Tag: Megawati Soekarnoputri

  • Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja Nasional 7 Juni 2025

    Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Kelima RI,
    Megawati Soekarnoputri
    , menyampaikan pesan soal pentingnya nilai-nilai
    Pancasila
    saatpembukaan pameran foto karya Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    Megawati menegaskan bahwa mereka yang tidak menjunjung Pancasila sebaiknya tidak tinggal di Indonesia.
    “Kalau kalian adalah pancasilais, kalau kalian adalah warga negara Indonesia, kalau enggak (Pancasilais),
    please
    , jangan tinggal di sini. Jadi saja imigran,” ujar Megawati di hadapan para tamu dan undangan.
    Pernyataan itu disampaikan Megawati dalam konteks keprihatinannya terhadap kondisi sosial-politik dan lunturnya semangat kebangsaan di tengah masyarakat saat ini.
    Ia menilai banyak pihak kini hanya menyuarakan nasionalisme dan Pancasila sebagai “lip service” belaka tanpa memahami esensi atau sejarah perjuangannya.
    Lebih lanjut, Megawati juga menyinggung soal peran perempuan di era modern yang dinilainya banyak terjebak pada aspek penampilan luar.
    Ia membandingkan kondisi tersebut dengan tokoh-tokoh perempuan masa lalu seperti Kartini dan Laksamana Malahayati yang disebutnya sebagai pejuang sejati.
    “Saya suka kesal pada diri saya melihat kaum perempuan sekarang. Kenapa? Hanya memulas di luarnya saja. Tapi mana, kalau ada seperti Ibu, saya selalu manggilnya Ibu kita Kartini. Laksamana Malahayati, itu bukannya nama, dia adalah Laksamana Malahayati, yang waktu itu menggantikan bapaknya yang terbunuh. Lihat sejarah, lihat sejarah,” ujar Megawati.
    “Kita melupakan sejarah, itu makanya Bung Karno pernah bilang, ingat selalu jas merah, jangan melupakan sejarah,” tambahnya.
    Megawati juga mempertanyakan kembali narasi sejarah penjajahan selama tiga setengah abad, dan menegaskan pentingnya memverifikasi fakta sejarah secara akademis.
    Ia mendorong para menteri, khususnya Menteri Kebudayaan, untuk lebih serius mempelajari dan menyampaikan kekayaan budaya Indonesia secara mendalam.
    Ia juga menyoroti
    generasi muda
    yang dinilainya kurang memahami dan menghargai perjuangan pendiri bangsa.
    Menurutnya, regenerasi kebangsaan tidak akan berjalan jika nilai dasar Pancasila tidak ditanamkan sejak dini.
    Megawati tak segan melontarkan kritik keras kepada mereka yang hanya menjadikan Pancasila sebagai retorika.
    “Jadi kalau kamu hanya lip service dengan Pancasila, kalau saya sih,
    go to hell
    ,” tegas Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.
    Megawati menekankan bahwa menjadi orang Indonesia harus dilakukan dengan penuh kebanggaan dan kesadaran sejarah.
    “Saya mau kalau kalian orang Indonesia, jadilah dengan bangga sebagai orang Indonesia, Betul kan?” pinta Ketua Umum PDI-P itu disambut tepuk tangan meriah hadirin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Megawati Sebut Banyak yang Diam: Sekarang Gampang Banget Dipanggil Polisi Nasional 7 Juni 2025

