Tag: Masinton Pasaribu

  • Anggota DPR kritik Ketua PDIP Sumut atas polemik empat pulau

    Anggota DPR kritik Ketua PDIP Sumut atas polemik empat pulau

    Medan (ANTARA) – Anggota DPR RI Hinca Pandjaitan mengkritik Ketua PDIP Sumatera Utara (Sumut) Rapidin Simbolon atas polemik empat pulau antara Provinsi Sumatera Utara dan Aceh dengan menuding logikanya salah.

    “Aneh rasanya membaca statemen Bapak Rapidin, tudingan yang tidak mendasar dan logikanya salah,” tegas Hinca di Medan, Ahad.

    Padahal empat pulau itu, lanjut dia, masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) di Provinsi Sumatera Utara.

    Sementara Bupati Tapanuli Tengah adalah Masinton Pasaribu yang juga merupakan kader PDIP dan pernah menjadi anggota Komisi III DPR RI periode 2014 hingga 2024.

    “Tapteng itu dipimpin oleh Bapak Masinton yang merupakan kader PDIP, dan pulau itu masuk ke Tapteng. Jadi yang mendapat pengelolaan adalah Bupati Tapteng,” beber Hinca.

    Politikus Demokrat ini meminta Rapidin Simbolon yang juga anggota Komisi XIII DPR RI memahami konteks permasalahan sebelum berbicara.

    Sebab, tutur dia, isu empat pulau ini sudah bergulir sejak lama, dan bahkan sebelum Bobby Nasution dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara pada 20 Februari 2025.

    Adapun keempat pulau yang masuk dalam wilayah Tapanuli Tengah, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

    Hal ini sesuai Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

    “Bahkan sejak tahun 2007 sudah ada pembahasan dan Kemendagri menetapkan tahun 2022, saat itu Bobby masih Wali Kota Medan,” jelas Hinca yang juga menjadi anggota Komisi III DPR RI ini.

    Ketua DPD PDIP Sumut Rapidin Simbolon sebelumnya mengkritik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian atas polemik kepemilikan empat pulau antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.

    Pihaknya menilai, bahwa Mendagri Tito Karnavian memutuskan sepihak dan bertentangan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Singkil.

    “Saya sangat menyayangkan tindakan Menteri Dalam Negeri yang memutuskan sepihak tanpa ada alasan dan dasar yang jelas, dan bertentangan dengan UU No.14 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Singkil,” kata Rapidin dalam keterangannya, Sabtu (14/6).

    Anggota Komisi XIII DPR RI ini menyatakan, tidak ada urgensi atas pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut, namun Mendagri Tito Karnavian seakan membangun masa lalu yang kurang baik.

    “Mendagri memberikan empat pulau di Aceh Singkil untuk Sumatera Utara, dan pemberian tersebut sama sekali tidak ada urgensinya bagi Aceh maupun Sumut karena keduanya sama-sama berada di wilayah negara kita. Toh negara kita adalah NKRI, tindakan Mendagri seakan membangunkan masa lalu yang tidak baik,” ujarnya.

    Rapidin mencurigai polemik empat pulau itu karena adanya tambang nikel di pulau tersebut, sehingga pihaknya tidak setuju empat pulau ini dinyatakan masuk ke wilayah Provinsi Sumatera Utara.

    “Saya curiga jangan-jangan ada tambang nikel di empat pulau ini agar dapat lagi dimainkan, seperti Blok Medan yang ada di Maluku dan nikel tersebut bisa ekspor secara ilegal ke China. Sebagai warga Sumut, saya menyataan secara tegas bahwa saya tidak setuju jika empat pulau yang saat ini bernaung dibawah Provinsi Aceh diambil alih oleh Pemprov Sumut,” tegas politisi PDIP ini.

    Mantan bupati Samosir ini juga meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut lebih fokus untuk membangun Sumatera Utara, sehingga tidak terjadi gejolak di masyarakat.

    “Sebaiknya Pemprov Sumut berkonsentrasi untuk membangun Sumut dan membuat terobosan pembangunan meski dengan APBD yang sangat terbatas, dan tidak membuat gejolak di masyarakat yang tidak penting,” tutur Rapidin.

    Pewarta: Muhammad Said
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubsu Bobby Nasution Ajak Aceh Bahas Kepemilikan 4 Pulau di Kemendagri

    Gubsu Bobby Nasution Ajak Aceh Bahas Kepemilikan 4 Pulau di Kemendagri

    MEDAN – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution mengajak pembahasan kepemilikan empat pulau antara Sumut dan Aceh langsung dibahas bersama di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Saya dari awal kemarin ke Aceh bertemu gubernur Aceh. Kami ingin sampaikan, bahwa masalah kepemilikan pulau. Mohon maaf, mau kita bahas dari pagi sampai pagi pun sebenarnya tidak akan ada solusinya,” tegas Bobby dilansir ANTARA, Kamis, 12 Juni.

    Gubernur menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut selalu membuka diri jika harus membahas ulang atas kepemilikan empat pulau yang masuk ke wilayah Sumatera Utara.

    Menurutnya, pembahasan yang dilakukan di daerah tidak menyelesaikan persoalan karena keputusan tetap berada di tangan pemerintah pusat.

