Tag: Muannas Alaidid

  • Respons Kuasa Hukum Aguan Soal Pencabutan SHGB ‘Pagar Laut’ Tangerang oleh BPN

    Respons Kuasa Hukum Aguan Soal Pencabutan SHGB ‘Pagar Laut’ Tangerang oleh BPN

    Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa hukum Agung Sedayu Group (ASG), Muannas Alaidid menegaskan bahwa kepemilikan lahan yang tercantum dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT Intan Agung Makmur terafiliasi Sugianto Kusuma atau Aguan dulunya merupakan daratan.

    Alaidid menegaskan, daratan di wilayah SHGB itu seiring waktu mulai digenangi air laut lantaran terjadi abrasi. 

    Pada saat yang sama, Muannas juga menegaskan bahwa SHGB tersebut tidaklah terafiliasi dengan pagar laut yang ada di sekitarnya.

    “Tidak ada istilah HGB Pagar Laut yang ada itu SHM dan SHGB atas sejumlah lahan di desa Kohod yang sesuai girik 1982 dulunya ada tambak terabrasi” jelasnya dalam akun X miliknya, Sabtu (25/1/2025).

    Kemudian, dia turut menjelaskan bahwa pencabutan HGB oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terjadi lantaran daratan pada wilayah SHGB itu sudah hilang dan masuk kategori tanah musnah.

    “Belakangan dibatalkan Kementerian BPN karena perbedaan tafsir soal definisi Tanah Musnah. Jadi jangan termakan hoaks soal ada laut disertifikat atau istilah sertifikat laut,” sebutnya.

    Untuk diketahui sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid resmi membatalkan sebagian sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik anak usaha Agung Sedayu Group (ASG) yang berlokasi di sekitar wilayah pagar laut Tangerang, Banten.

    Nusron menjelaskan, dirinya membatalkan setidaknya 50 bidang SHGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM). Perusahaan yang terafiliasi Agung Sedayu Group tersebut diketahui memiliki SHGB untuk total 243 bidang di area pagar laut. 

    “Hari ini, ada lah kalau sekitar 50-an sertifikat [yang dibatalkan]. [Sisanya] Insya Allah secepatnya selesai,” kata Nusron saat ditemui di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Jumat (24/1/2025).

    Dia menegaskan pencabutan SHGB tersebut telah dilakukan secara prosedural dan telah menempuh langkah yuridis yang benar. Mulai dari melakukan pengecekan data hingga melakukan survei lapangan secara langsung dengan mengecek material yang ada di sekitar.

  • Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    TRIBUNJATIM.COM – Tak hanya Kholid, nelayan Heri Amri Fasa juga menjadi sorotan setelah sama-sama vokal membongkar kasus pagar laut Tangerang.

    Kedua nelayan dari Banten ini sama-sama tegas membantah proyek pagar laut dibangun secara swadaya oleh nelayan setempat.

    Mereka membantah klaim yang disebutkan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP).

    Lantas siapakah nelayan Heri?

    Diketahui, Heri berasal dari Kabupaten Serang, Banten.

    Sama seperti Kholid, Heri juga menggantungkan hidup dari hasil melaut.

    Dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP pada Kamis (23/1/2025), 

    Heri mengungkapkan dirinya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut.

    “Saya berbudidaya rumput laut,” ujar dia.

    Heri juga sudah lebih dulu mengurus kasus ini sebelum pagar laut Tangerang ramai diberitakan.

    Bersama Kholid, mereka menjadi dua dari sekian nelayan yang mendampingi Ombudsman RI saat melakukan sidak pagar laut di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Desember 2024.

    Dua-duanya juga terlibat dalam audiensi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.

    “Karena ada pemagaran ini, (nelayan) jadi terganggu,” ujarnya saat mendampingi Ombudsman RI sidak.

    “Jadilah kita audiensi ke DKP, menanyakan, sebenarnya apa sih ini (pagar laut?)” imbuh Heri.

    Dua nelayan asal Banten, Kholid dan Heri Amri Fasa sama-sama vokal menyuarakan kasus pagar laut Tangerang, keduanya kompak menyebut pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu Group (perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan) (YouTube/Abraham Samad SPEAK UP – Tribunnews.com Irwan Rismawan – Dok KKP)

    “Dari DKP bilang, kita tidak punya wewenang untuk menindak.”

    “Kewenangan kita hanya melaporkan ke pusat,” jelas Heri, dikutip dari tayangan di kanal YouTube Ombudsman RI.

    Heri dan Kholid juga sama-sama menyebut pagar laut di Tangerang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).

    Heri menyinggung soal Agung Sedayu saat hadir dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP bersama Kholid.

    Ia mengaku tahu proyek pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu dari para pekerja.

    Hal itu diketahui Heri saat ia berusaha mencari informasi mengenai adanya calo-calo tanah di pesisir utara Kabupaten Serang.

    “Akhirnya kita mencoba mencari informasi (soal calo tanah), karena yang sudah terjadi itu di Kabupaten Tangerang, kalau saya kan di Kabupaten Serang, kami menemukan ada pagar-pagar.”

    “Kita tanya ke nelayan-nelayan, ini pagar apa, siapa yang pasang? Ini kata pekerjanya untuk Agung Sedayu,” jelas Heri, seperti melansir Tribunnews.com.

    Tak hanya itu, Heri dan Kholid juga sama-sama mengatakan, mereka sudah sejak lama berhadapan dengan proyek PIK.

    Bahkan, kata keduanya, mereka bersama rekan-rekan nelayan, sempat mengajukan gugatan terhadap PIK 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus penambangan pasir laut.

    Gugatan tersebut dikabulkan pada tahun 2016 silam.

    Tetapi kini mereka kembali menghadapi masalah yang sama.

