Tag: Marwan Dasopang

  • Komisi VIII DPR RI dukung penurunan biaya haji disertai efisiensi

    Komisi VIII DPR RI dukung penurunan biaya haji disertai efisiensi

    Penurunan biaya bukan semata-mata soal angka, tapi soal efisiensi dan keadilan. Kami ingin jemaah tidak terbebani, tapi juga tetap mendapat layanan terbaik

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mendukung usulan pemerintah menurunkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1447 H/2026 dengan penurunan biaya yang harus disertai perbaikan efisiensi dan pengawasan kontrak layanan.

    Ia menjelaskan pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH sekitar Rp88 juta per jamaah, turun sekitar Rp1 juta dibanding tahun sebelumnya, namun DPR masih menilai angka tersebut masih bisa diturunkan.

    “Kami mencermati usulan pemerintah sebesar Rp88 juta itu masih bisa diturunkan lagi sekitar Rp1–2 juta. Prinsipnya, efisiensi harus dilakukan di setiap komponen, tanpa mengorbankan kualitas pelayanan,” kata Marwan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Haji dan Umrah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Menurutnya, Komisi VIII akan meneliti secara detail setiap pos anggaran BPIH, mulai dari biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, hingga layanan transportasi di Arab Saudi.

    DPR juga meminta simulasi perhitungan per embarkasi untuk melihat potensi penghematan dari wilayah-wilayah dengan biaya logistik tinggi.

    “Kami sudah meminta simulasi hitungan dari Kementerian Haji dan Umrah. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau layanan bisa tetap baik dengan biaya lebih efisien, kenapa tidak kita turunkan?” ujarnya.

    Marwan menekankan bahwa tujuan utama pembahasan BPIH bukan sekadar menurunkan angka nominal, melainkan memastikan keseimbangan antara nilai manfaat, pelayanan, dan kemampuan jamaah.

    “Penurunan biaya bukan semata-mata soal angka, tapi soal efisiensi dan keadilan. Kami ingin jemaah tidak terbebani, tapi juga tetap mendapat layanan terbaik,” katanya.

    Ia menambahkan, DPR juga meminta pengawasan lebih ketat terhadap pelaksanaan kontrak layanan dengan pihak ketiga di Arab Saudi agar tidak terjadi pemborosan atau penggelembungan biaya.

    Transparansi, menurutnya, menjadi kunci agar dana haji benar-benar digunakan untuk kepentingan jamaah.

    “Seluruh kontrak dan nota transaksi harus terbuka. Jangan ada komponen biaya yang tidak jelas peruntukannya. Ini dana umat, jadi harus dikelola dengan penuh tanggung jawab,” kata Marwan.

    Komisi VIII, kata Marwan, akan menuntaskan pembahasan BPIH 2026 pada akhir Oktober dan mendorong agar keputusan final diumumkan sebelum akhir bulan, sehingga jamaah dapat segera melunasi biaya haji sesuai jadwal yang ditetapkan.

    “Kami targetkan keputusan bisa diambil paling lambat 30 Oktober. Semakin cepat diputuskan, semakin siap pula jemaah dan pemerintah dalam mempersiapkan seluruh rangkaian ibadah haji,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Biaya Haji 2026 Hanya Turun Rp1 Juta, DPR Singgung soal Potensi Bancakan

    Biaya Haji 2026 Hanya Turun Rp1 Juta, DPR Singgung soal Potensi Bancakan

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI memandang Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) seharusnya dapat kembali menurunkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2026 yang diusulkan sebesar Rp88,4 juta dalam rapat kerja Komisi VIII pada hari ini. Adapun, usulan biaya haji tersebut hanya turun Rp1 juta dibandingkan besaran pada 2025. 

    Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyoroti adanya potensi kebocoran anggaran penyelenggaraan haji sebesar Rp5 triliun. Dia pun menilai jika potensi kebocoran anggaran tersebut bisa ditangani, semestinya biaya haji dapat menjadi lebih murah.