    Megawati Sebut Banyak yang Diam: Sekarang Gampang Banget Dipanggil Polisi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-5 RI,
    Megawati
    Soekarnoputri menyinggung soal mudahnya dipanggil
    polisi
    sekarang ini hanya karena buka suara atau menyuarakan
    kebenaran
    .
    Hal itu disampaikan Megawati dalam sambutannya di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk ‘Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret Sejarah dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    “Saya omongannya sih ceplas-ceplos, lebih ceplas-ceplos dari kakak saya. Karena apa? Inilah yang namanya realita Republik kita. Orang lain, saya kalau tanya, ‘kenapa kamu diam saja sih, punya mulut?’ (Dijawab) Lah sekarang kan gampang banget dipanggil polisi,” kata Megawati.
    Akibat ketakutan tersebut, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut, tidak ada yang berani menyuarakan kebenaran.
    Padahal, menurut Megawati, seharusnya tidak perlu takut jika yang disuarakan adalah sebuah kebenaran.
    “Di manakah kebenaran sejati itu, adalah di sini kita. Etika moral yang namanya dari bangsa kita itu sepertinya sudah mulai terkoyak-koyak. Orang tidak berani mengatakan kebenaran,” ujar Megawati.
    “Hanya karena kalau saya (tayanyakan), kenapa kamu takut sih? (Dijawab) ‘Iya kan nanti panggil polisi, langsung, enggak di ini lagi, sudah ditangkap’. Kamu kan bisa bilang saya enggak salah. Apalagi kalau rakyat kecil,” katanya lagi.
    Dalam kesempatan itu, Megawati pun menanyakan seberapa terhormatnya
    Polisi
    sehingga harus takut menyuarakan kebenaran.
    “Memangnya polisi itu siapa? Memangnya warga terhormat di Republik ini? Tidak, tidak, tidak,” ujarnya.
    Kemudian, Megawati menegaskan bahwa dirinya sebagai Presiden ke-5 RI yang memisahkan kekuasaan Polisi dengan TNI. Sehingga, dia menegaskan bahwa tidak takut bicara mengenai kebenaran.
    “Saya tuh bingung lho, kalau sama polisi sekarang siapa dia. Iya lho orang saya juga yang misahin. Kalau enggak mau misahin waktu itu mana ada polisi, itu sejarah, iya lho,” katanya.
    Bahkan, Megawati mengaku, mempersilakan dan siap jika harus dipanggil Polisi karena menyuarakan kebenaran.
    “Lalu, sekarang apa-apa, ‘oh bu Megawati orangnya provokator, lalu nanti kita mau panggil’. Panggil lah,” ujar Megawati menegaskan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Di Depan Fadli Zon, Megawati ‘Sentil’ Rencana Penulisan Ulang Sejarah

    Di Depan Fadli Zon, Megawati ‘Sentil’ Rencana Penulisan Ulang Sejarah

    GELORA.CO – Rencana pemerintah menulis ulang sejarah jadi sorotan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Di hadapan, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Ketum PDIP ini sedikit menyentil soal rencana ini.

    Mulanya, Megawati membahas soal TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 yang menjatuhkan ayahnya, sang Presiden Pertama Indonesia Soekarno. Dia juga heran, keberadaan TAP MPRS ini jarang sekali jadi pertanyaan orang, seolah mereka lupa akan sejarah.

    Megawati mengatakan tidak gampang menjadi Indonesia. Menurutnya, sejarah seolah dipotong dan hanya diingat ketika zaman Orde Baru.

    “Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, cap, diturunkan TAP ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman Orde Baru,” kata Megawati dalam acara pembukaan pameran foto Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).

    “Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” imbuhnya.

    Megawati lalu menyapa Fadli Zon yang juga hadir dalam acara ini. Ia berkata kepada Fadli bahwa berbeda itu diperbolehkan, seperti konsep Bhinneka Tunggal Ika.

    “Ini kebetulan ada Pak Menteri Kebudayaan, kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhinneka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua, tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.

    Dia mengatakan semangat pancasilais harus digaungkan dengan lantang dengan ucapan dan tindakan. Dia menyoroti apakah semangat pancasilais hanya dilakukan secara lisan.

    “Jadi padahal kita katanya, katanya, kalau saya pasti pancasilais, yang hadir saya tidak tahu, apakah hanya verbal Pancasila, atau memang pancasilais,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Fadli Zon memastikan penulisan ulang sejarah dengan mengambil hal-hal positif, bukan sebuah pelanggaran selama tidak mencari-cari kesalahan-kesalahan di masa lalu.

    Pernyataan itu dilontarkan setelah usulan Kementerian Kebudayaan yang ingin menulis ulang sejarah Indonesia menuai kritik dari sejumlah pihak, yang khawatir ada politisasi.  

    “Saya kira tidak ada masalah selama itu tonenya positif, di mana kami tidak mencari-cari kesalahan. Masa-masa sejarah perjuangan Indonesia itu pasti ada kelebihan, ada kekurangannya. Kami ingin menonjolkan pencapaian, prestasi-prestasi, prioritas-prioritas dan juga peristiwa-peristiwa pada zaman itu,” tutur Fadli Zon ditemui di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (6/6/2025).

    Menurut Fadli fungsi sejarah adalah mempersatukan kebenaran bangsa demi menghindari terjadinya pecah belah. Dia pun meyakinkan masyarakat tak perlu khawatir dengan proses penulisan ulang sejarah yang hendak dilakukan Kementerian Kebudayaan karena ditulis oleh sejarawan, bukan aktivis apalagi politikus.

