Tag: Mette Frederiksen

  • AS Tak Akan Mendapatkan Greenland

    AS Tak Akan Mendapatkan Greenland

    Jakarta

    Perdana Menteri baru Greenland, Jens-Frederik Nielsen, menanggapi rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menguasai Greenland. Nielsen menegaskan Greenland tidak akan pernah menjadi milik Amerika.

    “Presiden Trump mengatakan Amerika Serikat ‘akan mendapatkan Greenland.’ Biar saya tegaskan: Amerika Serikat tidak akan mendapatkan Greenland,” kata Nielsen dilansir AFP, Senin (31/3/2025).

    Hal itu disampaikan Nielsen dalam unggahan di Facebook miliknya pada Minggu (30/3) waktu setempat. Dia menegaskan masa depan Greenland ada di tangan masyarakatnya sendiri.

    “Kami tidak menjadi milik orang lain. Kami memutuskan masa depan kami sendiri,” katanya.

    Greenland merupakan semi-otonom Denmark yang ingin dikuasai Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara dengan NBC pada Minggu (30/3), Trump kembali menegaskan keinginan Amerika Serikat menguasai Greenland.

    “Kami akan mendapatkan Greenland. Ya, 100 persen”, kata Trump dalam wawancara dengan NBC News.

    Diplomasi Denmark pada hari Sabtu (29/3) mengkritik “nada bicara” Vance, setelah ia mengatakan Denmark “tidak melakukan pekerjaan yang baik untuk rakyat Greenland”.

    Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen akan berada di Greenland dari Rabu hingga Jumat mendatang untuk “memperkuat persatuan” antara kerajaan dan wilayah Arktiknya.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Wapres AS Tuduh Denmark Tak Jaga Greenland dari Rusia-China

    Wapres AS Tuduh Denmark Tak Jaga Greenland dari Rusia-China

    Pituffik

    Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance menuduh Denmark tidak melakukan pekerjaan yang baik dalam menjaga Greenland tetap aman. Dia mengatakan AS akan lebih melindungi Greenland, wilayah semi-otonom Denmark, yang ingin diambil alih oleh Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir Reuters, Sabtu (29/3/2025), selama kunjungan ke pangkalan militer AS di Pituffik di utara pulau Arktik, Vance mengatakan AS tidak memiliki rencana segera untuk memperluas kehadiran militernya di darat. Dia mengatakan AS akan berinvestasi dalam sumber daya termasuk kapal angkatan laut tambahan.

    Dia juga berjanji untuk menghormati kedaulatan Greenland tetapi juga menyarankan wilayah itu melihat manfaat bermitra dengan AS. Dia mengatakan Denmark belum mencurahkan sumber daya yang diperlukan untuk menjaga Greenland.

    “Denmark belum mengimbangi dan mencurahkan sumber daya yang diperlukan untuk menjaga pangkalan ini, untuk menjaga pasukan kita, dan menurut pandangan saya, untuk menjaga orang-orang Greenland aman dari banyak serangan yang sangat agresif dari Rusia, dari China, dan negara-negara lain,” kata Vance.

    Namun, dia tidak memberikan rincian tentang dugaan serangan tersebut. Trump sering mengatakan bahwa AS memiliki keharusan keamanan untuk memperoleh pulau tersebut, yang telah dikuasai oleh Denmark sejak 1721.

    Serangan tajam Vance terhadap Denmark, sekutu lama AS dan anggota NATO, memberikan contoh lain tentang rendahnya perhatian yang diberikan pemerintahan Trump terhadap aliansi tradisional AS. Vance juga tidak menahan diri dalam menyampaikan pesannya.

    Dia mengatakan AS akan menginvestasikan lebih banyak sumber daya, termasuk kapal angkatan laut dan kapal pemecah es militer yang akan memiliki kehadiran yang lebih besar di negara tersebut. Ketika penduduk Greenland menyatakan kekhawatiran yang mendalam tentang kunjungan tersebut, Vance berjanji bahwa penduduk Greenland akan memiliki ‘penentuan nasib sendiri’ dan AS akan menghormati kedaulatannya.

    “Saya pikir mereka pada akhirnya akan bermitra dengan Amerika Serikat. Kita dapat membuat mereka jauh lebih aman. Kita dapat melakukan lebih banyak perlindungan. Dan saya pikir mereka juga akan jauh lebih baik secara ekonomi,” ujarnya.

