Tag: Megawati Soekarnoputri

  • Megawati Pamer Punya 10 Gelar Doktor: Tidak Ada yang Beli

    Megawati Pamer Punya 10 Gelar Doktor: Tidak Ada yang Beli

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden RI ke-5 sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri mengklaim memiliki 10 gelar doktor dan tidak pernah sekalipun membeli gelar.

    Hal ini dia sampaikan Megawati saat menghadiri acara Peluncuran & Diksusi Buku “Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis” yang ditulis oleh Todung Mulya Lubis, di Hotel Four Season, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/12/2024).

    Mega awalnya menceritakan di daftar nama yang nantinya pembawa acara bacakan, nama Maruarar Siahaan hanya disebut Maruar-nya saja, tanpa Siahaan-nya. Oleh sebab itu, dia memberi usul lebih baik disebut M. Siahaan saja, supaya jelas siapa Maruar-nya.

    “Nah itu, jadi tadi Mbak MC mohon dengan sangat, kalau mau pakai gelar saya juga, situ mesti tahu betul. Jelek-jelek, doktor profesor saya tiga, tapi tidak beli,” kata Ketum PDI Perjuangan tersebut.

    Megawati melanjutkan, dia juga memiliki sepuluh gelar Doktor Honoris Causa (H.C). Kendati demikian, dia menekankan bahwa dirinya tidak bermaksud untuk menyombongkan diri.

    “Honoris Causa saya, doktor itu sepuluh. Ini masih empat apa lima lagi ya karena waktu COVID kan. bukan saya mau menyombongkan diri,” tuturnya.

    Lebih jauh, dalam kesempatan itu Megawati juga menuturkan bahwa dirinyalah yang membuat Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga memisahkan TNI dan Polri.

    “Terus dipikir itu gampang? Susah loh. Mesti tanya dulu ahli hukum. Mesti gimana, dan sebagainya supaya tahu. Jadi sekarang kan saya kok bumerang,” tuturnya.

  • Ridwan Hisjam Nilai Golkar Paling Tepat Buat Jokowi, Ini Alasannya

    Ridwan Hisjam Nilai Golkar Paling Tepat Buat Jokowi, Ini Alasannya

    loading…

    Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato dalam penutupan Munas Partai Golkar XI di JCC, Senayan, Rabu (21/8/2024). Foto/Dok SINDONEWS TV

    JAKARTA – Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam menilai partainya paling tepat buat Joko Widodo ( Jokowi ). Setelah tak lagi menjabat presiden, Ridwan menganggap langkah politik yang tepat bagi Jokowi adalah dengan bergabung ke partai politik (parpol).

    Dia mengatakan, siapa pun presidennya di Indonesia punya partai politik. Dia melanjutkan, Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hingga Jokowi adalah kader partai. Ridwan mengatakan, bagaimanapun Jokowi menjadi presiden dua periode karena merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

    Meski di akhir masa periode keduanya, hubungan Jokowi dengan partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu akhirnya retak. Bahkan, saat ini Jokowi sudah dianggap tidak lagi menjadi bagian dari kader parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu.

    Ridwan Hisjam

    Untuk itu, Ridwan menilai langkah politik yang tepat bagi Jokowi adalah kembali ke Golkar. “Saya kira tidak ada jalan lain, kecuali kembali ke rumah aslinya, yaitu Golkar. Karena Jokowi sejatinya adalah kader Golkar,” ujar Ridwan di Jakarta, Kamis (12/12/2024).

    Dia pun menjelaskan perlunya Jokowi berpartai. Menurut Ridwan, Jokowi punya program besar, yakni menjadikan Indonesia Emas 2045. Program itu harus terus dikawal siapa pun presidennya. Karenannya menjadikan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden merupakan langkah yang tepat untuk mengawal keberlanjutan.

    “Demikian juga dengan berpartai, Jokowi bisa mengawal program besar itu untuk sampai pada tujuan di tahun 2045, menjadikan Indonesia Emas. Dan Golkar bisa menjadi alat kekuasaan Jokowi untuk mengawal program besar itu,” ucapnya.

    Ridwan mengatakan, Golkar adalah partai yang fleksibel, tidak bertuan. Siapa pun bisa menjadi ketua umum parpol berlambang pohon beringin itu. Bahkan siapa pun ketua umumnya, Golkar bakal tetap eksis karena akan selalu berada di pemerintahan, sesuai doktrinnya Karya Kekaryaan.

  • Pengamat Analisis Langkah Politik Jokowi, Ketum Joman Tegas: Ngapain Juga Masuk PSI

    Pengamat Analisis Langkah Politik Jokowi, Ketum Joman Tegas: Ngapain Juga Masuk PSI

    TRIBUNJAKART.COM – Pengamat politik Yunarto WIjaya, menganalisis langkah politik Presiden ke-7 RI, Jokowi.