    “Jadi kita tidak perlu khawatir, pasti punya kompetensi di dalam menulis sejarah itu. Justru yang kami khawatir kalau sejarah itu ditulis oleh para aktivis yang punya perspektif masing-masing. Sejarah tidak bisa ditulis oleh politikus, tapi kalau orang mau menulis sejarahnya sendiri-sendiri juga bebas karena ini negara demokrasi,” ujar dia.

  • Megawati: Kalau Kalian Tidak Pancasilais, Jangan Tinggal di Indonesia!

    Megawati: Kalau Kalian Tidak Pancasilais, Jangan Tinggal di Indonesia!

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan warga Indonesia harus menjadi sosok pancasilais. Kalau tidak, maka lebih baik jangan tinggal di Indonesia.

    Hal itu dikatakan Megawati saat memberikan sambutan pada pembukaan pameran foto karya Guntur Soekarnoputra bertajuk “Gelegar Foto Nusantara: Potret Sejarah dan Kehidupan” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).

    Dalam pidatonya, Megawati mengajak bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah perjuangan pendiri bangsa. Menurutnya, tanpa adanya perjuangan tokoh proklamator, seperti Bung Karno dan Bung Hatta, rakyat Indonesia mungkin masih dijajah.

    Megawati menyentil minimnya pemahaman sejarah di kalangan masyarakat generasi sekarang.

    “Republik ini dibangun dengan susah payah, penderitaan air mata, dan lain sebagainya. Sampai pendirinya diperlakukan seperti itu,” ujar Megawati.

    “Ingat kalau tidak ada yang berani berbicara, yang namanya proklamasi tidak ada, kalian ini masih jadi budak-budak,” tambah Megawati.

    Ia berharap masyarakat tidak melupakan sejarah. Dia mengutip pesan Soekarno, yakni Jas Merah atau jangan sekali-kali melupakan sejarah.

    Megawati juga menyinggung soal pengkhianatan terhadap nilai-nilai kebangsaan yang kerap terjadi, karena masyarakat tak lagi memahami jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

    “Kalau kalian adalah pancasilais, kalau kalian adalah warga negara Indonesia, kalau tidak, tolong, jangan tinggal di sini. Jadi saja imigran,” pungkas Megawati.

  • Foto Saya yang Cantik Loh Ya!

    Foto Saya yang Cantik Loh Ya!

    Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, menghadiri pameran foto Guruh Soekarnoputra di Galeri Nasional, Jakpus, Sabtu (7/6). Pameran foto tersebut bertajuk Gelegar Foto Nusantara.

    Megawati memberikan sambutan saat membuka pameran foto. Ia berkelakar agar memilih foto dirinya yang cantik.

    Simak berita lain seputar Megawati Soekarnoputri di sini.

  • Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda… Nasional 7 Juni 2025

    Megawati Colek Fadli Zon soal Sejarah dan Kebudayaan: Kita Boleh Berbeda…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-5 RI
    Megawati
    Soekarnoputri beberapa kali mencolek Menteri
    Kebudayaan