    Dalam kunjungannya, Vance juga menyapa anggota angkatan bersenjata AS dan berterima kasih atas pengabdian mereka di pangkalan terpencil yang terletak 1.200 Km di utara Lingkaran Arktik. Suhu luar ruangan di Pituffik minus 19 C.

    Istri Vance, Usha, penasihat keamanan nasional Mike Waltz, dan Menteri Energi Chris Wright menemaninya dalam perjalanan tersebut. Berdasarkan ketentuan perjanjian tahun 1951, AS berhak mengunjungi pangkalannya kapan pun diinginkan asalkan memberi tahu Greenland dan Kopenhagen.

    Pituffik terletak di sepanjang rute terpendek dari Eropa ke Amerika Utara dan sangat penting bagi sistem peringatan rudal balistik AS. Pulau tersebut, yang ibu kotanya lebih dekat ke New York daripada ke ibu kota Denmark, Kopenhagen, memiliki kekayaan mineral, minyak, dan gas alam, tetapi pembangunannya lambat dan sektor pertambangan hanya menerima investasi AS yang sangat terbatas.

    Perusahaan pertambangan yang beroperasi di Greenland sebagian besar adalah Australia, Kanada, atau Inggris. Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan Greenland memiliki persediaan mineral tanah jarang yang cukup yang akan menjadi sumber daya bagi perekonomian AS generasi mendatang.

    Pernyataannya disampaikan hanya beberapa jam setelah koalisi pemerintah baru yang bertujuan untuk menjaga hubungan dengan Denmark untuk saat ini dipresentasikan di ibu kota Greenland, Nuuk. Perdana menteri baru Greenland, Jens-Frederik Nielsen, mengatakan kunjungan AS menandakan ‘kurangnya rasa hormat’ sementara para pemimpin Denmark menyatakan komitmen mereka terhadap Greenland.

    “Selama bertahun-tahun kami telah berdiri berdampingan dengan Amerika dalam situasi yang sangat sulit. Oleh karena itu, deskripsi Wakil Presiden tentang Denmark tidak adil,” kata Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita Denmark Ritzau.

    Menteri Luar Negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen juga mengkritik Vance. Rasmussen mengatakan bahwa AS saat ini memiliki pangkalan dengan 200 tentara, sementara selama Perang Dingin Amerika memiliki 17 instalasi militer di Greenland dengan 10.000 tentara.

    Saat kunjungan Vance sedang berlangsung, Trump mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa AS membutuhkan Greenland untuk memastikan ‘perdamaian seluruh dunia’.

    “Kita membutuhkan Greenland, yang terpenting, untuk keamanan internasional. Kita harus memiliki Greenland. Ini bukan pertanyaan, apakah menurut Anda kita bisa hidup tanpanya? Kita tidak bisa,” kata Trump.

    Trump mengatakan bahwa jalur perairan Greenland memiliki ‘kapal-kapal China dan Rusia di mana-mana’. Dia mengatakan AS tidak akan bergantung pada Denmark atau siapa pun untuk menangani situasi tersebut.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nama Greenland menjadi sorotan belakangan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membidik untuk membelinya.

    Seiring dengan hal itu, Greenland disebut menjadi lokasi yang pas untuk ditinggali warga Israel seperti yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, belum lama ini.

    Demikian sebagai sindiran Araghchi sekaligus kepada Donald Trump yang sebelumnya menginginkan perpindahan warga Gaza, Palestina ke Mesir dan Yordania dengan dalih keamanan.

    Di sisi lain, jika usulan Araghchi menyarankan warga Israel pindah ke Greenland terjadi, maka jarak yang ditempuh tidaklah pendek.

    Jarak Israel ke Greenland sekitar 6.400 kilometer jauhnya, melewati Benua Eropa dari Asia untuk sampai ke sana.

    Kemudian jika dibandingkan, jarak tersebut sama seperti dari Yogyakarta (Jogja) sampai ke Kabul, Afghanistan.

    Itupun juga harus melewati beberapa negara besar, seperti India hingga Pakistan.

    Adapun dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah Greenland, dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban, “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran, dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.”