    “Ini turunnya baru Rp1 juta, Pak Wakil Menteri [Dahnil Anzar Simanjuntak]. Ini belum masuk angka-angka bancakan. Kalau kita masukkan angka bancakan, harus turun Rp5 triliun dari Rp17 triliun,” kata Marwan di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai bahwa Kemenhaj masih memiliki kerangka perhitungan biaya yang sama dengan saat penyelenggaran haji berada di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Ditjen PHU Kemenag).

    Sebagai instansi anyar, Marwan berpendapat bahwa Kemenhaj semestinya memiliki terobosan baru dibandingkan pendahulunya.

    Dia lantas berujar bahwa dewan telah mengidentifikasi permasalahan penyelenggaraan ibadah haji era Ditjen PHU, antara lain mengenai pelayanan yang dinilai amburadul dan komponen pembentuk biaya haji yang disinyalir mengandung kebocoran. 

    “Dua hal ini harus terjawab di Kementerian Haji. Kalau tidak, ya artinya sama saja, berarti berpotensi akan ada bancakan lagi,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bersama Kemenhaj akan kembali berembuk mengenai komponen pembentuk biaya haji agar dapat kembali diturunkan. Pembahasan ini disebutnya akan berlanjut pada Selasa (28/10/2025) besok.

    Sebelumnya, Kemenhaj mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) 2026 yang ditanggung calon jemaah haji turun Rp1 juta dibandingkan tahun ini, alias menjadi Rp54,92 juta

    Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bahwa jumlah tersebut setara dengan 62% dari total BPIH yang diusulkan pemerintah sebesar Rp88,41 juta.

    “Singkatnya, nilai yang kami ajukan terkait dengan BPIH turun sebesar Rp1 juta dibandingkan tahun yang lalu,” kata Dahnil dalam kesempatan yang sama. 

    Dia memerinci, komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah haji tersebut terdiri atas biaya penerbangan pulang-pergi dari embarkasi ke Arab Saudi senilai Rp33,1 juta, akomodasi di Makkah sebesar Rp14,65 juta, akomodasi di Madinah sebanyak Rp3,87 juta, serta biaya hidup alias living cost yang dialokasikan Rp3,3 juta.

    Sementara itu, sisa sebanyak 38% dari BPIH alias senilai Rp33,48 juta akan berasal dari nilai manfaat atau dana optimalisasi.

  • 3
                    
                        Pemerintah Usul Biaya Haji 2026 Rp 88,4 Juta, Jemaah Bayar Rp 54,9 Juta
                        Nasional

