitalnya,” lanjut dia.
Sebelumnya diberitakan, Tony merupakan salah satu terdakwa yang masuk dalam klaster koordinator pada perkara beking situs judol agar tidak terblokir oleh Kominfo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut dirinya dengan pidana penjara selama sembilan tahun.
Pasalnya, ia dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat unsur perjudian.
Hal ini merujuk pada Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony selama sembilan tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (23/7/2025).
Adapun hal yang memberatkan Zulkarnaen Apriliantony, yakni bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan judi online.
Sehingga, selain dituntut sembilan tahun penjara, ia juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider kurungan penjara selama tiga bulan.
Zulkarnaen Apriliantony juga dinilai berbelit-belit selama persidangan berlangsung. Ia juga dianggap telah menikmati hasil beking situs judol agar tidak terblokir.
Setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/07/6893df94132a1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bacakan Pleidoi, Zulkarnaen Mohon Keringanan Hukuman demi Anak dan Kesehatan Megapolitan 7 Agustus 2025
Bacakan Pleidoi, Zulkarnaen Mohon Keringanan Hukuman demi Anak dan Kesehatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, memohon keringanan hukuman kepada majelis hakim saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang perkara beking situs judi
online
(judol) oleh pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), pada Rabu (6/8/2025).
Dengan suara pelan dan nada memelas, Tony meminta agar majelis hakim mempertimbangkan kondisi keluarganya, terutama anak-anak dan kesehatannya, sebelum menjatuhkan vonis terhadap dirinya.
“Dengan segala kerendahan hati, saya mohon belas kasih Yang Mulia. Berikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri, merawat anak-anak dan kesehatan saya,” ujar Zulkarnaen di ruang sidang.
Dalam pleidoinya, ia mengakui perbuatannya dan menyatakan penyesalan mendalam atas apa yang telah terjadi terhadap dirinya. Hal serupa juga disampaikan oleh istrinya, Adriana Angela Brigita.
Ia juga berjanji akan menebus kesalahannya dengan menjadi pribadi yang lebih baik jika diberi kesempatan untuk kembali ke masyarakat.
“Saya ingin membuktikan bahwa saya bisa menjadi manusia yang lebih baik. Saya mohon Yang Mulia, putusan yang seringan-ringannya agar saya bisa pulang cepat dan menebus kesalahan dengan perbuatan yang baik,” kata dia.
Adapun Tony merupakan salah satu terdakwa yang masuk dalam klaster koordinator pada perkara pelindung situs judi online agar tidak terblokir oleh Kominfo.
Ia mengakui kesalahannya dan mengatakan telah menerima uang tunai Rp 36 miliar untuk pengamanan situs judol.
Namun, Tony mengatakan uang tersebut telah dikembalikan kepada polisi beserta uang pribadinya Rp 17 miliar.
“Saya kembalikan utuh ke polisi tanpa sepeserpun saya gunakan,” jelas dia.
Selain itu, di depan hakim, ia meminta agar sang istri dilepaskan dari segala tuntutan. Ia menyebut bahwa dalam fakta persidangan, Brigita tidak terbukti terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
“Patut diduga istri saya dikriminalisasi yang mulia karena kesalahan saya. Biarlah saya yang dihukum, jangan istri saya. Saya khawatir anak-anak kami kehilangan kami berdua di saat mereka membutuhkan kasih sayang dan bimbingan kami,” kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony dengan pidana penjara selama sembilan tahun.
Pasalnya, ia dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat unsur perjudian.
Hal ini merujuk pada Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony selama sembilan tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (23/7/2025).
Adapun hal yang memberatkan Zulkarnaen Apriliantony, yakni bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan judi online.
Sehingga, selain dituntut sembilan tahun penjara, ia juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider kurungan penjara selama tiga bulan.
Zulkarnaen Apriliantony juga dinilai berbelit-belit selama persidangan berlangsung. Ia juga dianggap telah menikmati hasil beking situs judol agar tidak terblokir.
Setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/06/68936efebbc91.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo Megapolitan 7 Agustus 2025
Istri Zulkarnaen Bangga Tak Seret Nama Budi Arie dalam Sidang Judol Kominfo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara beking situs judi
online
(judol) di Kementerian Kominfo (kini Komdigi), Adriana Angela Brigita, menyatakan tak menyesal telah memilih berkata jujur dalam persidangan meski harus menghadapi risiko hukum.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (6/8/2025), Brigita mengaku bangga lantaran tidak menyeret nama Budi Arie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo dalam sidang kasus beking situs judol.
Dia menilai Budi Arie Setiadi tidak bersalah dalam perkara tersebut.