    Nama Aguan disebut nelayan Heri dan Kholid terlibat dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group yang memiliki nama asli Sugianto Kusuma.

    PT Agung Sedayu Group sendiri merupakan pengembang dari PSN PIK 2.

    Namun tudingan dibantah oleh kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid.

    Muannas menegaskan, PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.

    Ia menyebut, justru pagar laut itu dibuat secara swadaya oleh masyarakat setempat.

    Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut tidak termasuk lokasi PSN maupun PIK 2.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian (pagar laut)?” kata dia kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

    “Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.

    Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

    Lebih lanjut Muannas menyebut, pagar laut dibangun untuk melindungi lahan milik masyarakat dari abrasi.

    Abrasi adalah proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan oleh gelombang, arus, atau pasang surut laut.

    Hal itu dikatakan Muannas ketika menjelaskan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ASG di sekitar tempat pagar laut Tangerang dibangun.

    Ia menegaskan bahwa SHGB milik kliennya tidak berada di tengah lautan atau perairan seperti yang disangkakan publik.

    Muannas menyampaikan, SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.

    “Itu 30 kilometer dari enam Kecamatan, paling satu Kecamatan,” ujar Muannas dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/1/2025).

    “Yang PANI, PIK 2 cuma di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” imbuhnya.

    Muannas menambahkan, ASG membeli lahan di Desa Kohod dari masyarakat, beberapa tahun yang lalu.

    Pembelian lahan dilakukan ASG ketika masyarakat mempertahankan harta bendanya dari dampak abrasi.

    Karena alasan itulah, Muannas mempertanyakan pihak-pihak yang menyalahkan ASG karena polemik pagar laut Tangerang.

    “Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu, pemerintah enggak ada.”

    “Mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi,” beber Muannas.

    Mengutip Kompas.com, hingga saat ini, pemerintah baru mengungkap dua nama perusahaan yang berkaitan dengan pagar laut Tangerang, yakni PT IAM dan PT CIS.

    Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid mengatakan, ada 266 SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang.

    Jumlah tersebut bertambah tiga SHGB dari jumlah sebelumnya 263 bidang yang menjadi milik PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS 20 bidang, dan perorangan sembilan bidang.

    Kementerian ATR/BPN juga menemukan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan di kawasan pagar laut Tangerang.

    Meski begitu, Nusron tidak merinci siapa pemilik tiga bidang tambahan atas sertifikat HGB pagar laut.

    Termasuk luas area dalam di sertifikat, baik di dalam maupun luar garis pantai.

    Ia hanya menyebutkan, dari 266 HGB pagar laut yang sudah ditemukan, sertifikat ini terbit pada 2022-2023.

    “Nah, ini kan belum selesai semua. Sebanyak 266 kami baru kerja dua hari. Melototin satu-satu, cocokin peta itu kan butuh waktu,” ujar Nusron, dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).

    “Akan tetapi, ada beberapa dari 266 itu yang memang terbukti berada di luar garis pantai, dan itu akan ditinjau ulang,” tambahnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Akui Pagar Laut Sudah Ada Sejak 2014

    Mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Akui Pagar Laut Sudah Ada Sejak 2014

    loading…

    Mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan pagar bambu di laut Kabupaten Tangerang, Banten, sudah ada sejak 2014, jauh sebelum proyek PIK 2 dibangun. Foto/SindoNews

    TANGERANG – Mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan pagar bambu di laut Kabupaten Tangerang, Banten, sudah ada sejak 2014, jauh sebelum proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dibangun.

    Pernyataan itu disampaikan Zaki merespons foto dirinya yang diunggah konsultan hukum proyek PIK 2, Muannas Alaidid, melalui akun X @muannas_alaidid pada Rabu, 22 Januari 2025.

    Dalam foto yang diunggahnya, terlihat Zaki berada di kawasan pantai utara (pantura) Tangerang dengan latar belakang pagar bambu yang disebut sudah ada sejak satu dekade lalu.

    “Foto tahun 2014. Info saja bahwa tahun itu sudah ada pagar-pagar. Tapi gak ada yang perhatikan. Gak tau siapa yang pasang, tujuannya apa dan untuk apa. kewenangan Pemkab Tangerang hanya di pesisir pantai, tidak sampai laut,” kata Zaki, Jumat (24/11/2025).

    Zaki mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa yang memasang pagar bambu tersebut serta tujuan awal pemasangannya. Namun, Zaki menegaskan pagar itu sudah ada sejak lama, jauh sebelum proyek PIK 2 dimulai. “Dan tahun 2014 belum ada program PIK 2 di Tangerang,” ujarnya.

    Sementara itu, Muannas, dalam unggahannya di akun X, juga menyebut, pagar bambu sudah banyak ditemukan di kawasan pantai utara (Pantura) Tangerang sejak 2014.

    “Mantan Bupati Kab Tangerang dua periode, Ahmed Zaki Iskandar, punya koleksi foto saat kunjungan ke pantura Kab Tangerang tahun 2014. Saat itu, dia menyewa tiga boat untuk membawa teman-teman wartawan melihat kondisi pantura yang sudah rusak. Ternyata, sejak 2014 itu sudah banyak pagar-pagar laut,” tulis Muannas dalam unggahannya di akun X.

    Muannas juga menegaskan pagar bambu tersebut bukan bagian dari proyek PIK 2, melainkan inisiatif masyarakat pesisir yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

    “Yang pasang kan sudah diakui. Itu ada masyarakat pesisir yang membuatnya secara swadaya karena lahan dan tambak mereka terkena abrasi. Mereka memasang pagar bambu untuk menyelamatkan harta bendanya, dan itu sudah dibuat selama bertahun-tahun, jauh sebelum ada PIK,” jelas Muannas.