    Fadli Zon
    dalam sambutannya di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk ‘Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret
    Sejarah
    dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    Diketahui, Fadli Zon turut hadir dalam acara pembukaan pameran foto karya Guruh Soekarnoputra tersebut.
    Megawati menyapa Menteri Kebudayaan saat berbicara mengenai
    sejarah
    yang dipotong karena adanya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    Menurut dia, turunnya TAP MPRS itu membuat sejarah dimulai hanya saat zaman Orde Baru. Meskipun, aturan itu akhirnya sudah dicabut pada 2024.
    Untuk itu, Megawati menyebut, tengah mengumpulkan ahli sejarah guna mengetahui sejarah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    “Saya sedang mengumpulkan ahli-ahli sejarah, ini kebetulan sudah Pak Menteri Kebudayaan,” kata Megawati.
    “Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya melanjutkan.
    Kemudian, Megawati kembali mencolek Fadli Zon saat sedang bicara mengenai sejarah penjajahan oleh Belanda dan bagaimana Wakil Presiden pertama RI Bung Hatta mengenyam pendidikan di Belanda.
    “Setelah itu, Bung Karno, dengan teman-temannya, Bung Hatta dari Belanda, dia merasa meskipun sekolah di sana, dia punya nurani. Enggak bisa, biar saya sekolah di Belanda dengan teman-temannya, pulang dia,” katanya.
    “Mana ada tahu sejarah seperti ini? Ayo, Pak Menteri Kebudayaan, jangan asal berbicara soal
    kebudayaan
    saja. Kebudayaan Indonesia begitu tingginya, mari kita pelajari, kalau mau kita disebut namanya orang Indonesia,” ujar Megawati lagi.
    Terakhir, putri Presiden Pertama RI Soekarno ini kembali mencolek Fadli Zon saat mengungkapkan kekagumannya terhadap Amerika dan China dengan ideologi yang tinggi.
    “Saya melihat Amerika, saya melihat China, saya betul-betul iri mereka bisa menanamkan terus menerus, terserap ideologinya tapi terus menerus regenerasi
    for the future
    dengan sebuah visioner ke depan, tidak seperti sekarang ini, terpotong-potong, itu bapak budaya (Menteri Kebudayaan),” kata Megawati.
    Megawati menegaskan bahwa budaya dan sejarah tidak boleh terpotong-potong. Dia mengibaratkan dengan tarian yang disebutnya selalu ada roh dari setiap tarian.
    Diketahui, pemerintah tengah mengerjakan proyek
    penulisan ulang sejarah nasional
    Indonesia.
    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon sebelumnya mengatakan, penulisan ulang sejarah bakal menekankan tone atau nuansa positif agar sejarah menjadi instrumen pemersatu bangsa, bukan pemicu konflik atau perpecahan.
    “Jadi, kita tentu tone-nya itu adalah dalam sejarah untuk mempersatukan kebenaran bangsa. Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah-belah bangsa,” kata Fadli Zon di Masjid Istiqlal, Jakarta pada Jumat, 6 Juni 2025.
    Namun, Fadli Zon menyebut bahwa yang paling utama dari penulisan ulang sejarah adalah menonjolkan pencapaian dan prestasi di masa lampau.
    Dengan kata lain, menurut dia, penulisan sejarah tidak mencari-cari kesalahan masa lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Megawati: Kalau Tak Pancasilais, Jangan Tinggal di Sini, Jadi Imigran Saja
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    Singgung soal Sejarah Dipotong, Megawati: Sejarah Hanya Ketika Zaman Orde Baru Nasional 7 Juni 2025

    Singgung soal Sejarah Dipotong, Megawati: Sejarah Hanya Ketika Zaman Orde Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-5 RI
    Megawati
    Soekarnoputri menyinggung soal
    sejarah
    yang dipotong sehingga yang menjadi bagiannya hanyalah semenjak era
    Orde Baru
    (
    Orba
    ).
    Padahal, ada masa di mana Presiden Pertama RI,
    Soekarno
    memperjuangan Kemerdekaan Indonesia dan menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
    Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk ‘Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret
    Sejarah
    dan Kehidupan di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025).
    “Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, diturunkan TAP (TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967) ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman order baru,” kata Megawati.
    Menurut Megawati,
    pemotongan sejarah
    tersebut terjadi saat turunnya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    “Padahal, saya suka mengatakan, kalau memberi ceramah, saya ingin bilang, kalau ada yang tidak setuju angkat tangan, (sebut) nama, nomor telepon, nanti ketemuan sama saya,” ujar Megawati.
    “Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan Republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” katanya lagi.
    Untuk itu, Megawati mengungkapkan, tengah mengumpulkan para ahli sejarah agar sejarah yang ada tidak lagi mengalami pemotongan atau kekeliruan.
    “Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.
    Untuk diketahui, TAP MPRS 33/1967 merupakan satu dari sederet ketetapan MPRS yang dikeluarkan berkaitan dengan kemelut peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.
    Diberitakan
    Kompas.com
    sebelumnya, dalam TAP MPRS 33/1967 disebutkan bahwa pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya, anggota-anggota MPRS pada khususnya.
    Pidato Nawaksara adalah pidato pertanggungjawaban Soekarno yang dikemukakan di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada 22 Juni 1966. Nawaksara artinya sembilan pokok masalah.
    Dalam Tap MPRS disebutkan bahwa pidato Nawaksara tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi, G30S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak.
    Oleh karenanya, diputuskan pencabutan kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
    Namun, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah resmi mencabut TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tersebut.
    Hal itu dilakukan dengan penyerahan surat resmi tentang tidak berlakunya TAP MPR tersebut oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kepada pihak keluarga Bung Karno pada 9 September 2024.
    “Menyatakan TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sudah tidak berlaku lagi,” ujar Ketua MPR RI saat itu, Bambang Soesatyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ganjar Bicara Kans Pertemuan Lanjutan Prabowo-Megawati: Nasgor Belum Dimakan

    Ganjar Bicara Kans Pertemuan Lanjutan Prabowo-Megawati: Nasgor Belum Dimakan

    Jakarta

    Ketua DPP PDIP sekaligus mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bicara kans pertemuan lanjutan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto. Ganjar mengatakan kemungkinan pertemuan itu ada, namun waktu Megawati dan Prabowo yang masih sibuk.