“Namun satu hal yang tidak saya sesali, Yang Mulia, adalah saya dapat meyakinkan suami saya untuk tidak melakukan kesaksian palsu terhadap orang yang tidak bersalah dalam perkara ini, seperti yang saya saksikan di persidangan sebelumnya,” ujar Brigita dengan suara yang sedikit meninggi.
Ia bercerita, dirinya bersama sang suami sempat ditekan untuk menyebut nama Budi Arie selama persidangan.
Namun, mereka menolak permintaan tersebut dengan alasan tidak ingin melibatkan pihak yang tidak berkaitan.
“Tentang menyeret nama Budi Arie, yang kalau saya dan suami tidak melakukannya, saya akan dipenjara. Tapi saya tidak menyesal. Saya tidak menyesal dan saya bangga dengan kenyataan saya telah melakukan kebenaran,” kata dia.
Brigita memilih tetap berkata jujur meski menduga dirinya menjadi korban kriminalisasi oleh oknum tertentu dalam proses hukum kasus ini.
Namun, Brigita memohon agar majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan, dengan alasan bahwa ia tidak mengetahui keterlibatan suaminya dalam bisnis beking situs judol.
Selain itu, ia meminta agar majelis hakim mempertimbangkan nasib kedua anaknya yang masih kecil, serta berharap bisa segera kembali ke rumah.
“Saya ingin dibebaskan dari segala tuntutan dan kembalikan kepada anak-anak saya. Saya hanya ingin berkumpul dan merawat anak-anak saya seperti seorang ibu yang bebas dan normal pada umumnya,” ucap dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Brigita dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun serta denda sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jaksa menilai terdakwa terbukti bersalah menyembunyikan atau menyamarkan sumber harta kekayaan yang berasal dari hasil penjagaan situs judi online.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa penahanan,” kata JPU dalam sidang tuntutan pada Rabu (23/7/2025).
Terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Diketahui, dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/16/6877a731e86a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Punya 2 Anak, Terdakwa Judol Kominfo Nangis Minta Dibebaskan Megapolitan 7 Agustus 2025
Punya 2 Anak, Terdakwa Judol Kominfo Nangis Minta Dibebaskan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Terdakwa klaster Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait judi online, Adriana Angela Brigita, menangis saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Dalam pleidoinya, Adriana meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan, mengingat dirinya yang masih memiliki dua orang anak.
“Saya ingin dibebaskan dari segala tuntutan dan kembalikan kepada anak-anak saya. Saya hanya ingin berkumpul dan merawat anak-anak saya seperti seorang ibu yang bebas dan normal pada umumnya,” ujar Adriana sambil menangis.
Pada awal pleidoinya, ia mengaku tidak mengetahui keterlibatan sang suami, Zulkarnaen Apriliantony dalam aktivitas penjagaan situs judi online yang menjadi dasar tuntutan terhadap dirinya. Bahkan dia berani bersumpah di depan hakim atas ketidaktahuannya itu.
“Saya bersumpah demi Tuhan yang mulia, saya mati yang mulia. Saya bersumpah, saya tidak pernah mengetahui ataupun menduga suami saya terlibat dalam perkara judi online. Saya bersumpah mati yang mulia,” kata dia sambil menahan tangis.
Adriana mengatakan, baru mengetahui keterlibatan suaminya pada 3 November 2024 malam, saat penyidik mendatangi dan menggeledah rumah mereka.
Ketika itu, Tony baru mengakui perbuatannya kepada sang istri bahwa menyimpan uang Rp 53 miliar di tas dan koper yang sebelumnya sempat disimpan di studio musik yang berada di basement rumah mereka.
“Saya tidak pernah melihat isi tas, koper, dan bungkusan tersebut karena semuanya terkunci rapat dan dibungkus dengan kabel ties,” jelas dia.
Ia juga membantah memiliki niat untuk menyembunyikan barang bukti. Pengantaran koper dan bungkusan ke rumah adik ipar dan adiknya atas permintaan suami, yang mengaku barang-barang tersebut adalah perlengkapan studio musik.
“Saya sebagai seorang istri yang pada kodratnya adalah nurut kata atau perintah suami yang menjalankan tugas saya untuk mengantarkan barang-barang tersebut,” kata Adriana.
“Lagi pula koper-koper yang saya lihat saat itu adalah benar koper perlengkapan studio yaitu keperluan videografi atau alat musik seperti yang saya pernah katakan sebelumnya kami bergerak di bidang tersebut,” sambung dia.
Oleh sebab itu, Adriana meminta agar dirinya dibebaskan demi bisa kembali mengasuh dua anaknya yang masih kecil, yakni berusia 12 tahun dan 3 tahun.
