Tag: Megawati Soekarnoputri

  • Komisi II DPR: Polri di bawah Kemendagri perpanjang rantai birokrasi

    Komisi II DPR: Polri di bawah Kemendagri perpanjang rantai birokrasi

    Palu (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola menyatakan wacana penggabungan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), memperpanjang rantai komando birokrasi.

    “Nantinya, dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, semakin memperpanjang rantai birokrasi,” katanya dihubungi dari Palu, Senin.

    Dia menjelaskan, jika Polri di bawah Kemendagri, menjadikan tanggung jawab kementerian itu lebih besar. Saat ini Kemendagri sudah terlalu banyak mengurus urusan pemerintahan dalam negeri.

    “Saat ini sudah era digital, memerlukan penanganan yang cepat dan terukur,” ujarnya.

    Secara pribadi, dia berpendapat wacana Polri di bawah Kemendagri sudah kurang tepat. Sehingga sangat tepat, Polri berada di bawah kendali presiden RI.

    “Artinya, tidak ada kekuatan-kekuatan lain yang bisa intervensi Polri kecuali presiden,” katanya menegaskan.

    Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menjelaskan alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena banyaknya masalah di internal Polri.

    Kata dia, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000, agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.

    Pewarta: Fauzi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Komisi III DPR: Polri di bawah Kemendagri penghianatan reformasi

    Komisi III DPR: Polri di bawah Kemendagri penghianatan reformasi

    Palu (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Sarifudin Sudding menegaskan wacana penggabungan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri merupakan penghianatan terhadap semangat reformasi.

    “Janganlah karena emosional sesaat, institusi yang sama-sama kita cintai ini, kemudian dikambinghitamkan. Saya kira itu adalah penghianatan atas semangat reformasi,” katanya dihubungi dari Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin.

    Dia menjelaskan pemisahan antara TNI dan Polri merupakan semangat reformasi, yang diharapkan Polri dapat bekerja secara mandiri.

    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertujuan mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

    “Bisa dibayangkan kalau institusi ini di bawah kementerian, pasti upaya-upaya penegakan hukum tidak akan profesional,” katanya menegaskan.

    Menurut dia, dengan beberapa kejadian-kejadian belakang ini, tidak menjadi alasan bahwa institusi Polri harus digabungkan dengan kementerian.

    Dia menyarankan bahwa hal yang perlu dibenahi adalah semangat reformasi secara internal.

    Menurut ia, perlu dilakukan revolusi mental di Polri sehingga institusi di bawah kendali langsung presiden itu, mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan mandiri.

    Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menjelaskan alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri karena banyaknya masalah di internal Polri.

    Kata dia, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000, agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.

    Anggota Komisi II DPR menyatakan wacana mengembalikan Polri ke Kemendagri sebetulnya sudah pernah mengemuka. Ia pun tak masalah jika saat ini mayoritas fraksi partai di DPR menolak usul PDIP.

    Pewarta: Fauzi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Puan Maharani Lebih Bijak Ketimbang Megawati

    Puan Maharani Lebih Bijak Ketimbang Megawati

    GELORA.CO -Pertemuan antara Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto yang telah menjadi wacana sejak lama, hingga kini belum terjadi. 

    Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil, menilai Prabowo sesungguhnya tidak perlu bertemu dengan Megawati melihat situasi perpolitikan bangsa hari ini. 

    “Kalau soal apakah Pak Prabowo harus segera ketemu Megawati, saya tidak sependapat,” kata Kang Tamil kepada RMOL, Senin, 2 Desember 2024.

    Pertemuan Megawati dan Prabowo tidak bermanfaat secara politik. Menurut Kang Tamil, Ketua DPR Puan Maharani dianggap lebih bijak daripada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

    “Hal ini jelas bisa kita lihat dari pernyataan Puan di ruang publik yang menunjukkan kesejukan berpolitik, dimana Puan mengatakan akan mendukung Pak Prabowo dalam pemerintahan dan parlemen,” katanya.

