Tag: Mochammad Afifuddin

  • KPU rilis Indeks Partisipasi Pilkada catat 4 daerah terpartisipatif

    KPU rilis Indeks Partisipasi Pilkada catat 4 daerah terpartisipatif

    “IPP ini menjadi media untuk mendokumentasikan segenap proses pembelajaran dalam visi pendidikan pemilih berkelanjutan, yang fase pertamanya merekam inisiatif dan kemudian inovasi yang mendorong partisipasi,”

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merilis Indeks Partisipasi Pilkada (IPP) dari Pilkada Tahun 2024 yang mencatat ada sebanyak empat provinsi yang masuk ke dalam kategori paling partisipatif atau “participatory” dalam penyelenggaraan Pilkada.

    Komisioner KPU RI August Mellaz menyebut empat provinsi itu yakni Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Secara umum, menurut dia, tingkat partisipasi pemilih Indonesia sudah berada pada level engagement.

    “IPP ini menjadi media untuk mendokumentasikan segenap proses pembelajaran dalam visi pendidikan pemilih berkelanjutan, yang fase pertamanya merekam inisiatif dan kemudian inovasi yang mendorong partisipasi,” kata August dalam agenda Launching Indeks Partisipasi Pilkada 2024 di Jakarta, Sabtu.

    Adapun tingkat partisipasi pemilih di Jawa Timur sebesar 80,87 persen, Jawa Tengah sebesar 79,10 persen, Sulawesi Utara sebesar 79,05, dan Sulawesi Selatan 78,27 persen.

    Dia menjelaskan bahwa ada tiga level dalam indeks itu, participatory, engagement, dan involvement. Dalam paparannya, dia menjelaskan empat provinsi masuk ke dalam kategori participatory, 31 provinsi masuk kategori engagement, dan 2 provinsi masuk kategori involvement.

    Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, dia menyampaikan ada sebanyak 24 kabupaten/kota masuk ke dalam kategori participatory, 446 kabupaten/kota masuk kategori engagement, dan 38 kabupaten/kota masuk kategori involvement.

    Menurut dia, indeks itu mengukur lima dimensi utama, yakni registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, sosialisasi, pendidikan pemilih, dan partisipasi masyarakat, serta tingkat partisipasi pemilih (Voter Turnout).

    Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa upaya meningkatkan partisipasi pemilih masih merupakan tantangan bagi seluruh pihak. Menurut dia, inovasi-inovasi perlu dikembangkan agar mampu meyakinkan pemilih menggunakan hak pilihnya.

    “Kita kuatkan bagaimana cara KPU mendorong partisipasi tinggi, ini tantangan yang pertama. Yang kedua, penguatan ataupun desain yang lebih baik ini butuh riset. Apa itu riset? Meneliti apa yang kurang praktek baik dipertahankan, yang kurang baik ditingkatkan,” kata Afif.

    Dia mengatakan bahwa urusan Pemilu atau Pilkada bukan hanya urusan KPU saja sebagai penyelenggara, melainkan juga urusan bagi semua pihak. Dia pun berharap pemerintah, organisasi non-pemerintah, maupun organisasi masyarakat sipil lainnya terus memberikan masukan agar penyelenggara pemilu mendapatkan perspektif baru.

    “Sebagai penyelenggara pemilu pasti kita juga ada kurangnya, pasti jauh dari kesempurnaan. Dan saya selalu bilang, setiap tahapan pemilu, pemilu kapanpun ada tantangannya. Dan setiap tantangan itu pasti ada penjelasannya,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KIP dan KPU audiensi, bahas data capres dan cawapres termasuk ijazah

    KIP dan KPU audiensi, bahas data capres dan cawapres termasuk ijazah

    ANTARA – Komisi Informasi Pusat (KIP) menggelar audiensi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membahas kebijakan terkait dengan keterbukaan informasi publik, di Kantor KIP Jakarta, Kamis (18/9). Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan dalam audiensi ini, kedua lembaga membahas tentang tata cara mengolah data dan informasi yang ada di KPU secara umum, termasuk terkait ijazah capres dan cawapres. (Sanya Dinda Susanti/Pradanna Putra Tampi/Andi Bagasela/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KIP-KPU bahas keterbukaan informasi terkait Pemilu

    KIP-KPU bahas keterbukaan informasi terkait Pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Informasi Pusat (KIP) RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengadakan audiensi untuk membahas soal keterbukaan informasi publik seputar Pemilihan Umum (Pemilu) di Aula KIP, Jakarta, Kamis.

