Tag: Maruarar Sirait

  • Nggak Punya Rumah Itu Miskin? Yuk, Bongkar Faktanya!

    Nggak Punya Rumah Itu Miskin? Yuk, Bongkar Faktanya!

    Jakarta: Punya rumah memang jadi impian banyak orang. Tapi kalau belum punya, masa langsung dibilang miskin? Yuk, kita bahas bareng seperti yang telah dirangkum dari Ruang Menyala.
     
    Belum lama ini, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengusulkan hal yang cukup bikin heboh. 
     
    Dalam acara Rakornas Keuangan Daerah Kemendagri, ia menyebut bahwa orang yang belum punya rumah sebaiknya dimasukkan dalam kategori miskin.

    “Saya pikir sangat pantas kita masukkan juga kalau orang belum punya rumah, rumah yang pertama, masuk kategori miskin,” kata Maruarar 
     
    Ia membandingkan usulannya dengan definisi miskin versi Bank Dunia yang berbasis konsumsi kalori harian. Menurutnya, kalau seseorang belum punya tempat tinggal tetap, apakah pantas dibilang sudah sejahtera hanya karena makannya cukup?
     

    Tapi… kata BPS, belum punya rumah bukan berarti miskin
    Kalau menurut data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), status miskin ditentukan oleh pengeluaran per kapita per bulan, bukan soal punya rumah atau nggak.
     
    Dalam laporan Profil Kemiskinan Maret 2024, disebutkan bahwa:
     
    – Garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp595.242 per kapita per bulan
    – Terdiri dari kebutuhan makanan (Rp443.433) dan non-makanan (Rp151.809)
     
    Artinya, selama pengeluaranmu masih di atas garis tersebut, secara statistik kamu belum dikategorikan miskin meskipun belum punya rumah sendiri.
    Anak muda banyak yang belum punya rumah
    Kalau kita lihat tren sekarang, banyak milenial dan Gen Z yang belum punya rumah, tapi itu bukan berarti mereka miskin. Kenapa?

    1. Harga rumah tinggi, gaji jalan di tempat

    Harga properti naik terus, tapi gaji naiknya pelan. Beli rumah jadi terasa makin jauh dari jangkauan.

    2. Lebih pilih sewa untuk fleksibilitas

    Pindah-pindah kerja, cari tempat yang dekat kantor, atau belum pengin menetap—bikin sewa rumah jadi opsi yang lebih realistis.

    3. Bukan prioritas utama

    Buat sebagian orang, dana lebih baik dipakai buat investasi, pengembangan diri, atau kebutuhan lain yang lebih mendesak.

    Beli rumah vs kontrak
    Keputusan punya rumah sendiri atau menyewa itu balik lagi ke kebutuhan dan kondisi keuanganmu. Ini beberapa hal yang bisa jadi bahan pertimbangan:
     
    Kalau Beli Rumah:
    – Jadi aset jangka panjang
    – Bisa diwariskan atau dijual
    – Ada biaya besar di awal (DP, notaris, pajak)
    – Kurang fleksibel kalau sering pindah
     
    Kalau Sewa Rumah:
    – Biaya awal lebih ringan
    – Fleksibel kalau harus pindah
    – Tapi uang sewa hangus tiap bulan
    – Tidak punya aset jangka panjang
     
    Jadi nggak segampang itu dibilang miskin Bro! Meski usulan dari Menteri menyebut belum punya rumah bisa jadi indikator miskin, kenyataannya nggak sesederhana itu. 
     
    Selama pengeluaranmu cukup untuk hidup layak, punya pekerjaan, dan bisa menabung, kamu belum tentu masuk kategori miskin.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Berubah Lagi, Syarat Gaji Maksimal Beli Rumah Subsidi Naik: Lajang Rp12 Juta, Nikah Rp14 Juta

    Berubah Lagi, Syarat Gaji Maksimal Beli Rumah Subsidi Naik: Lajang Rp12 Juta, Nikah Rp14 Juta

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Syarat batas gaji untuk mendapatkan rumah subsidi berubah lagi. Batas maksimal gaji untuk mendapatkan rumah subsidi naik menjadi Rp14 juta untuk yang sudah menikah dan Rp12 juta untuk lajang.

    Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Maruarar Sirait kembali mengubah syarat gaji untuk bisa mendapatkan rumah subsidi. Sebelumnya syarat penerima subsidi dengan status menikah, harus memiliki gaji maksimal Rp13 juta, namun kini naik menjadi Rp 14 juta.