    Seperti diketahui, Jokowi baru saja dipecat partai yang membesarkannya, yakni PDIP.

    Setelahnya, ayah dari Wapres Gibran Rakabuming Raka itu terlihat bertemu Presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra, hingga dikunjungi Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani.

    Isu menyeruak, Jokowi akan bergabung dengan Gerindra.

    Sebelumnya, Golkar juga sempat menyatakan siap menerima Jokowi jika ingin bergabung.

    Yunarto mengawali analisisnya dengan berkaca pada tiga presiden yang membangun partai sebelum menjadi presiden.

    Pertama adalah Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri membangun PDIP, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membangun Partai Demokrat.

    Begitu juga dengan Presiden ke-8 RI yang saat ini menjabat, Prabowo Subianto, dia membangun Partai Gerindra.

    Menurut Yunarto, Jokowi juga bisa mengikuti langkah ketiga presiden tersebut, yakni membangun partai.

    “Jadi kalau betul bicaranya dalam gagasan besar, saya berharap Jokowi sekalian bikin partai,” kata Yunarto di program Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (11/12/2024).

    Jikapun harus masuk partai yang sudah ada, Yunarto menyarankan Jokowi gabung PSI.

    Sebab, partai yang dipimpin putra bungsu Jokowi sendiri, Kaesang Pangarep itu mendaku diri berideologi Jokowisme.

    “Atau masuk ke PSI. Karena memang dari awal PSI mengklaim bahwa partai ini adalah partainya Jokowi. Dan ideologinya Jokowisme,” kata Yunarto.

    Selain soal perahu politik, masuknya Jokowi ke PSI juga sebagai pembuktian seberapa besar magnet elektoral mantan Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta itu.

    Yunarto mengingatkan, sudah dua Pemilu dilalui, PSI dengan Jokowismenya gagal masuk parlemen.

    “Pak Jokowi harus bisa membuktikan bahwa memang magnet politiiknya besar seperti Bang Noel sebutkan.”

    “Karena terbukti ketika menjual Jokowisme, ternyata PSI dua kali mencoba dan tidak lolos parlemen kan,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika itu.

    Namun, di atas masuk partai atau membangun partai baru, Yunarto beranggapan lebih baik Jokowi tak aktif politik praktis lagi.

    “Walaupun menurut saya idealnya Pak Jokowi tidak masuk ke level politik praktis lagi,” tutupnya.

    Kata Ketum Joman

    Ketua Umum Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer, pada forum yang sama, membantah Yunarto.

    Menurutnya, Jokowi tak perlu masuk PSI, atau[un partai lain.

    “Ngapain juga masuk PSI, ngapain juga misal masuk partai-partai lain,” kata Noel, sapaa karib Immanuel.

    “Ini kan orang coba melihat langkah politik Pak Jokowi. Dia ke mana, ke mana,” lanjutnya.

    Menurut Noel, hal itu menunjukkan, Jokowi masih menjadi magnet elektoral.

    Dia tidak perlu partai untuk mendapat simpati masyarakat dan berselancar di dunia politik Indonesia.

    “Jokowi ini tetap menjadi sesuatu lah ya, sudah dihina, difitnah, diapain, ya tetap saja dia menjadi magnet politik, magnet berita,” kata Noel.

    “Publik masih ada respek politik,” tambahnya.

    Dipecat PDIP

    Seperti diketahui, PDIP sudah tidak mengakui lagi Jokowi sebagai kadernya.

    Hal itu tegas disampaikan Sekjen PDIP, Hasto Kritiyanto di Sekolah Partai PDIP di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    “Saya tegaskan kembali. Bapak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan,” kata Hasto, dikutip dari Kompas.com.

    PDI-P melihat, Jokowi beserta keluarganya memiliki ambisi kekuasaan yang tiada henti. Selain itu, praktik politik yang dilakukan Jokowi dan keluarganya harus bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak menjalankan disiplin partai.

    Meski demikian, Hasto memastikan bahwa PDIP tidak akan pernah kehilangan gagasan ideal mengenai seorang rakyat biasa bisa berproses menjadi seorang pemimpin.

    Di sisi lain, ia menegaskan bahwa keanggotaan PDIP berada pada komitmennya dalam membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, bukan semata-mata ada atau tidaknya kartu tanda anggota (KTA).

    ”PDI-P percaya pada nilai-nilai Satyam Eva Jayate sehingga mereka yang menahan angin akan menuai badai. Itulah yang kita yakini sebagai suatu bangsa,” kata Hasto.

    “Karena di dalam sejarah peradaban keempat manusia, tidak ada kekuasaan otoriter sekuat apa pun yang mampu bertahan, kecuali mereka akhirnya menjadi sisi-sisi gelap dalam sejarah,” tambahnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Genjot Penerimaan Negara Tanpa Bebani Rakyat Kecil, Eks Dirjen Bea Cukai Usulkan Hal Ini – Halaman all

    Genjot Penerimaan Negara Tanpa Bebani Rakyat Kecil, Eks Dirjen Bea Cukai Usulkan Hal Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Dirjen Bea dan Cukai Dr. Permana Agung Dradjattun menilai pemberlakuaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang regresif akan membebankan kepada kelompok ekonomi rendah.