    Ia juga menilai, di berbagai kesempatan, terlihat Puan bersikap begitu bersahabat terhadap Prabowo, bahkan, Puan meninjau langsung persiapan pelantikan presiden, dan mengajak Prabowo selfie setelah pelantikan.

    “Nah ini upaya-upaya untuk meredam ketegangan politik, ini sikap yang sangat dewasa dalam berpolitik yang patut dicontoh, kata kang Tamil.

    Kita tidak pernah mendengar Mbak Puan ini menyindir-nyindir dalam konteks politik di ruang publik. Ini yang saya katakan sikap bijak seorang Puan Maharani,” tandasnya.

    Untuk itu, Prabowo tidak perlu bertemu dengan Megawati. Sebab, kata akademisi Universitas Dian Nusantara ini,  Prabowo harus konsen pada penanganan urusan bangsa, bukan justru memenuhi kemauan pribadi oknum-oknum tertentu.

    “Lagi pula banyak tokoh-tokoh bangsa ini yang lebih bijak dan mendukung Pak Prabowo, termasuk Puan Maharani, harus kita akui bahwa Puan lebih bijak dari Megawati,” pungkas Kang Tamil. 

  • Hasto PDI-P: Effendi Simbolon Tak Dipecat jika Bertemu Prabowo, Bukan Jokowi

    Hasto PDI-P: Effendi Simbolon Tak Dipecat jika Bertemu Prabowo, Bukan Jokowi

    Hasto PDI-P: Effendi Simbolon Tak Dipecat jika Bertemu Prabowo, Bukan Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    berseloroh bahwa
    Effendi Simbolon
    tidak akan dipecat dari keanggotaan partai apabila bertemu dengan tokoh politik lain, seperti Presiden
    Prabowo Subianto
    , bukan Presiden
    Joko Widodo
    (Jokowi).
    “Jadi maksudnya Bung Seno, kalau ketemu Pak Prabowo enggak apa-apa, kira-kira seperti itu,” kata Hasto sambil tertawa dalam konferensi pers di kantor DPP PDI-P, Minggu (1/12/2024).
    Pernyataan Hasto tersebut merujuk pada penjelasan Juru Bicara PDI-P
    Aryo Seno Bagaskoro
    mengenai pemecatan Effendi Simbolon.
    Seno menyebutkan, salah satu alasan PDI-P bersikap tegas adalah pertemuan Effendi dengan Presiden Jokowi, yang dianggap sebagai bentuk langkah politik yang tidak sejalan dengan rekomendasi partai.
    “Pak Effendi Simbolon ini bertemu dan berkomunikasi dengan Pak Jokowi. Ini beda persoalan kalau dengan tokoh politik lain. Tapi ini bertemu dengan Pak Jokowi sebelum mengambil langkah politik yang berbeda dengan rekomendasi partai,” ujar Seno.
    Menurut Seno, PDI-P menganggap pertemuan Effendi dengan Jokowi sebagai tindakan yang tidak dapat ditoleransi, bahkan dianggap sebagai bentuk kongkalikong. Oleh karena itu, partai langsung memutuskan untuk memecat Effendi.
    “Maka, pada saat Pak Effendi Simbolon melakukan suatu langkah politik yang berkongkalikong, komunikasi dengan Pak Jokowi, ini suatu hal yang tentu saja tidak bisa dikompromi, tidak bisa ditoleransi oleh partai,” kata Seno.
    Seno menambahkan, apabila Effendi bertemu dengan tokoh politik lain selain Jokowi, partai masih mungkin mengambil langkah klarifikasi dan mediasi terlebih dahulu. Namun, pertemuan dengan Jokowi dianggap berbeda.
    “Kalau dengan yang lain-lain, tentu partai masih akan melakukan suatu proses mediasi. Tetapi kalau bicaranya dengan Pak Jokowi, maka prinsipnya tegas, ini yang diambil oleh partai,” ujar Seno.
    Diberitakan sebelumnya, PDI-P resmi memecat kadernya, Effendi Simbolon, dari keanggotaan partai. Pemberhentian ini buntut keputusan Effendi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono pada Pilkada Jakarta 2024.
    Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, tindakan Effendi melanggar kode etik dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
    “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari partai. Yang bersangkutan melanggar kode etik, disiplin, dan AD/ART partai,” kata Djarot saat dihubungi, Sabtu (30/11/2024).
    Kompas.com
    mencoba menghubungi Effendi Simbolon untuk meminta tanggapannya terkait dengan pemecatan dirinya dari DPR RI pada Sabtu kemarin.
    Namun, Effendi hanya mengirimkan gambar Paus Fransiskus bertuliskan “semoga tuhan berkati” melalui aplikasi pesan singkat.
    Kompas.com
    pun kembali meminta keterangan Effendi terkait tanggapannya atas pemecatan itu. Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan, Effendi tak juga memberikan tanggapannya.
    Dalam surat pemberhentian Effendi yang diterima
    Kompas.com
    , PDI-P memberikan sanksi pemecatan karena kadernya itu melanggar instruksi DPP partai terkait Pilkada Jakarta 2024.
    Diketahui, PDI-P mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Pramono Anung-Rano Karno. Namun, Effendi justru mendukung kandidat dari partai lain yang menjadi lawan dari Pramono-Rano.
    “Bahwa sesungguhnya sikap, tindakan dan perbuatan Sdr. Effendi Muara Sakti Simbolon … adalah pembangkangan terhadap ketentuan keputusan dan garis kebijakan partai, yang merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat,” seperti dikutip
    Kompas.com
    dari surat tersebut, Minggu (1/12/2024).
    Atas dasar itu, PDI-P memutuskan untuk memecat Effendi terhitung sejak surat diterbitkan pada 28 November 2024.
    Surat pemecatan itu ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
    PDI-P juga secara tegas melarang Effendi untuk melakukan kegiatan ataupun menduduki jabatan yang mengatasnamakan partai.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDIP Sampaikan Terima Kasih ke Warga Jakarta Pramono-Rano Menang Satu Putaran