    “KPU melakukan audiensi ke Komisi Informasi Pusat, supaya kualitas daripada kebijakan-kebijakan yang terkait dengan keterbukaan informasi publik ke depan lebih baik,” kata Ketua KIP Donny Yoesgiantoro di Aula KIP, Jakarta Pusat, Kamis.

    Donny mengatakan KIP dan KPU akan mengadakan pertemuan teknis untuk membahas soal apa saja informasi publik yang dikecualikan, karena hal itu harus dibahas secara teknis dan mendetail.

    “KPU menulis surat kepada kami, audiensi, yang secara resmi nanti kita akan bahas di pertemuan teknis. Ini karena sifatnya teknis sekali. Untuk daftar informasi dikecualikan dan daftar informasi terbuka ini sifatnya sangat-sangat teknis,” ujarnya.

    Terkait keputusan KPU untuk membuat dan kemudian membatalkan keputusan soal informasi publik yang dikecualikan, Donny mengatakan hal itu masih merupakan ranah kewenangan KPU.

    “KPU responsif dan itu ranahnya KPU. Dia (KPU) melakukan komunikasi dengan kami (KIP). Kami memberikan masukan-masukan. Masukan-masukan kepada KPU dan kemudian KPU sendiri yang memutuskan untuk sorenya akan ada perbaikan-perbaikan,” ujarnya

    Donny menegaskan bahwa KIP akan terus mendorong badan publik, termasuk KPU, untuk menjadikan keterbukaan informasi sebagai bagian dari budaya kelembagaan.

    Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu pilar penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Indonesia.

    Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin tak menampik saat dikonfirmasi apakah dalam audiensi tersebut KIP-KPU turut membahas soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden-calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan.

    “Secara umum semuanya,” kata Afifuddin di Aula KIP, Jakarta.

    Afif menegaskan komitmen KPU untuk terus memperbaiki layanan informasi publik, baik dari sisi regulasi, kapasitas PPID, maupun kualitas layanan kepada masyarakat.

    “Tentu dalam konteks ini, kami ingin mendapatkan perspektif dan masukan karena di KPU ini banyak sekali data hasil pemilu dan seterusnya. Di satu sisi, KPU pasti mempedomani Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, pada sisi lain juga Undang-Undang Pemilu,” kata Afifuddin.

    Melalui audiensi ini, KIP dan KPU berkomitmen memperkuat koordinasi teknis dalam layanan informasi publik. Komitmen tersebut mencakup penguatan peran PPID di pusat maupun daerah sesuai standar layanan informasi publik.

    Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola informasi menjadi perhatian penting kedua lembaga. Baik KI Pusat maupun KPU mendorong penyelarasan kebijakan layanan publik agar lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

    Dengan terjalinnya sinergi yang lebih erat, KIP optimis bahwa keterbukaan informasi publik di bidang kepemiluan dapat berjalan lebih optimal, mendukung terwujudnya pemilu yang inklusif, transparan, dan berintegritas.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mochammad Affifudin Cs Ternyata Penakut

    Mochammad Affifudin Cs Ternyata Penakut

    GELORA.CO -Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin dan enam komisioner lainnya ternyata penakut, karena mendadak mencabut Keputusan Nomor 731 Tahun 2025, yang sebelumnya menetapkan dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik.

    Keputusan pencabutan itu diumumkan langsung oleh Afifuddin, dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPU, Jakarta Pusat pada Selasa 16 September 2025.

    Sebelumnya, aturan yang ditandatangani pada 21 Agustus 2025 itu menyatakan bahwa dokumen tertentu terkait syarat pencalonan capres-cawapres tidak bisa diakses publik selama lima tahun, kecuali ada izin tertulis dari pihak bersangkutan atau jika berkaitan dengan jabatan publik.