    Permana pun mengusulkan untuk menggenjot penerimaan negara pemerintah menerapkan strategi ekonomi progresif melalui peningkatan pajak progresif yang menargetkan individu superkaya atau ultra high net worth individuals (UHNWI).

    “Strategy saya yakinkan bahwa revenue foregone berupa tax expenditure harus benar-benar terarah dan terukur, supaya setiap pengorbanan pemerintah untuk menumbuhkan perekonomiannya benar-benar tepat sasaran,” kata Permana di Jakarta, Selasa (10/12/2024).

    Langkah ini, sambungnya, sejalan dengan komitmen negara-negara G20 untuk memastikan ultra high net worth individuals membayar pajak secara adil dan efektif.

    Negara, lanjutnya, harus betul-betul berpihak pada rakyat kecil.

    Dirjen Bea Cukai era Presiden Habibie, Gus Dur dan Megawati ini pun mengapresiasi pemerintah yang akhirnya hanya memberlakukan PPN 12 persen untuk barang mewah. 

    Menurutnya kebijakan ekonomi negara harus mengedepankan rakyat menengah ke bawah sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo.

    Permana juga mendukung adanya pembentukan Badan Penerimaan Negara bukan Kementrian Penerimaan Negara, yang mana mampu memberikan indentitas baru yang lebih positif dan mampu menelusuri kebocoran-kebocoran yang terjadi di penerimaan negara. 

    “Dalam upaya melakukan perubahan performance suatu institusi, tidak cukup hanya dengan melakukan perubahan target-target yang ingin dicapai dan atau mengganti bisnis proses atau proseduralnya. Perubahan mindset para aparaturnya harus diawali dengan perubahan identitasnya. Hal ini dilakukan agar upaya-upaya keras yang akan dilakukan betul-betul bisa meresap menjadi culture baru dari insitusi tersebut,” jelasnya.

    “Disini perlunya identitas baru yang bernama Badan Penerimaan Negara. Dengan identity baru maka penyatuan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Entitas yang menangani PNBP akan mempunyai ledakkan keberhasilan dalam mengamankan inisiatif-inisiatif Presiden,” sambungnya.

    “Saya juga mendorong perkembangan ekonomi ke depan jangan hanya mengandalkan stability agar kita tidak terjebak dalam middle income trap. Perkembangan ekonomi kita harus growth dan tumbuh,” ujarnya.

     

  • Yusril Kaji Wacana KPK Jadi Penyidik Tunggal Kasus Korupsi

    Yusril Kaji Wacana KPK Jadi Penyidik Tunggal Kasus Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengaku tengah mengkaji wacana agar pengusutan kasus tindak pidana korupsi ditangani oleh penyidik tunggal. 

    Seperti diketahui, saat ini terdapat tiga lembaga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus korupsi yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK, dengan dibekali UU No.30/2002 (kini direvisi menjadi UU No.19/2019), bahkan berwenang untuk mengusut kasus korupsi dari tingkat penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. 

    “Ya belum final diskusi tentang masalah ini ya, karena saya pada waktu mewakili pemerintah membahas KPK di DPR pada tahun 2003 itu, memang kita membentuk KPK karena menganggap bahwa korupsi itu adalah sesuatu yang akut dalam masyarakat kita,” jelas Yusril kepada wartawan usai menghadiri diskusi di Gedung KPK C1, Jakarta, Selasa (10/12/2024). 

    Mantan Menteri Kehakiman di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri lalu menekankan, KPK memiliki kewenangan luar biasa karena hukum acaranya berbeda dengan KUHAP. 

    Meski demikian, sekitar 20 tahun lebih berjalan, dia mengakui ada pikiran untuk menetapkan penyidik tunggal dalam pengusutan kasus korupsi. Apalagi, kini ada tiga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus rasuah. 

    “Tetapi setelah 20 tahun kemudian timbul pertanyaan kalau semuanya bisa juga dilakukan oleh polisi, jaksa, KPK, mengapa kita tidak hanya menyatukan satu saja lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di bidang tindak pidana korupsi? Tapi tentu itu harus diimbangi dengan kemungkinan pembaruan terhadap uUndang-undang Tindak Pidana Korupsi itu sendiri,” ucap Yusril.

    Menurut mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, wacana menjadikan penyidik tunggal dalam penanganan kasus korupsi itu sejalan dengan proses yang bergulir untuk merevisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta penerapan KUHP baru di 2026.

    Namun, Yusril memastikan wacana itu akan didiskusikan terlebih dahulu serta mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan. 