    PDIP Sampaikan Terima Kasih ke Warga Jakarta Pramono-Rano Menang Satu Putaran

    GELORA.CO – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan terima kasih kepada rakyat Jakarta yang telah memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno. Ia meyakini, Pramono-Rano menang satu putaran pada Pilgub Jakarta 2024.

    “Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh warga Jakarta yang di tengah-tengah berbagai upaya untuk menciptakan Pilkada Tidak Satu Putaran. Ternyata Mas Pramono Anung dan Pak Rano Karno berkat hubungan seluruh kompeten masyarakat Jakarta yang relatif memiliki informasi politik yang begitu besar, kesadaran politik yang lebih tinggi, sehingga mampu menjaga bekerjanya nilai-nilai demokrasi, Jakarta menjadi benteng demokrasi,” kata Hasto dalam konferensi pers di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/12). 

    Hasto juga mengucapkan terima kasih kepada KPU Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta yang telah menunjukkan upaya-upaya mencegah berbagai intervensi. Sebab, ada pihak yang mencoba agar Pilkada dua putaran. 

    “Karena itulah berdasarkan data-data C1 yang telah dikumpulkan, berdasarkan rekapitulasi yang telah dilakukan secara berjenjang, maka berdasarkan laporan dari Badan Saksi Pemilu Nasional, saudara Hendra, menunjukkan bahwa Jakarta dapat dimenangkan satu putaran untuk Mas Pramono Anung dan Pak Rano Karno,” tegas Hasto.

    “Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas keteguhan. Kami sangat terharu dan mengapresiasi ketika beberapa ormas secara spontan sukarela ikut mengawal bahkan tidur di lokasi-lokasi penghitungan suara agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” sambungnya.

    Karena itu, Hasto mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga suara rakyat. Ia memastikan, PDIP akan terus percaya kepada nilai-nilai kebaikan di dalam demokrasi.

    ‘Kami tidak menginginkan kapal Indonesia crash karena pihak-pihak yang seharusnya menegakkan hukum, memberantas korupsi, mencegah judi online, mencegah tambang-tambang ilegal, mencegah narkoba yang mematikan masa depan anak-anak muda bangsa. Itu kemudian kehilangan orientasinya karena masuk di dalam kegiatan politik praktis,” ucap Hasto.