    Dalam keputusan itu terdapat 16 dokumen yang dikecualikan, termasuk ijazah capres-cawapres. Dengan dicabutnya aturan tersebut, dokumen-dokumen itu kini tidak lagi bersifat rahasia.

    “Komisioner KPU buru-buru mencabut aturan yang dikeluarkan tanpa berkonsultasi dengan DPR itu kemungkinan takut nasibnya seperti pejabat Nepal,” kata mantan Menpora Roy Suryo melalui keterangan elektronik di Jakarta, Kamis 18 September 2025.

    Menurut Roy, bisa dibayangkan bagaimana rusaknya kedamaian yang sudah susah diraih akhir-akhir ini bisa sirna akibat ulah KPU yang seolah melindungi Wapres Gibran Rakabuming Raka.

    Roy menilai, pencabutan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 belum cukup. Karena saat ini muncul desakan agar seluruh komisioner KPU  mengundurkan diri bersama-sama sebagai wujud pertanggungjawaban moral akibat ulahnya yang hampir membuat negara ini terkoyak.

    “Perlu diingat yang harus mundur bukan hanya Affifudin saja, namun semua komisioner KPU,” kata Roy.

  • Keputusan KPU soal Informasi Ijazah Capres-Cawapres Terkesan untuk Lindungi Gibran dan Jokowi

    Keputusan KPU soal Informasi Ijazah Capres-Cawapres Terkesan untuk Lindungi Gibran dan Jokowi

    JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU.

    Pembatalan aturan ini diumumkan setelah putusan KPU yang membatasi akses informasi ijazah Capres-Cawapres dikritik publik.  

    Adapun keputusan KPU tersebut memuat soal ketentuan tentang 16 dokumen syarat pendaftaran capres dan cawapres sebagai informasi yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan dari pihak terkait.

    Belasan dokumen dimaksud di antaranya e-KTP dan akta kelahiran, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk KPU, daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon, ijazah, hingga Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

    Terkait hal itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai keputusan yang dikeluarkan KPU mengesankan untuk kepentingan sosok tertentu. Sebab menurutnya, Keputusan KPU itu diterbitkan setelah Pilpres usai, yaitu 21 Agustus 2025. 

    Hal ini kata Jamiluddin, tentu menimbulkan spekulasi bahwa Keputusan KPU tersebut dimaksudkan untuk melindungi Wapres Gibran Rakabuming Raka dan mantan Presiden Joko Widodo,

    “Spekulasi itu menjadi lebih kuat karena keputusan KPU itu bertepatan dengan gugatan keabsahan ijazah Wapres Gibran. Hal yang sama juga terjadi pada Jokowi di mana hingga saat ini ijazahnya masih terus dipersoalkan beberapa elemen masyarakat,”  ujar Jamiluddin kepada VOI, Selasa, 16 September. 

    Dengan indikasi tersebut, kata Jamiluddin, sulit untuk tidak menyatakan adanya kaitan antara Keputusan KPU dengan kasus ijazah yang sedang dihadapi Gibran dan Jokowi.

    Apalagi, menurutnya, dari 16 dokumen pasangan capres dan cawapres di antaranya ada bukti kelulusan ijazah, sehingga publik semakin mengkaitkan Keputusan KPU dengan masalah Ijazah Gibran dan Jokowi.

    “Jadi, kiranya tidak berlebihan bila sebagian publik menilai Keputusan KPU itu ditujukan untuk melindungi Gibran dan Jokowi dari pengawasan publik,” kata Jamiluddin. 

    Jamiluddin mengatakan anggapan melindungi Gibran dan Jokowi ini mencuat karena Keputusan KPU itu dengan sendirinya telah menutup akses publik terhadap 16 jenis dokumen capres dan cawapres. Sebab, 16 jenis dokumen itu dikelompokkan sebagai informasi yang dikecualikan.