    “Bukan saja dari lembaga-lembaga penegak hukum, tapi juga dari para akademisi dan aktivis yang bergerak dalam pemberantasan korupsi kita dengar semuanya, sehingga kita dapat mengambil satu rumusan yang lebih sesuai dengan apa yang kita butuhkan,” tuturnya. 

  • Prabowo Berkantor di IKN 17 Agustus 2028, Puan: DPR Siap Saja

    Prabowo Berkantor di IKN 17 Agustus 2028, Puan: DPR Siap Saja

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan pihaknya akan mengikuti keputusan pemerintah soal kabar akan berkantor di Ibu kota Negara (IKN) Nusantara mulai 17 Agustus 2028.

    Hal ini dia sampaikan ketika ditemui di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (10/12/2024).

    “Kita ikut dengan keputusan pemerintah, sekarang kan semuanya bolanya ada di pemerintah,” kata putri Ketum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri tersebut.

    Ketika ditanyai perihal kesiapan gedung DPR di IKN, Puan enggan berbicara banyak. Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya siap dalam mengikuti keputusan pemerintah.

    “Ya kita siap saja, bagaimana kemungkinan keputusan pemerintah,” tuturnya.

    Diberitakan sebelumnya, Istana Kepresidenan buka-bukaan terkait dengan kabar Presiden Prabowo Subianto yang bakal berkantor di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara mulai 17 Agustus 2028. 

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyampaikan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu menekankan bahwa kepindahannya pemerintahan ke IKN akan dilakukan setelah kota baru itu bisa memerankan fungsi sebagai ibu kota politik. 

    “Artinya ada kantor eksekutif, kantor legislatif dan kantor yudikatif di sana,” katanya kepada wartawan melalui pesan teks, Selasa (10/12/2204). 

    Oleh sebab itu, Hasan melanjutkan bahwa dengan niat tersebut, maka pemerintahan terus berkomitmen agar pembangunan IKN terus berlanjut di era kepemimpinan Prabowo Subianto.

    Sementara itu, Kepala Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa setelah pelantikannya sebagai Kepala OIKN, dirinya memang mendapatkan arahan dari orang nomor satu di Indonesia itu untuk menyelesaikan pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) untuk ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam kurun 4 tahun.

    “Waktu beliau memerintah saya waktu mau menunjuk memang diharapkan 2028 [Prabowo] bisa ke sana. Jadi waktu perintah ke saya harus menyelesaikan ekosistem yudikatif, legislatif, yang sekarang baru eksekutif,” ucapnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (10/12/2024). 

    Oleh sebab itu, pembangunan untuk infrastruktur yudikatif dan legislatif, kata Basuki, bakal dimulai pada 2025 mendatang.

  • Mongolia rencanakan kunjungan pejabat tinggi ke Indonesia

    Mongolia rencanakan kunjungan pejabat tinggi ke Indonesia

    Ulan Bator (ANTARA) – Menteri Luar Negeri Mongolia Battsetseg Batmunkh menyebut keinginan pemimpin negaranya untuk dapat melakukan kunjungan resmi ke Indonesia.

    “Ibu menteri juga menyampaikan bahwa mereka merencanakan untuk ‘High Level Visit’ ke Indonesia, apakah itu presiden atau perdana menteri Mongolia yang juga baru terbentuk pada tahun 2024 ini karena merupakan ‘second term’ kepemimpinan untuk presidennya,” kata Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun kepada ANTARA di Ulan Bator, Mongolia, Senin (9/12).

    Dubes Djauhari menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Mongolia Battsetseg Batmunkh di Kementerian Luar Negeri Mongolia di Ulan Batar.

    “Tentunya sebagai duta besar untuk Mongolia, kami akan memfasilitasi hal tersebut dan Ibu Menlu juga sudah berkunjung ke Indonesia dua kali,” tambah Dubes Djauhari.

    Dubes Djauhari juga menyampaikan Menlu Battsetseg Batmunkh berharap dapat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono untuk dapat melanjutkan hubungan baik yang sudah terbina.

    “Dalam kunjungan terakhir beberapa waktu yang lalu, beliau selain melakukan ‘courtesy call’ yaitu bertemu dengan menteri luar negeri Indonesia pada saat itu, juga dengan menteri luar negeri Indonesia yang baru, mungkin bertemu dalam satu konferensi tidak lama lagi. Beliau juga bertemu dengan pebisnis Indonesia di sana dan memberikan penghargaan yang tinggi selama ini kepada Konsul Kehormatan Mongolia di di Indonesia yang telah membantu kerja, memperkuat kerja sama,” tambah Dubes Djahari.

    Mongolia diketahui baru kembali membuka Kedutaan Besar di Indonesia setelah Duta Besar (Dubes) Mongolia untuk Indonesia Enkhtaivan Dashnyam menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden Prabowo Subianto pada 4 November 2024 lalu. Hal tersebut dilakukan setelah Kedubes Mongolia di Jakarta tutup sementara karena pandemi COVID-19 sehingga hanya ada kantor Konsulat Kehormatan Mongolia di Surabaya, Jawa Timur.