    (cip)

  • Sepak Terjang Muannas Alaidid, Pengacara Agung Sedayu Group dalam Kasus Pagar Laut Tangerang – Halaman all

    Sepak Terjang Muannas Alaidid, Pengacara Agung Sedayu Group dalam Kasus Pagar Laut Tangerang – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam beberapa hari terakhir Muannas Alaidid tampil berbicara ke publik soal polemik pagar laut di kawasan pesisir Tangerang, Banten.

    Muannas Alaidid bertindak sebagai pengacara Agung Sedayu Group (AGS).

    Dia membantah tudingan AGS yang membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian,” katanya kepada Tribunnews.com, dikutip Minggu (12/1/2025).

    PT Agung Sedayu Group adalah  perusahaan yang didirikan oleh Sugianto Kusuma atau kerap disapa Aguan, merupakan pengembang dari Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    Ia menyampaikan, pagar laut yang terbuat dari bambu itu merupakan tanggul laut biasa yang merupakan hasil inisiatif dan swadaya masyarakat.

    Muannas Alaidid juga menjelaskan soal kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pesisir Tangerang, tepatnya di Desa Kohod, Pakuhaji.

    Muannas Alaidid mengatakan lahan yang dimiliki berstatus SHGB itu sebelumnya merupakan tambak dan sawah.

    Sosok Muannas Alaidid

    Muannas Alaidid lahir pada 3 Desember 1980.

    Di bio Instagramnya, @muannas_alaidid, ia adalah pendiri biro hukum Muannas Alaidid & Associates, serta Cyber Indonesia.

    Dia diketahui menjabat sebagai Ketua Umum Cyber Indonesia dan Direktur Eksekutif Komite-PMH

    Bela Ahok di Pilkada Jakarta 2027

    Dilansir Kompas.com, Muannas Alaidid  adalah sosok di balik pelaporan Buni Yani hingga berbuntut vonis dua tahun penjara lantaran menyebarkan video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang sudah dipotong-potong.

    Kala itu, ia menjabat sebagai Ketua Umum Komunitas Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja).

    Seperti diketahui Ahok ramai dibicarakan pada 2016 usai video pidatonya di Kepulauan Seribu, Jakarta yang menyinggung surat Al-Maidah, viral di media sosial.

    Tak hanya Buni Yani, Muannas saat itu juga turut melaporkan politikus Demokrat, Andi Arief, atas dugaan ujaran kebencian melalui media sosial.

    Tokoh Lain yang Pernah Dilaporkan Muannas Alaidid

    Sejumlah tokoh lainnya juga pernah dilaporkan Muannas Alaidid.

    Ia pernah melaporkan Jonru Ginting atas dugaan ujaran kebencian.

    Politikus Fahri Hamzah dan Fadli Zon juga pernah dilaporkan terkait penyebaran hoaks.

    Pada November 2018, Muannas Alaidid juga melaporkan Bahar bin Smith ke Polda Metro Jaya lantaran dianggap telah menghina dan merendahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Muannas mempermasalahkan kalimat ceramah Bahar saat berada di Palembang, Sumatera Selatan.

    “Ini bukan kritik atau ceramah yang beradab, jika mau protes silahkan tapi yah jangan melecehkan seperti itu,” kata Muannas, Rabu (28/11/2018), mengutip Kompas.com.

    Di tahun 2020, ia melaporkan musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto terkait video mereka di kanal YouTube Dunia Manji.

    Sosok Hadi Pranoto sendiri kala itu sempat menjadi perbincangan lantaran mengaku telah menemukan obat Covid-19.

    Caleg PSI Tapi Gagal

    Selama berkarier menjadi advokat, Muannas Alaidid pernah menjadi kuasa hukum untuk Abu Bakar Baasyir, Rizieq Shihab, hingga aktris Nikita Mirzani.

    Selain menjadi advokat, Muannas Alaidid pernah mencoba peruntungan di dunia politik.

    Pada Juli 2018, ia mengajukan diri menjadi calon legislatif Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk DPR RI.

    Dilansir Tribunnews.com, ia maju lewat Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.

    Tahun lalu, Sekjen PAN Eddy Soeparno melaporkan Muannas Alaidid ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus pencemaran nama baik.

    Tak hanya itu, Muannas juga dipersangkakan atas dugaan pemberian keterangan palsu perihal kuasa yang diterima sebagai pengacara Ade Armando.

    Laporan Eddy diterima dan teregistrasi dengan Nomor: STLP/B/2107/IV/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA.

    Eddy menyebut bahwa laporan yang dibuatnya terkait pencemaran nama baik melalui media elektronik yang diduga dilakukan Muannas Alaidid.

    “Kami sudah melakukan laporan atas perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik. Terlapor adalah saudara Muannas Alaidid dan kawan-kawan,” kata Eddy di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (25/4/2022).

    Dalam laporannya ini, Eddy mempersangkakan Muannas Alaidid dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Lalu, Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, Pasal 315 KUHP, dan Pasal 263 KUHP tentang Keterangan Palsu.

     

     

  • Resmi! Menteri ATR Cabut HGB Perusahaan Aguan di Area Pagar Laut

    Resmi! Menteri ATR Cabut HGB Perusahaan Aguan di Area Pagar Laut

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/Kepala BPN), Nusron Wahid resmi membatalkan sebagian sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik anak usaha Agung Sedayu Group (ASG) yang berlokasi di sekitar wilayah pagar laut Tangerang, Banten.

    Nusron menjelaskan, dirinya membatalkan setidaknya 50 bidang SHGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM). Perusahaan yang terafiliasi Agung Sedayu Group tersebut diketahui memiliki SHGB untuk total 243 bidang di area pagar laut.