    Menurutnya, butuh waktu lama untuk memperbaiki berbagai kerusakan ketika aspek-aspek hukum yang berkeadilan itu ditinggalkan. Karena itu, ia mengajak rakyat tidak tergiur dengan sosok pemimpin bergerak dalam Pilkada oleh bansos.

    “Maka pesan dari Ketua Umum PDIP Perjuangan Ibu Profesor Dr. Megawati Sukarnoputri, kita adalah bangsa besar, kita adalah bangsa yang berjuang. Jangan pernah takut, ketakutan adalah ilusi dan mari kita adatkan kebenaran dalam demokrasi,” pungkas Hasto.

  • Hasto: PDIP menang pilkada di 14 provinsi dan 247 kabupaten/kota

    Hasto: PDIP menang pilkada di 14 provinsi dan 247 kabupaten/kota

    Di tengah berbagai tekanan dan gempuran, ternyata suara rakyat, suara Tuhan tetap bekerja dengan sebaik-baiknya.

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa partai berlambang banteng moncong putih itu berhasil memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada) di 14 provinsi dan 247 kabupaten/kota.

    “Kami melihat provinsi menang, berhasil dimenangkan di 14 provinsi atau 38 persen dan kabupaten/kota menang sebanyak 247 atau 48 persen,” kata Hasto saat konferensi pers di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Minggu.

    Hasto memerinci PDI Perjuangan berhasil menang pilkada tingkat provinsi di Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat.

    Dari ke-14 provinsi tersebut, kata Hasto, terdapat sembilan kader PDI Perjuangan. Selain itu, ada 162 kader dari 247 kabupaten/kota yang berhasil dimenangi oleh partai pimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ini.

    Ia mengemukakan bahwa pelembagaan partai secara terus-menerus sehingga PDI Perjuangan tercatat sebagai partai yang mampu menempatkan kader-kader partainya menjadi pemimpin di seluruh wilayah.

    “Di tengah berbagai tekanan dan gempuran, ternyata suara rakyat, suara Tuhan tetap bekerja dengan sebaik-baiknya,” ucap Hasto.

    Sekjen PDI Perjuangan ini mengemukakan bahwa kemenangan itu karena partainya memiliki posisi yang jelas di tengah anomali demokrasi.

    Ketika ketidakadilan terjadi secara masif, kata dia, PDI Perjuangan menempatkan diri dalam posisi untuk melakukan koreksi.

    “Kami mengajak seluruh komponen masyarakat, mari kita tegakkan demokrasi agar tubuh Indonesia memiliki tulang-tulang yang kokoh berdasarkan ideologi Pancasila dan konstitusi negara yang seharusnya tidak boleh digoyahkan oleh siapa pun karena sebagai bangsa kita punya cita-cita, sebagai bangsa kita punya peradaban yang baik,” imbuhnya.

    Atas nama PDI Perjuangan, Hasto berterima kasih kepada masyarakat atas kepercayaan dan dukungan yang diberikan.

    “Kami mengucapkan terima kasih atas keteguhan. Kami sangat terharu dan mengapresiasi ketika beberapa ormas secara spontan sukarela ikut mengawal, bahkan tidur di lokasi-lokasi penghitungan suara agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” katanya.

    Diketahui bahwa pemungutan suara Pilkada 2024 secara serentak di 37 provinsi dan di 508 kabupaten/kota pada hari Rabu, 27 November 2024.

    Adapun rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dalam rentang waktu 27 November—16 Desember 2024.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Hasto Klaim Kemenangan PDIP di 14 Provinsi, Singgung Cawe-cawe Jokowi

    Hasto Klaim Kemenangan PDIP di 14 Provinsi, Singgung Cawe-cawe Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengklaim kemenangan di 14 provinsi dalam dengan Pilkada 2024 meskipun ada isu cawe Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Hasto menekankan bahwa dalam pesta demokrasi  tersebut terdapat pihak-pihak yang berupaya untuk menenggelamkan PDIP dalam Pemilu maupun Pilkada.