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, dikutip dari Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya, rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran mengusulkan pengusiran warga Israel ke Greenland sebagai solusi ketegangan di Gaza.

    Hal ini sekaligus untuk menyindir wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. 

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa , pemerintah Greenland dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban.

    “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran , dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.’” 

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan bahwa lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, mengutip Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya bahwa rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland

    Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland

    GELORA.CO – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menanggapi usul Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke Yordania dan Mesir.

    Araghchi menentang tegas usul itu. Dia lalu mengejek Trump dengan cara memintanya mengusir penduduk Israel ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Ketimbang memindahkan warga Palestina, cobalah mengusir penduduk Israel, bawa mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua lalat dalam satu tepukan,” kata Araghchi saat diwawancarai Sky News di Kota Teheran hari Senin, (28/1/2025), dikutip dari Press TV.

    Trump belakangan ini memang disorot karena berulang kali meminta AS untuk mencaplok Greenland yang menjadi wilayah otonom Denmark.

    Sabtu lalu, (25/1/2025), Trump bahkan meyakini Greenland nantinya akan dimiliki AS.

    “Saya pikir kita akan memilikinya,” kata dia kepada wartawan saat berada di dalam pesawat Air Force One.

    Dia juga mengklaim Greenland yang berpenduduk 57.000 jiwa itu “ingin bergabung” dengan AS.

    Sebelumnya, dalam pembicaraan dengan Trump melalui telepon, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menegaskan bahwa Greenland tidak dijual.

    Trump memang pernah mengungkapkan kemungkinan pembelian Greenland saat dia menjabat sebagai presiden untuk pertama kalinya, yakni tahun 2019 lalu. Dia mengklaim kendali AS atas Greenland “sangat dibutuhkan” demi keamanan internasional.

    “Saya tidak tahu apa klaim Denmark tentang hal itu, tetapi akan menjadi tindakan yang sangat tidak bersahabat jika mereka tidak mengizinkannya terjadi karena itu demi melindungi dunia yang bebas ini,” ucap Trump.

    Araghchi peringatkan AS-Israel agar tak serang fasilitas nuklir

    Dalam momen yang sama, Araghchi memperingatkan Israel dan AS agar tidak menyerang fasilitas nuklir Iran.

    Menurut Araghchi, jika serangan itu terjadi, akan muncul “bencana sangat mengerikan” di seluruh kawasan Timur Tengah.

    “Serangan apa pun terhadap fasilitas nuklir kami akan segera mendapat balasan tegas,” ujar Araghchi.

    Meski demikian, dia meyakini Israel dan AS tidak akan berani menyerang fasilitas nuklir Iran.

    “Tetapi saya tidak yakin mereka akan melakukan hal yang gila itu. Ini sungguh gila dan ini akan mengubah Timur Tengah menjadi bencana yang sangat buruk,” katanya.

    Untuk menunjukkan bahwa program nuklir bertujuan baik, Iran menandatangani kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama tahun 2015.

    Namun, AS menarik diri dari perjanjian itu tahun 2018 dan kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran sehingga masa depan perjanjian itu tidak dapat dipastikan.

    Setahun berselang Iran mencabut batasan-batasan yang diatur dalam JCPOA karena pihak lain tidak memenuhi komitmennya.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump memberi sinyal bahwa dia menginginkan kesepakatan baru dengan Iran. Dia bahkan mengatakan hal itu akan bagus.

    Araghchi mengaku siap mendengarkan apa kata Trump. Namun, dia berujar perlu lebih dari sekadar kata-kata agar Iran bisa yakin untuk memulai negosiasi dengan AS. Itu karena AS pernah menarik diri dari JCPOA.

    “Situasinya berbeda dan jauh lebih susah daripada yang sebelumnya,” kata dia.

    “Ada banyak hal yang harus diselesaikan oleh pihak lain agar bisa meyakinkan kami. Kami belum mendengar selain kata ‘bagus’ itu, dan sudah jelas bahwa ini tidak cukup.”

  • Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland – Halaman all

    Ejek Donald Trump, Iran Minta Penduduk Israel Diusir Saja ke Greenland – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menanggapi usul Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke Yordania dan Mesir.

