Tag: Miryam S. Haryani

  • Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara usai Hakim Pengadilan Singapura menetapkan bahwa sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos, masih dilanjutkan pada 7 Agustus 2025. 

    Untuk diketahui, sidang ekstradisi pada 23-25 Juni 2025 sebelumnya baru meliputi agenda mendengarkan keberatan pihak Paulus. Pada sidang selanjutnya, pihak Paulus akan menghadirkan saksi untuk mendukung keberatan mereka atas ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa proses sidang Paulus Tannos masih berlanjut. Dia juga menyebut Hakim sudah mengeluarkan penetapan. 

    Setyo memastikan agar pemerintah Indonesia, termasuk KPK, telah menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pengadilan Singapura dalam proses ekstradisi terhadap Paulus. 

    “KPK dapat info bahwa proses sidang masih lanjut dan, hakim mengeluarkan penetapan, salah satunya copy opinion of Indonesian expert witness, sudah diserahkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025). 

    Setyo tak memerinci lebih lanjut terkait dengan tanggapan lembaganya atas keberatan yang masih diajukan Paulus. 

    Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyebut persidangan ekstradisi Paulus berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya. 

    Pria yang akrab disapa Tommy itu mengungkap, pengacara Paulus menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi.

    “Belum tahu [proses ke depan] karena pengacara yang dipakai menggunakan segala cara untuk tidak diekstradisi. Akan makan waktu dan belum akan diputuskan cepat. Kita ikuti saja prosesnya,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura. 

    Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat. 

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu. 

    Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan.

    Proses Sidang Paulus Tannos 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sementara itu, proses penyelesaian kasus e-KTP yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.

  • Paulus Tannos Melawan Ekstradisi, Ajukan Saksi Keberatan ke Pengadilan Singapura

    Paulus Tannos Melawan Ekstradisi, Ajukan Saksi Keberatan ke Pengadilan Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Buronan tersangka kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos akan mengajukan saksi dalam persidangan keberatan terhadap permohonan ekstradisi pemerintah Indonesia. 

    Untuk diketahui, pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan ekstradisi terhadap Paulus kepada Pengadilan Singapura. Sidang perdana atau committal hearing telah dilaksanakan 23-25 Januari 2025, dan masih dalam tahap membahas keberatan dari Paulus. 

    Saksi yang akan dihadirkan oleh pengacara Paulus akan memberikan kesaksian di hadapan Hakim pada sidang pemeriksaan 7 Agustus 2025. 

    “Pihak Pengacara PT akan mengajukan saksi yang memperkuat keberatan mereka dan sidang akan dilanjutkan tanggal 7 [Agustus, red] dan hakim meminta nama-nama saksi yang akan diajukan oleh PT,” ungkap Duta Besar Indonesia di Singapura, Surypratomo kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Pria yang akrab disapa Tommy itu menyebut, sejauh ini hanya Paulus, yang merupakan subyek permohonan ekstradisi, mengajukan saksi. Dia menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia selaku pemohon ekstradisi sudah secara jelas menyampaikan bahwa Paulus adalah tersangka kasus korupsi yang berstatus buron. 

    Tommy mengungkap, pihak Paulus berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi yang ditandatangani oleh Indonesia dan Singapura bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura.

    “Yang mengajukan yang keberatan. Kalau Pemerintah RI sudah jelas maksud permintaannya bahwa PT merupakan tersangka pelaku korupsi e-KTP,” ungkapnya.

    Tahapan Ekstradisi

    Sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Pihak Kejaksaan Singapura mewakili pemerintah Indonesia sebagai pemohon ekstradisi.

    Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Jalan Masih Panjang

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengakui bahwa proses pemulangan Paulus masih panjang. Namun, dia memastikan pemerintah Indonesia telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan. 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, hal itu lantaran para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” tutur mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Proses penyelesaian kasus yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.

  • Dubes Singapura Sebut Pengacara Paulus Tannos Gunakan Segala Cara untuk Hindari Ekstradisi

    Dubes Singapura Sebut Pengacara Paulus Tannos Gunakan Segala Cara untuk Hindari Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya. 