    Hal itu disampaikan Hasto saat konferensi pers tekait Pilkada serentak 2024 di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (1/12/2024).

    “Kami sungguh mengucapkan terima kasih atas dukungan kepada PDI Perjuangan, karena di tengah-tengah upaya menenggelamkan PDI Perjuangan oleh Bapak Jokowi beserta keluarganya, ternyata dukungan rakyat semakin masif,” katanya dalam forum tersebut.

    Di tengah upaya menenggelamkan PDIP, Hasto pun merinci sejumlah daerah yang mendapat dukungan rakyat dan berhasil menang Pilkada.

    Di tingkat Provinsi, PDIP berhasil memenangi 14 Provinisi atau setara 38 persen. Adapun, Provinsi yang dimenangi oleh PDIP diantaranya Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Barat.

    Sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota, Partai berlambang banteng moncong putih ini berhasil menang di 247 Kabupetan/Kora atau 48 persen.

    Berdasarkan rinciannya, ada 9 kader PDIP dari 14 Provinisi yang berhasil dimenangi di Pilkada 2024. Lalu, ada 162 kader PDIP dari 247 Kabupaten/Kota yang berhasil dimenangi oleh Partai pimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ini.

    “Proses pelembagaan partai terus menerus dilakukan, sehingga PDI Perjuangan tercatat sebagai partai yang mampu menempatkan kader-kader partainya menjadi pemimpin di seluruh wilayah, di tengah-tengah berbagai tekanan, berbagai gempuran ternyata suara rakyat, suara Tuhan tetap bekerja dengan sebaik-baik,” pungkas Hasto.

  • PDIP Pecat Effendi Simbolon Imbas Dukung Ridwan Kamil-Siswono

    PDIP Pecat Effendi Simbolon Imbas Dukung Ridwan Kamil-Siswono

    Jakarta: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah resmi memberhentikan Effendi Simbolon dari keanggotaan partai. Keputusan ini diambil setelah Effendi dinilai melanggar kode etik partai dengan mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta 2024.

    Pemecatan ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Kamis, 28 November 2024. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat juga membenarkan kabar tersebut.

    “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari anggota partai karena pelanggaran kode etik,” kata Djarot.

    Menurut surat pemecatan yang beredar, Effendi dinilai melanggar kode etik partai karena memberikan dukungan kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono. 
     

    Pemecatan Effendi Simbolon tak lepas dari sikapnya di Pilgub Jakarta yang menyita perhatian publik beberapa waktu lalu. Sebab, Effendi ikut hadir saat Presiden ke-7 RI Joko Widodo bertemu calon gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil di Cempaka Putih, Jakarta, Senin, 18 November 2024 lalu.

    Tindakan Effendi ini dinilai bertentangan dengan aturan partai yang mewajibkan kader untuk mendukung calon yang diusung PDIP yaitu Pramono Anung-Rano Karno.

    Sebelumnya, Effendi juga pernah juga pernah menyita perhatian publik pada Pilpres 2024. Dimana ia terlihat mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Padahal, saat itu PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

    Jakarta: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah resmi memberhentikan Effendi Simbolon dari keanggotaan partai. Keputusan ini diambil setelah Effendi dinilai melanggar kode etik partai dengan mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta 2024.
     
    Pemecatan ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Kamis, 28 November 2024. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat juga membenarkan kabar tersebut.
     
    “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari anggota partai karena pelanggaran kode etik,” kata Djarot.
    Menurut surat pemecatan yang beredar, Effendi dinilai melanggar kode etik partai karena memberikan dukungan kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono. 
     

    Pemecatan Effendi Simbolon tak lepas dari sikapnya di Pilgub Jakarta yang menyita perhatian publik beberapa waktu lalu. Sebab, Effendi ikut hadir saat Presiden ke-7 RI Joko Widodo bertemu calon gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil di Cempaka Putih, Jakarta, Senin, 18 November 2024 lalu.
     