    “Hari ini, ada lah kalau sekitar 50-an sertifikat [yang dibatalkan]. [Sisanya] Insya Allah secepatnya selesai,” kata Nusron saat ditemui di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Jumat (24/1/2025).

    Nusron menjelaskan pencabutan SHGB tersebut telah dilakukan secara prosedural dan telah menempuh langkah yuridis yang benar. Mulai dari melakukan pengecekan data hingga melakukan survei lapangan secara langsung dengan mengecek material yang ada di sekitar.

    Hasilnya, Nusron menegaskan bahwa lahan SHGB milik PT IAM tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasalnya, SHGB tersebut berada di wilayah perairan. Karena masuk kategori tanah hilang, maka seluruh alas hak di atas lahan tersebut resmi hilang.

    “Nah, tadi kita sudah datang ke sana. Ya kan, sampai ke ujung tadi saya sampaikan, itu tempat terbitnya sertifikat SHGB [di wilayah perairan]” ujarnya.

    Nusron mengungkapkan, meskipun telah menunjukan bukti bahwa SHGB itu cacat baik secara yuridis, prosedural, hingga material. Namun, pada saat hendak melakukan pencabutan, dirinya mengaku masih mendapat sejumlah penolakan.

    Nusron mengaku dirinya sempat berdebat dengan Lurah Desa Kohod yakni Arsin. Di mana, Lurah itu bersikeras bahwa wilayah SHGB PT IAM diklaim dulunya merupakan daratan.

    “Tadi di sana saya berdebat sama Pak Lurah. Pak Lurah ngotot bahwa itu dulunya empang. Katanya ada abrasi kemudian dikasih batu-batu ini dari tahun 2004 katanya,” pungkasnya.

    Untuk diketahui, dasar pencabutan sertifikat alas hak yang cacat secara prosedural itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

    Sementara itu, berdasarkan catatan Bisnis, Nusron Wahid sempat mengungkapkan terdapat 280 sertifikat ditemukan di kawasan pagar laut di yang berada di Desa Kohod, pesisir utara Tangerang, Banten. 

    Perinciannya, sertifikat tersebut terdiri dari 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan 17 Sertipikat Hak Milik (SHM).

    Nusron Wahid menjelaskan bahwa dari 263 bidang area yang memiliki SHGB, 243 bidang di antaranya dimiliki PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa. Selain itu, terdapat 9 bidang SHGB yang beririsan dengan wilayah laut tersebut beratasnamakan perseorangan.

    Adapun, PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) diketahui terafiliasi oleh bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.

    Sebelumnya, Kuasa Hukum Agung Sedayu Grup, Muannas Alaidid mengakui bahwa anak usaha Agung Sedayu Group yakni PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) memiliki SHGB di wilayah perairan Desa Kohod.

    Namun, SHGB tersebut diklaim tidak berkaitan dengan pagar laut yang berdiri di atasnya. Muannas membantah pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) merupakan milik Agung Sedayu.

    “Pagar laut bukan punya PANI, dari 30 Km pagar laut itu kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI (PT Cahaya Inti Sentosa) dan PIK non-PANI (PT Intan Agung Makmur) hanya ada di dua desa Kohod Kecamatan Pakuhaji saja, di tempat lain dipastikan tidak ada,” kata Muannas.

    Untuk itu, Muanas menegaskan tidak benar bila pagar laut itu disebut milik Aguan. Mengingat kepemilikan SHGB PT CIS dan PT IAM hanya berada di satu kecamatan saja, sedangkan pagar laut yang membentang di wilayah Tangerang Banten itu panjangnya mencakup enam kecamatan.

    Dia juga menegaskan, berdasarkan pengakuan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar pagar laut itu diklaim telah ada sejak 2014 atau sebelum PIK 2 dikembangkan.

    “Sudah ada pagar-pagar laut itu sebelum PIK 2 ada, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat Presiden,” tegasnya.

  • Agung Sedayu Akui Punya Sertifikat HGB di Laut Tangerang, Stefan Antonio: Mestinya Biaya Bongkar Pagar Itu Dibebankan ke Mereka

    Agung Sedayu Akui Punya Sertifikat HGB di Laut Tangerang, Stefan Antonio: Mestinya Biaya Bongkar Pagar Itu Dibebankan ke Mereka

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Agung Sedayu Group mengakui punya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut Tangerang. Hal itu menuai sorotan.

    Pegiat Media Sosial Stefan Antonio salah satu yang menyoroti. Menurutnya, pengakuan itu bisa dijadikan dasar, agar pembongkaran pagar laut bisa dibebankan pada mereka.

    “Kalau sudah ngaku begini. Mestinya biaya bongkar itu Pagar Laut dibebanin ke Mereka ya,” kata Stefan dikutip dari unggahannya di X, Jumat (23/1/2025).

    Namun di sisi lain, ia menyoal pengakuan pihak Agung Sedayu Grup. Menurutnya, mereka ngeles seolah bukan mereka yang bangun pagar laut di Tangerang.

    ‘Terus ais ini juga ga usah ngeles lagi bilang kalau Pagar Laut itu bukan Klean yang bikin!” ujarnya.

    Padahal menurutnya, pagar bambu itu dibikin tak serampangan. Namun sesuai lahan yang telah disertifikatkan.

    “Lah wong itu Pagar Bambu dibikin sesuai sekat-sekat bidang lahan yang disertifikatkan koq,” imbuhnya.

    Soal narasi yang beredar bahwa nelayan lah yang membuat pagar laut. Stefan skeptis.

    “Emangnya Nelayan bisa bikin sekat pagar bambu sesuai Koordinat Sertifikat yang ada di BPN ??!!! Canggih bener Nelayannya,” terangnya.