    Untuk diketahui, Sidang atau committal hearing ekstradisi buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos di Singapura akan dilanjutkan pada 7 Agustus 2025. Sidang perdana pada tiga hari belakangan, 23-25 Juni 2025 belum tuntas.

    Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo menyebut tiga hari sidang perdana ini baru membahas keberatan dari pihak Paulus. Pria yang ditetapkan tersangka pada kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP itu masih menolak untuk diekstradisi.

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).

    Setelah tiga hari sidang, Hakim akan melanjutkan sidang pada 7 Agustus 2025 mendatang untuk mendengarkan saksi yang diajukan pihak Paulus. Saksi yang dihadirkan untuk memperkuat keberatan mereka.

    “Pihak Pengacara PT akan mengajukan saksi yang memperkuat keberatan mereka dan sidang akan dilanjutkan 7 [Agustus, red] dan hakim meminta nama-nama saksi yang akan diajukan oleh PT,” ungkap Tommy.

    Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura. 

    Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat. 

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu. 

    Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengakui bahwa proses pemulangan Paulus masih panjang. Namun, dia memastikan pemerintah Indonesia telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan. 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, hal itu lantaran para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” tutur mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Proses penyelesaian kasus yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.

  • Paulus Tannos Masih Ogah Diekstradisi ke Indonesia, Sidang di Singapura Lanjut 7 Agustus

    Paulus Tannos Masih Ogah Diekstradisi ke Indonesia, Sidang di Singapura Lanjut 7 Agustus

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang atau committal hearing ekstradisi buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos di Singapura akan dilanjutkan pada 7 Agustus 2025. Sidang perdana pada tiga hari belakangan, 23-25 Juni 2025 belum tuntas. 

    Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo menyebut tiga hari sidang perdana ini baru membahas keberatan dari pihak Paulus. Pria yang ditetapkan tersangka pada kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP itu masih menolak untuk diekstradisi. 

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Setelah tiga hari sidang, Hakim akan melanjutkan sidang pada 7 Agustus 2025 untuk mendengarkan saksi yang diajukan pihak Paulus. Saksi yang dihadirkan untuk memperkuat keberatan mereka. 

    “Pihak Pengacara PT akan mengajukan saksi yang memperkuat keberatan mereka dan sidang akan dilanjutkan 7 Agustus dan hakim meminta nama-nama saksi yang akan diajukan oleh PT,” ungkap Tommy. 

    Untuk diketahui, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Pihak Kejaksaan Singapura mewakili pemerintah Indonesia sebagai pemohon ekstradisi.

    Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Untuk diketahui, proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengakui bahwa proses pemulangan Paulus masih panjang. Namun, dia memastikan pemerintah Indonesia telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan. 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, hal itu lantaran para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” tutur mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Untuk diketahui, Tannos ditetapkan sebagai tersangka dari pihak swasta pada pengembangan penyidikan kasus korupsi e-KTP. 

    Proses penyelesaian kasus yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.

  • Sidang Ekstradisi Paulus Tannos: Jaksa Singapura Wakili Pemerintah RI

    Sidang Ekstradisi Paulus Tannos: Jaksa Singapura Wakili Pemerintah RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos di Singapura telah dimulai hari ini, Senin (23/6/2025). Pihak Kejaksaan Singapura akan mewakili pemerintah Indonesia sebagai pemohon ekstradisi.

    Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo mengatakan persidangan atau committal hearing perdana digelar hari ini di State Court, 1st Havelock Square. Sidang itu akan berlangsung selama tiga hari sampai dengan 25 Juni 2025, dan dipimpin oleh District Judge, Luke Tan. 

    “Dalam persidangan yang disebut sebagai committal hearing, Jaksa pada Kejaksaan Agung Singapura yang bertindak mewakili Pemerintah RI sebagai pemohon ekstradisi,” ujar Suryopartomo melalui keterangan tertulis, Senin (23/6/2025). 