    Araghchi menentang tegas usul itu. Dia lalu mengejek Trump dengan cara memintanya mengusir penduduk Israel ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Ketimbang memindahkan warga Palestina, cobalah mengusir penduduk Israel, bawa mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua lalat dalam satu tepukan,” kata Araghchi saat diwawancarai Sky News di Kota Teheran hari Senin, (28/1/2025), dikutip dari Press TV.

    Trump belakangan ini memang disorot karena berulang kali meminta AS untuk mencaplok Greenland yang menjadi wilayah otonom Denmark.

    Sabtu lalu, (25/1/2025), Trump bahkan meyakini Greenland nantinya akan dimiliki AS.

    “Saya pikir kita akan memilikinya,” kata dia kepada wartawan saat berada di dalam pesawat Air Force One.

    Dia juga mengklaim Greenland yang berpenduduk 57.000 jiwa itu “ingin bergabung” dengan AS.

    Sebelumnya, dalam pembicaraan dengan Trump melalui telepon, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menegaskan bahwa Greenland tidak dijual.

    Trump memang pernah mengungkapkan kemungkinan pembelian Greenland saat dia menjabat sebagai presiden untuk pertama kalinya, yakni tahun 2019 lalu. Dia mengklaim kendali AS atas Greenland “sangat dibutuhkan” demi keamanan internasional.

    “Saya tidak tahu apa klaim Denmark tentang hal itu, tetapi akan menjadi tindakan yang sangat tidak bersahabat jika mereka tidak mengizinkannya terjadi karena itu demi melindungi dunia yang bebas ini,” ucap Trump.

    Araghchi peringatkan AS-Israel agar tak serang fasilitas nuklir

    Dalam momen yang sama, Araghchi memperingatkan Israel dan AS agar tidak menyerang fasilitas nuklir Iran.

    Menurut Araghchi, jika serangan itu terjadi, akan muncul “bencana sangat mengerikan” di seluruh kawasan Timur Tengah.

    “Serangan apa pun terhadap fasilitas nuklir kami akan segera mendapat balasan tegas,” ujar Araghchi.

    Meski demikian, dia meyakini Israel dan AS tidak akan berani menyerang fasilitas nuklir Iran.

    “Tetapi saya tidak yakin mereka akan melakukan hal yang gila itu. Ini sungguh gila dan ini akan mengubah Timur Tengah menjadi bencana yang sangat buruk,” katanya.

    Untuk menunjukkan bahwa program nuklir bertujuan baik, Iran menandatangani kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama tahun 2015.

    Namun, AS menarik diri dari perjanjian itu tahun 2018 dan kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran sehingga masa depan perjanjian itu tidak dapat dipastikan.

    Setahun berselang Iran mencabut batasan-batasan yang diatur dalam JCPOA karena pihak lain tidak memenuhi komitmennya.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump memberi sinyal bahwa dia menginginkan kesepakatan baru dengan Iran. Dia bahkan mengatakan hal itu akan bagus.

    Araghchi mengaku siap mendengarkan apa kata Trump. Namun, dia berujar perlu lebih dari sekadar kata-kata agar Iran bisa yakin untuk memulai negosiasi dengan AS. Itu karena AS pernah menarik diri dari JCPOA.

    “Situasinya berbeda dan jauh lebih susah daripada yang sebelumnya,” kata dia.

    “Ada banyak hal yang harus diselesaikan oleh pihak lain agar bisa meyakinkan kami. Kami belum mendengar selain kata ‘bagus’ itu, dan sudah jelas bahwa ini tidak cukup.”

  • Mute Egede: Penduduk Greenland Ogah jadi Bagian Amerika atau Denmark – Halaman all

    Mute Egede: Penduduk Greenland Ogah jadi Bagian Amerika atau Denmark – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penduduk Greenland menegaskan bahwa mereka tidak ingin menjadi bagian dari Amerika Serikat (AS) atau Denmark, menurut Perdana Menteri Greenland, Mute Egede.

    Pernyataan tersebut disampaikan setelah Presiden terpilih AS, Donald Trump, menyebutkan kemungkinan penggunaan kekuatan militer untuk menguasai wilayah tersebut, Al Jazeera melaporkan.

    “Greenland tidak untuk dijual,” kata Egede pada konferensi pers di Kopenhagen pada Jumat (10/1/2025), menyusul pernyataan Trump yang mengisyaratkan niatnya untuk “memiliki dan mengendalikan” Greenland bulan lalu.