    “Padahal tidak ada dasar yang kuat untuk mengelompokkan 16 dokumen itu, selain dokumen kesehatan, menjadi informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam UU Keterbukaan Informasi Publik. Sebab, dokumen pribadi saat dijadikan dokumen pencapresan, seharusnya sudah menjadi ranah publik,” kata Jamiluddin. 

    “Jadi, Keputusan KPU itu yang memasukkan dokumen pencapresan sebagai informasi yang dikecualikan sudah menafikan prinsip keterbukaan. Hal ini mengesankan KPU sudah abai terhadap kehendak demokrasi yang meminta keterbukaan dalam berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Ketua KPU Mochammad Afifuddin membantah putusan tidak bisa membuka dokumen ijazah yang menjadi persyaratan capres dan cawapres ke publik tanpa persetujuan untuk melindungi mantan Presiden RI, Joko Widodo. Menurut Afifuddin, putusan KPU tersebut lantaran untuk menyesuaikan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik. 

    Diketahui, usai memerintah selama 10 tahun, Jokowi tersandung kasus tuduhan ijazah palsu. Kasus Jokowi pun diikuti dengan tuduhan tidak adanya ijazah SMA Wapres Gibran Rakabuming Raka. 

    “Tidak ada yang dilindungi. Karena ini ada uji konsekuensi yg harus kami lakukan ketika ada pihak meminta di PPID kami. Jadi ada informasi yang lembaga itu kemudian harus mengatur mana yang dikecualikan mana yang tidak,” ujar Afifuddin, Senin, 15 September. 

    “Berkaitan dengan data itu, adalah data-data yang harus atas persetujuan yang bersangkutan atau putusan pengadilan. Karena itu udah diatur dalam UU keterbukaan informasi publik,” sambungnya. 

    Afifuddin menegaskan peraturan KPU tidak ada kaitannya dengan gugatan yang dilayangkan kepada Jokowi atas tuduhan ijazah palsu. 

    “Tidak ada, ini berlaku untuk umum. Semua pengaturan, data siapapun. Karena siapa pun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami. Nah kami kan mengatur dokumen data yang di kami. Sementara itu kan ada hal yang harus atas persetujuan dan juga karena putusan pengadilan,” katanya. 

  • Dikritik Bahkan Dituding untuk Melindungi Pihak Tertentu, KPU Pilih Batalkan Keputusan 731 Tahun 2025

    Dikritik Bahkan Dituding untuk Melindungi Pihak Tertentu, KPU Pilih Batalkan Keputusan 731 Tahun 2025

    Ray menilai Keputusan 731 tak sejalan dengan prinsip demokratis, yakni mengedepankan transparansi, partisipasi, dan akuntabel. “Aturan ini sangat bertentangan dengan prinsip pemilu demokratis,” ungkapnya.

    Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf mengatakan data setiap calon pejabat negara sebenarnya perlu dibuka ke publik demi mewujudkan transparansi.

    “Setiap calon-calon pejabat publik, baik itu DPR, menteri, presiden, saya pikir itu sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang,” kata Dede ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/9).

    Diketahui, Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan Sekjen lembaga tersebut Novy Hasbhy Munnawar sebelumnya meneken Keputusan Nomor 731 pada 21 Agustus 2025.

    Keputusan itu mengatur tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Informasi Publik yang dikecualikan dibuka oleh KPU.

    Beberapa dokumen yang dikecualikan dibuka dalam lima tahun ke depan ialah fotokopi KTP, SKCK, surat keterangan kesehatan, hingga ijazah.

    Namun, dokumen bisa dibuka oleh KPU andai pihak terkait memberikan persetujuan dan pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan publik.

    Dede mengaku akan menanyakan alasan KPU ketika menerbitkan keputusan Nomor 731 yang akhirnya memunculkan kontroversi.

    “Nanti kami tanyakan, kenapa, argumentasinya apa? Kami baru tahu. Kalau enggak dikasih lihat, ya, kami enggak tahu,” ujar legislator fraksi Demokrat itu. (fajar)

  • KPU minta maaf soal riuh pengecualian dokumen capres-cawapres

    KPU minta maaf soal riuh pengecualian dokumen capres-cawapres

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menyampaikan permohonan maaf kepada publik terkait kegaduhan soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan capres-cawapres terkait.