    Adapun pengakuan dari pihak Agung Sedayu Group disampaikan kuasa hukumnya, Muannas Alaidid.

    ”Dari 30 kilometer pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja. Di tempat lain dipastikan tidak ada,” kata dia menegaskan. 

    Muannas menyampaikan hal itu untuk meluruskan opini yang dia nilai bisa menjadi liar. Dia menyampaikan bahwa pagar laut puluhan kilometer itu melewati enam kecamatan di pesisir Kabupaten Tangerang. Anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI yakni PT IAM dan PT CIS hanya punya SHGB di satu kecamatan, persisnya di Desa Kohod.

  • SHGB Agung Sedayu di Desa Kohod, Lokasinya di Pesisir Tangerang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Januari 2025

    SHGB Agung Sedayu di Desa Kohod, Lokasinya di Pesisir Tangerang Megapolitan 23 Januari 2025

    SHGB Agung Sedayu di Desa Kohod, Lokasinya di Pesisir Tangerang
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Agung Sedayu Group (AGS) mengeklaim memiliki sebagian Sertifikat Hak Guna Bangunan (
    SHGB
    ) di area pagar laut Tangerang.
    Pengacara AGS, Muannas Alaidid mengemukakan, SHGB tersebut berlokasi di pesisir Tangerang, tepatnya di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji.
    “Ya, Desa Kohod itu memiliki sebagian kecil di ujung pagar laut Tangerang,” ujar Muannas saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Kamis (23/1/2025).
    Pager bambu di laut Tangerang yang membentang sepanjang 30 kilometer melintasi enam kecamatan, termasuk Desa Kohod di Kecamatan Pakuhaji.
    “Pager tersebut memiliki panjang 30 kilometer dan melintasi enam kecamatan,” ucap Muannas.
    Sebelumnya diberitakan, bahwa SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, bukan di tengah lautan seperti yang banyak dipahami.
    Pernyataan ini merespons penelusuran warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN yang menemukan kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata bersertifikat HGB.
    Muannas menegaskan, area itu sebelumnya dibeli Agung Sedayu Group dari masyarakat sekitar beberapa tahun lalu.
    “Itu bukan (di lautan yang ada pagar laut), ya walaupun ada, itu paling cuma sedikit gitu ya,” kata Muannas.
    Ia menduga, pagar laut yang ada saat ini merupakan pembatas yang dibuat untuk melindungi lahan masyarakat yang terdampak abrasi.
    “Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu pemerintah enggak ada, mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi,” kata Muannas.
    Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat 263 bidang SHGB di kawasan tersebut.
    Dari jumlah itu, PT IAM memiliki 234 bidang, PT CIS memiliki 20 bidang, dan 9 bidang lainnya dimiliki perorangan.
    Selain SHGB, juga terdapat 17 bidang bersertifikat SHM.
    Sementara itu, SHGB dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang, Banten, terbit berdasarkan girik tahun 1982.
    Hal itu disampaikan Kasubag Umum dan Humas Kantor Wilayah BPN Banten, Mutmainah, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (23/1/2025).
    “Kemarin sudah disampaikan di satu kesempatan bincang oleh Pak Ossy, Pak Wamen ATR/Wakil Kepala BPN, dasar penerbitan sertifikat di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, dari Girik tahun 1982,” kata Mutmainah.
    Dari Girik tersebut kemudian dilakukan pendaftaran tanah pertama kali atau pengakuan hal terbit pada 2023 di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
    Jika berdasarkan Girik, wilayah yang kini memiliki SHGB dan SHM sebelumnya merupakan tanah milik adat yang kemudian ada pengakuan hak yang prosesnya di Kantor Pertanahan.
    Terkait apakah sebelumnya wilayah tersebut daratan yang terkena abrasi, Mutmainah menyebutkan bahwa hal tersebut belum diketahui karena perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut.
    “Ini masih belum tahu bagaimana faktanya secara data fisiknya, karena kemarin yang diminta untuk berkoordinasi dengan Dirjen SPPR (Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang). Dirjen SPPR berkoordinasi dengan BIG (Badan Informasi Geospasial), dan statmen Pak Menteri terakhir, ada sebagian yang memang masuk kawasan pantai dan sebagian lagi di luar kawasan pantai,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Agung Sedayu Punya SHGB di Desa Kohod, Bukan di Laut Tangerang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Januari 2025

    Agung Sedayu Punya SHGB di Desa Kohod, Bukan di Laut Tangerang Megapolitan 23 Januari 2025