    “Kami juga membahas isu-isu internasional, bagaimana kami saling mendukung untuk pencalonan di badan-badan internasional. Intinya kami membahas isu-isu ekonomi, sosial budaya, turisme, rencana-rencana kunjungan serta semakin memperkuat aktivitas-aktivitas kerja sama di bidang politik keamanan,” ungkap Dubes Djauhari

    Dubes Djauhari pun menilai potensi hubungan Indonesia-Mongolia sangat positif pada masa depan.

    “Sangat positif karena hubungan yang baik dengan menteri luar negeri kita yang lalu dan juga beliau berharap akan berlanjut dengan menteri luar negeri kita yang sekarang, hubungan baik ini tentunya ingin terefleksikan di kerja sama lainnya, khususnya kerja sama di bidang pembangunan ekonomi,” tambah Dubes Djauhari.

    Dalam laman Kementerian Luar Negeri Indonesia disebutkan hubungan diplomatik RI-Mongolia dimulai dengan kunjungan Presiden Soekarno ke Ulan Bator pada 1956 kemudian dilanjutkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003.

    Selanjutnya pada September 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan ke Mongolia dan menyepakati komitmen untuk memajukan kerja sama di bidang pemajuan HAM, demokrasi, pemerintahan yang baik dan penegakan hukum; bidang pertahanan; perdagangan dan investasi; pertambangan dan pertanian; sosial budaya; dan kerja sama di fora internasional/regional.

    Wakil Presiden Jusuf Kalla juga pernah melakukan kunjungan ke Mongolia pada bulan Juli 2016 dalam rangka menghadiri KTT ASEM.

    Dalam pengembangan kerja sama bilateral, Indonesia dan Mongolia telah membentuk Komisi Bersama untuk Kerja Sama Bilateral. Pada Januari 2022, Kementerian Luar Negeri kedua negara telah menyelenggarakan pertemuan tingkat pejabat Senior dengan membahas potensi kerja sama di bidang perdagangan, kebudayaan, pertanian serta pelatihan personil pasukan perdamaian.

    Terakhir, Menteri Luar Negeri saat itu Retno Marsudi bertemu Menlu Mongolia Battsetseg Batmunkh pada 28-29 Juni 2023 yang salah satu agendanya adalah menyaksikan kesepakatan antara Modena Indonesia dan Nomin Holding Mongolia terkait “distribution channel” alat-alat rumah tangga buatan Modena Indonesia untuk pasar Mongolia.

    Pewarta: Desca Lidya Natalia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • 8
                    
                        Kritik PDI-P, Golkar: 10 Tahun Berkuasa, Apa Ada Tudingan "Parcok"?
                        Nasional

    8 Kritik PDI-P, Golkar: 10 Tahun Berkuasa, Apa Ada Tudingan "Parcok"? Nasional

    Kritik PDI-P, Golkar: 10 Tahun Berkuasa, Apa Ada Tudingan “Parcok”?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi III DPR
    Soedeson Tandra
    mengkritik tudingan yang dilontarkan oleh
    PDI-P
    terkait keterlibatan “Partai Coklat (Parcok)” dan pengerahan aparat kepolisian pada
    Pilkada 2024
    .
    Politikus Partai Golkar itu menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan berpotensi menimbulkan kegaduhan publik.
    “Saya mau mengimbau kepada rekan-rekan saya di PDI-P. Saya mengimbau, ya jangan gitulah. Mereka 10 tahun berkuasa. Apakah ada tuduhan-tuduhan Partai Coklat ini? Jangan begitu,” kata Tandra saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (9/12/2024).
    Dia menekankan pentingnya PDI-P untuk tidak membuat tudingan tanpa bukti yang jelas, karena hal itu hanya akan membingungkan masyarakat.
    Tandra juga menganggap bahwa tudingan PDI-P terkesan politis, terutama ketika calon yang diusungnya kalah dalam pemilu.
    “Giliran ini, orang lain yang menang, jangan lalu tuduhan-tuduhan yang tidak ada bukti, tidak ada dasar buktinya ini, membuat bingung masyarakat,” ucapnya.
    Lebih lanjut, Tandra mencontohkan sikap PDI-P yang memuji kecerdasan rakyat Jakarta ketika calon yang diusungnya, Pramono Anung-Rano Karno, meraih suara unggul.
    Namun demikian, saat PDI-P kalah di Pilkada 2017, partai tersebut justru menghina Anies Baswedan, yang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu.
    “Barusan ini DKI misalnya. Oh rakyat sudah cerdas. Karena mereka menang. Dulu bagaimana? Maki-maki Pak Anies. Menyebut-nyebut Pak Anies intoleran, melakukan ini, begini, begitu,” ujar Tandra.
    “Sekarang membutuhkan Pak Anies? Wah Pak Anies orang baik. Standarnya jangan pakai standar ganda dong,” tuturnya.
    Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto sebelumnya menyinggung tentang pergerakan “partai coklat” yang perlu diantisipasi dalam proses Pilkada 2024.
    Hal ini disampaikan saat Hasto menegaskan bahwa seluruh jajaran partainya memantau pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2024.
    “Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan
    partai cokelat
    ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, pada Rabu (27/11/2024).
    Hasto menjelaskan bahwa berdasarkan pemantauan internal PDI-P, pelaksanaan Pilkada serentak di beberapa wilayah menghadapi sejumlah tantangan, seperti hujan deras dan banjir di Sumatera Utara.
    Dia juga mengaku mendapatkan laporan adanya ketegangan antarkelompok masyarakat di Surakarta dan Boyolali, Jawa Tengah.
    Meski demikian, Hasto berharap agar seluruh rakyat Indonesia dapat menggunakan hak suaranya pada Pilkada Serentak 2024 tanpa intervensi dari pihak manapun.
    “Kami berharap agar rakyat betul-betul dapat menggunakan hak miliknya secara bebas, merdeka. Tanpa intimidasi dan juga tanpa suatu pengaruh dari bansos yang akan digunakan sebagai bagian dari money politics yang terjadi,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sindiran Pedas Surya Paloh untuk Koalisi