    Meski demikian, Egede terbuka untuk menjalin hubungan lebih lanjut dengan Gedung Putih.

    Perdana Menteri Greenland itu juga menekankan aspirasi kemerdekaan wilayahnya, yang semakin berkembang seiring dengan terungkapnya pelanggaran yang dilakukan oleh Denmark terhadap penduduk Inuit.

    “Greenland adalah milik rakyat Greenland,”

    “Kami tidak ingin menjadi orang Denmark, kami tidak ingin menjadi orang Amerika. Kami ingin menjadi orang Greenland,” kata Egede.

    “Kami memiliki keinginan untuk merdeka, keinginan untuk menjadi tuan atas rumah kami sendiri… Ini adalah sesuatu yang harus dihormati oleh semua orang,” imbuhnya.

    Meski menginginkan kemerdekaan, Egede menegaskan bahwa Greenland tidak akan memutuskan hubungan dengan Denmark.

    Ia juga mengingatkan bahwa Greenland merupakan bagian dari benua Amerika Utara,.

    Katanya, orang Amerika menganggap wilayah tersebut sebagai bagian dari dunia mereka.

    Egede menyatakan kesediaannya untuk berdialog dengan Trump mengenai hal-hal yang bisa menyatukan kedua belah pihak.

    “Kerja sama adalah tentang dialog. Kerja sama berarti Anda akan bekerja untuk mencari solusi,” tambahnya.

    Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, yang juga hadir dalam konferensi pers, menyebutkan bahwa perdebatan tentang kemerdekaan Greenland menunjukkan betapa besar minat terhadap wilayah tersebut.

    “AS adalah sekutu terdekat kami, dan kami akan melakukan apa pun untuk melanjutkan kerja sama yang kuat,” ucapnya.

    Awal minggu ini, Trump menolak untuk mengesampingkan kemungkinan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk membawa Greenland ke bawah kendali Amerika Serikat.

    Trump telah menyatakan bulan lalu bahwa “kepemilikan dan kendali” atas Greenland merupakan “kebutuhan mutlak” bagi AS, untuk menghadapi peningkatan pengaruh Rusia dan China di wilayah Arktik.

    Sebelumnya, Trump pernah mengusulkan pembelian Greenland pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden dari 2017 hingga 2021.

    Bahkan, Trump menunda kunjungan ke Denmark pada 2019 setelah Perdana Menteri Frederiksen menolak ide tersebut.

    Baru-baru ini, putra Trump, Donald Trump Jr, melakukan kunjungan pribadi ke Greenland, yang memicu spekulasi bahwa ayahnya akan berusaha membeli wilayah tersebut setelah menjabat pada 20 Januari.

    AS saat ini memiliki pangkalan militer di bagian utara Greenland, yang merupakan wilayah strategis penting.

    Greenland, yang dihuni oleh sekitar 57.000 orang.

    Wilayah ini adalah koloni Denmark dari tahun 1721 hingga 1953.

    Kini menjadi wilayah Denmark dengan pemerintahan sendiri, CNN melaporkan.

    Pada 2009, wilayah ini memperoleh hak untuk mengklaim kemerdekaan melalui pemungutan suara.

    (Tribunnews.com)

  • Kritikan Jerman dan Prancis untuk Ancaman Trump ke Greenland

    Kritikan Jerman dan Prancis untuk Ancaman Trump ke Greenland

    Berlin

    Jerman menegaskan bahwa perbatasan tidak boleh diubah secara paksa setelah Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menolak mengesampingkan rencana militernya untuk mencaplok Grinlandia (Greenland).

    Pulau luas di Arktika ini merupakan wilayah otonomi dari Denmark, anggota Uni Eropa (UE) dan NATO.

    Scholz: Perbatasan tak dapat diganggu gugat adalah ‘prinsip dasar hukum internasional’

    Juru bicara pemerintah Jerman, Steffen Hebestreit, mengatakan bahwa “seperti biasa, prinsip yang berlaku adalah… perbatasan tidak boleh dipindahkan secara paksa,” merunut pada perjanjian internasional, dalam hal ini Piagam PBB.

    Namun, Hebestreit enggan memberitahukan keseriusan Berlin menanggapi ancaman Donald Trump terhadap wilayah Denmark tersebut.