    Ia juga menegaskan Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 dibuat semata untuk perlindungan data pribadi, bukan untuk memberikan keuntungan kepada pihak-pihak tertentu.

    “Kami dari KPU juga memohon maaf atas situasi keriuhan yang sama sekali tidak ada pretensi sedikit pun di KPU untuk melakukan hal-hal yang dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu.” kata Afifuddin di Kantor Komisi Pemilihan Umum RI, Jakarta Pusat, Selasa.

    Hal itu disampaikan Afifuddin usai mengumumkan pembatalan terhadap Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 soal 16 dokumen syarat pendaftaran capres-cawapres sebagai informasi publik yang dikecualikan.

    Afif, sapaan akrab Ketua KPU RI, juga menegaskan aturan KPU tersebut berlaku untuk semua pihak tanpa ada pengecualian sehingga tidak ada pihak yang mendapatkan keuntungan atas peraturan tersebut.

    “Seluruh peraturan KPU yang kita buat berlaku umum, berlaku untuk siapa pun tanpa pengecualian,” ujarnya.

    Afif juga mengatakan KPU terbuka untuk segala kritik dan masukan dari masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu.

    “KPU dalam dinamika beberapa hari terakhir berkaitan dengan Keputusan Nomor 731 mengapresiasi partisipasi publik, masukkan, kritik publik dalam memastikan pelaksanaan pemilu yang berintegritas dan akuntabel serta terbuka,” kata Afif.

    Sebelumnya, KPU menetapkan 16 dokumen syarat pendaftaran capres dan cawapres sebagai informasi yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan dari pihak terkait.

    Meski demikian, keputusan KPU tersebut akhirnya dibatalkan setelah mendapat kritik dari publik dan parlemen.

    Adapun dokumen syarat pendaftaran capres dan cawapres yang sebelumnya dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan yakni:

    1. Fotokopi kartu tanda penduduk elektronik dan foto akta kelahiran Warga Negara Indonesia.

    2. Surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    3. Surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk oleh Komisi Pemilihan Umum.

    4. Surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

    5. Surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri.

    6. Surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    7. Fotokopi nomor pokok wajib pajak dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir.

    8. Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon.

    9. Surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

    10. Surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    11. Surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

    12. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah.

    13. Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/PKI dari kepolisian.

    14. Surat pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon Presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara berpasangan.

    15. Surat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

    16. Surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPU Tegaskan Aturan Rahasiakan Dokumen Ijazah Tidak Terkait Pilpres 2029

    KPU Tegaskan Aturan Rahasiakan Dokumen Ijazah Tidak Terkait Pilpres 2029

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan aturan nomor 731 tahun 2025 tidak dimaksudkan untuk mengatur Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.

    Pasalnya, aturan tersebut berisikan tentang pembatasan akses publik terhadap 16 dokumen milik capres-cawapres, di mana salah satunya adalah ijazah. Hal ini menuai polemik mengingat belakangan publik tengah diterpa isu ijazah Jokowi dan Gibran. 

    “Jadi ini murni bagaimana kita mengelola kemudian memperlakukan data-data yang ada di kita dalam situasi saat ini. Jadi bukan untuk mengatur pemilu 2029, bukan ini murni bagaimana pengelolaan data ini hal-hal yang berkait ada kekurangan dan lain-lain itu kami ingin segera perbaiki,” kata Ketua KPU Mochammad Afifuddin dalam konferensi pers, Selasa (16/9/2025).

    Alhasil dalam kesempatan tersebut, dia mengumumkan mencabut aturan yang dianggap untuk kepentingan segelintir pihak.

    “Memutuskan untuk membatalkan keputusan KPU nomor 731 tahun 2025 tentang penetapan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikam KPU,” kata Mochammad Afifudin.

    Dia menjelaskan aturan itu dibuat bukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dan hanya mengikuti aturan berdasarkan Undang-Undang keterbukaan informasi Publik No.14 tahun 2008 dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi No.27 tahun 2022.