    Agung Sedayu Punya SHGB di Desa Kohod, Bukan di Laut Tangerang
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Agung Sedayu Group (AGS) mengakui memiliki sebagian Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut Tangerang.
    Pengacara AGS, Muannas Alaidid, menjelaskan bahwa SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, dan bukan di tengah lautan seperti yang banyak dipahami.
    “Itu 30 kilometer dari enam kecamatan, paling cuma satu kecamatan. Yang PANI, PIK 2 cuma di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” ujar Muannas saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Kamis (23/1/2025).
    Pernyataan ini merespons penelusuran warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN yang menemukan kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata bersertifikat HGB.
    Muannas menegaskan, area itu sebelumnya dibeli Agung Sedayu Group dari masyarakat sekitar beberapa tahun lalu.
    “Itu bukan (di lautan yang ada pagar laut), ya walaupun ada, itu paling cuma sedikit gitu ya,” kata Muannas.
    Ia menduga, pagar laut yang ada saat ini merupakan pembatas yang dibuat untuk melindungi lahan masyarakat yang terdampak abrasi.
    “Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu pemerintah enggak ada, mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi,” kata Muannas.
    Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat 263 bidang SHGB di kawasan tersebut.
    Dari jumlah itu, PT IAM memiliki 234 bidang, PT CIS memiliki 20 bidang, dan 9 bidang lainnya dimiliki perorangan.
    Selain SHGB, juga terdapat 17 bidang bersertifikat SHM.
    Sementara itu, SHGB dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang, Banten, terbit berdasarkan girik tahun 1982.
    Hal itu disampaikan Kasubag Umum dan Humas Kantor Wilayah BPN Banten, Mutmainah, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (23/1/2025).
    “Kemarin sudah disampaikan di satu kesempatan bincang oleh Pak Ossy, Pak Wamen ATR/Wakil Kepala BPN, dasar penerbitan sertifikat di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, dari Girik tahun 1982,” kata Mutmainah.
    Dari Girik tersebut kemudian dilakukan pendaftaran tanah pertama kali atau pengakuan hal terbit pada 2023 di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
    Jika berdasarkan Girik, wilayah yang kini memiliki SHGB dan SHM sebelumnya merupakan tanah milik adat yang kemudian ada pengakuan hak yang prosesnya di Kantor Pertanahan.
    Terkait apakah sebelumnya wilayah tersebut daratan yang terkena abrasi, Mutmainah menyebutkan bahwa hal tersebut belum diketahui karena perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut.
    “Ini masih belum tahu bagaimana faktanya secara data fisiknya, karena kemarin yang diminta untuk berkoordinasi dengan Dirjen SPPR (Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang). Dirjen SPPR berkoordinasi dengan BIG (Badan Informasi Geospasial), dan statmen Pak Menteri terakhir, ada sebagian yang memang masuk kawasan pantai dan sebagian lagi di luar kawasan pantai,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mencari Otak di Balik Pagar Laut Tangerang

    Mencari Otak di Balik Pagar Laut Tangerang

    JAKARTA – Kuman diseberang lautan terlihat, gajah dipelupuk mata tidak terlihat. Pribahasa ini mungkin laik ditujukan kepada semua aparatur negara di pemerintah daerah hingga pusat. Wilayah perairan alias laut seharusnya bukan merupakan wilayah private. Nyatanya, di perairan Tangerang justru berdiri pagar laut yang panjangnya tak main-main, mencapai 30,16 kilometer!

    Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman RI (ORI), pagar laut sepanjang 30,16 km itu berdampak pada 16 desa di 6 kecamatan, termasuk Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga. Wilayah ini masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang diatur oleh Perda Nomor 1 Tahun 2023. Kawasan ini meliputi berbagai zona penting seperti zona perikanan tangkap, pelabuhan perikanan, hingga zona pariwisata dan pengelolaan energi.

    Fakta itulah yang membuat ORI menginvestigasi dugaan maladministrasi dalam pemagaran laut tersebut. Ketua ORI, Mokhammad Najih mengungkapkan, investigasi dilakukan secara langsung oleh perwakilan Ombudsman Provinsi Banten dengan supervisi dari ORI. Meski membutuhkan waktu, tim investigasi akan mencari tahu siapa pihak yang melakukan maladministrasi.

    “Karena masih dalam proses, kami belum bisa menyampaikan tentang adanya dugaan malaadministrasi itu dilakukan oleh pihak siapa. Apakah itu oleh pihak pemerintahan di tingkat daerah, atau oleh kantor kementerian, atau lembaga di tingkat pusat. Kesulitan yang sedang kami hadapi adalah belum adanya kejelasan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap pemasangan pagar tersebut,” tutur Najih dalam keterangan pers, Kamis 16 Januari 2025.

    Dia menerangkan, berbagai pihak yang diminta keterangan Ombudsman kompak menjawab tidak mengetahui pemasangan pagar itu. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang selama ini dianggap paling bertanggung jawab, juga tidak memberi jawaban lugas.

    “Pihak KKP yang sudah dihubungi, dimintai keterangan oleh Ombudsman memberikan penjelasan bahwa kementerian belum pernah menerbitkan izin apapun terkait dengan pemagaran laut. Demikian juga pihak pemerintahan di tingkat daerah, juga masih belum ada yang merasa bahwa ada instansi mana atau pihak mana yang mengajukan perizinan,” imbuhnya.

    Ombudsman RI (ORI) datangi pagar laut (Istimewa)

    Najih menegaskan, Ombudsman akan tetap menelusuri dugaan maladministrasi dalam kasus pemasangan pagar laut tersebut. “Kami tidak ingin bermain di air keruh, kami ingin melihat lebih jernih siapa yang melakukan maladministrasi. Mudah-mudahan dalam waktu 30 hari ke depan kami sudah memperoleh hasil yang kami harapkan,” tukasnya.

    Bersamaan dengan berlangsung investigasi oleh ORI, Najih mendorong seluruh pihak untuk mendukung langkah yang telah dilakukan oleh KKP yang melarang adanya aktivitas apa pun di area pagar laut tersebut. Sebab, hal itu diperlukan agar bisa melihat persoalan dengan lebih jernih, meski pada saat bersamaan Ombudsman menerima keluhan dari masyarakat ihwal hambatan menangkap ikan lantaran harus memutar untuk pergi ke laut.

    Hambatan tersebut, lanjut Najih, membuat nelayan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk melaut. Ombudsman memperkirakan kerugian yang mungkin diderita nelayan sebesar Rp9 miliar akibat pemagaran laut di Tangerang tersebut. Penghitungan kerugian dilakukan dengan memperkirakan kerugian nelayan akibat tambahan jarak untuk melaut. Dengan adanya pagar laut itu, nelayan harus memutar kurang lebih 30 kilometer. Hal itu menyebabkan nelayan menghabiskan tiga liter BBM dari sebelumnya hanya satu liter.