    Hanya saja, ketika Gubernur Sumut Bobby Nasution datang ke Banda Aceh pada Kamis (4/5), Gubernur Aceh Muzakir Manaf memilih pergi mendahului saat akan membahas soal pertemuan dengan Mendagri Tito Karnavian.

    Bahkan, sejumlah wartawan yang sudah menunggu tidak bisa mewawancarai Gubernur Aceh yang akrab disapa Mualem untuk ikut serta ke Kemendagri di Jakarta.

    “Kalau mau dibahas, ayo sama-sama. Kami terbuka. Tapi kalau soal keputusan, biarlah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Jangan kita bahas dengan pihak yang tidak bisa memutuskan,” tegasnya.

     

    Gubernur juga menekankan, kunjungannya ke Banda Aceh bukan mengajak kerja sama atas pengelolaan empat pulau, melainkan membuka ruang diskusi lebih lanjut.

    “Kita ke sana, bukan mau mengajak kerja sama. Kerja sama itu, dilakukan kalau sudah jelas pulau itu milik Provinsi Sumut. Kalau memang begitu, kita akan membuka opsi kerja sama dengan siapa pun,” jelas Bobby.

    Adapun potensi sumber daya alam empat pulau perbatasan dua kabupaten yakni Tapanuli Tengah dan Aceh Singkil, Bobby mengaku belum memegang data konkret.

    “Katanya ada minyak, gas, dan lain-lain. Tapi saya tidak pegang datanya, dinas pun tidak punya. Jadi kalau ditanya ada potensi, ayo kita bahas sama-sama,” katanya.

    Gubernur juga menanggapi isu empat pulau itu atas hadiah untuk dirinya sesuai Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau ditetapkan pada 25 April 2025.

    Ia menegaskan, wilayah tersebut termasuk dalam Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, sehingga jika memang hadiah bukan ditujukan kepada dirinya.

    “Kalau memang itu hadiah untuk Pak Jokowi, kenapa tidak dipindahkan saja ke Solo?. Itu wilayah Tapteng, jadi hadiahnya bukan ke Bobby Nasution, tapi ke bupati Tapteng. Karena nanti yang mengeluarkan izin segala macam itu bupati Tapteng,” tegasnya.

    Gubernur Bobby mengatakan sesuai informasi Bupati Tapteng Masinton Pasaribu bahwa tidak ada penghuni tetap di empat pulau tersebut.

    Melainkan hanya para nelayan yang singgah sementara dari wilayah Aceh Singkil, Sibolga, dan Tapteng.

    “Konfliknya ini soal kepemilikan. Kalau memang soal kepemilikan, ayo kita bahas sama-sama ke Jakarta. Jangan terus ribut di daerah, karena tidak akan selesai,” kata Bobby.

     

  • Gubsu Bobby Nasution Ajak Aceh Bahas Kepemilikan 4 Pulau di Kemendagri

    Gubsu Bobby Nasution Ajak Aceh Bahas Kepemilikan 4 Pulau di Kemendagri

    MEDAN – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution mengajak pembahasan kepemilikan empat pulau antara Sumut dan Aceh langsung dibahas bersama di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Saya dari awal kemarin ke Aceh bertemu gubernur Aceh. Kami ingin sampaikan, bahwa masalah kepemilikan pulau. Mohon maaf, mau kita bahas dari pagi sampai pagi pun sebenarnya tidak akan ada solusinya,” tegas Bobby dilansir ANTARA, Kamis, 12 Juni.

    Gubernur menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut selalu membuka diri jika harus membahas ulang atas kepemilikan empat pulau yang masuk ke wilayah Sumatera Utara.

    Menurutnya, pembahasan yang dilakukan di daerah tidak menyelesaikan persoalan karena keputusan tetap berada di tangan pemerintah pusat.

    Hanya saja, ketika Gubernur Sumut Bobby Nasution datang ke Banda Aceh pada Kamis (4/5), Gubernur Aceh Muzakir Manaf memilih pergi mendahului saat akan membahas soal pertemuan dengan Mendagri Tito Karnavian.

    Bahkan, sejumlah wartawan yang sudah menunggu tidak bisa mewawancarai Gubernur Aceh yang akrab disapa Mualem untuk ikut serta ke Kemendagri di Jakarta.

    “Kalau mau dibahas, ayo sama-sama. Kami terbuka. Tapi kalau soal keputusan, biarlah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Jangan kita bahas dengan pihak yang tidak bisa memutuskan,” tegasnya.

     

    Gubernur juga menekankan, kunjungannya ke Banda Aceh bukan mengajak kerja sama atas pengelolaan empat pulau, melainkan membuka ruang diskusi lebih lanjut.

    “Kita ke sana, bukan mau mengajak kerja sama. Kerja sama itu, dilakukan kalau sudah jelas pulau itu milik Provinsi Sumut. Kalau memang begitu, kita akan membuka opsi kerja sama dengan siapa pun,” jelas Bobby.

    Adapun potensi sumber daya alam empat pulau perbatasan dua kabupaten yakni Tapanuli Tengah dan Aceh Singkil, Bobby mengaku belum memegang data konkret.