    Tindakan Effendi ini dinilai bertentangan dengan aturan partai yang mewajibkan kader untuk mendukung calon yang diusung PDIP yaitu Pramono Anung-Rano Karno.
     
    Sebelumnya, Effendi juga pernah juga pernah menyita perhatian publik pada Pilpres 2024. Dimana ia terlihat mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Padahal, saat itu PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (SUR)

  • Potensi Politisasi Polri Sudah Diprediksi Sejak Lampau

    Potensi Politisasi Polri Sudah Diprediksi Sejak Lampau

    Potensi Politisasi Polri Sudah Diprediksi Sejak Lampau
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kekhawatiran tentang dugaan politisasi Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ) kembali menjadi isu yang hangat diperbincangkan.
    Sorotan ini mengemuka di tengah tudingan netralitas Polri dalam pesta demokrasi seperti
    Pemilu
    , Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
    Sejarah mencatat, pada 1959, Kapolri pertama, Jenderal Raden Said Soekanto, memilih mundur dari jabatannya saat Polri dimasukkan ke dalam struktur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
    “RS Soekanto sangat menyadari potensi besar kepolisian untuk dijadikan alat politik kekuasaan saat itu,” kata pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, saat dihubungi
    Kompas.com
    , Minggu (1/12/2024).
    Era reformasi, kata Bambang, membawa harapan besar terhadap netralitas dan profesionalisme Polri. Setelah pemisahan TNI dan Polri serta pencabutan Dwi Fungsi ABRI, Polri diharapkan semakin profesional dan menjauh dari
    politik praktis
    .

    Polri, sebagai institusi sipil, seharusnya tunduk pada aturan hukum yang berlaku, berbeda dengan militer yang memiliki kultur dan fungsi yang berbeda.
    Bambang menilai, gagasan menempatkan Polri di bawah Panglima TNI justru merupakan langkah mundur dari semangat reformasi.
    “Sebaliknya menempatkan kepolisian di bawah panglima TNI, itu kemunduran dari semangat reformasi.
    Polisi
    bukan militer, dia harus tunduk pada aturan hukum sipil,” ujar Bambang.
    Akan tetapi, justru menjadi ironi ketika peran Polri dalam politik dirasakan semakin signifikan selepas reformasi.
    Menurut Bambang, keberadaan Polri yang langsung berada di bawah presiden memberikan ruang lebih besar bagi politisasi kekuasaan. Wacana menempatkan Polri di bawah kementerian dianggap menjadi salah satu langkah untuk membatasi keterlibatan Polri dalam politik praktis.
    “Wacana penempatan Polri di bawah kementerian adalah upaya membatasi kepolisian secara langsung dari upaya politisasi kekuasaan,” ucap Bambang.
    Sebelumnya diberitakan, isu politisasi Polri semakin memanas setelah tudingan Polri disebut sebagai ”
    Partai Coklat
    ” atau “Parcok.” Istilah ini pertama kali diungkapkan Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang menyoroti dugaan pengerahan aparat dalam Pilkada Serentak 2024.
    “Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan
    partai coklat
    ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (27/11/2024).
    Pernyataan ini kemudian menyudutkan Polri yang dianggap tidak netral dalam pelaksanaan
    pemilu
    .
    Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menanggapi tudingan ini dengan menyebutnya sebagai kabar bohong atau hoaks.
    “Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks,” ujar Habiburokhman dalam rapat Komisi III DPR RI, Jumat (29/11/2024).
    Ia juga menambahkan, anggota DPR yang melontarkan tuduhan serupa telah dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
    Wacana ini membawa kembali usulan untuk menempatkan Polri di bawah kementerian atau bahkan TNI.
    Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus, mengusulkan Polri ditempatkan di bawah Panglima TNI atau Kementerian Dalam Negeri. Menurut Deddy, kekalahan PDI-P di sejumlah wilayah dalam Pilkada Serentak 2024 diduga dipengaruhi oleh pengerahan aparat kepolisian.
    “Kami sedang mendalami kemungkinan agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Deddy dalam konferensi pers, Kamis (28/11/2024).
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto PDI-P: Effendi Simbolon Tak Dipecat jika Bertemu Prabowo, Bukan Jokowi