    “Saya tidak ingin menilai komentar tersebut,” ujar Hebestreit dalam konferensi pers rutin, seraya mengutarakan bahwa pemerintah Jerman sudah “mencatat” sejumlah komentar itu.

    Setelahnya, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan bahwa dia telah mendiskusikan pernyataan Trump itu dengan pemimpin UE lainnya. Selain itu, dia menegaskan tentang aturan perbatasan yang tak dapat diganggu gugat merupakan “hukum internasional yang fundamental.”

    Dalam pembicaraannya dengan para pemimpin UE, Scholz mengungkap adanya “ketidakpahaman” terkait “beberapa pernyataan” yang dilontarkan oleh pihak AS.

    Menlu Prancis: Trump tidak boleh mengancam kedaulatan batas wilayah UE

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mendesak supaya Donald Trump tidak mengancam “kedaulatan perbatasan” Uni Eropa.

    “Tak ada pertanyaan soal Uni Eropa yang membiarkan negara lain di dunia, siapa pun mereka, menyerang kedaulatan perbatasannya,” kata Jean-Noel Barrot kepada radio France Inter.

    Barrot menambahkan bahwa, meskipun ia tidak percaya AS akan menyerang Grinlandia, “kita telah memasuki era di mana hukum yang terkuat kembali berlaku.”

    “Kita adalah benua yang kuat, kita harus menjadi lebih kuat,” tambah Barrot.

    UE soal pernyataan Trump: “Hal yang bersifat hipotetis”

    Uni Eropa (UE) menggambarkan kalau pernyataan Trump soal Grinlandia merupakan “hal hipotetis yang liar.”

    “Kita berbicara tentang hal-hal hipotetis yang cukup liar tentang sebuah pemerintahan yang belum ada,” kata juru bicara Komisi Eropa, dikutip dari kantor berita AFP. Juru bicara ini juga mengatakan kalau UE menantikan kerja sama dengan pemerintahan Donald Trump.

    Sementara itu, Kepala Juru Bicara Komisi Uni Eropa Paula Pinho menyebut kedaulatan negara harus dihormati sebagai “hal yang mendasar,” dan menambahkan kalau dia tidak ingin menjelaskan lebih lanjut soal masalah ini karena sifatnya yang “sangat teoritis”.

    Trump soal Grinlandia

    Donald Trump pada hari Senin (06/01) telah menolak untuk mengesampingkan aksi militer hingga ekonomi yang merupakan niatnya, agar AS dapat menguasai Grinlandia dan Terusan Panama.

    “Tidak, saya tidak bisa memastikan salah satu dari keduanya. Namun yang bisa saya katakan, kami membutuhkannya untuk kedaulatan ekonomi,” jawab Trump.

    Sementara itu pada hari Selasa (07/01), anak Donald Trump, yakni Donald Trump Jr. dilaporkan mendarat di Grinlandia. Kedatangannya itu juga berlangsung sesaat setelah ayahnya menyarankan agar Grinlandia menjadi bagian dari AS.

    Presiden terpilih Donald Trump juga menggunakan platform media sosial miliknya, Truth Social, untuk menyatakan ambisi masa depannya soal Grinlandia dan kegembiraannya tentang perjalanan Donald Trump Jr. ke pulau tersebut.

    Dengan klaim alasan kepentingan keamanan nasional AS, Trump juga sudah merencanakan pemberlakuan tarif terhadap Denmark semisal tawarannya untuk membeli Grinlandia ditolak.

    “Grinlandia adalah tempat yang luar biasa, dan rakyatnya akan sangat diuntungkan jika dan ketika Grinlandia menjadi bagian dari negara kami. Kami akan melindunginya, dan menghargainya dari dunia luar yang sangat ganas. Make Greenland Great Again!” terang Trump.

    Semasa jabatan pertamanya sebagai Presiden AS, Trump telah berencana untuk membeli Grinlandia. Bahkan, dia membatalkan agenda kenegaraan pada tahun 2019 setelah Perdana Menteri Denmark menolak gagasan tersebut.

    Siapa pemilik Grinlandia?

    Denmark mengatakan, Grinlandia merupakan bagian dari kerajaannya yang juga memiliki pemerintahan sendiri, tidak untuk dijual.