    “Katanya ada minyak, gas, dan lain-lain. Tapi saya tidak pegang datanya, dinas pun tidak punya. Jadi kalau ditanya ada potensi, ayo kita bahas sama-sama,” katanya.

    Gubernur juga menanggapi isu empat pulau itu atas hadiah untuk dirinya sesuai Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau ditetapkan pada 25 April 2025.

    Ia menegaskan, wilayah tersebut termasuk dalam Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, sehingga jika memang hadiah bukan ditujukan kepada dirinya.

    “Kalau memang itu hadiah untuk Pak Jokowi, kenapa tidak dipindahkan saja ke Solo?. Itu wilayah Tapteng, jadi hadiahnya bukan ke Bobby Nasution, tapi ke bupati Tapteng. Karena nanti yang mengeluarkan izin segala macam itu bupati Tapteng,” tegasnya.

    Gubernur Bobby mengatakan sesuai informasi Bupati Tapteng Masinton Pasaribu bahwa tidak ada penghuni tetap di empat pulau tersebut.

    Melainkan hanya para nelayan yang singgah sementara dari wilayah Aceh Singkil, Sibolga, dan Tapteng.

    “Konfliknya ini soal kepemilikan. Kalau memang soal kepemilikan, ayo kita bahas sama-sama ke Jakarta. Jangan terus ribut di daerah, karena tidak akan selesai,” kata Bobby.

     

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri
                        Regional