    3 Pemerintah Usul Biaya Haji 2026 Rp 88,4 Juta, Jemaah Bayar Rp 54,9 Juta Nasional

    Pemerintah Usul Biaya Haji 2026 Rp 88,4 Juta, Jemaah Bayar Rp 54,9 Juta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pemerintah mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026 atau 1447 Hijriah sebesar Rp 88.409.365 per jemaah.
    Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, dari jumlah tersebut, calon jemaah haji akan menanggung biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) sebesar Rp 54.924.000 atau 62 persen dari total biaya.
    “Untuk tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi, pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 88.409.365. Dengan komposisi Bipih sebesar Rp 54.924.000 atau setara dengan 62 persen dari nilai total, sedangkan nilai manfaat optimalisasi sebesar Rp 33.485.365 atau 38 persen,” ujar Dahnil dalam rapat panitia kerja (panja) BPIH bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/10/2025).
    Dia menambahkan, nilai yang diusulkan pemerintah tersebut turun sekitar Rp 1 juta dibandingkan dengan BPIH tahun 2025.
    “Singkatnya nilai yang kami ajukan terkait BPIH turun sebesar Rp 1.000.000 dibandingkan tahun yang lalu,” ujar Dahnil.
    Menurut Dahnil, penentuan besaran biaya haji 2026 dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas, agar penyelenggaraan ibadah haji tetap berjalan baik dengan biaya yang wajar.
    “Pemerintah mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik dengan biaya yang wajar,” tutur dia.
    Dahnil mengungkapkan bahwa komponen Bipih yang dibebankan langsung kepada jemaah terdiri dari beberapa komponen.
    Salah satunya adalah biaya penerbangan pulang-pergi dari embarkasi ke Arab Saudi sebesar Rp 33,1 juta.
    Komponen lainnya adalah akomodasi di Mekkah Rp 14,65 juta, akomodasi di Madinah Rp 3,87 juta, dan biaya hidup (
    living cost
    ) sebesar Rp 3,3 juta.
    “Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah haji dengan menggunakan asumsi dasar di atas, pemerintah mengusulkan biaya rata-rata Bipih tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi sebesar Rp 54.924.000,” kata Dahnil.
    Dahnil menambahkan, besaran
    living cost
    jemaah 2026 diusulkan tetap sama seperti tahun sebelumnya, yakni 750 riyal (SAR).
    Pembayaran akan dilakukan dalam bentuk mata uang riyal untuk melindungi jemaah dari fluktuasi nilai tukar.
    Dalam usulannya, pemerintah juga menggunakan asumsi nilai tukar dollar AS sebesar Rp 16.500 per dollar Amerika Serikat dan nilai tukar riyal sebesar Rp 4.400 per SAR, sesuai asumsi dasar dalam APBN 2026.
    “Pembayaran akan dilakukan dalam bentuk SAR dengan pertimbangan untuk melindungi jemaah haji dari fluktuasi besar dalam nilai tukar yang diterapkan oleh perusahaan penukaran uang,” kata Dahnil.
    Diberitakan sebelumnya, Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah akan mulai menggelar rapat pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026, Senin (27/10/2025).
    Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengatakan, rapat ini digelar setelah Komisi VIII resmi membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas biaya haji 2026 mendatang.
    Menurut Marwan, rapat pembahasan BPIH 2026 ini juga akan diikuti oleh perwakilan panja pemerintah, khususnya dari unsur Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj). 
    Sementara itu, Kementerian Haji dan Umrah sebelumnya menargetkan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk 2026 sudah bisa diputuskan pada November 2025.
    Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf mengatakan, penetapan BPIH yang lebih awal ini diharapkan bisa memberi kepastian lebih cepat kepada calon jemaah haji.
    “Kita harapkan mungkin November akan sudah ada putus tentang BPIH-nya. Sehingga calon jemaah kita bisa segera melunasinya, kemudian semua persiapan akan segera berjalan,” kata Irfan, usai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9/2025) kemarin.
    Sebagai informasi, besaran BPIH 2025 atau 1446 H yang ditetapkan DPR bersama pemerintah sebesar Rp 89,4 juta.
    Sementara itu, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung oleh jemaah haji 2025 sebesar Rp 55.431.750,78.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemprov Bali minta bantuan sistem peringatan banjir lewat DPR

    Pemprov Bali minta bantuan sistem peringatan banjir lewat DPR

    Denpasar (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengajukan permintaan bantuan sistem peringatan dini bencana banjir ke pemerintah pusat melalui DPR RI.

    Hal ini disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Bali I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya dalam kunjungan kerja reses Komisi VIII DPR RI di Denpasar, Jumat.

    “Mudah-mudahan tidak terlalu lama bisa didukung paling tidak 4 hingga 5 sungai yang perlu sistem peringatan dini banjir,” kata dia.

    Selain pendeteksi banjir, melihat potensi bencana di Bali yang juga berisiko yaitu tsunami, BPBD Bali turut berharap dukungan berupa perbaikan pada sistem peringatan dini yang sudah dimiliki Bali.

    Meski sudah pernah terjadi sebanyak enam kali dengan jarak yang jauh, tetap saja menurutnya bencana tsunami berpotensi terulang, sedangkan alat yang ada saat ini kurang optimal melihat kebutuhan Bali dalam antisipasi bencana.

    “Kami sudah punya alat mungkin lebih baik dari beberapa daerah lain, tapi tetap kurang optimal sistem peringatan dini tsunaminya karena kami punya tantangan industri pariwisata yang cepat berkembang, sehingga menimbulkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di zona berbahaya,” ujar Teja Bhusana.

    “Jadi aspirasi kami nanti mohon ada dukungan tentang sistem peringatan dini baik banjir maupun tsunami termasuk aspirasi bagaimana kebijakan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap gelombang,” sambung Kalaksa BPBD Bali.

    Merespons itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menjamin akan membawa usulan pengembangan sistem pendeteksi dini banjir ke pusat.

    “Ada 10 titik rawan untuk bencana, kami nanti akan diskusikan di pusat untuk mencegah korban, pencegahan dini tentu berupa alat, kami ingin mempercepat sehingga nanti Bali tetap kita jaga, ketangguhan masyarakat Bali perlu dijaga,” kata Marwan Dasopang.

    Komisi VIII DPR RI sendiri melihat beban pemerintah daerah sudah besar, meskipun anggaran Pemprov Bali sudah tinggi, dalam hal penyediaan sistem pendeteksi ini sudah semestinya ditanggung pemerintah pusat.

    Apalagi mitigasi kebencanaan merupakan program nasional, sehingga pemerintah pusat berkewajiban untuk bertanggung jawab.

    “Sekali pun dalam kategori anggaran Bali itu cukup besar bahkan kalau diberikan haknya semuanya Bali itu lebih sejahtera, tapi Bali banyak sekali tugasnya dukungan pemerintah pusat dibutuhkan, dinyatakan bahwa Indonesia ini pasar bencana, maka tidak terkecuali Bali, pemerintah pusat harus menyiapkan itu juga,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang.

    Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kepala BP Haji Akan Jadi Menteri, tetapi Tunggu Keputusan Prabowo
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Agustus 2025

    Kepala BP Haji Akan Jadi Menteri, tetapi Tunggu Keputusan Prabowo Nasional 28 Agustus 2025

    Kepala BP Haji Akan Jadi Menteri, tetapi Tunggu Keputusan Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji Mochamad Irfan Yusuf kemungkinan akan  otomatis menjadi Menteri Haji dan Umrah seiring dengan pembentukan kementerian baru itu.
    “Kemungkinan seperti itu (Kepala BP Haji menjadi Menteri Haji dan Umrah),” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
    Kendati demikian, ia masih menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto soal pengisian jabatan itu terlebih dahulu.
    “Tapi kita tunggu keputusan dari Bapak Presiden karena sepenuhnya kan itu menjadi hak prerogatif Bapak Presiden. Malau sudah kita putuskan dan beliau menandatangani menjadi Kementerian Haji, sekaligus pasti menunjuk menterinya di sana,” ucap Prasetyo.
    Ia melanjutkan, Presiden Prabowo akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pembentukan Kementerian Haji dan Umrah.
    Namun, politikus Partai Gerindra ini menyebutkan bahwa pemerintah masih mempelajari hasil revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mengatur pembentukan kementerian tersebut.
    “Kami pihak pemerintah sedang maraton untuk mempelajari dan kemudian menyelesaikan secepatnya pembentukan Kementerian Haji sebagaimana yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Haji tersebut. Minta waktu sebentar,” kata Prasetyo.
    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
    Salah satu poin utama revisi adalah perubahan kelembagaan penyelenggara ibadah haji dan umrah yang sebelumnya berbentuk Badan Pengelola (BP) Haji, kini ditingkatkan menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
    Menurut Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang, kehadiran kementerian baru ini akan menghadirkan pelayanan haji dan umrah yang terintegrasi di bawah satu atap.
    “Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia akan menjadi
    one stop service
    . Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Haji dan Umrah,” kata Marwan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menag Tak Lagi Urusi soal Haji dan Umrah, Kepala BP Haji Otomatis jadi Menteri

    Menag Tak Lagi Urusi soal Haji dan Umrah, Kepala BP Haji Otomatis jadi Menteri

    JAKARTA – Komisi VIII DPR RI menggelar rapat evaluasi haji tahun 2025 bersama Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Kepala Badan Penyelenggara Haji, Mochamad Irfan Yusuf di Kompleks Parlemen siang ini. 

    Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyebut bahwa Kementerian Agama (Kemenag) tak lagi mengurusi ibadah haji dan umrah usai UU Haji disahkan.

    Ia mengatakan UU Haji yang baru membuat penyelenggaraan layanan haji dipindah dari Kemenag kepada Kementerian Haji.

    “Menteri Agama tidak lagi mengurusi urusan haji betul-betul menjadi ulama, mengurusi kepentingan umat beragama. Jadi sudah tepat menjadi anregurutta Kiai Haji Nasaruddin Umar,” ujar Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 27 Agustus. 

    Seperti diketahui, DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang. Dengan demikian, Badan Penyelenggara (BP) Haji kini menjadi Kementerian Haji dan Umrah.

    Marwan juga menyebut bahwa Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) akan otomatis menjadi Menteri Haji dan Umrah. Ia menuturkan, aturan itu sudah terdaftar dalam subtansi UU.

    Dengan demikian, kata Marwan, Kepala BP akan berganti penyebutan menjadi Menteri Haji dan Umrah.

    “Tentu nanti Gus Irfan ya, tidak lagi Kepala Badan, menjadi Menteri Haji. Dan pasal-pasal tentang itu sudah diputuskan mungkin belum 60 hari saya lupa Pak Sekjen ikut yang merumuskan kapan menyampaikan pertangungjawaban itu lebih cepat Pak, kalau nggak salah paling 30 hari atau berapa saya lupa,” kata Marwan. 

    Marwan menambahkan, dalam rapat yang diselenggarakan sesuai dengan amanat pasal 43 ayat (2) dan pasal 51 ayat (1) UU nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, bahwa Menteri menyampaikan laporan evaluasi dan pertanggungjawaban serta laporan keuangan kepada Presiden dan DPR RI paling lama 60 hari terhitung setelah penyelenggaraan ibadah haji berakhir.

    “Itu amanat dalam UU Haji tahun 2019 yang masih berlaku saat pelaksanaan ibadah 2025,” katanya.

  • Menkum Sorot Pemanfaatan Kuota Haji yang Belum Optimal
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Menkum Sorot Pemanfaatan Kuota Haji yang Belum Optimal Nasional 27 Agustus 2025

    Menkum Sorot Pemanfaatan Kuota Haji yang Belum Optimal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebut masih adanya persoalan terkait pemanfaatan kuota haji dan kuota haji tambahan di Indonesia.
    Hal tersebut menjadi salah satu permasalahan yang diharapkan selesai lewat Undang-Undang Haji dan Umrah, yang baru disahkan oleh DPR.
    “Masih terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, antara lain: pemerintah Indonesia belum optimal dalam memanfaatkan kuota haji dan kuota haji tambahan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi,” ujar Supratman saat membacakan pandangan pemerintah dalam rapat paripurna DPR, Selasa (27/8/2025).
    Selain masalah kuota, pembinaan masalah haji juga menjadi salah satu hal yang belum optimal dilakukan oleh pemerintah.
    Juga belum adanya perlindungan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ibadah haji bagi warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan pisah haji non-kuota dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
    “Belum adanya mekanisme pembahasan perubahan biaya penyelenggaraan ibadah haji dalam hal terjadi kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji,” ujar Supratman.
    “Belum ada pengaturan mengenai sistem informasi haji melalui sistem informasi kementerian, serta keberangkatan perjalanan ibadah haji dan umrah secara mandiri,” sambungnya.
    Adanya sejumlah masalah tersebut, perlu dilakukan revisi terhadap UU Haji dan Umrah demi menghadirkan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih aman, nyaman, tertib, dan lancar.
    “Agar penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan dengan aman, nyaman, tertib, lancar, dan sesuai dengan ketentuan syariat untuk sebesar-besarnya kemanfaatan bagi jemaah haji dan umrah,” ujar Supratman.
    Diketahui, DPR dan pemerintah telah melakukan pengambilan keputusan tingkat II dan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang.
    Salah satu poin penting dalam revisi UU Haji dan Umrah adalah peningkatan status Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
    “Panja Komisi VIII DPR RI dan panja pemerintah Republik Indonesia bersepakat, satu, kelembagaan penyelenggara berbentuk Kementerian Haji dan Umrah,” ujar Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang membacakan laporan panja revisi UU Haji dan Umrah.
    “Kedua, Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia akan menjadi satu atap atau one stop service. Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Haji dan Umrah,” sambungnya.
    Undang-undang baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan akomodasi, transportasi, dan pelayanan haji pada tahun-tahun berikutnya.
    “Perubahan ini merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan jemaah, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga pelayanan kesehatan di Makkah, Madinah, serta saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” ujar Marwan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tok! DPR Sahkan RUU Haji dan Umrah

    Tok! DPR Sahkan RUU Haji dan Umrah

    GELORA.CO -DPR RI menggelar rapat paripurna ke-4 masa sidang I tahun 2025-2026 dengan agenda pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di Gedung Nusantara II, Komplek DPR RI, Senayan, Selasa, 26 Agustus 2025.

    Pantauan Kantor Berita Politik RMOL di lokasi, rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal dan dihadiri oleh 338 anggota dewan. Lantas Cucun memberikan kesempatan kepada Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang untuk menyampaikan pandangan panitia kerja RUU Haji dan Umroh.

    Selanjutnya, pimpinan sidang meminta persetujuan seluruh anggota dewan yang hadir terkait perubahan ketiga atas UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    “Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi tentang perubahan ketiga atas UU No.8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umroh. Apakah dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang,” tanya Cucun dalam forum.

    “Berikutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah perubahan ketiga tentang UU No.8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umroh, dapat disahkan sebagai undang-undang?” tanyanya lagi.

    “Setuju,” teriak para anggota dewan.

    Dalam pembahasan perubahan ketiga atas UU No.8 Tahun 2019 oleh Komisi VIII DPR RI dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Hukum, Kementerian Pemberdayan Aparatur Negara Reformasi-Birokrasi, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).

    Salah satu poin penting dalam pengesahan perubahan ketiga atas undang-undang ini adalah pembentukan Kementerian Haji yang sebelumnya BP Haji.

  • Tok! RUU Haji dan Umrah Resmi Disahkan Jadi Undang-Undang

    Tok! RUU Haji dan Umrah Resmi Disahkan Jadi Undang-Undang

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi Undang-undang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada hari ini, Selasa (26/8/2025).

    Beleid baru tersebut memuat ketentuan tentang pembentukan Kementerian Haji menggantikan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) untuk menyelenggarakan layanan Ibadah Haji dan Umrah.

    “Apakah Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal dalam rapat paripurna.

    Pertanyaan tersebut disambut persetujuan dari anggota dewan yang hadir, disusul bunyi ketokan palu.

    Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI dan pemerintah telah membahas dan menyetujui RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyampaikan bahwa seluruh fraksi partai politik dan pemerintah secara bulat menyepakati usulan aturan tersebut, sehingga tata kelola haji dan umrah diharapkan dapat lebih baik.

    Dalam rapat kerja yang berlangsung pada Senin (25/8/2025), persetujuan diutarakan 6 fraksi partai politik yakni PDIP, Partai Gerindra, PKS, PKB, Partai Demokrat, dan PAN.

    “Pandangan fraksi fraksi dan pemerintah bulat menyetujui [RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.8/2019 Tentang Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah], alhamdulillah,” kata Marwan di kompleks parlemen Senayan, Senin (25/8/2025).

    Secara terperinci, berikut beberapa perubahan yang diakomodir dalam RUU Haji dan Umrah:

    Kementerian Haji

    Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengungkap poin penting pertama yang disepakati ialah perubahan status Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian.

    Dia mengatakan lembaga penyelenggara haji yang selama ini disebut sebagai badan diubah frasanya menjadi kementerian. Dengan demikian, BP Haji akan berubah menjadi Kementerian Haji.

    Petugas Haji Non-Muslim

    Poin berikutnya berkaitan dengan petugas haji tingkat daerah yang keberadaannya tidak dihapuskan, tetapi dikurangi. Hal ini berdasarkan masukan bahwa kuota petugas haji daerah banyak dinilai terlalu besar memakai kuota jemaah.

    Sebelumnya, sempat muncul wacana petugas haji non-muslim yang menuai polemik di kalangan publik. Namun, terkait hal tersebut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Singgih Januratmoko, menegaskan bahwa ketentuan terkait agama petugas haji daerah tidak akan dicantumkan secara spesifik dalam revisi Undang-Undang Haji.

    Menurutnya, Ketentuan tersebut nantinya akan diatur lebih rinci melalui peraturan menteri terkait. “Memang kemarin ada usulan dari DIM pemerintah agar klausul petugas haji daerah harus beragama Islam dihapus. Akhirnya kami mengambil jalan tengah agar hal ini tidak menimbulkan perdebatan di publik. Jadi, pengaturan lebih detailnya diserahkan ke ranah kementerian,” jelas Singgih di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Dia mengungkapkan mekanisme teknis mengenai keterlibatan petugas haji daerah yang beragama di luar Islam akan tetap dibatasi sesuai aturan menteri yang berlaku. Dengan demikian, undang-undang tidak lagi secara eksplisit menyebutkan ketentuan tersebut.

    “Di undang-undang tidak ada aturan petugas haji daerah harus Islam atau non-Islam. Itu semua dikembalikan ke peraturan menteri. Jadi kami pastikan ruang pengaturan tetap ada, tapi pada level yang lebih teknis,” ujarnya.

    KBIHU Tak Dihapus

    Lebih lanjut, keberadaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) tetap dipertahankan dalam beleid baru tersebut, tidak dihapus. Langkah ini dilakukan agar tak menimbulkan masalah di Arab Saudi, KBIHU diperingatkan agar mengumpulkan jemaah dalam kloter keberangkatan yang sama sesuai Sistem Infomasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

    Kuota Haji

    Poin penting berikutnya ialah terkait dengan penetapan kuota haji. Untuk kuota haji khusus bakal tetap dipertahankan pada angka 8%.

    Marwan membeberkan perihal antisipasi jika pemerintah mendapatkan tambahan kuota haji yang lebih besar. Dia menyatakan apabila keuangan negara tidak dapat mencakup seluruh kebutuhan tersebut, maka akan dibicarakan lebih lanjut oleh Komisi VIII dan diatur kemudian.

    “Pada dasarnya, jemaah haji Indonesia tetap dibagi sesuai ketentuan yakni 8% untuk haji khusus dan 92% untuk reguler,” ujarnya.

    Pendaftaran Calon Haji

    Selain itu, dia menyebut terdapat sejumlah perbaikan mengenai poin pendaftaran dan keberangkatan calon jemaah haji, meskipun tak dijelaskan secara detail. Marwan berujar bahwa persoalan tersebut telah disepakati untuk diatur pada tataran kementerian terkait.

    Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui dan menyambut baik kesepakatan tersebut.

    Supratman memerinci, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah akan terintegrasi dalam satu kementerian yang dibentuk untuk mengelola seluruh aspek penyelenggaraan haji dan umrah.

  • Kementerian Haji Bakal Disahkan, RUU Ibadah Haji Siap Naik UU

    Kementerian Haji Bakal Disahkan, RUU Ibadah Haji Siap Naik UU

    Bisnis.com, JAKARTA –  RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.8 tahun 2019 Tentang Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah telah disepakati oleh anggota fraksi di Komisi VII dan pemerintah. Kesepakatan ini menandakan Kementerian Haji akan disahkan dalam waktu dekat.

    Dalam RUU tersebut, salah satu pembahasan yang disorot adalah meleburnya Badan Pengelola Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji.

    Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang selaku pemimpin rapat kerja mengatakan berdasarkan pandangan fraksi partai dan pemerintah telah disetujui dan disepakati RUU tersebut naik menjadi undang-undang.

    “Pandangan fraksi fraksi dan pemerintah bulet menyetujui [RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.8 tahun 2019 Tentang Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah], alhamdulillah,” katanya, Senin (25/8/2025).

    Persetujuan itu berdasarkan pandangan 6 fraksi partai, yaitu PDIP, Gerindra, PKS, PKB, Demkorat, dan PAN. Selain itu dari unsur pemerintah disampaikan Menteri Hukum dan HAM.

    Mereka secara kompak mengatakan perubahan ini diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan membenahi tata kelola haji dan umrah Indonesia.

    Lebih lanjut, Marwan mengatakan terkait pembagian kuota haji masih seperti aturan sebelumnya yakni 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.

    Meski begitu, dia mengingatkan agar adanya pengkondisian anggaran penyelenggaran Ibadah haji sehingga semua kebutuhan dapat terakomodir.

    Adapun nantinya akan ada pengurangan petugas haji di tingkat daerah karena jumlah yang cukup besar.