Tag: Muchamad Nabil Haroen

  • 7 Banom Pusat NU Tolak Pleno Sepihak, Dukung Islah Kiai Sepuh di Tebuireng

    7 Banom Pusat NU Tolak Pleno Sepihak, Dukung Islah Kiai Sepuh di Tebuireng

    Jakarta (beritajatim.com) – Gelombang penolakan terhadap rencana Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang digelar tanpa kehadiran bersama dua pucuk pimpinan tertinggi organisasi terus meluas.

    Tujuh Badan Otonom (Banom) tingkat pusat secara resmi menyatakan menolak langkah sepihak tersebut dan menyerukan agar masalah diselesaikan melalui musyawarah para kiai sepuh. Sikap tegas ini dituangkan dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Jumat (5/12/2025).

    Sikap penolakan ini muncul di tengah situasi memanas akibat adanya klaim pencopotan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), oleh pihak Syuriyah.

    Menanggapi polemik tersebut, Gus Yahya sebelumnya telah menegaskan bahwa pelaksanaan rapat pleno tanpa keterlibatan dirinya sebagai Ketua Umum adalah cacat prosedur.

    “Rapat Pleno Syuriyah PBNU tidak sah tanpa keterlibatan Tanfidziyah,” tegas Gus Yahya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

    Senada dengan pandangan tersebut, pengurus Lakpesdam PBNU, Muhammad Nurkhoiron, menilai bahwa pleno yang digelar tanpa persetujuan kolektif merupakan tindakan inkonstitusional.

    Ia mengingatkan bahwa Nahdlatul Ulama adalah sebuah jam’iyah (organisasi), bukan perkumpulan yang berpusat pada satu figur semata.

    “NU tidak boleh berjalan dengan ego sektoral. Semua keputusan besar harus diambil bersama, bukan satu pihak,” ujarnya.

    Sebagai solusi atas ketegangan ini, ketujuh Banom PBNU menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif islah melalui forum silaturahim Tebuireng yang dipimpin oleh para kiai sepuh dan mustasyar NU.

    Dalam dokumen pernyataan resminya, para pimpinan Banom menekankan pentingnya “musyawarah yang jernih dan tabayyun yang dipimpin masyayikh sebagai jalan menyatukan jam’iyah.”

    Dokumen pernyataan sikap tersebut ditandatangani langsung oleh tujuh pimpinan Banom pusat, yakni H. Addin Jauharudin (PP GP Ansor), Muchamad Nabil Haroen (PP Pagar Nusa), dan M. Shofiyulloh Cokro (PB PMII).

    Turut menandatangani pernyataan tersebut adalah Irham Ali Saifuddin (DPP SARBUMUSI), Muh Agil Nuruz Zaman (PP IPNU), Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa (JATMAN), serta Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin (PP ISNU).

    Melalui dukungan terhadap upaya silaturahim Tebuireng dan penolakan terhadap pleno sepihak, tekanan moral kini mengerucut pada pentingnya kesatuan kepemimpinan di tubuh PBNU.

    Para ketua umum Banom menegaskan bahwa setiap konflik internal harus disikapi dengan mengedepankan akhlak organisasi.

    “Kepemimpinan PBNU harus menjadi teladan menjaga harmoni dan kemaslahatan jam’iyah,” tegas bunyi dokumen tersebut.

    Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa upaya penyelamatan NU hanya dapat dilakukan melalui duet utuh Rais ‘Aam dan Ketua Umum, bukan melalui manuver unilateral.

    Publik dan warga Nahdliyin kini menunggu langkah selanjutnya dari pucuk pimpinan PBNU, apakah akan memilih jalan rekonsiliasi bersama para kiai sepuh atau tetap melanjutkan agenda sepihak yang berpotensi memecah belah jam’iyah. [beq]

  • Ribuan Pendekar Pagar Nusa Gelar Aksi Bela Kiai di Jakarta, Desak Negara Bertindak

    Ribuan Pendekar Pagar Nusa Gelar Aksi Bela Kiai di Jakarta, Desak Negara Bertindak

    Jakarta (beritajatim.com) – Ribuan pendekar Pagar Nusa dari berbagai provinsi menggelar Aksi Bela Kiai di Jakarta, Selasa (21/10/2025), menuntut tindakan tegas negara terhadap Trans7 yang dianggap merendahkan martabat kiai dan pesantren. Aksi dimulai di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan berlanjut ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dengan tuntutan utama pencabutan hak siar Trans7 secara menyeluruh.

    Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen (Gus Nabil), menyatakan pelecehan terhadap kiai merupakan ancaman serius terhadap identitas bangsa.

    “Kiai bukan hanya tokoh agama, tetapi penjaga akhlak bangsa. Jika negara diam, maka yang terganggu bukan hanya perasaan umat, tetapi kepribadian kebudayaan Indonesia,” ujarnya saat orasi di depan massa.

    Dalam aksi tersebut, ribuan pendekar secara serempak memperagakan jurus salam Pagar Nusa 12 gerakan, simbol resmi bela diri dan adab santri NU, sebagai bentuk peneguhan komitmen menjaga ulama, negara, dan akhlak publik. Aksi berlangsung tertib dengan iringan shalawat dan istighotsah.

    Lima Tuntutan Pagar Nusa

    Pagar Nusa menyampaikan lima tuntutan pokok:

    Pencabutan hak siar Trans7 secara total.
    Pemulihan marwah kiai dan pesantren melalui siaran terbuka.
    Evaluasi sistem penyiaran berbasis nilai kebudayaan bangsa.
    Penguatan regulasi agar frekuensi publik tidak digunakan untuk konten provokatif.
    Kehadiran negara sebagai penjaga moral dan kebudayaan nasional.

    Aparat keamanan mengawal jalannya aksi, yang tetap tertib. Menjelang akhir kegiatan, suasana mencair dengan adu panco persahabatan antara pendekar Pagar Nusa dan anggota Sabhara, sebagai simbol bahwa aksi ini berbasis adab, bukan permusuhan.

    Gus Nabil menegaskan, Aksi Bela Kiai hari ini merupakan bentuk konsolidasi moral santri untuk menjaga frekuensi publik dari komersialisasi nilai agama dan kebudayaan. “Bela kiai berarti menjaga masa depan bangsa,” ujarnya. [beq]