    10 Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri Regional

    Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri
    Tim Redaksi
    BANDA ACEH, KOMPAS.com
    – Sebanyak empat
    pulau
    milik
    Aceh
    yang berada di Kabupaten Aceh Singkil kini ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Perubahan status administratif itu tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
    Keempat pulau tersebut ialah
    Pulau
    Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil,
    Pulau Lipan
    , dan
    Pulau Panjang
    .
    Proses perubahan status ini telah berlangsung lama sebelum Muzakir Manaf dan Fadhlullah menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.
    Status perpindahan wilayah tersebut kini mulai menuai polemik dan ramai di tengah masyarakat.
    Pemerintah Aceh bersikukuh keempat pulau itu masih miliknya, sementara Pemerintah
    Sumut
    menganggap hal tersebut adalah keputusan pemerintah pusat. 
    Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, mengatakan, Pemerintah Aceh berkomitmen untuk memperjuangkan peninjauan ulang keputusan tersebut.
    “Sesuai dengan komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh,” kata Syakir kepada awak media di Banda Aceh, Senin (26/5/2025).
    Syakir mengungkapkan, saat proses verifikasi dilakukan, Pemerintah Aceh bersama tim dari Kementerian Dalam Negeri telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan peninjauan keempat pulau tersebut.
    Dalam verifikasi itu, Pemerintah Aceh menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung.
    Verifikasi ini juga melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
    Di Pulau Panjang, misalnya, Pemerintah Aceh memperlihatkan sejumlah infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
    Seperti tugu selamat datang, tugu koordinat dibangun oleh Dinas Cipta Karya dan Bina Marga pada tahun 2012, rumah singgah dan mushala (2012), serta dermaga dibangun pada tahun 2015.
    “Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992,” tuturnya. 
    Peta tersebut menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
    “Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh,” ungkap Syakir.
    Bukti lainnya, sebut Syakir, termasuk dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya.
    Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
    Prasasti ini dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada tahun 2008 dengan tulisan “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
    Pada tahun 2022, Kemenko Polhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
    Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
    Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, sejak 2017 telah menyurati Kemendagri untuk menyampaikan aspirasi dan fakta historis serta administratif bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh. 
    “Ini aspirasi daerah yang saya sampaikan berkali-kali, baik secara langsung maupun tertulis. Namun, tidak ada tindak lanjut yang jelas. Saya sudah surati Kemendagri sejak 2017, tetapi tidak digubris,” kata Haji Uma saat dihubungi kompas.com via telepon, Rabu (28/5/2025).
    “Bahkan, saat Aceh diminta membawa data pendukung, itu pun tidak diindahkan dan akhirnya tetap menetapkan pulau tersebut masuk wilayah Sumut,” ucapnya.
    Menurut Haji Uma, keputusan Mendagri sangat mencederai fakta sejarah dan data faktual di lapangan.
    Dia mengungkapkan, sejak 17 Juni 1965, keempat pulau tersebut sudah berada dalam wilayah Aceh dan dihuni oleh masyarakat Aceh. Bahkan, beberapa warga yang pernah tinggal di sana kini menetap di Bakongan, Aceh Selatan.
    “Secara historis dan faktual, itu wilayah Aceh. Pemerintah Aceh juga sudah mengucurkan anggaran untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di sana pada tahun 2012. Kok bisa tiba-tiba diambil alih begitu saja,” katanya.
    Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, bersama Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, berkunjung ke Aceh menemui Gubernur Muzakir Manaf untuk membahas status kepemilikan empat pulau tersebut.
    Pertemuan antar-kepala daerah itu berlangsung pada Rabu (4/6/2025), di Pendopo Gubernur Aceh. Tidak berlangsung lama, Muzakir Manaf lebih dulu meninggalkan lokasi karena ada agenda pertemuan dengan masyarakat.
    Bobby dan rombongan melanjutkan pertemuan (silaturahmi) dengan Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, beserta beberapa unsur pejabat lainnya.
    Bobby mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tidak pernah mengusulkan keempat pulau itu masuk ke wilayahnya. Semua itu merupakan keputusan Kemendagri atau pemerintah pusat.
    “Kalau dari kami, bahasa kami, bukan semata-mata usulan dari pihak Provinsi Sumatera Utara. Tentu ada mekanisme yang berjalan, tetapi di luar itu apa pun potensi di dalamnya, kami tadi sepakat dan saya sampaikan harus bisa kita kelola sama-sama, baik Provinsi Sumatera Utara dan Aceh,” katanya. 
    Menurut Bobby, semua mekanisme terkait status keempat pulau tersebut ada di Kemendagri. Sama sekali tidak ada intervensi dari Pemerintah Sumut.
    “Ini kan mekanismenya bukan serta-merta kalau kami bilang kami kembalikan, bisa kembali pulaunya, bukan seperti itu juga. Yang hari ini kami pikirkan bagaimana potensi yang ada di dalamnya bisa dikelola sama-sama,” ujarnya.
    Kepada Gubernur Aceh, sebut Bobby, dirinya turut menyampaikan soal kolaborasi menyangkut potensi yang ada di keempat pulau tersebut.
    “Saya tidak bicara ini akan dikembalikan atau tidak, ini akan punya siapa, tidak,” ungkapnya.
    Kendati demikian, jika ke depannya ada pembahasan lanjutan terkait permasalahan empat pulau ini, Bobby akan terbuka untuk berdiskusi mencari jalan terbaik.
    “Kalau nanti ada pembahasan lagi ini harus masuk ke Aceh kembali atau tetap Sumut, ini kami terbuka. Tapi, kita bicara jangan ke situnya terus. Tadi saya dengan Pak Gubernur Aceh bicara ketika itu ada di Sumut atau akan kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya di kolaborasikan,” tuturnya.
    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil ditetapkan masuk menjadi bagian dari Sumatera Utara.
    Tito mengatakan, penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait.
    “Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” lanjutnya.
    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat.
    Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
    “Nah tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Tito menegaskan pemerintah pusat terbuka terhadap evaluasi atas keputusan yang ada.
    Bahkan, kata dia, pemerintah terbuka jika ada gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal penetapan empat pulau terkait.
    “Kami terbuka juga untuk mendapatkan evaluasi, atau mungkin, kalau ada yang mau digugat secara hukum, ke PTUN misalnya, kami juga tidak keberatan. Kami juga tidak ada kepentingan personal, selain menyelesaikan batas wilayah,” ucapnya.
    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mempertemukan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dengan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk membahas perubahan administratif empat pulau yang semula masuk wilayah Aceh ke Sumatera Utara.
    Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Safrizal Zakaria Ali mengatakan, pertemuan kedua pemimpin daerah itu menjadi salah satu opsi untuk mencari titik temu peralihan status administrasi empat pulau tersebut.
    “Apakah kemudian nanti berikutnya Menteri Dalam Negeri (dan) Kemenko Polkam akan mempertemukan kedua gubernur, salah satu opsinya,” kata Safrizal. 
    Safrizal Zakaria Ali mengatakan bahwa keempat pulau yang diperebutkan ini tidak berpenduduk.
    “Karena ini statusnya dalam Permendagri sebagai pulau kosong, tidak berpenghuni, tak berpenduduk namanya,” ujarnya.
    Hal ini diketahui setelah melakukan survei lokasi secara langsung pada Juni 2022. Pulau Panjang, misalnya, dengan luas 47,8 hektar, tidak memiliki penduduk yang bermukim di pulau tersebut.
    Hanya ditemukan dermaga yang dibangun pada 2015 dan tugu batas wilayah oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada 2007.
    Terdapat juga rumah singgah dan mushala yang dibangun sekitar 2012 oleh Pemda Aceh Singkil serta makam aulia.
    Pulau yang paling nahas nasibnya adalah Pulau Lipan. Pulau ini hampir bisa dikatakan hilang karena kenaikan muka air laut. Temuan Kemendagri menyebut luasnya hanya 0,38 hektar berupa daratan pasir dan tidak berpenghuni.
    “Dari hasil pemantauan tim di Pulau Lipan ditemukan data dan fakta bahwa Pulau Lipan berupa daratan pasir, dan saat pasang tertinggi pukul 9.25 WIB, pulau dalam kondisi tenggelam,” kata Safrizal.
    Menurut Safrizal, konflik ini bermula dari verifikasi data Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang disusun oleh Kemendagri, Kementerian Kelautan, Bakosurtanal, pakar toponimi, dan Pemerintah Aceh pada 2008.
    Saat itu, Provinsi Aceh telah memverifikasi dan membakukan 260 pulau. Namun, tidak terdapat empat pulau, yaitu Mangkir Gadang (Besar), Mangkir Ketek (Kecil), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    Pada November 2009, Gubernur Aceh menyampaikan surat konfirmasi untuk 260 pulau dengan perubahan nama Pulau Rangit Besar menjadi Mangkir Besar, Rangit Kecil menjadi Mangkir Kecil, Pulau Malelo menjadi Pulau Lipan, dan Pulau Panjang tetap dengan nama yang sama dengan masing-masing koordinatnya.
    Namun, setelah Kemendagri melakukan konfirmasi koordinat, keempat pulau yang diusulkan dengan titik koordinat masing-masing tidak menunjukkan posisi yang dimaksud.
    Koordinat yang berada dalam surat Gubernur Aceh berada di wilayah Kecamatan Pulau Banyak, bukan di wilayah Kecamatan Singkil Utara.
    Kemendagri melihat ada kejanggalan nama pulau dengan titik koordinat yang berbeda karena empat pulau yang dimaksud berjarak 78 kilometer dari titik koordinat yang diberikan Aceh.
    Kemendagri kemudian melakukan rapat pembahasan untuk melakukan analisis spasial terhadap empat pulau yang menjadi konflik dan hasilnya pada 8 November 2017, Dirjen Bina Adwil Nomor 125/8177/BAK menegaskan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam cakupan Provinsi Sumatera Utara.
    Aceh kemudian kembali mengeluarkan surat untuk merevisi koordinat empat pulau tersebut yang semula titiknya berada di Pulau Banyak berpindah ke Singkil Utara.
    Dalam surat itu juga dijelaskan bahwa koordinat yang semula dicantumkan adalah milik Pulau Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang yang berada di Pulau Banyak.
    Namun, setelah rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), KKP, dan berbagai lembaga/kementerian pada 2020, disepakati bahwa empat pulau itu masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
    Pada 13 Februari 2022, kembali dibahas empat pulau tersebut bersama dengan Pemda Aceh dan Pemda Sumut, tetapi tidak terjadi kesepakatan.
    Karena itu, pada 14 Februari 2022, Kemendagri menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 tentang pemutakhiran kode, data wilayah administrasi yang memasukkan empat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • APBD Minim, Sumut Tak Akan Mampu Kelola Empat Pulau Tambahan