    Di sisi lain, ORI juga melihat ada upaya memecah belah masyarakat di tengah polemik pemasangan pagar laut di perairan Tangerang. Pasalnya, di tengah kontroversi yang muncul, ada kelompok masyarakat bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengaku sebagai pemasang pagar. Mereka mengklaim pembangunan dilakukan untuk mencegah abrasi dan mengurangi dampak gelombang besar. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, mengaku masyarakat sekitar ikut membangun pagar laut tersebut. Tapi, kata Najih, klaim tersebut justru berbeda dengan pengaduan masyarakat sekitar kepada Ombudsman yang mengatakan keberadaan pagar itu justru menimbulkan masalah.

    Polisi, Kejagung dan Pemprov Banten Mustahil Tidak Mengetahui Persoalan Pagar Laut

    “Kebingungan” Ombudsman inilah yang membuat Wakil Ketua Komisi III DPR, Hinca Panjaitan menyentil aparat penegak hukum berkaitan dengan pagar laut di Tangerang. Politikus dari Fraksi Partai Demokrat ini menilai, seharusnya Polri dan Kejaksaan Agung mengetahui pemagaran tersebut. Dia juga mempertanyakan sikap Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Banten yang hingga kini belum memberikan penjelasan terkait pagar laut sepanjang 30,16 kilometer.

    “Kepolisian pasti enggak mungkin enggak tau, Polres Tangerang misalnya atau Polda Banten kan gitu kan. Apalagi lokasinya masuk ke dalam ZEE sejauh 12 mil. Zona itu kan masuk ke dalam wilayah atau bidang Polisi Air. Jadi itu kalau bagian dari kejahatan dia harusnya juga tau,” tandasnya.

    Hinca menambahkan, Komisi III DPR juga akan menanyakan pada Kejaksaan Agung terkait pemagaran laut mengingat saat Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2 diresmikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut didampingi Kejagung.

    “Ini harus dikejar, PSN, Proyek Strategis Nasional yang di-launching oleh Presiden Jokowi, waktu itu selalu didampingi oleh Kejaksaan Agung, ya kan? Khususnya Jaksa Agung Muda bidang Datun dan intelijen, jadi dia pastinya tau karena dia masuk proyek strategis yang di PIK 2, itu dikejar juga,” kata dia.

    Wakil Ketua Komisi III DPR, Rano Alfath meminta pelaku pemasangan pagar laut di Tangerang ditindak tegas. Pasalnya, pagar laut tersebut bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Selain itu, pagar tersebut dapat memunculkan potensi konflik kepentingan karena daerah tersebut merupakan zona perikanan strategis untuk mata pencaharian warga.

    “Hal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan ketimpangan dan merusak ekosistem perairan yang menjadi penopang ekonomi rakyat setempat. Jika dibiarkan, hal ini akan berdampak sistemik pada ketahanan ekonomi pesisir di Kabupaten Tangerang,” tukasnya.

    Politikus dari Fraksi PKB ini menyatakan bahwa pelaksanaan PSN yang kerap dikaitkan dengan kasus pemagaran laut, bukan menjadi masalah utama. Menurut dia, permasalahan utamanya adalah pelaksanaannya yang kerap melewati aturan. “PSN itu tidak salah, yang salah adalah pelaksananya. Pemerintah pusat dan daerah harus memperhatikan hal ini lebih serius ke depannya. Penting untuk membentuk badan khusus yang bisa menjamin pelaksanaan PSN yang baik dan adil,” tambah Rano.

    Sementara itu, Pakar Hukum Tata Ruang Unpad, Maret Priyanta menilai bahwa Pemerintah Provinsi Banten harus lebih aktif dalam menyelesaikan persoalan pagar laut di perairan Tangerang. Pasalnya, Pemprov Banten memiliki kewenangan pengawasan sehingga seharusnya mengetahui tujuan pembangunan pagar laut tersebut.

    Dia menjelaskan, berdasarkan Perda 1 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Banten, perairan sepanjang 30,16 kilometer yang dipagar masuk di ruang laut dengan peruntukan sebagai zona perikanan tangkap, zona pelabuhan, dan rencana waduk lepas pantai. Dengan demikian, ketika ada pemagaran, Pemda seyogyanya yang mengetahui terlebih dahulu tujuan pembangunan apakah sesuai aturan RTRW yang sudah dibuat atau tidak.

    “Apalagi lokasi pembangunan berada di bawah 12 mil laut yang pengaturan RTRW-nya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Maka Pemprov Banten seharusnya dapat lebih berperan aktif dalam upaya pengawasan pada wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan wilayah administratif daratnya,” tukas Maret.

    Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang, seluruh kegiatan pemanfaatan di ruang laut harus sesuai dan didasarkan pada peruntukan yang sudah diatur oleh RTRW Provinsi Banten dan semua pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten,

    “Karena itu langkah KKP dalam melakukan penyegelan terhadap pagar laut tersebut telah tepat, sebab aktivitas itu tidak mengantongi KKPRL. KKP memiliki kewenangan dan tanggung jawab termasuk pengawasan pada seluruh kegiatan yang berada ruang laut, sehingga langkah yang diambil saat ini sudah tepat,” tambah Maret.

    Manajer kampanye infratruktur dan tata ruang Walhi, Dwi Sawung menyatakan, jika pagar laut tersebut merupakan struktur awal pembangunan reklamasi maka akan berdampak besar pada lingkungan. Salah satunya, akan mengubah ekosistem di pesisir pantai yang akan rentan tenggelam jika air laut pasang. Selain itu, juga berdampak pada mata pencaharian warga sekitar sebagai nelayan.