    Perubahan ini merupakan rekomendasi dari Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Saya hormati kepala BPS dalam rapat kabinet itu, dari data yang dikeluarkan BPS kita sepakati buat Jabodetabek kalau dia single Rp 12.000.000, kalau sudah nikah Rp 14.000.000, sepakat ya, ini berubah lagi (dari kemarin), tapi bagus, ini kabar baik artinya makin banyak yang bisa dapat manfaat,” sebut Ara di kantor Kementerian PKP, Kamis (10/4/2025) lalu.

    Beberapa tahun lalu, batasan maksimal penghasilan per bulan untuk lajang adalah Rp7 juta dan yang sudah berkeluarga Rp 8 juta. Regulasi ini sesuai Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020. Termasuk regulasi ini menyesuaikan standar desil 8 penghasilan masyarakat di setiap provinsi.

    Sekretaris Jenderal PKP, Didyk Choiroel mengatakan, regulasi mengenai syarat maksimal gaji penerima rumah subsidi bakal difinalisasi dalam waktu tiga pekan ke depan.

    “Batas penghasilan MBR membutuhkan keputusan menteri PKP karena sebelumnya keputusan Menteri PUPR, saat ini lagi dibahas BPS dan PKP dan mempertimbangkan beberapa kajian jadi target kemarin dengan ditetapkan 21 April 2025,” kata Didyk.

  • Aturan Diubah, Penghasilan di Bawah Rp 14 Juta Bisa Beli Rumah Subsidi

    Aturan Diubah, Penghasilan di Bawah Rp 14 Juta Bisa Beli Rumah Subsidi

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menyusun revisi kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai penerima manfaat rumah subsidi. Rencana perubahan ini akan disahkan pada 21 April 2025.

    Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan pembaruan kriteria ini bertujuan agar lebih banyak masyarakat bisa mengakses program rumah subsidi, termasuk hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen yang memiliki harga lebih tinggi dibanding rumah tapak.

    “Pada 21 April, kita akan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri yang menyangkut kriteria masyarakat berpenghasilan rendah. Kita akan berkoordinasi dengan menteri hukum dan kepala BPS yang terus bekerja keras,” kata Ara, Jumat (11/4/2025).

    Dalam revisi yang sedang difinalisasi, batas maksimal penghasilan untuk MBR dinaikkan menjadi Rp 12 juta bagi individu lajang (single) dan Rp 14 juta bagi pasangan yang telah menikah. Kebijakan ini berlaku khususnya untuk wilayah Jabodetabek, yang dikenal memiliki harga properti tinggi.

    “Jadi, kita sepakati di Jabodetabek, penghasilan maksimal untuk MBR yang single adalah Rp 12 juta dan yang sudah menikah Rp 14 juta. Ini kabar baik karena semakin banyak masyarakat yang bisa mendapatkan manfaat dari rumah subsidi,” jelas Maruarar.

    Perubahan ini diharapkan dapat memperluas cakupan penerima manfaat rumah subsidi dan mempercepat penyaluran unit, sehingga turut membantu menurunkan angka backlog perumahan nasional yang saat ini diperkirakan mencapai 9,9 juta unit.

    “Pembahasan ini sedang kami rampungkan bersama BPS dan secara internal di PKP dengan berbagai kajian. Saat ini kami juga tengah melakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum, dan target penetapannya paling lambat 21 April,” kata Maruarar terkait kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagai penerima manfaat rumah subsidi.

  • Menteri PKP terbitkan kepmen kriteria MBR rumah subsidi pada 21 April

    Menteri PKP terbitkan kepmen kriteria MBR rumah subsidi pada 21 April

    Ya kabar baiknya, tanggal 21 April kita akan mengeluarkan surat keputusan menteri yang menyangkut kriteria dan ukuran masyarakat berpenghasilan rendah

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) siap menerbitkan keputusan menteri atau kepmen terkait kriteria dan ukuran masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) penerima rumah subsidi pada 21 April 2025.

    “Ya kabar baiknya, tanggal 21 April kita akan mengeluarkan surat keputusan menteri yang menyangkut kriteria dan ukuran masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Ara di Jakarta, Kamis.

    Rencana penerbitan kepmen pada 21 April bertepatan dengan Hari Kartini.

    Terkait Kepmen tersebut, Kementerian PKP akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Badan Pusat Statistik (BPS).

    Ara kembali melonggarkan batas maksimal penghasilan MBR penerima rumah subsidi untuk yang sudah menikah di kawasan Jabodetabek menjadi Rp14 juta.

    “Penting sekali kita sampaikan kriteria MBR, jadi kita sepakati buat di Jabodetabek kalau di lajang Rp12 juta, kalau dia sudah menikah Rp14 juta. Ini kabar baik yang artinya makin banyak yang bisa mendapatkan manfaat,” katanya.