“Hati saya hancur ketika harus meninggalkan anak-anak saya. Saya ingin penahanan saya berakhir, Yang Mulia. Saya hanya ingin merawat anak-anak saya seperti ibu lainnya,” ujar Adriana sambil menangis.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Diketahui, dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Viral Siswi SMK Acungkan Jari Tengah ke Guru Ditonton 5,8 Juta Kali, Berujung Dikeluarkan dari Sekolah
GELORA.CO – Sebuah video viral memperlihatkan dua siswi SMK Negeri 1 Gowa yang melakukan tindakan tak pantas terhadap guru di ruang kelas viral di media sosial dan telah ditonton lebih dari 5,8 juta kali. Akibat kejadian itu, kedua siswi tersebut, RA dan NF, resmi dikeluarkan dari sekolah.
Kepala SMKN 1 Gowa, Muchlis Jufri, menjelaskan bahwa insiden tersebut terjadi saat sesi pembelajaran pada Rabu, 30 Juli 2025.
Seorang guru bernama Mansur tengah mengabsen siswa di ruang kelas ketika RA, salah satu siswi, tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan mengacungkan jari tengah ke arah guru tersebut.
Tindakan RA direkam oleh teman sebangkunya, NF, menggunakan handphone baru miliknya.
Video itu kemudian menyebar luas di media sosial hingga viral dalam waktu singkat.
Menurut Muchlis, aksi itu bukan terjadi secara spontan.
“Saat guru masuk dan mengabsen, RA sudah bersiap dari tempat duduk. Temannya sempat melarang, tapi dia tetap naik ke depan dan mengacungkan jari tengah,” kata Muchlis dikutip dari Kompas.com, Sabtu (2/8/2025).
Kejadian ini disebut dipicu oleh insiden sebelumnya di grup WhatsApp kelas, ketika guru yang bersangkutan secara tidak sengaja mengirim emotikon jari tengah.
Meski demikian, pihak sekolah menilai tindakan siswi tersebut tidak dapat dibenarkan.
Setelah video viral, pihak sekolah langsung memanggil orangtua RA dan NF keesokan harinya, Kamis (31 Juli 2025), untuk klarifikasi.
Meski sempat membantah, keduanya akhirnya mengakui perbuatannya.
“Kami sudah mengambil keputusan tegas dengan mengeluarkan dua siswi tersebut. Keputusan ini diambil bersama komite sekolah, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Gowa, dan orang tua mereka. Tidak ada keberatan dari pihak manapun,” tegas Muchlis.
Menurutnya, viralnya video itu turut menimbulkan tekanan dari masyarakat dan alumni agar sekolah bertindak tegas demi menjaga marwah lembaga pendidikan.
Sebagai langkah pencegahan ke depan, SMKN 1 Gowa memperkuat pembinaan karakter lewat kegiatan literasi Al-Qur’an setiap Jumat pagi, sesuai instruksi Gubernur Sulawesi Selatan.
“Kegiatan ini jadi wadah siraman rohani, dan saya biasanya menjadikan kejadian seperti ini sebagai bahan pembelajaran,” ujarnya.
Pihak sekolah juga mengimbau seluruh siswa untuk menghapus video dari perangkat mereka dan kembali menegaskan aturan terkait penggunaan ponsel di lingkungan sekolah hanya boleh digunakan untuk keperluan pembelajaran atas izin guru.
-

Terdakwa judol Komdigi Adriana dituntut 10 tahun dan denda Rp250 juta
Jakarta (ANTARA) – Terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU), Adriana Angela Brigita dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta.
“Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa penahanan dengan perintah tetap ditahan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pompy Polansky Alanda dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Kemudian, Adriana dikenakan denda sebesar Rp250 juta. Apabila denda tidak dibayar, akan diganti kurungan selama tiga bulan.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan memberatkan, yakni terdakwa tidak mengakui perbuatannya, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, terdakwa tidak menyesali perbuatannya.
“Keadaan yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan,” ucapnya.
Dengan demikian, JPU menyatakan terdakwa Adriana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melalukan tindak pidana menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul sumber, lokasi, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya.
Andriana terseret kasus perlindungan judol Komdigi yang juga menjadikan suaminya, Zulkarnaen Apriliantony sebagai terdakwa.
Zulkarnaen Apriliantony berperan sebagai koordinator (penghubung) bandar judol dengan para pegawai Kementerian Komdigi.
Dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ada empat klaster dalam kasus judol Komdigi yakni klaster pertama adalah koordinator, dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua merupakan mantan pegawai Kominfo, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga agen situs judol, dengan terdakwa antara lain Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, dan Ferry alias William alias Acai.
Serta klaster keempat yakni tindak pidana pencurian uang (TPPU) Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5322211/original/079524900_1755731772-IMG-20250820-0262.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)