    Pria yang akrab disapa Tommy itu mengatakan, pemerintah Indonesia telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Suryopratomo mengungkap bahwa lama proses ekstradisi dapat bervariasi. Hal ini bergantung pada apakah buronan subyek permintaan ekstradisi menerima atau akan mengajukan banding/keberatan pada setiap tahapan. 

    “Dalam hal buronan mengajukan banding, sehingga proses peradilan harus berjalan penuh, maka waktu yang diperlukan akan jauh lebih lama,” kata mantan jurnalis senior yang pernah memimpin Kompas serta Metro TV itu. 

    Untuk diketahui, proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengakui bahwa proses pemulangan Paulus masih panjang. Namun, dia memastikan pemerintah Indonesia telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan. 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, hal itu lantaran para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” tutur mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Untuk diketahui, Tannos ditetapkan sebagai tersangka dari pihak swasta pada pengembangan penyidikan kasus korupsi e-KTP. 

    Proses penyelesaian kasus yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka. 

  • Buron KPK Paulus Tannos Jalani Persidangan Ekstradisi di Singapura Hari Ini (23/6)

    Buron KPK Paulus Tannos Jalani Persidangan Ekstradisi di Singapura Hari Ini (23/6)

    Bisnis.com, JAKARTA — Buron tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos menjalani committal hearing atau sidang perdana sebagai rangkaian proses ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia, di Singapura, Senin (23/62025). 

    Sidang ini digelar mulai hari ini, 23 Juni sampai dengan 25 Juni 2025. Proses committal hearing ini dilaksanakan setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan (bail hearing) yang diajukan Paulus. 

    Kementerian Hukum, selaku otoritas pusat Pemerintah Indonesia yang menangai proses ekstradisi Paulus, menyebut koordinasi terus dilakukan dengan pihak Singapura, yakni Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan Singapura.

    Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum, Widodo mengatakan AGC Singapura hingga saat ini terus berkoordinasi aktif dengan Kementerian Hukum RI untuk menyiapkan materi dan informasi pendukung yang terkait lainnya.

    “Seperti terkait kelengkapan informasi mengenai saksi-saksi dan sanggahan atau tanggapan atas pernyataan PT yang disampaikan dalam bail hearing mengenai fakta-fakta dalam tindak pidana korupsi yang dituduhkan Pemerintah RI kepada yang bersangkutan,” ungkapnya melakui keterangan tertulis, dikutip Senin (23/6/2025). 

    Untuk diketahui, Paulus disebut telah menjalani beberapa kali penangguhan penahanan sejak 22 April 2025. Berdasarkan hukum yang berlaku di Singapura, pria bernama asli Thian Po Tjhin itu masih berhak untuk mengajukan penangguhan penahanan sepanjang didukung dengan alasan dan bukti yang mendukung. 

    Adapun setelah persidangan yang diselenggarakan dua hari ke depan, Pengadilan Singapura akan memutuskan apabila Paulus bisa diekstradisi ke Indonesia. 

    Namun demikian, masing-masing pihak nantinya masih memiliki satu kali kesempatan upaya hukum banding atas putusan pengadilan, sebelum akhirnya putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    Widodo menyebut, hingga persidangan berlangsung, Paulus masih belum secara sukarela menyerahkan diri untuk diekstradisi. 

    “Sampai saat ini PT belum menyampaikan kesediaannya untuk diserahkan secara sukarela kepada Pemerintah RI,” ujar Widodo. 

    Untuk diketahui, pihak otoritas Singapura yakni Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) melakukan penahanan sementara dengan jaminan (provisional arrest) terhadap Paulus pada awal 2025 ini. 

    Penahanan dilakukan setelah proses panjang sejak 2018, ketika Polri atas nama Pemerintah RI melalui Interpol Channel mengajukan provisional arrest terhadap Paulus. 

    Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut proses pemulangan Paulus masih panjang. Namun, dia memastikan pemerintah Indonesia telah melengkapi seluruh syarat dan dokumen ekstradisi yang dibutuhkan pemerintah Singapura di pengadilan. 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, hal itu lantaran para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum banding satu kali sebelum putusan memeroleh kekuatan hukum tetap. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” tutur mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Penjelasan Tentang Proses Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura

    Penjelasan Tentang Proses Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Proses pemulangan atau ekstradisi buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia menunggu putusan hakim pada persidangan 23-25 Juni 2025 pekan depan.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut sistem hukum di Singapura mengatur, proses ekstradisi seseorang yang terlibat kasus pidana dari negara tersebut harus didahului oleh putusan pengadilan. Para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum sekali setelah putusan hakim. 

    Setelah upaya hukum lanjutan itu, maka putusannya nanti langsung berkekuatan hukum tetap dan bisa dieksekusi. 

    “Jadi sistem hukum mereka ya, untuk permintaan ekstradisi ini, masing-masing pihak boleh mengajukan sekali upaya hukum. Dan itu setelah putusan itu, itu inkrah,” ujar Supratman pada konferensi pers di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

    Mantan Ketua Baleg DPR itu menjelaskan, ada dua persidangan di Singapura yang dijalani oleh Paulus setelah penahanannya secara sementara sejak 17 Januari 2025. Persidangan itu meliputi soal penangguhan penahanan dengan jaminan atau provisional arrest yang diajukan Paulus, serta terkait dengan ekstradisi dari Singapura ke Indonesia. 

    Saat ini, Hakim Pengadilan Singapura baru mengeluarkan putusan soal provisional arrest terhadap pria bernama asli Thian Po Tjhin itu. Pada putusannya, hakim menolak permohonan Paulus. 

    Sementara itu, sidang untuk memutuskan nasib ekstradisinya masih akan digelar pada pekan depan. 

    “Bahwa yang diputus sekarang ini adalah permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan. Belum masuk ke pokok perkaranya terkait dengan permintaan kita untuk ekstradisi. Nah ini tanggal 23 dan 25 [Juni] baru akan menentukan itu,” terangnya.

    Kendati hanya bisa melakukan upaya hukum sekali setelah putusan pengadilan, Supratman menyebut upaya pemulangan Paulus Tannos masih akan memakan proses yang panjang. 

    “Ini prosesnya masih panjang teman-teman semua, karena setelah keputusan kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” ujarnya.

    Perdebaan Sistem Hukum

    Di sisi lain, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Untuk diketahui, Indonesia menerapkan civil law, sedangkan Singapura melaksanakan sistem hukum berdasarkan common law. 

    Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi. 

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Menteri Hukum Sebut Prabowo Tak Bahas Soal Paulus Tannos Saat Temui PM Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mendapatkan kabar soal putusan Pengadilan Singapura atas penangguhan penahanan buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Singapura.

    Untuk diketahui, saat itu Supratman menjadi salah satu menteri yang ikut mendampingi Prabowo bertemu dengan Presiden maupun Perdana Menteri (PM) Singapura. Pada saat itu, dia turut mendapatkan kabar soal putusan hakim pengadilan Singapura yang menolak penangguhan penahanan dengan jaminan (provisional arrest) terhadap Paulus Tannos. 

    “Kemarin tanggal 16, kami di Kementerian Hukum, saya didampingi oleh Pak Dirjen AHU dan juga Staf Khusus Menteri telah menerima pemberitahuan dari Otoritas Pusat di Singapura terkait dengan keputusan Pengadilan Singapura terkait dengan permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan atau yang kita kenal dengan istilah provisional arrest,” ungkapnya pada konferensi pers di kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Selasa (17/6/2025). 

    Adapun Supratman mengaku pada pertemuan Presiden Prabowo serta Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam, serta PM Singapura Lawrence Wong, turut membicarakan soal komitmen dalam menjalankan perjanjian atau mutual legal assistance (MLA) masalah pidana, termasuk di dalamnya terkait dengan ekstradisi. 