    Sindiran Pedas Surya Paloh untuk Koalisi

    JAKARTA – Suara Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh lantang ketika menyinggung ada partai yang merasa paling pancasilais tapi tak mau berangkulan bahkan bersalaman dengan teman sendiri. Sindiran Paloh ini, disampaikan di hadapan kadernya saat acara pembukaan Kongres II NasDem di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Jumat 8 November.

    “Semua penuh dengan kecurigaan, maka kita makin jauh dari nilai Pancasila. Pancasila sebagai pegangan, way of life. Ngakunya partai nasionalis pancasilais, buktikan saja,” kata Surya waktu itu disambut riuh ribuan kadernya yang hadir dalam acara itu.

    “Rakyat membutuhkan pembuktian. Partai mana yang menjalankan nilai-nilai pancasilais. Kalau partai melakukan sinisme, propaganda kosong, pasti bukan partai Pancasila itu,” imbuhnya.

    Sindiran demi sindiran terus disampaikan oleh Paloh. Bahkan, dia menyindir pernyataan Presiden Jokowi yang sempat mempertanyakan pelukan hangatnya dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman. Padahal dia mengklaim, pelukannya dengan Sohibul hanyalah sebuah bentuk persahabatan.

    “Bangsa ini sudah capek dengan segala intrik yang mengundang sinisme satu sama lain. Kecurigaan satu sama lain. Hingga kita berkunjung ke kawan mengundang kecurigaan,” tegasnya.

    Usai membuka acara kongres, pengusaha media ini enggan menjawab lebih jauh siapa partai pancasilais yang disindirnya itu. 

    Sambil tersenyum lebar, Paloh hanya mengatakan siapapun yang melanggar semua norma pancasila adalah partai yang tidak pancasilais.

    “Ya siapa kita enggak tahu. […] Jadi kalau ada partai kita yang bawa marah, nah, dia kurang pancasilais,” ujarnya saat itu.

    Ketum NasDem Surya Paloh (Wardhany/VOI)

    Sindiran Paloh untuk PDI Perjuangan

    Meski Surya Paloh mengaku tak menyindir siapapun dalam pidato pembukanya itu tapi Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin mengatakan secara tersirat Paloh menyindir partai besutan Megawati Soekarnoputri, PDI Perjuangan.

    Menurut dia, saat ini Paloh tengah kecewa dan meradang. Puncaknya, kekecewaan itu disampaikan dalam pidato di depan para kadernya. 

    “Secara implisit, Surya Paloh sedang menyindir PDIP dan Megawati,” kata Ujang saat dihubungi VOI lewat pesan singkat, Sabtu 9 November.

    Bukan hanya sebagai bentuk kekecewaan, Ujang juga bilang, NasDem mulai menyatakan posisinya yang merasa dirugikan saat penyusunan kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin di Periode 2019-2024. 

    “NasDem merasa dirugikan dalam banyak hal, terutama hilangnya Jaksa Agung dari kader NasDem dan diambil alih oleh PDIP,” ungkapnya.

    Bukan rahasia lagi, Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah adik kandung politikus PDIP, TB Hasanuddin. Tapi, PDIP mengklaim terpilihnya Burhanuddin bukan karena diendorse oleh pihaknya melainkan langsung dipilih oleh Presiden Jokowi. 

    Padahal, saat Jokowi menentukan Jaksa Agung, NasDem dikabarkan mengajukan kembali nama M Prasetyo untuk menduduki jabatan tersebut. Prasetyo merupakan eks kader NasDem dan pernah menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019 sebelum menjadi Jaksa Agung.