    Dia meminta maaf kepada masyarakat karena keputusan menuai polemik dan beranggapan bahwa keputusan ditujukan untuk kepentingan pihak tertentu.

    “Sebagai bagian dari langkah kami untuk menerima masukan dari masyarakat, menerima kritikan dan juga saran perbaikan untuk kemudian kami melakukan langkah-langkah lanjutan yang tidak menyalahi aturan perundang-undangan,” ucapnya.

    Dia menuturkan nantinya pengungkapan dokumen capres-cawapres tetap berlandaskan pada klausul pasal 18 ayat 2 Undang-Undang 14, di mana dokumen yang dikecualikan bisa dibuka dengan persetujuan tertulis.

    “Kami dalam proses pendaftaran calon presiden, wakil presiden termasuk calon kepala daerah itu ada formulir yang isinya permintaan persetujuan ya untuk disampaikan ke publik,” paparnya.

    Afif akan berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk mengkaji ulang aturan pengecualian dokumen syarat pencalonan presiden dan wakil presiden, sehingga menghasilkan aturan yang komprehensif.

  • Baru Sehari Diumumkan Aturan 731/2025 Dibatalkan, KPU Kini Izinkan Dokumen Capres-Cawapres Dibuka – Page 3

    Baru Sehari Diumumkan Aturan 731/2025 Dibatalkan, KPU Kini Izinkan Dokumen Capres-Cawapres Dibuka – Page 3

    Sebelumnya, KPU RI merilis aturan baru terkait syarat calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu Presiden.

    Berdasarkan dokumen yang diterima Liputan6.com dari Komisioner KPU RI August Mellaz pada Senin (15/9/2025), aturan baru itu tertuang dalam surat keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 21 Agustus 2025 dan ditandatangani oleh Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin.

    Isinya, ‘Menetapkan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan Komisi Pemilihan Umum’ untuk diungkap ke publik.

    Total, ada 16 poin yang tak akan diungkap KPU kepada publik selama yang bersangkutan menjadi calon presiden dan wakil presiden untuk lima tahun ke depan. Salah satunya, daftar riwayat hidup, profil diri, ijazah dan rekam jejak setiap calon.

  • Anggota DPR Heran KPU Rahasiakan Ijazah Capres-Cawapres setelah Pemilu Selesai

    Anggota DPR Heran KPU Rahasiakan Ijazah Capres-Cawapres setelah Pemilu Selesai

    GELORA.CO  – Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy mengkritik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuat aturan terkait dokumen persyaratan capres-cawapres sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik. Diketahui, salah satu dokumen yang dirahasiakan adalah ijazah.

    Rifqi mempertanyakan kenapa keputusan itu baru dikeluarkan tahun 2025 atau setelah seluruh tahapan Pemilu 2024 sudah selesai.

    “Waktunya semestinya dibuat sebelum tahapan pemilu itu berlangsung. Jika terkait dengan pendaftaran capres dan cawapres, maka dibuat sebelum tahapan pendaftaran capres dan cawapres,” kata Rifqi kepada wartawan, Selasa (16/9/2025).

    Selain itu, kata dia, dokumen persyaratan untuk menjadi peserta pemilu, baik itu pileg maupun pilpres, termasuk pemilihan gubernur dan wali kota, itu adalah sesuatu yang sedapat mungkin terbuka oleh publik.

    Menurut dia, hal tersebut bagian dari transparansi dan akuntabilitas pemilu.

    “Sedapat mungkin juga diakses oleh publik untuk mengetahui sejauh mana persyaratan itu dilengkapi oleh para peserta pemilu termasuk capres dan cawapres,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan dasar Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU. Menurut dia, keputusan KPU itu diterbitkan menyesuaikan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

    “(Dasarnya) menyesuaikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Afif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

    Afif menegaskan, keputusan data yang dirahasiakan itu memedomani Pasal 17 huruf G dan huruf H UU Keterbukaan Informasi Publik, seperti rekam medis hingga ijazah pendidikan