    “Saya rasa ini bukan cara yang baik untuk saling berperang secara finansial, padahal kita adalah sekutu dan mitra yang dekat,” tegas Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen saat menanggapi komentar Trump.

    Pada dasarnya, Frederiksen menyebut baik niat Washington untuk menaruh minat besar pada wilayah Arktika tersebut. Namun, hal itu “harus dilakukan dengan cara yang menghormati rakyat Grinlandia.”

    Dari sisi Grinlandia, Perdana Menteri Mute Egede, telah menyerukan kemerdekaan dari Denmark. Namun dia menuturkan, kalau Grinlandia tidak tertarik menjadi bagian dari AS dan menegaskan kalau pulau tersebut tidak dijual.

    mh/ha (Reuters, AFP)

    (nvc/nvc)

  • Trump Ingin Caplok Greenland Pakai Militer, Apa Reaksi Denmark?

    Trump Ingin Caplok Greenland Pakai Militer, Apa Reaksi Denmark?

    JAKARTA – Presiden terpilih AS, Donald Trump mengatakan tidak akan mengesampingkan penggunaan kekuatan militer untuk menguasai Terusan Panama dan Greenland.

    Hal itu dikatakannya saat menjawab pertanyaan apakah Trump membiarkan penggunaan militer AS untuk mengamankan kedua wilayah tersebut. Bersamaan dengan itu, delegasi, ajudan dan penasihat yang mencakup Donald Trump Jr. berada di Greenland, pada Senin 8 Januari, dikutip dari AP.

    “Mungkin Anda harus melakukan sesuatu. Terusan Panama sangat penting bagi negara kita,” kata Trump dalam sebuah wawancara dengan penyiar Denmark TV2, dikutip dari AP, Selasa 8 Januari.

    Menurut Trump, kendali AS atas kedua wilayah di Panama dan Denmark itu sangat penting bagi keamanan nasional AS.

    Niat Trump ini menandai penolakan terhadap kebijakan AS selama beberapa dekade yang telah memprioritaskan penentuan nasib sendiri daripada perluasan wilayah.

    “Kita membutuhkan Greenland untuk tujuan keamanan nasional,” kata Trump.

    Greenland, yang menjadi rumah bagi pangkalan militer AS yang besar, merupakan wilayah otonomi Denmark, sekutu lama AS dan anggota pendiri NATO. Trump meragukan keabsahan klaim Denmark atas Greenland.

    Terusan Panama telah sepenuhnya dikendalikan Panama selama lebih dari 25 tahun. AS mengembalikan Zona Terusan Panama kepada negara tersebut pada tahun 1979 dan mengakhiri kerja samanya dalam mengendalikan jalur air strategis tersebut pada tahun 1999.

    Sementara Greenland merupakan bagian dari wilayah negara Denmark. 

    Menanggapi komentar Trump, Perdana Menteri (PM) Denmark Mette Frederiksen menyebut AS merupakan “sekutu terpenting dan terdekat” Denmark.

    PM Denmark kemudian tidak percaya AS akan akan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk mengamankan kendali atas Greenland.

    Lebih lanjut, ia menyambut baik AS yang menaruh perhatian lebih besar di wilayah Arktik, namun cara-cara tersebut jangan sampai melukai warga Greenland.

    “Harus dilakukan dengan cara yang menghormati rakyat Greenland,” kata PM Denmark. 

    “Pada saat yang sama, hal itu harus dilakukan dengan cara yang memungkinkan Denmark dan Amerika Serikat untuk tetap bekerja sama, antara lain, dalam NATO,” sambungnya.

  • Antara Trump, Denmark dan Aspirasi Kemerdekaan

    Antara Trump, Denmark dan Aspirasi Kemerdekaan

    Jakarta

    Grinlandia, atau Geenland ,sudah menjadi incaran Donald Trump sejak masa jabatan pertamanya sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2019. Ketika keinginannya itu ditolak oleh Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, dia sontak membatalkan kunjungan kenegaraan ke Kopenhagen.

    Jelang pelantikan Trump pada 20 Januari mendatang, gagasan membeli wilayah konstituen Kerajaan Denmark itu kembali merebak.

    Grinlandia bukan satu-satunya wilayah negara lain yang ingin dicaplok pemerintahan Trump. Sejak kemenangannya pada pemilu November lalu, Trump telah menuntut kendali atas Terusan Panama dan bahkan penggabungan Kanada ke dalam wilayah Amerika Serikat.