    “Kami menduga ini untuk reklamasi dari grid pemasangan bambu dan metodenya, mirip sekali dengan proses reklamasi dari arah darat. Ini bukan pemecah ombak karena kalau pemecah ombak bahan baku yang digunakan material lebih padat dan rapat bukan dari bambu,” ungkapnya.

    Agung Sedayu Group Bantah Terlibat Pembangunan Pagar Laut

    Terpisah, kuasa hukum PSN PIK 2 (Agung Sedayu Group), Muannas Alaidid menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam pemasangan pagar laut di pesisir Tangerang. Dia menyinggung pernyataan Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto serta Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti yang menyebutkan belum ada pihak yang mengajukan izin pemagaran laut, sebagaimana tertera dalam badan berita. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara PSN PIK 2 dengan keberadaan pagar laut.

    “Tidak ada keterlibatan Agung Sedayu Group dalam pemasangan pagar laut. Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti maupun fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut,” tegasnya.

    Pagar laut Tangerang Diantara 6 Gedung Bertingkat (Ist)

    Muannas menerangkan, kawasan komersil PIK 2 dengan kawasan PSN adalah dua wilayah yang berbeda. Menurutnya, kawasan PIK 2 diperoleh melalui izin lokasi dari Pemda dan jual beli dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

    “PIK 2 juga tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya sejak tahun 2011, khususnya terkait pengembangan kawasan di utara Tangerang, ide kota baru sebagai pengembangan wilayah yang sesuai Perda Kabupaten Tangeran No.13 Tahun 2011, bahwa pengembangan kawasan baru di Pantai Utara Tangerang sebagai bentuk penganekaragaman kegiatan selain industri dan permukiman,” jelasnya.

    Adapun kawasan PSN yang ditetapkan Presiden RI Joko Widodo, berada di sekitar kawasan komersial PIK 2, yakni pengembangan Green Area dan Eco-City yang dinamai Tropical Coastland. Kawasan PSN di PIK 2 tersebut merupakan hutan mangrove yang dahulu sangat kritis, fungsi lindungnya sudah sangat minim. Karena itu, pemerintah mengusulkan kawasan ini dikembangkan sebagai PSN agar daya dukung lingkungan bisa dimaksimalkan dan bisa berdampak pada ekonomi serta pariwisata skala besar.

    Muannas juga menepis tuduhan PSN dan proyek PIK 2 melanggar RTRW atau mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Dia memastikan pengembangan proyek tersebut dilakukan dengan pengawasan ketat dari instansi terkait. Sebab, Agung Sedayu Group memiliki komitmen tinggi untuk melibatkan masyarakat lokal dalam setiap tahap pembangunan.

    Bahkan, dalam proyek PIK 2 berbagai program CSR perusahaan telah dijalankan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, termasuk nelayan. Muannas memastikan Agung Sedayu Group tidak pernah melakukan tindakan yang menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut.

  • PIK 2 soal HGB Pagar Laut: Itu Dulu Sawah yang Terabrasi – Page 3

    PIK 2 soal HGB Pagar Laut: Itu Dulu Sawah yang Terabrasi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Polemik terkait Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pesisir kembali memanas, terutama soal klaim pagar laut sepanjang 30 kilometer. Konsultan Hukum PIK 2, Muannas Alaidid, menegaskan bahwa klaim sertifikasi laut adalah keliru.

    Menurutnya, lahan yang dimaksud bukanlah laut, melainkan tambak atau sawah warga yang terabrasi, namun batas-batasnya tetap teridentifikasi dengan jelas dan dialihkan secara hukum.

    “Pernyataan Menteri ATR/BPN sudah tegas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada hanyalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, tetapi batas-batasnya tercatat dan sah secara dokumen, kemudian dialihkan menjadi HGB dan SHM,” ujar Muannas, Rabu (22/1/2025).

    Koordinasi dengan Lembaga Geospasial

    Untuk memastikan keabsahan sertifikasi, Menteri ATR/BPN telah memerintahkan Dirjen SPPN berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Langkah ini bertujuan memeriksa perubahan garis pantai Desa Kohod sejak tahun 1982 hingga 2024.

    Muannas juga mengungkapkan, hasil pengecekan melalui Google Earth menunjukkan bahwa area di sekitar pagar bambu bukan laut, melainkan lahan warga yang terdampak abrasi.

    “Kesalahpahaman muncul karena ada pihak yang menganggap pagar laut sepanjang 30 kilometer merupakan bagian dari HGB pengembang. Padahal, sebagian besar adalah SHM milik warga,” jelasnya.

    Proses Penerbitan HGB Sesuai Prosedur

    Muannas menegaskan, penerbitan HGB dan SHM telah melalui prosedur yang sah. Lahan yang awalnya berupa tambak atau sawah milik warga dialihkan menjadi SHGB milik pengembang setelah pembelian resmi, pembayaran pajak, dan pengurusan dokumen legal seperti SK Izin Lokasi dan PKKPR.

    “Proses penerbitan SHGB dilakukan secara legal. Lahan yang awalnya SHM milik warga dibeli secara resmi, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua prosedur telah terpenuhi,” katanya.

    Klarifikasi Isu Pagar Laut

    Narasi tentang pagar laut sepanjang 30 kilometer yang dikaitkan dengan HGB pengembang, menurut Muannas, adalah kesalahpahaman.

    “Isu ini mirip dengan narasi yang salah terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2. Tidak semua pagar laut tersebut terkait dengan HGB pengembang, karena ada SHM milik warga yang juga terlibat,” ujarnya.

    Muannas menekankan pentingnya memahami fakta bahwa kawasan tersebut tidak sepenuhnya dimiliki oleh pengembang. Klarifikasi ini, katanya, penting untuk menghentikan kesalahpahaman publik.