    “Mungkin, karena apa namanya, nasi gorengnya belum dimakan gitu. Nanti kalau nasi gorengnya sudah dimakan, berarti akan ada pertemuan, kan satu berharap dimasakan nasi goreng, satu sudah menyiapkan bumbunya untuk dimasak kan. Cuman momentumnya saja, karena kedua beliau masih sibuk,” ujarnya.

    Ganjar mengaku belum tahu pesan ‘rahasia’ yang disampaikan Ketua Harian Partai Gerindra Dasco saat bertemu Megawati. Dia menegaskan PDIP selalu punya sikap dan mendukung apa yang baik dari Pemerintah.

    “Kita positif saja kan, kasih kesempatan Pemerintah ini memimpin. Baik pasti kita dukung, kurang pasti kita koreksi, gitu kan. Maka kita, kalau lah kemudian ada statement keras, itulah rasa cinta kita pada bangsa ini dan pada Pemerintah ini,” ujarnya.

    Sebelumnya, Sufmi Dasco Ahmad bertemu Megawati beberapa hari lalu. Dasco mengungkapkan isi pertemuan dengan Megawati di kediaman Presiden ke-5 RI itu.

    Berdasarkan Instagram atau IG resmi Dasco, Kamis (5/6/2025), ada 3 foto yang menggambarkan momen pertemuan di Jalan Teuku Umar, Menteng, itu. Foto pertama menampilkan Dasco sedang mendengarkan Megawati yang tampak menyampaikan sesuatu. Di tengah Dasco dan Megawati, ada Ketua DPR RI Puan Maharani.

    Foto kedua menampilkan beberapa tokoh yang juga ikut dalam pertemuan di rumah Megawati. Selain tuan rumah, Puan dan juga Dasco, ada juga Mensesneg Prasetyo Hadi, eks Menkum HAM Yasonna Laoly, dan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah.

    Megawati, Puan, Dasco dan Prasetyo juga mengambil sesi foto bersama dengan Megawati tersenyum di sebelah Dasco.

    “Diterima langsung oleh Presiden Indonesia ke-5 Ibu Megawati Soekarnoputri di kediamannya beberapa hari lalu,” kata Dasco.

    Dasco menjabarkan isi pembicaraan di rumah Megawati itu. Dasco menyebut dirinya mendapatkan masukan demi kepentingan bangsa dan negara yang saat ini dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya mendapatkan wejangan dan masukan demi kepentingan bangsa dan negara saat ini di bawah kepemimpinan Pak Prabowo,” kata Dasco.

    “Yang masih nanya terus tuh tahu nggak sopo? Rahasia ya. Siapa? Hayo, Presiden bolak-balik nanya ‘Kapan aku dibikinin nasi goreng Mbak ya’. Yo Presiden sopo yo? Terang aja dah,” ujar Megawati saat acara Trisakti Tourism Award, Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis (8/5).

    Prasetyo Hadi mengatakan Prabowo memang merindukan nasi goreng buatan Megawati. Prasetyo pun membuka peluang keduanya akan bertemu lagi.

    (mib/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jokowi Sebut Gibran Sah jadi Wapres, Said Didu Terbahak

    Jokowi Sebut Gibran Sah jadi Wapres, Said Didu Terbahak

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Isu pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden (Wapres) kian hangat dibicarakan belakangan ini.

    Mulai dari kemesraan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno pada upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, hingga pernyataan terbaru Jokowi.

    Jokowi, ayah Gibran yang merupakan Presiden ke-7 Indonesia mengatakan, Indonesia sebuah negara yang memiliki sistem, jadi tidak patut untuk mengusik posisi putra sulungnya.

    Menanggapi hal tersebut, mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu, termehek-mehek.