    APBD Minim, Sumut Tak Akan Mampu Kelola Empat Pulau Tambahan

    GELORA.CO -Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus mengkritik keras Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian Nomor 300.2.2-2138/2025 yang memindahkan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatera Utara (Sumut).

    Adapun, empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

    “Nggak ada urgensinya (pemindahan) empat pulau itu diputuskan langsung tanpa duduk bersama jadi milik Sumut,” Deddy dikutip dari video singkat melalui akun Facebook, Rabu 11 Juni 2025.

    Deddy menilai keputusan pemindahan empat pulau menjadi milik Sumut tanpa memperhatikan sejarah, sosilogisnya, serta kemampuan APBD Provinsi Sumut yang dipimpin Gubernur Bobby Nasution.

    “Apakah Sumut sudah mampu membiayai seluruh pembangunan di daerahnya?” tanya Deddy.

    Deddy melihat, dengan APBD sebesar Rp13 triliun, Pemprov Sumut tak mampu mengurus dengan baik seluruh wilayah, salah satunya Pulau Nias.

    “Anda (lebih baik) besarkan Pulau Nias, Danau Toba. Itu yang harus dikerjakan, bukan bikin masalah baru klaim pulau segala macam, nanti Mentawai sekalian anda minta juga,” sentil Deddy. 

    Legislator DPR ini juga menyindir Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Masinton Pasaribu agar tidak ikut-ikutan terkait pemindahan empat pulau tersebut.

    “Bupati Tapteng nggak usah ikut-ikutan, APBD anda juga kecil. Nambah empat pulau mau dapat apa? Saya kira semua harus kembali kepada akal sehat,” pungkas Deddy

  • Gubernur Sumut temui Mualem atas empat pulau di Tapanuli Tengah

    Gubernur Sumut temui Mualem atas empat pulau di Tapanuli Tengah

    Banda Aceh (ANTARA) – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution menemui Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) atas empat pulau di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

    “Kita hadir disini bersama Bapak Bupati Tapanuli Tengah Masinton, terutamanya bicara tentang itu (empat pulau),” ucap Bobby didampingi Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu di Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh, Rabu.

    Kedudukan empat pulau di Tapanuli Tengah, lanjut dia, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek telah diputuskan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri).

    Status empat pulau itu tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

    “Kedudukan kami hari ini antara Aceh dan Sumatera Utara bagian yang tak terpisah. Banyak masyarakat Aceh yang ada di wilayah Sumatera Utara, dan banyak warga kami juga yang ada di Aceh,” jelas Bobby.

    Gubernur mengatakan, pihaknya ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat di kedua provinsi saling bertetangga ini bisa mendinginkan suasana atas empat pulau tersebut.

    “Kami hadir disini untuk bisa sama-sama meredam atau sama-sama menyepakati apa yang harus kita disepakati bersama,” tutur Bobby.

    Adapun pertemuan kedua gubernur bertetangga di unjung Pulau Sumatera ini berlangsung di selasar Meuligoe Gubernur Aceh, Kota Banda Aceh.

    Terlihat Mualem menerima kehadiran Bobby, dan mereka sempat cengkrama walau sebentar. Namun akibat kesibukan, Muzakir harus meninggalkan Meuligoe Gubernur Aceh untuk kegiatan lainnya.