    Kembali soal pidato Paloh, Ujang mengatakan, kerugian NasDem bukan hanya karena ditikung dalam jabatan Jaksa Agung tapi juga partai ini dianggap mendapat tiga jatah kursi menteri yang tak strategis. 

    Dalam Kabinet Indonesia Maju, ada tiga kader NasDem yang menjabat sebagai menteri. Mereka adalah Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate yang menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Siti Nurbaya Bakar yang menduduki jabatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Syahrul Yasin Limpo yang duduk sebagai Menteri Pertanian.

    Selain soal kerugian, masuknya Partai Gerindra ke dalam koalisi Jokowi juga dianggap merubah peta koalisi. Menurut Ujang, hal ini membuat NasDem tak nyaman. 

    “Tak ada asap jika tak ada api. Tak ada sindiran jika tak ada masalah. Jadi sesungguhnya masalah utama NasDem adalah dengan PDIP,” tegasnya.

    Buntut dari saling sindir ini, maka bisa dipastikan kalau koalisi obesitas Jokowi-Ma’ruf ke depan bakal menjadi tak sehat. Ujang bahkan menyebut, perang dingin bisa saja terjadi setelah ini. Namun, pecah atau tidaknya koalisi ini tergantung dari dinamika politik yang terjadi ke depan.

    Sementara Jokowi yang bertindak sebagai pimpinan koalisi, dianggap Ujang tak akan mampu berbuat banyak. Sebab, Ujang menduga pangkal permasalahan yang menyebabkan Paloh kerap melakukan safari ke partai di luar gerbong koalisi adalah sakit hati. 

    “Sulit bagi Jokowi merapikan dan menyolidkan kembali koalisinya. NasDem ini kan sakit hati karena Jaksa Agung yang tadinya kader NasDem malah diberikan Jokowi kepada PDIP,” tutupnya.

  • Momen Pelukan Jokowi dan Surya Paloh Hanya Gimmick Politik Semata

    Momen Pelukan Jokowi dan Surya Paloh Hanya Gimmick Politik Semata

    JAKARTA – Langkah Presiden Joko Widodo tampak mantap ketika menghampiri Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Sejurus kemudian, Jokowi membuka tangannya dan berpelukan dengan Paloh.

    Senyum dan tawa merekah di tengah pelukan yang berlangsung sekian detik itu. Sorakan para tamu undangan dan kader NasDem juga bersahut-sahutan ketika kedua tokoh ini berpelukan.

    Momen pelukan itu terjadi ketika acara penutupan HUT ke-8 NasDem di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Senin, 11 November. Pelukan ini terjadi setelah Jokowi sempat menyinggung jika dia tak pernah dipeluk sedemikian eratnya oleh Paloh.

    Rangkulan, pelukan, salaman di antara para pemimpin adalah sebentuk silaturahmi, senantiasa memperteguh komitmen kebangsaan, kenegaraan, persaudaraan, persatuan, kerukunan.

    Kenapa tidak? pic.twitter.com/Q6yQl0ZJR2

    — Joko Widodo (@jokowi) November 12, 2019

    Beberapa waktu yang lalu, Jokowi memang mengaku dirinya belum pernah dipeluk oleh Surya Paloh seperti Paloh memeluk Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman. Hal ini disampaikan Jokowi saat HUT Partai Golkar beberapa waktu yang lalu.

    Meski saat itu cemburu, namun mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan tak ada yang salah dengan rangkulan itu. Namun, semuanya dikembalikan pada niatnya.

    “Rangkulan itu apa yang salah? Itu bagus tapi sekali lagi, semua kembali lagi pada niatnya. Kalau niatnya untuk komitmen negara, apa yang salah? Kalau niatnya untuk komitmen bangsa apa yang keliru. Sangat bagus apa yang dicontohkan Bang Surya,” kata Jokowi dalam sambutannya di depan para pengurus dan kader Partai NasDem dan tamu undangan acara HUT ke-8 NasDem tersebut.

    Selain itu, di depan ribuan kader NasDem, Presiden Jokowi juga menegaskan tak ada ketegangan apapun di antara Ketua Umum Partai PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dengan Surya Paloh.

    Dia menepis adanya anggapan jika Megawati sengaja tak mau bersalaman dengan Paloh ketika momen pelantikan presiden. Saat itu, Megawati memang tertangkap kamera melewati Surya Paloh dan malah bersalaman dengan orang lain.

    “Salah besar menyampaikan koalisi kita tidak rukun, keliru gede sekali. Kita rukun saja. Ya, pas Bu Mega enggak salami Pak Surya itu kelewatan saja. Wong, saya kalau salam tangan kadang ke sini, kelewatan sering,” kata Jokowi dalam sambutannya di acara HUT ke-8 Partai NasDem.

    Tak hanya Jokowi, sang tuan rumah yaitu Surya Paloh juga berusaha menunjukkan tak ada keretakan apapun di koalisi termasuk dengan PDI Perjuangan. Hal ini ditunjukkan Paloh dengan beberapa kali memuji Megawati yang hadir ditemani putrinya, yaitu Ketua DPR Puan Maharani. Pujian ini disampaikannya saat dia berpidato di depan kadernya.

    “Di tengah kita hadir Presiden ke-5 Republik Indonesia. Siapa dia? (Ibu Megawati, kata kader NasDem) Sekali lagi saya mau dengar. Siapa dia? Megawati dan dia adalah sahabat sejatinya NasDem,” kata Paloh sambil tersenyum lebar dan disambut tepuk tangan para kader.

    Momen Surya Paloh Menghampiri Megawati (dok. Tim Media Partai NasDem)

    Sementara Megawati yang duduk di kursi yang telah disediakan pun tersenyum dan melihat ke arah kirinya. Puan yang juga duduk di sebelah kanan Megawati juga ikut tersenyum mendengar pernyataan Paloh.

    Sebelum mengakhiri kata sambutannya, Paloh juga sempat memuji Megawati untuk kedua kalinya. Awalnya, Paloh menyebutkan dia dan partainya menyayangi para tokoh bangsa.

    “Kita sayang pada Jokowi, kita sayang Pak Ma’ruf Amin. Kita sayang pada Pak Jusuf Kalla yang mendampingi kita dan jangan pernah ragukan lagi betapa saya masih sayang pada Mbak Mega saya. Jangan ragukan itu,” ungkapnya.

    Pengusaha media ini juga mengatakan momen saat Megawati melewatkan dirinya untuk bersalaman, nyatanya membuat banyak gosip keretakan koalisi menyeruak. Sehingga, penting baginya untuk menyampaikan jika dirinya menyayangi Megawati seperti dia menyayangi tokoh bangsa lainnya.

    Bahkan, Paloh berkelakar, dia sampai menyewa investigator untuk mengetahui alasan Mega tak menyalami dirinya ketika di Gedung MPR RI beberapa waktu lalu.

    “Saya coba kirim intelejen untuk menginvestigasi, apa betul Mbak (Megawati) sengaja enggak salam saya. Hasilnya saya tahu, mbak tidak sengaja,” ungkapnya dan disambut tawa dan tepuk tangan para kader dan undangan yang hadir.

    Tanda politik yang lentur

    Meski sebelumnya dengan semangat berapi-api, Surya Paloh sempat menyinggung ada partai pancasilais yang tak mau rangkul teman dan soal kegerahannya karena dicurigai saat merangkul Presiden PKS Sohibul Iman, nyatanya, Paloh kini justru terlihat hangat dengan koalisinya.

    Pengamat politik dari Universitas Mercubuana, Maksimus Ramses Lalongkoe menilai ini adalah sebuah bentuk politik yang lentur dan tak kaku. Sebab, dia menilai, dalam politik yang ada hanyalah kepentingan.

    “Itu artinya politik itu lentur, tidak kaku karena dalam politik tidak ada musuh dan kawan abadi. Yang ada hanya kepentingan dan kondisi itu menunjukkan adanya kedewasan politik para politisi kita,” kata Maksimus saat dihubungi VOI lewat pesan singkat, Senin 11 November 2019 malam.

    Meski menunjukkan politik itu lentur, namun Maksimus mengatakan belum tentu juga koalisi akan berjalan baik. Sebab, jika kembali terjadi perbedaan di tengah jalan maka dinamika akan terjadi kembali.

    Apalagi, dalam kongres sebelumnya, NasDem telah bersiap untuk memikirkan calon presiden di Pilpres 2024. Hal ini juga dianggap bisa meningkatkan tensi manuver politik tiap partai ke depan.

    Sementara pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin punya analisis lain perihal pelukan dan klarifikasi Jokowi soal koalisinya yang tak bermasalah apapun. Menurut dia, mantan Wali Kota Solo ini tengah berusaha menunjukkan jika kondisi koalisinya baik-baik saja meski kenyataannya tidak demikian.

    “Ada usaha untuk memperbaiki hubungan koalisi. Tapi itu kan hanya gimmick-gimmick politik,” ungkap Ujang.

    Dia menilai, wajar jika di depan panggung para politisi ini menunjukkan sikap akur. Namun, publik tentu tidak tahu bagaimana di baliknya. “Politik kan selalu menampilkan dua wajah. Ada wajah seolah tersenyum tapi sejatinya membenci,” kata dia.

    Ujang menduga ke depan konflik di koalisi gemuk Jokowi bisa kembali terjadi seperti bom waktu. Sebabnya, konflik yang ada tak mungkin bisa selesai dengan hanya gimmick semata.

    “Konflik itu selesai jika semua kepentingannya terakomodir. Jika masih ada yang kecewa dan terluka, ya, akan banyak lagi drama politik ke depan,” tutupnya.