    Jejak Karier Effendi Simbolon, Politikus Senior PDI-P yang Dipecat Gegara Dukung Ridwan Kamil

    Jejak Karier Effendi Simbolon, Politikus Senior PDI-P yang Dipecat Gegara Dukung Ridwan Kamil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    PDI-P
    resmi memecat kadernya,
    Effendi Simbolon
    dari keanggotaan partai. Pemberhentian ini buntut keputusan Effendi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono pada Pilkada Jakarta 2024.
    Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, tindakan Effendi melanggar kode etik dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
    “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari partai. Yang bersangkutan melanggar kode etik, disiplin dan AD/ART partai,”kata Djarot saat dihubungi, Sabtu (30/11/2024) kemarin.
    Kompas.com
    mencoba menghubungi Effendi Simbolon untuk meminta tanggapannya terkait dengan pemecatan dirinya dari DPR RI pada Sabtu kemarin.
    Namun, Effendi hanya mengirimkan gambar Paus Fransiskus bertuliskan “semoga tuhan berkati” melalui aplikasi pesan singkat.
    Kompas.com
    pun kembali meminta keterangan Effendi terkait tanggapannya atas pemecatan itu. Sayangnya hingga berita ini diterbitkan, Effendi tak juga memberikan tanggapannya.
    Effendi mengawali karier politiknya dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Ia pertama kali menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 2004 dan berhasil mempertahankan kursinya selama empat periode berturut-turut.
    Dalam kurun waktu itu, Effendi pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang menangani isu-isu energi, sumber daya mineral, riset, teknologi, dan lingkungan hidup sampai 2013.
    Sejak 2019, ia aktif sebagai anggota Komisi I yang berfokus pada pertahanan, luar negeri, komunikasi, dan informasi.
    Di internal PDI-P, Effendi pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Sumber Daya dan Dana, serta menjadi salah satu bakal calon Sekretaris Jenderal PDI-P untuk periode 2010–2015.
    Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013, Effendi mencalonkan diri bersama Jumiran Abdi.
    Pasangan ini memperoleh suara 24,34 persen, kalah dari pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi yang memperoleh 33,00 persen suara.
    Kini, Effendi harus meninggalkan semua atribut partai usai dipecah partai Banteng tersebut.
    Dalam surat pemberhentian Effendi yang diterima
    Kompas.com,
    PDI-P memberikan sanksi pemecatan karena kadernya itu melanggar instruksi DPP partai terkait Pilkada Jakarta 2024.
    Diketahui, PDI-P mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Pramono Anung-Rano Karno. Namun, Effendi justru mendukung kandidat dari partai lain yang menjadi lawan dari Pramono-Rano.
    “Bahwa sesungguhnya sikap, tindakan dan perbuatan Sdr. Effendi Muara Sakti Simbolon … adalah pembangkangan terhadap ketentuan keputusan dan garis kebijakan partai, yang merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat,” seperti dikutip
    Kompas.com
    dari surat tersebut, Minggu (1/12/2024).
    Atas dasar itu, PDI-P memutuskan untuk memecat Effendi terhitung sejak surat diterbitkan pada 28 November 2024. Surat pemecatan itu ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
    PDI-P juga secara tegas melarang Effendi untuk melakukan kegiatan ataupun menduduki jabatan yang mengatasnamakan partai.
    “DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada Kongres Partai. Surat Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya,” demikian bunyi surat tersebut.
    Untuk diketahui, Effendi hadir dalam pertemuan Ridwan Kamil-Suswono dengan Presiden Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (18/11/2024).
    Dalam pertemuan yang berlangsung pada masa kampanye itu, sejumlah kader partai dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus juga turut hadir.