    Pria kelahiran Pinrang, Sulsel, ini sontak mengingatkan bagaimana Jokowi bersama kroni-kroninya berupaya meloloskan Gibran.

    “Hahaha yang masuk lewat perubahan konstitusi hanya Wapres,” kata Said Didu di X @msaid_didu (7/6/2025).

    Said Didu bilang, segala aturan yang berpotensi menghalangi jalan Jokowi meloloskan anaknya diubah.

    “Kalau gak sesuai kepentingan sistem kau ubah,” tandasnya.

    Sebelumnya, Jokowi akhirnya menanggapi wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putranya sendiri, yang diusulkan oleh Forum Purnawirawan TNI.

    Forum tersebut sebelumnya telah mengirim surat resmi kepada DPR dan MPR RI guna menyampaikan usulan pemakzulan Gibran.

    Jokowi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan sistem ketatanegaraan yang harus dihormati dan dijalankan sebagaimana mestinya.

    “Negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan, ya diikuti saja proses sesuai sistem ketatanegaraan kita,” ujarnya dikutip pada Sabtu (7/6/2025).

  • Iduladha dan Hari Lahir Bung Karno, Pro-Mega Perjuangan Salurkan Sapi Kurban ke Pandean dan Ojol Surabaya

    Iduladha dan Hari Lahir Bung Karno, Pro-Mega Perjuangan Salurkan Sapi Kurban ke Pandean dan Ojol Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Gerakan Pro-Mega Perjuangan menyalurkan dua ekor sapi kurban kepada warga Pandean dan komunitas pengemudi ojek online “ARSAS” di Kota Surabaya, bertepatan dengan Hari Raya Iduladha dan peringatan Hari Lahir Bung Karno, Sabtu (7/6/2025).

    Dua ekor sapi dengan bobot masing-masing 500 kilogram dan 650 kilogram itu merupakan hasil gotong royong kader dan simpatisan PDI Perjuangan. Hewan kurban disalurkan ke kampung Pandean, tempat kelahiran Bung Karno, dan kepada para pengemudi ojol sebagai bentuk nyata kepedulian sosial terhadap wong cilik.

    “Di tahun ini, Iduladha dan peringatan hari lahir Bung Karno dalam waktu yang sama menandakan semangat berkorban dan memberikan pencerahan adalah hal yang tidak terpisahkan,” ujar Achmad Hidayat, Koordinator Pro-Mega Perjuangan.

    Menurut Achmad, penyaluran hewan kurban ini merupakan bentuk rasa syukur karena Bung Karno dilahirkan di Surabaya, kota yang sarat akan nilai sejarah dan perjuangan rakyat kecil. Ia menegaskan bahwa gotong royong adalah roh perjuangan partai dan semangat untuk terus membersamai masyarakat, terutama kalangan akar rumput seperti pengemudi ojek online.

    “PDI Perjuangan itu bergotong royong untuk saling menguatkan, memperkuat kaum marhaen. Kita harus terus bergerak membersamai masyarakat seperti arahan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri,” katanya.

    Ketua RW 13 Kelurahan Peneleh, Saiful Hari, menyampaikan terima kasih atas perhatian yang diberikan kepada warga. Ia juga berharap Megawati Soekarnoputri tetap diberi kesehatan dan kekuatan untuk melanjutkan kepemimpinan dalam Kongres ke-VI PDI Perjuangan.

    “Bung Karno dan Ibu Megawati Soekarnoputri bukan hanya milik PDI Perjuangan, tetapi mereka adalah tokoh bangsa milik semua rakyat dan wong cilik,” ujar Saiful.

    Sementara itu, Koordinator Pengemudi Ojol “ARSAS” Herry Bimantara turut mengapresiasi kepedulian Pro-Mega Perjuangan yang tetap hadir di tengah masyarakat meski masa pemilu telah usai.

    “Kami senantiasa diperhatikan, walaupun momen pemilihan umum sudah usai. Semoga Ibu Megawati Soekarnoputri sehat dan dapat memimpin PDI Perjuangan di periode mendatang,” kata Herry.

    Achmad menegaskan bahwa momentum sakral Iduladha dan Hari Lahir Bung Karno ini menjadi pengingat akan pentingnya semangat pengorbanan dan kebangsaan yang harus terus menyala.

    “Sebagaimana nilai-nilai yang diwariskan oleh Bung Karno, kepedulian terhadap sesama adalah bentuk tertinggi dari perjuangan,” tandas mantan aktivis GMNI itu. [asg/beq]