    Di tengah perdebatan tersebut, putra sang presiden, Donald Trump Junior, berkunjung ke Grinlandia dalam kapasitas “sebagai wisatawan saja,” kata dia kepada stasiun radio lokal setelah mendarat di bandar udara Nuuk, ibu kota Greenland.

    Sebelum kepergian putranya, Trump sempat mengunggah video yang menunjukkan seorang simpatisan Partai Republik meminta AS membebaskan Grinlandia dari “pemerintahan kolonial” Denmark.

    Trump menjanjikan perlindungan bagi Greenland dan sekitar 56.000 penduduknya. Namun hingga kini, dia belum mengungkapkan alasan di balik niatan tersebut.

    AS telah mengoperasikan pangkalan udara di barat laut Grinlandia sejak tahun 1951. Dilihat secara ekonomi dan geopolitik, negeri es itu akan menambah jangkauan AS di wilayah Arktik yang kaya sumber daya alam. Di sana, Rusia dan Cina juga semakin giat menegaskan klaim teritorial pada saat lapisan es mencair. AS sendiri termasuk negara Arktik karena terhubung melalui negara bagian Alaska.

    Aspirasi kemerdekaan Grinlandia

    Aaja Chemnitz, seorang anggota parlemen Denmark yang berasal dari Grinlandia, menolak kampung halamannya dijadikan instrumen geopolitik. “Saya tidak ingin menjadi pion dalam mimpi liar Trump untuk memperluas imperialisme AS dan memasukkan negara kita ke dalamnya,” tulis Chemnitz di Facebook.

    Klaim teritorial AS atas Greenland datang pada saat ketika seisi negeri sedang ingin melepas ikatan dengan Kerajaan Denmark. Dalam pidato Tahun Barunya, Perdana Menteri Múte Egede menyerukan “langkah-langkah penting menuju kemerdekaan. Masa depan negara adalah milik kita!,” serunya.

    Pulau yang dihuni bangsa Inuit ini sempat dijajah oleh Denmark dan Norwegia pada abad ke-18, sebelum akhirnya kembali dikuasai kerajaan di Kopenhagen. Setelah Perang Dunia Kedua, Denmark mengabulkan tuntutan dekolonialisasi Grinlandia secara resmi.

    Tetapi pada saat yang sama, perempuan Inuit dipaksa menggunakan alat kontrasepsi dan anak-anak dideportasi ke daratan Denmark tanpa persetujuan orang tua mereka. Sejarah tersebut ikut melandasi keinginan banyak warga Grinlandia untuk akhirnya melepaskan diri dari Denmark.

    Ketika parlemen baru terpilih di daerah otonom pada bulan April, para pendukung kemerdekaan berharap adanya upaya yang lebih signifikan. PM Egede mengatakan dalam pidato bahwa parlemen telah mulai menyusun konstitusi untuk Grinlandia yang berdaulat.

    Denmark tegaskan klaim teritorial

    Salah satu isu yang ramai dibahas menyangkut kemampuan Grinlandia untuk merdeka secara ekonomi. Selama ini, pemerintah di Kopenhagen mengirimkan dana senilai sekitar 550 juta euro, sekitar sepertiga dari total anggaran negara, setiap tahunnya.

    Denmark tidak berniat membebaskan Grinlandia, terutama karena sumber daya alam dan nilai geostrategisnya. Sikap itu diperjelas oleh Menteri Pertahanan Troels Lund Poulsen yang tak lama setelah ucapan Trump menerbitkan daftar belanja untuk memperkuat infrastruktur militer di Grinlandia.

    Pada saat yang sama, Kerajaan Denmark menepatkan simbol beruang kutub khas Grinlandia dan domba jantan dari Kepulauan Faroe ke dalam desain lambang nasional yang baru. “Kita saling memiliki,” kata Raja Frederik ke10 dalam pidato tahun barunya.

    Aspirasi warga Grinlandia kemungkinan besar akan disuarakan melalui pemilu. Apakah memilih kemerdekaan, penggabungan ke AS atau tetap bersama Denmark, pencairan Arktik akan semakin meningkatkan nilai strategis Grinlandia.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

    (ita/ita)