    Ketua Tim Pemenangan Ridwan Kamil dan Suswono, Ahmad Riza Patria bahkan secara khusus menyapa Effendi saat memberikan sambutannya. Riza menyatakan, Effendi adalah salah satu kader PDI-P yang mendukung RK-Suswono.
    “Di sini ada spesial Pak Jokowi, dari PDI Perjuangan ada Effendi Simbolon. Ini kader PDI Perjuangan yang mendukung Ridwan Kamil,” ujar Riza di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin.
    Di penghujung acara, calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil mengatakan bahwa Pilkada Jakarta menjadi ajang rekonsiliasi bagi pihak yang terpecah pada Pilpres 2024, termasuk sosok Effendi.
    “Di belakang saya ada Pak Effendi Simbolon, (tadi) mendeklarasikan 7.000 (dukungan dari) orang-orang Batak, beliau dari partai mana kita semua tahu kan,” kata Ridwan usai acara.
    Adapun dalam acara tersebut Jokowi secara terbuka menyatakan mendukung RK-Suswono pada Pilkada Jakarta 2024. Dia bahkan menyinggung pengalaman RK yang pernah menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Tengah.
    “Artinya, secara rekam jejak punya, secara ilmu punya. Kurang apa lagi? Mau pilih yang mana lagi,” tegas Jokowi.
    Tindakan Effendi ini menuai kritik dari kalangan elite PDI-P karena dianggap tak tegak lurus dengan instruksi partai. Salah satunya Djarot yang dengan tegas menyatakan Effendi secara otomatis bukan lagi kader PDI-P.
    “Mas ES (Effendy Simbolon) telah melanggar AD/ART partai dan disiplin organisasi dengan mendukung Rido (Ridwan Kamil-Suswono), maka secara otomatis yang bersangkutan sudah bukan menjadi kader partai,” ujar Djarot kepada
    Kompas.com,
    Rabu (20/11/2024).
    Sementara Ketua DPP PDI-P Said Abdullah mengaku capek dengan tingkah laku Effendi yang mengampanyekan RK-Suswono di Pilkada Jakarta, alih-alih mendukung Pramono-Karno.
    “Capek,” kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
    Effendi buka kali pertama melakukan tindakan yang berseberangan dengan PDI-P. Sebelumnya, dia juga pernah menyebut Prabowo Subianto sebagai figur yang cocok menakhodai Republik Indonesia (RI).
    Pernyataan itu disampaikan Effendi dalam Rakernas Punguan Simbolon dohot Indonesia (PSBI) di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023). Effendi selaku Ketua Umum PSBI mengundang Prabowo untuk memberikan pidato.
    Ketika itu, Prabowo masih berstatus Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus juga bakal calon presiden yang telah ditetapkan oleh Gerinda.
    Di sisi lain, PDI-P yang merupakan partai Effendi telah menetapkan dan mendeklarasikan Eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden.
    Tindakan ini membuat Effendi dipanggil oleh jajaran DPP PDI-P Bidang Kehormatan, Senin (10/7/2023). Pemanggilan itu untuk meminta penjelasan Effendi soal pernyataannya yang seolah mendukung Prabowo.
    Hasto selaku Sekjen PDI-P menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan Effendi, Prabowo diundang dalam acara Rakernas PSBI sebagai Menteri Pertahanan.
    Dia pun menganggap wajar jika Prabowo mendapatkan pujian dari peserta rakernas, mengingat statusnya sebagai tamu undangan.
    “Nah, di situ sebagai tuan rumah kan memberikan puji-pujian kepada seluruh tamu yang datang. Kan tamu yang datang enggak mungkin dikritik di depan umum, kan enggak mungkin,” tutur Hasto dalam konferensi pers, Senin.
    Effendi pun lolos dari jeratan sanksi partai dan hanya mendapat teguran. Hasil klarifikasi yang dilakukan jajaran DPP juga telah dilaporkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
    Meski begitu, Ketua Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun secara khusus memberikan peringatan kepada Effendi agar mematuhi aturan partai.
    “Itu yang saya warning di dalam (saat klarifikasi). Ketika kau menjadi anggota partai, maka seluruh kebebasanmu diatur oleh partai. Tidak bisa lagi sebebas-bebasnya. Kalau mau bebas jangan di partai,” tegas Komarudin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.