    Sementara Bobby Nasution tetap berada di rumah dinas Gubernur Aceh dengan perwakilan pejabat Pemerintah Provinsi Aceh.

    “Nanti Pak Muzakir akan ke Medan,” kata Bobby.

    Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu yang mendampingi Gubernur Sumut Bobby Nasution mengatakan, pihaknya ingin bersilaturahmi dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf.

    Sebab, lanjut dia, silaturahmi ini penting sebagai anak bangsa Indonesia, apalagi munculnya isu hangat dewasa ini tentang empat pulau di Tapanuli Tengah.

    “Isu ini muncul akibat penetapan dari Kepmendagri. Tentu bagi kami tidak menjadi polemik, maka kami datang bersilaturahmi dan ini berada dalam bingkai NKRI,” ucap Masinton.

    Artinya, kata dia, semua pihak tidak perlu berpolemik atas keberadaan empat pulau di Tapanuli Tengah, melainkan bisa diselesaikan jalan musyawarah dengan pemerintah pusat.

    “Jadi kedatangan kami kemari dalam rangka untuk silaturahmi pak gubernur Sumatera Utara beserta pak gubernur Aceh,” papar Masinton.

    Pewarta: Muhammad Said
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Politik kemarin, Presiden buka IPA Convex hingga manajemen penjara

    Politik kemarin, Presiden buka IPA Convex hingga manajemen penjara

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita politik telah diwartakan Kantor Berita Antara, berikut kami rangkum berita politik terpopuler kemarin yang masih layak dibaca kembali sebagai sumber informasi serta referensi untuk mengisi pagi Anda.

    Presiden yakin Indonesia mampu menjadi pemasok energi dunia

    Presiden Prabowo Subianto yakin Indonesia mampu menjadi pemasok energi untuk negara-negara di dunia mengingat potensi energi di dalam negeri yang besar dan masih banyak cadangan energi di Indonesia yang belum dieksplorasi.

    Di hadapan pelaku usaha bidang energi, khususnya minyak dan gas (migas), Presiden pun mendorong adanya kerja sama dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan BUMN untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri.

    “Saya baru bicara sama beberapa pakar dari universitas-universitas terbaik di luar negeri, baru kemarin mereka ceritakan bahwa di laut-laut kita terdapat sumber-sumber energi yang sangat besar, yang teknologinya sekarang sudah ada. Kita sangat-sangat optimis, sebentar lagi kita tidak hanya swasembada energi, kita akan kembali menyuplai energi kepada dunia,” kata Presiden Prabowo Subianto saat berpidato dalam acara pembukaan Konvensi dan Pameran Tahunan Ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) Tahun 2025 di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    Prananda Paloh tegaskan NasDem dukung penuh Prabowo

    Ketua Umum Garda Pemuda NasDem Prananda Surya Paloh menegaskan bahwa Partai NasDem mendukung penuh pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto walau tak mengisi jabatan di pemerintahan.

    Dia mengatakan bahwa Partai NasDem menolak untuk mengisi jabatan di pemerintahan karena menyadari pada Pemilu 2024 mengambil pilihan politik yang berbeda dengan mengusung calon presiden lain.

    “Kita memberikan kesempatan partai pendukung Pak Prabowo,” kata Prananda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    Waketum Gerindra nilai Prabowo punya kelebihan memanajemen SDM

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai Presiden RI Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra memiliki kelebihan dalam hal memanajemen sumber daya manusia (SDM) yang ada di sekitarnya, termasuk yang duduk dalam pemerintahannya.

    “Yang saya lihat di Pak Prabowo, ya, kelebihannya adalah dia bisa me-manage berbagai macam sumber daya manusia yang ada di sekitarnya,” kata Habiburokhman dalam acara Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998 di Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikannya merespons dorongan perombakan kabinet (reshuffle) Kabinet Merah Putih pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi XIII DPR sepakat bentuk Panja untuk benahi masalah penjara

    Komisi XIII DPR RI menyepakati untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) yang bakal bertugas untuk membenahi masalah-masalah yang terjadi dalam sistem pemasyarakatan atau penjara di Indonesia.

    Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara mengatakan bahwa permasalahan pemasyarakatan yang disoroti oleh publik juga menjadi masalah yang harus ditangani oleh para legislator. Dia ingin agar hal-hal kurang baik yang terjadi di sistem pemasyarakatan harus diubah menjadi baik, dan lebih baik.

    “Apakah teman-teman setuju bahwa kita akan membuat Panja? Setuju ya? Itu kita putuskan dulu ya,” kata Dewi saat rapat dengan jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    Aktivis: Penulisan sejarah versi baru momentum rekonsiliasi bangsa

    Aktivis 1998 Masinton Pasaribu menilai penulisan sejarah Indonesia versi baru sebagai momentum rekonsiliasi bangsa sehingga tidak boleh ada sejarah yang dihilangkan.

    “Ya, enggak boleh ada yang dihilangkan, justru harus diluruskan sejarah itu. Penulisan sejarah itu, pelurusan sejarah itu juga bagian dari momentum kita untuk merekonsiliasi bangsa ini,” kata Masinton.