    Akan tetapi, politisi Partai Gerindra tersebut memastikan bahwa pemimpin kedua negara tidak membahas secara spesifik soal kasus Paulus Tannos. 

    “Kemarin tapi tidak membicarakan kasus sama sekali, hanya menyampaikan bahwa baik Presiden Singapura maupun Perdana Menteri juga menyampaikan hal yang sama,” tuturnya. 

    Adapun dengan putusan pengadilan tersebut, Paulus ditetapkan harus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan untuk memutuskan soal nasib ekstradisinya pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan.

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada tanggal 23 hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Ketua KPK Setyo Budiyanto juga telah menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. 

    Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi.

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan di Singapura telah menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos. Dengan demikian, Paulus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan. 

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada 23 Juni hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Buron KPK itu nantinya akan menjalani sidang gugatan yang diajukan olehnya terhadap penahanan oleh otoritas Singapura sejak awal 2025 ini. 

    Berhasilnya pemulangan Paulus ke Indonesia, terang Budi, bakal menandakan preseden baik kerja sama antara kedua pihak yang Indonesia dan Singapura dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, keduanya telah menandatangani perjanjian ekstradisi, dan diterapkan secara perdana pada kasus Paulus Tannos ini.

    Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapura untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi ini.

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi. 

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Adapun Menteri Hukum Supratman Andi Agtas enggan berandai-andai apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan. 

    Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura. 

    “Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai,” kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Rabu (4/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Perdana Digunakan untuk Pulangkan Buron KPK Paulus Tannos

    Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Perdana Digunakan untuk Pulangkan Buron KPK Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut upaya pemulangan buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, merupakan kasus perdana yang ditangani pemerintah menggunakan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia-Singapura. 

    Supratman mengatakan, Kementerian Hukum sebagai otoritas pusat di Indonesia telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura. Kini, pemerintah Indonesia hanya bisa menunggu proses persidangan yang akan digelar 23-25 Juni 2025. 

    Politisi Partai Gerindra itu menyebut, persidangan yang akan digelar pertengahan Juni itu berkaitan dengan penahanan Tannos oleh otoritas Singapura. 

    “Agenda sidangnya kan itu menyangkut soal penahanannya di sana, satu. Yang kedua, seluruh berkas yang diberikan oleh otoritas Singapura terkait dengan permohonan ekstradisi dari kita itu sudah dinyatakan lengkap. Jadi kita tunggu saja, menyangkut soal itu,” ungkap Supratman di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (4/6/2025). 

    Supratman lalu menyebut proses hukum yang bergulir di Singapura merupakan konsekuensi dari perjanjian ekstradisi antara RI-Singapura. Perjanjian itu disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR pada 2022 lalu.

    Adapun proses pemulangan Tannos yang telah ditahan otoritas Singapura sejak awal 2025 ini menggunakan perjanjian ekstradisi tersebut. Perjanjian itu pertama kali digunakan dalam kasus Tannos. 

    “Justru konsekuensi dari perjanjian ekstradisi yang kita tandatangani, MLA yang kita tandatangani dengan Singapura, ini case pertama. Jadi belum pernah ada sebelumnya, jadi ini case pertama,” ungkap pria yang pernah menjabat Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu. 

    Adapun Supratman enggan menjawab apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan. 

    Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura. 

    “Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai,” kata Supratman. 

    Sebelumnya, Dirjen AHU Kemenkum Widodo menyebut salah satu tersangka pada pengembangan kasus e-KTP itu masih dalam tahanan dan belum secara sukarela untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Indonesia. 

    “Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan posisi PT saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Widodo kepada wartawan, Senin (2/6/2025). 

    Widodo menyampaikan pemerintah Indonesia telah meminta pihak AGC Singapura agar terus melakukan upaya perlawanan terhadap permohonan Tannos.  

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Pada Maret 2025 lalu, lembaga antirasuah memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP. Bekas terpidana kasus e-KTP itu diperiksa, Rabu (19/3/2025).  

    Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Pada pemeriksaan Andi, penyidik mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR. 

    “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).  

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK.