Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pria bernama Rino (40) menjual koran di lampu merah perempatan Tugu Tani, Jakarta Pusat.
Saat pengendara berhenti, ia langsung bangkit dari trotoar, menggenggam beberapa eksemplar
koran
yang mulai lecek di tangannya.
Langkahnya cepat. Tubuhnya melenggang di antara barisan kendaraan.
Ia mengetuk kaca mobil yang sedikit terbuka, lalu merentangkan koran ke arah pengendara memperlihatkan tajuk utama yang terpampang besar di halaman depan.
Sesekali ia mencoba mendekati pengendara motor yang berhenti di garis depan.
Namun, sebagian besar pengendara hanya merespons dengan gelengan kepala, isyarat tangan menolak, atau memilih memalingkan wajah ke layar ponsel.
Ketika lampu kembali hijau, suara klakson dan deru mesin kembali menguasai udara, ia mundur pelan ke tepi jalan.
Ia membungkuk, merapikan kembali dagangannya yang terlipat-lipat, lalu menunggu siklus berikutnya.
Selama tiga jam
Kompas.com
melakukan pengamatan, Rabu (3/12/2025), tak satu pun koran yang dijual
Rino
laku terjual.
Masih duduk di trotoar, Rino menatap jauh ke arah gedung-gedung tinggi yang berdiri megah di sekitar kawasan
Tugu Tani
.
Hujan yang sempat turun sebelumnya membuat permukaan jalan masih basah.
Kakinya yang telanjang tampak kedinginan, sesekali ia menggerakkannya untuk mengusir gemetar.
Ia mengenakan kaus coklat kusam yang robek di beberapa bagian dan celana selutut yang warnanya hampir pudar.
“Saya dari zaman Presiden Megawati sudah jualan di sini. Kurang lebih sudah 20 tahun,” ujar Rino saat dihampiri Kompas.com tersenyum samar.
Selama dua dekade itu, ia tidak pernah berpindah lokasi. Tugu Tani adalah tempatnya bertahan hidup.
Dulu, katanya, ia bisa menjual puluhan eksemplar koran hanya dalam beberapa jam. Pagi hari adalah waktu panen.
Sopir kantor, pekerja swasta, hingga pegawai negeri, hampir semua mengambil satu eksemplar saat melintas. Namun sekarang situasinya terbalik.
“Sekarang 10 koran saja sehari susah laku,” tutur Rino lirih.
Rino tidak memiliki agen tetap. Tiap pagi ia mengumpulkan modal seadanya untuk membeli koran dari berbagai penerbit.
“Biasanya saya beli paling 20 eksemplar. Kadang cuma punya uang Rp 20 ribu,” ucapnya.
Untuk setiap koran Kompas yang ia ambil, modalnya kini Rp 8.000 dengan harga jual Rp 12.000, dan Rino hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 4.000 per eksemplar.
Jika tidak laku, koran itu dibawa pulang. Sebagian ia kumpulkan hingga setengah bulan lalu dijual kiloan tentu dengan harga jauh di bawah modal.
Rino tertawa kecil saat ditanya apakah ia pernah mencoba pekerjaan lain.
“Pernah tiga tahun jaga toko. Tapi saya enggak sanggup, soalnya penghasilannya nggak harian,” katanya.
Bagi Rino, pekerjaan harus memberikan makan hari itu juga. Jika tidak, ia tak bisa membawa apa pun untuk keluarganya.
Ia tinggal di wilayah Pasar Gembong, Jakarta Pusat. Ia memiliki tiga orang anak yang masih membutuhkan biaya sehari-hari.
Namun ia tak menjelaskan lebih jauh tentang kondisi keluarganya.
Dalam perbincangan, Rino mengatakan bahwa ia berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun yang halal.
Ia mengaku tak ingin menjadi tunawisma di sudut kota, atau mengemis kepada pengendara seperti yang kerap ia lihat dilakukan sebagian orang lain yang bernasib serupa.
“Kalau saya cuma duduk minta-minta, saya malu. Saya masih sehat, masih bisa jalan, masih bisa usaha. Walaupun susah, lebih baik saya jualan koran. Ini kerjaan jujur,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menyebut bertahan sebagai pedagang koran adalah satu-satunya cara agar ia tetap merasa menjadi bagian dari masyarakat meski penjualan merosot, konsumen makin jarang melirik, dan kehadirannya di jalan sering dianggap mengganggu.
“Kalau enggak kerja begini, saya jadi apa? Jadi gelandangan? Enggak lah. Saya masih punya harga diri,” kata Rino menegaskan.
Kemunduran dunia koran cetak pastinya sangat terasa bagi Rino.
“Sudah 10 tahun terakhir makin susah, sejak orang-orang mulai pakai HP pintar,” tutur dia.
Hidup di jalanan pun membuatnya tak terlepas dari kejar-kejaran dengan Satpol PP.
Penertiban menjadi risiko yang hampir pasti hadir dalam pekerjaannya.
“Kalau ada penertiban ya kita bingung, lari-larian. Tapi saya nggak pernah dibawa paling lari kecil-kecil saja,” katanya sambil terkekeh kecil.
Perubahan kebiasaan masyarakat menjadi tantangan terbesar pedagang koran jalanan.
Kompas.com menghubungi Dayat Hidayah (40), seorang pekerja kantoran di Gondangdia yang masih berlangganan koran fisik.
“Rasanya ada yang kurang kalau tidak buka koran di pagi hari,” katanya.
Dayat mengakui bahwa ia juga membaca berita melalui ponsel, tetapi koran lebih memberinya fokus dan kedalaman.
“Kalau di ponsel baru baca dua paragraf sudah ada notifikasi. Kalau koran, saya bisa duduk tenang, lebih paham isinya,” ujarnya.
Ia kemudian menyinggung nasib pedagang koran seperti Rino.
“Saya kasihan lihat mereka. Kadang saya sengaja beli satu dari mereka biar bisa bantu,” tutur Dayat.
“Saya pesimis koran bisa kembali seperti dulu. Mungkin akan tetap ada, tapi jumlahnya kecil,” lanjutnya.
Ignatius Haryanto, peneliti media Universitas Multimedia Nusantara, mengamini kondisi tersebut. Oplah koran kini relatif kecil.
Bahkan banyak media besar hanya mampu mencetak kurang dari 20.000 eksemplar per hari sangat jauh dari masa kejayaan yang bisa mencapai 500.000eksemplar harian.
“Orang ingin cepat mendapatkan informasi. Kalau menunggu koran terbit besok, dianggap ketinggalan zaman,” tutur Ignatius.
Di sisi lain, menurutnya, media tetap mempertahankan versi cetak karena ada kelompok pembaca loyal, berita cetak lebih terstruktur dan terverifikasi, dan koran dianggap memiliki kredibilitas lebih tinggi.
Namun digitalisasi jelas mengubah cara penyebaran berita. Media harus menyeimbangkan keduanya agar tetap relevan.
“Digital dianggap ancaman, tapi juga harus dimanfaatkan,” ujarnya.
Dalam regulasi ketertiban umum, pedagang koran di jalan raya juga termasuk dalam kategori yang harus ditertibkan.
Kasatpol PP Jakarta Pusat, Purnama Hasudungan Panggabean menjelaskan bahwa hal tersebut diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
“Semua termasuk di Perda 8 Tahun 2007. Kita halau dan kita tertibkan,” tegas Purnama.
Ia menyebut, larangan mencakup menjadi pedagang asongan di jalan raya, menyuruh orang lain berjualan secara liar, dan memberi uang atau membeli dari pedagang liar.
Dalam konteks ini, pedagang koran seperti Rino berada dalam posisi rentan antara melanggar aturan atau kehilangan mata pencaharian.
Di tengah kenyataan yang terus menyulitkan, Rino mengaku tetap memiliki kebahagiaan kecil dari pekerjaannya.
“Saya suka baca koran. Saya selalu baca dari koran sisa,” ujarnya sambil tersenyum.
Ia membaca tentang politik, kriminal, olahraga, hingga hiburan. Meski bukan pelanggan resmi, ia menikmati informasi yang ia jual.
Di trotoar yang menjadi tempatnya menunggu rezeki, Rino membuka lembar demi lembar berita sambil menunggu pengendara berhenti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Megawati Soekarnoputri
-
/data/photo/2025/12/03/69302fe1b3b6a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis Megapolitan 4 Desember 2025
-

Beda Kegiatan Mantan Presiden Setelah Pensiun, Megawati-SBY Nikmati Hobi, Jokowi Sibuk Klarifikasi?
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara PDIP, Mohamad Guntur Romli, menyinggung aktivitas para Kepala Negara saat purna tugas.
Dikatakan Guntur, ada perbedaan yang terbilang jauh di antara aktivitas para mantan Kepala Negara.
“Kegiatan sehari-hari Presiden Republik Indonesia ke-5, 6, dan 7 setelah purnatugas,” ujar di X @GunRomli (1/12/2025).
Ia memulai dari Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri. Guntur mengatakan bahwa putri Presiden pertama itu belakangan ini rajin tanam pohon dan menjadi pemerhati lingkungan.
Jika Megawati sibuk mengurus lingkungan, kata Guntur, Presiden ke-6 memilih menghabiskan siswa waktunya dengan melukis.
Adapun Presiden ke-7, Jokowi, Guntur melihatnya belakangan ini sibuk memberikan klarifikasi.
Mulai dari proyek peninggalannya yang diduga sarat masalah hingga dugaan ijazah palsu miliknya yang terus berpolemik.
Teranyar, Jokowi disebut sebagai sosok yang paling bertanggungjawab atas adanya bandara yang diduga ilegal di Morowali.
“Semoga semuanya diberi kesehatan, kekuatan, dan umur panjang untuk terus melakukan kegiatan masing-masing,” tandasnya.
Polemik yang paling melelahkan bagi Jokowi salah satunya terkait ijazah. Hingga saat ini Roy Suryo Cs belum menyerah dalam perdebatan tersebut.
Baru-baru ini, Pengacara Roy Suryo cs, Ahmad Khozinudin, menanggapi wacana penyelesaian kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7, Jokowi melalui mekanisme mediasi penal maupun abolisi.
Ia menganggap usulan tersebut tidak bisa diterapkan karena perkara ini merupakan ranah hukum publik, bukan sengketa personal.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5367937/original/081804300_1759325030-b0dc7ea1-95e4-4f46-ac25-934f4bab306d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketum PDIP Megawati Teguhkan Politik Merawat Pertiwi di Tengah Bencana yang Melanda Sumatra
Hasto menegaskan bahwa merawat pertiwi bukanlah sekadar slogan musiman, melainkan telah menjadi kultur partai sejak zaman Bung Karno (BK) dan kepemimpinan Megawati.
“Gerakan merawat bumi ini adalah manifestasi rasa cinta tanah air. Dengan merawat bumi, kita menjalankan nilai-nilai kemanusiaan dan filosofi Tat Twam Asi (Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku),” jelasnya.
Tat Twam Asi menekankan keterikatan manusia dengan alam dan sesama.
Dalam menghadapi musibah seperti banjir di Sumatra, Megawati telah menginstruksikan bahwa Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP harus berdiri di depan, bergotong royong membantu rakyat yang menjadi korban.
“Ambil contoh di Sumut: Rapidin Simbolon, Sofyan Tan, dan kader lain langsung turun ke bawah, memastikan bantuan dan pertolongan sampai kepada korban,” ungkap dia.
Ditegaskan Hasto, gerakan grassroots PDIP berfungsi saat bencana datang.
Dalam konteks Jambi, Hasto memberikan pesan khusus untuk menjaga sungai kebanggaan provinsi, Sungai Batanghari, yang telah mengukir sejarah peradaban masyarakat Jambi, Nusantara, dan dunia.
Sementara, Ketua DPD PDIP Jambi, Edi Purwanto, menegaskan kesiapan jajarannya menjalankan komando partai, termasuk seruan Merawat Pertiwi.
“Kami di DPD PDIP Jambi berkomitmen penuh pada garis perjuangan partai dan disiplin organisasi,” tegas Edi.
-

Seizin Megawati, PDIP Jatim Renovasi Rumah Masa Muda Bung Karno di Blitar
Blitar (beritajatim.com) – Wajah situs bersejarah rumah masa muda Presiden pertama RI Soekarno atau yang terkenal dengan Istana Gebang di Kota Blitar, bakal makin cantik. DPD PDI Perjuangan Jawa Timur mengambil inisiatif melakukan renovasi terhadap situs cagar budaya tersebut.
Langkah pemugaran ini bukan sembarang proyek. Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDI Perjuangan Jatim, Budi ‘Kanang’ Sulistyono, menegaskan bahwa renovasi ini telah mengantongi restu langsung dari putri Bung Karno sekaligus Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
“Desainnya sudah kita sampaikan ke ibu Megawati dan ibu (Megawati) setuju maka jalan hari ini, sebelum 1 Desember harus sudah ada peletakan batu pertama maka hari ini dilakukan peletakan batu pertama,” ucap pria yang akrab disapa Kanang pada Minggu (30/11/2025).
Uniknya, ada syarat khusus yang diutarakann oleh Megawati dalam proyek ini yakni haram menyentuh uang negara. Kanang mengungkapkan, Megawati memberikan instruksi tegas agar renovasi rumah masa muda sang Proklamator itu harus murni tanpa harus menggunakan uang negara.
Instruksi ini menjadi tantangan prestisius yang langsung disambut oleh Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Said Abdullah. Menurut Kanang, pihak DPD Jatim langsung mengambil alih (take over) seluruh pembiayaan perbaikan Istana Gebang sebagai wujud penghormatan kepada Sang Proklamator tanpa bergantung pada pihak eksternal.
“Saya diskusi dengan pak Said bagaimana kalau kita kolaborasi dengan BUMN tapi ibu tidak menghendaki, sudah lah DPD saja yang bangun tidak usah kemana-mana, nah ini menjadi tantangan pak Said tidak boleh ditantang kalau ditantang langsung diiyain,” bebernya.
Sentuhan Baru: Patung Bung Karno Membaca Buku
Patung Bung Karno
Tak hanya soal dana, Megawati juga memberikan atensi detail terhadap desain renovasi. Setelah melalui proses konsultasi desain, Megawati meminta adanya penggantian patung Bung Karno yang menjadi ikon di halaman depan Istana Gebang.
Megawati menghendaki sosok ayahnya ditampilkan dalam sisi intelektual yang lebih menonjol, serupa dengan patung Bung Karno yang berdiri di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI.
“Ibu (Megawati) menghendaki patung seperti Lemhannas, saat Bung Karno duduk membaca buku di kursi, karena filosofinya Bung Karno adalah guru bangsa bukan hanya sekedar proklamator, tapi selamanya Bung Karno menjadi guru bangsa,” jelas mantan Bupati Ngawi tersebut.
Lantai Granit dan Target 6 Bulan
Selain penggantian patung, perubahan signifikan juga akan dilakukan pada bagian lantai area luar. Paving blok yang saat ini terpasang akan diganti dengan batu granit.
Langkah ini dilakukan untuk menyelaraskan estetika Istana Gebang dengan kompleks Makam Bung Karno (MBK) yang sudah lebih dulu menggunakan material serupa. Proyek yang memadukan pelestarian sejarah dan estetika modern ini ditargetkan tidak memakan waktu lama.
“Perbaikan ini diperkirakan selesai dalam waktu 5 sampai 6 bulan ke depan,” pungkas Kanang. [owi/suf]
-

Danny Pomanto Segera Turun Gunung Menangkan PDIP di Sulsel
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Andi Ridwan Wittiri (ARW) kembali terpilih sebagai Ketua DPD PDIP Sulsel dalam Konferda VI, yang berlangsung di Hotel Claro Makassar, Senin, 24 November 2025.
ARW ditetapkan kembali sebagai ketua formatur setelah mendapat amanah dari DPP, dan diumumkan langsung oleh Wakil Bendahara DPP PDIP, Yuke Yurike. Dia didampingi oleh dua formatur personalia, Mesakh Raymond Rantepadang dan Risfayanti Muin.
Ketua SC Konferda, Rudy Pieter Goni (RPG) menyampaikan, ARW sudah resmi menjadi ketua DPD. Itu juga baru dibuka oleh DPP lewat lembar rahasia yang disaksikan oleh seluruh peserta.
”Tadi sudah dibuka oleh DPP lembar rahasianya, tersegel. Disaksikan oleh semua calon ketua DPD yang hadir dan yang muncul nama Andi Ridwan Wittiri (ARW) sebagai ketua, didampingi Mesakh Raymond Rantepadang dan Risfayanti Muin,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan, surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umun Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. ”Itu untuk satu periode kepengurusan lima tahun ke depan,” imbuhnya.
Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto menyampaikan, sejak awal dirinya sudah menegaskan siap diberi amanah apa saja. Meski telah mengikuti fit and proper test, tetapi dirinya tidak mematok jabatan sebagai Ketua DPD PDIP Sulsel.
”Saya kan bilang sama teman-teman media, bahwa apa pun perintah partai saya siap. Kan (saya) tidak ketua mi, kalau misalnya pengurus, saya siap apa saja,” tuturnya.
Lebih lanjut mantan Wali Kota Makassar dua periode itu menyampaikan, pada intinya dirinya siap berkontribusi untuk partai. Baik itu dalam hal pemikiran mau pun pekerjaan lainnya.
-

Megawati Lebih Pilih Andi Ridwan Wittiri Sebagai Ketua PDIP Sulsel, Ini Kata Danny Pomanto
Diketahui, dalam seleksi Bakal Calon Ketua DPD PDIP Sulsel belum lama ini, Danny mengaku dipanggil khusus oleh DPP. Tanpa melalui pengusulan DPC dan PAC, juga tidak mencalonkan diri atau pun menggalang kekuatan. Hal ini mengindikasikan, DPP PDIP memang menaruh perhatian lebih kepada mantan Wali Kota Makassar tersebut.
Pengamat politik Universitas Hasanudin, Ali Armunanto menilai, kondisi tersebut menempatkan Danny sebagai pihak yang diperhitungkan. Sebab, Danny memang memiliki track record yang baik dalam dunia politik.
“Kondisi ini tentu menempatkan Danny Pomanto sebagai salah satu figur yang diperhitungkan oleh DPP PDIP. Apalagi dia kan dipanggil khusus, tidak mendaftar dan tidak didaftarkan oleh pengurus di tingkat bawah,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menyampaikan, apa pun jabatan yang diberikan PDIP nantinya, tetap membuka peluang bagi dirinya untuk ambil bagian dalam kontestasi politik mendatang, khususnya dalam Pilgub Sulsel. Mengingat, dia juga sudah punya pengalaman dalam kontestasi tersebut.
“Pak Danny ini kan dilihat dari figurnya, dia populis dan elektoralnya cukup baik di Sulsel. Sehingga, apa pun jabatannya di PDIP nanti akan tetap membuka rug itu kepadanya, terlebih lagi kalau dia menjadi ketua,” lanjutnya.
Danny sendiri sempat mengaku dirinya siap mengemban amanah apa saja dari DPP. pada intinya, dia hanya ingin bekerja untuk partai dan memberi kontribusi yang baik untuk partainya.
“Saya ini kan dipanggil oleh DPP, tentu ini sebuah kehormatan. Saya tidak dicalonkan DPC, cuma DPP minta saya ikut fit and proper test ini di Jakarta. Saya juga tidak memilih jabatan, mau sekretaris, wakil ketua, atau Bappilu juga tidak apa-apa,” kata dia.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5315614/original/030442000_1755164353-5c18b84e-1e1d-4573-93d3-d66f036bfdbc.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PDIP Rumuskan Strategi Baru Hadapi Dinamika Politik ke Depan, Sekjen: Fokus Regenerasi
Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut arah kebijakan partai kini disesuaikan dengan dinamika politik, salah satunya dengan mendorong regenerasi.
Menurut dia, PDIP tengah menyesuaikan struktur kepemimpinan, yang di mana salah satu faktor utamanya adalah melihat data pemilih.
“Pemilu ke depan, 58% pemilihnya adalah anak muda. Maka partai harus menyesuaikan diri dan memberikan ruang bagi mereka,” kata Hasto dalam pembukaan Konferensi Daerah (Konferda) dan Konfercab serentak PDIP Sulsel sebagaimana keterangannya, Senin (24/11/2025).
“Instruksi ibu ketua umum (Megawati Soekarnoputri) di dalam pembahasan sidang-sidang komisi, nanti dapat ditambahkan Subkomisi Komunikasi Politik dan Cyber. Ini anggotanya terdiri dari anak-anak muda yang menjadi utusan Konferda yang usianya di bawah 40 tahun,” sambungnya.
Selain itu, Hasto mengklaim, PDIP mengusung politik etis sebagai alternatif dari politik transaksional. Di mana, memahami generasi muda yang lelah dengan politik uang.
Tidak hanya di bidang politik, lanjut Hasto, PDIP Sulsel juga diharapkan mendorong generasi muda ini mengambil peran utama dalam membangun ekonomi regional. Ia menegaskan bahwa kekuatan ekonomi masa depan berada di tangan mereka.
“Zaman sekarang, yang kecil dengan strategi tepat bisa mengguncang kemapanan. Ini era di mana kalian bisa berdiri di atas kaki sendiri,” kata Hasto.

/data/photo/2025/11/19/691d812e50c7c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)