    Hal itu disampaikannya usai menghadiri acara Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998 bertema “Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi” di Jakarta, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aktivis: Penulisan sejarah versi baru momentum rekonsiliasi bangsa

    Aktivis: Penulisan sejarah versi baru momentum rekonsiliasi bangsa

    “Ya, enggak boleh ada yang dihilangkan, justru harus diluruskan sejarah itu. Penulisan sejarah itu, pelurusan sejarah itu juga bagian dari momentum kita untuk merekonsiliasi bangsa ini,”

    Jakarta (ANTARA) – Aktivis 1998 Masinton Pasaribu menilai penulisan sejarah Indonesia versi baru sebagai momentum rekonsiliasi bangsa sehingga tidak boleh ada sejarah yang dihilangkan.

    “Ya, enggak boleh ada yang dihilangkan, justru harus diluruskan sejarah itu. Penulisan sejarah itu, pelurusan sejarah itu juga bagian dari momentum kita untuk merekonsiliasi bangsa ini,” kata Masinton.

    Hal itu disampaikannya usai menghadiri acara Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998 bertema “Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi” di Jakarta, Rabu.

    Sebab, menurut dia, sejarah cenderung memiliki subjektivitas tinggi lantaran ditulis dari pandangan yang dimiliki oleh pihak pemenang.

    “Penulisan ulang sejarah tadi itu harus diletakkan dalam rangka pelurusan sejarah, meletakkan sejarah kita kembali dalam bingkai merah putih, apalagi itu tentang sejarah ke-Indonesiaan,” ucapnya

    Untuk itu, dia memandang penulisan sejarah Indonesia versi baru tersebut justru seharusnya dimaksudkan untuk meluruskan sejarah yang ada di Tanah Air.

    “Umpama, ada banyak hal ya dari mulai peristiwa (tahun) ’48 peristiwa ’66, ’67, dan beberapa peristiwa lainnya yang menurut kita itu harus kita letakkan dalam kerangka sejarah yang benar tadi itu,” ucapnya.

    Dia lantas berkata, “Itu yang kita maksud dengan pelurusan sejarah begitu lho, sehingga penulisan ulang sejarah dan pelurusan sejarah itu adalah bagian dari merekonsiliasi sejarah bangsa kita.”

    Adapun terkait polemik yang muncul atas rencana pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden Ke-2 RI Soeharto, dia meminta agar rencana tersebut untuk tidak diteruskan.

    “Maka ketika muncul polemik pemberian gelar, ya menurut saya ya itu jangan diteruskan ya, gitu lah,” tuturnya.

    Dia meminta para aktivis 1998 untuk merenungkan kembali mengenai rencana pemberian gelar pahlawan tersebut, berkaca atas aksi menuntut reformasi yang dilakukan justru untuk menggulingkan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.

    “Kalau Pak Harto diberikan gelar pahlawan ya, nah terus yang memperjuangkan aktivis gerakan reformasi itu pada saat itu, ya berarti pengkhianatan?” kata Bupati Tapanuli Tengah itu.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengamat nilai reformasi bukan untuk diperingati melainkan diulangi

    Pengamat nilai reformasi bukan untuk diperingati melainkan diulangi

    “Yang kita perlukan adalah ulangi reformasi, bukan memperingati. Aktivis tidak pernah memperingati kelakuannya sendiri, dia mengulangi kelakuannya,”

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa momentum reformasi 1998 bukan sekadar untuk diperingati, melainkan untuk diulangi dalam kaitannya dengan transformasi demokrasi ekonomi di Indonesia.

    “Yang kita perlukan adalah ulangi reformasi, bukan memperingati. Aktivis tidak pernah memperingati kelakuannya sendiri, dia mengulangi kelakuannya,” kata Rocky dalam acara Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998 bertema “Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi” di Jakarta, Rabu.

    Dia lantas menyoal pemilihan diksi “reformasi” ketimbang “revolusi” dalam sejarah tahun 1998 yang dinilainya sebagai kesalahan epistemik.

    Menurut dia, pemilihan diksi tersebut merupakan yang “paling lemah” karena sedianya gerakan mahasiswa kala itu menghendaki diksi “revolusi”, namun gugup akan perubahan total sehingga akhirnya digunakan lah “reformasi total”.

    “Revolusi artinya perubahan kualitatif dari satu rezim ke rezim lain, kualitasnya berubah; reformasi itu perubahan kuantitatif yang berubah susunan manusia,” ujarnya.

    Rocky yang menyatakan dukungannya terhadap ekonomi sosialis pun menyebut bahwa Presiden RI Prabowo Subianto menghendaki pula gagasan tersebut saat berdiskusi langsung dengan dirinya beberapa tahun lalu.

    “Kami bicara tentang masa depan. Saya tantang anda mau nggak jadi pemimpin sosialis Indonesia? Dia bilang, ‘Bahkan saya ingin jadi pemimpin sosialis Asia’,” katanya.

    Untuk itu, dia memandang perombakan kabinet (reshuffle) sebagai salah satu peluang bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk dapat mengejawantahkan gagasan ekonomi sosialis tersebut.

    “Maka tugas presiden mengganti mereka yang do not speak socialism, dan itu yang namanya perubahan paradigma baru,” tuturnya.

    Dia lantas berkata, “Jadi sekali lagi ada kesempatan bagi kita untuk mengulangi energi reformasi. Kita ingin, bukan memperingati reformasi, tapi mengulangi reformasi.”

    Pada kesempatan tersebut, turut hadir Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan Jumhur Hidayat, Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melkiades Laka Lena, hingga aktivis Malari 1974 Hariman Siregar, dan aktivis lintas generasi lainnya.

    Sementara itu, Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco yang dijadwalkan turut hadir sebagai pembicara kunci batal hadir pada acara tersebut

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aktivis lintas generasi gelar sarasehan peringati 27 tahun reformasi

    Aktivis lintas generasi gelar sarasehan peringati 27 tahun reformasi

    “Jadi demokrasi politik sudah bisa kita capai dengan segala macam kekurangan dan kelebihan. Nah, yang patut kita cermati kita sebagai aktivis tahun 1998 dan generasi sebelumnya adalah soal demokratisasi ekonominya, yang menurut kami masih jauh pangga

    Jakarta (ANTARA) – Aktivis lintas generasi menggelar sarasehan memperingati 27 tahun reformasi 1998 dengan tema “Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi” di Jakarta, Selasa.

    Aktivis 1998 Haris Rusly Moti selaku koordinator fasilitator acara tersebut menjelaskan tema itu diangkat lantaran kemajuan demokrasi ekonomi tertinggal bila dibandingkan dengan capaian demokrasi politik pascareformasi.

    “Jadi demokrasi politik sudah bisa kita capai dengan segala macam kekurangan dan kelebihan. Nah, yang patut kita cermati kita sebagai aktivis tahun 1998 dan generasi sebelumnya adalah soal demokratisasi ekonominya, yang menurut kami masih jauh panggang dari api,” kata Haris.

    Dia lantas berkata, “Kami ingin demokrasi kebebasan politik kita ini bukan hanya di TPS-TPS (tempat pemungutan suara), tapi juga akses terhadap sumber-sumber kekayaan negara kita ini juga dinikmati oleh masyarakat Indonesia, ini poin kunci.”

    Adapun terkait peringatan 27 reformasi, dia memberikan catatan bahwa perjuangan untuk menggapai reformasi sedianya tidak hanya berhasil dicapai oleh aktivis 1998, melainkan telah dirintis oleh para aktivis terdahulu sejak tahun 1970-an.

    “Generasi ’98 ini adalah generasi yang memfinalisasi perjuangan panjang itu dan mendapat untung dan dapat simbol sebagai aktivis yang menjatuhkan Soeharto, padahal sebetulnya yang berjuang itu jauh sebelumnya dari tahun 1970 sampai 1998,” ujarnya.

    Dengan demikian, lanjut dia, ketika Presiden Ke-2 RI Soeharto mundur maka aktivis generasi 1998 tinggal memetik buah perjuangan reformasi yang telah dirintis sejak lama, bersamaan dengan kekuasaan Orde Baru yang memang sudah memasuki masa uzurnya.

    “Orde Baru itu memang terlalu dipersonifikasi ke sosok yang namanya Soeharto itu sehingga ketika dia sudah mulai uzur, kekuasaannya sudah mulai lumpuh, nah disitulah momentum generasi baru yang biasa disebut sebagai generasi 1998 ini,” katanya.

    Sementara itu, aktivis senior sekaligus motor Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari 1974 (Malari) Hariman Siregar menilai demokrasi di Indonesia telah masuk dalam kategori demokrasi yang matang bila menilik pada transisi kepemimpinan di Tanah Air yang telah berjalan enam kali tanpa kekerasan.

    “Kalau kita cuma lihat di situ saja itu kita mature demokrasi, tapi kalau kita lihat dalam hari-harinya, (terdapat) kelemahan demokrasi dalam bentuk kelemahan civil society, sudah itu partai-partai yang rekrutmennya cuman milih artis, milih segala macam,” kata Hariman saat memberikan pidato kunci (keynote speech).

    Adapun terkait tema yang diusung dalam acara tersebut, dia memandang bahwa demokrasi ekonomi akan tercipta dengan sendirinya apabila prinsip-prinsip demokrasi dalam bernegara itu dijalankan dengan sungguh-sungguh.

    “Jadi enggak mungkin kita bicara demokrasi ekonomi, kalau dalam kehidupan sehari-hari kita demokrasi itu enggak kita praktikkan menjadi bagian dari apa state of mind kita,” kata dia.

    Pada kesempatan tersebut, turut hadir Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan Jumhur Hidayat, Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melkiades Laka Lena, hingga pengamat politik Rocky Gerung, dan aktivis lintas generasi lainnya.

    Sementara itu, Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco yang dijadwalkan turut hadir sebagai pembicara kunci batal hadir pada acara tersebut.

    “Harusnya saya memberikan salam hormat pada dua keynote speaker saya juga, yaitu Ibu Puan Maharani dan Profesor Sufmi Dasco tadi, dan dia rupanya menitip pesan, ‘Abang saja deh yang ambil alih semuanya’. Saya berpikir-pikir, kenapa begitu ya? Rupanya mereka itu enggak mau mendahului bahwa hari ini Gerindra dan PDIP sudah jadi satu,” kata Hariman sambil berkelakar.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.