    Dalam kesempatan sama, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menyampaikan bahwa pelonggaran batas maksimal penghasilan MBR penerima rumah subsidi menjadi Rp14 juta tersebut untuk memudahkan MBR dalam memiliki rumah susun (rusun) subsidi guna mengatasi backlog perumahan di kawasan perkotaan.

    “Alhamdulillah MBR Rp14 juta, karena yang menjadi concern untuk pendekatan ke depan terkait dengan backlog di perkotaan tidak mungkin hanya mengandalkan rumah tapak yang lokasinya sudah semakin jauh dikarenakan harga tanah yang semakin tidak terjangkau,” kata Heru.

    Sementara untuk hunian vertikal atau rumah susun itu harganya jauh berbeda lebih mahal dibandingkan dengan rumah tapak. Biaya konstruksi dan sebagainya, harga per unitnya dengan luasan yang sama akan berbeda.

    Dengan demikian perlu ada penyesuaian batas penghasilan MBR penerima rumah subsidi.

    “Kalau Rp8 juta nanti khawatirnya MBR tidak sanggup untuk membayar cicilan untuk rusun subsidi, namun dengan penyesuaian batas penghasilan MBR penerima rumah subsidi Rp14 juta maka akan banyak segmen masyarakat yang mungkin akan bisa masuk atau sanggup mencicil pembayaran rusun subsidi,” ujar Heru.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri PKP: Presiden perintah masalah perumahan harus diselesaikan

    Menteri PKP: Presiden perintah masalah perumahan harus diselesaikan

    Ini adalah perintah Presiden RI, harus benar-benar masalah perumahan ini yang begitu banyak pengaduannya selama ini, kita selesaikan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan bahwa masalah di bidang perumahan termasuk penyelesaian korban Meikarta harus benar-benar diselesaikan.

    “Ini adalah perintah Presiden RI, harus benar-benar masalah perumahan ini yang begitu banyak pengaduannya selama ini, kita selesaikan,” ujar Ara di Jakarta, Kamis.

    Ara mengakui bahwa pengaduan masyarakat di bidang perumahan ada begitu banyak.

    “Banyak sekali pengaduannya, dari mana saya tahu? Dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional,” kata Ara.

    Kementerian PKP sendiri telah meluncurkan layanan kanal Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu Bantuan Edukasi dan Asistensi Ramah untuk Pengaduan Konsumen Perumahan (BENAR-PKP).

    “Kita sudah ada 911 yakni BENAR-PKP,” ujar Ara.

    Sebagai informasi, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) meluncurkan kanal Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu Bantuan Edukasi dan Asistensi Ramah untuk Pengaduan Konsumen Perumahan (BENAR-PKP).

    Menteri PKP Maruarar Sirait berharap layanan BENAR-PKP mampu menjawab harapan rakyat Indonesia yang mengadu di sektor perumahan, termasuk masyarakat yang mengadu soal Meikarta.

    Perwakilan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, Rini mengaku senang dengan adanya kanal pengaduan perumahan.

    “Saya harap BENAR PKP ini bisa menyelesaikan laporan-laporan serta pengaduan bidang perumahan seperti masalah Meikarta. Kami ingin jawaban yang pasti dari pemerintah dan ingin agar uang yang telah kami bayar kembali utuh karena unit hunian di Meikarta tidak pernah terwujud,” kata Rini.

    Pengaduan permasalahan perumahan menurut data YLKI dan BPKN selalu masuk ke dalam ranking 3 besar pengaduan masyarakat.

    Tercatat ada 270 pengaduan permasalahan perumahan selama periode tahun 2024 yang terdiri dari 116 pengaduan di antaranya tercatat dalam data BPKN, 61 surat pengaduan masuk ke Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, 49 Pengaduan masuk ke dalam data YLKI, 35 Pengaduan masuk ke dalam aplikasi SP4N/LAPOR yang dikelola oleh KemenPANRB.

    Sedangkan sampai dengan tahun 2025, Kementerian PKP telah menerima 7 pengaduan permasalahan perumahan yang masih dalam proses tindak lanjut.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri PKP akan panggil Lippo Group terkait penyelesaian Meikarta

    Menteri PKP akan panggil Lippo Group terkait penyelesaian Meikarta

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) akan memanggil Direktur Lippo Grup John Riady pada pekan depan terkait penyelesaian korban Meikarta.

    “Harusnya pekan ini saya panggil Pak John Riady, tapi beliau minta izin karena masih di luar negeri. Jadi saya panggil lagi minggu depan,” ujar Ara di Jakarta, Kamis.

    Ara akan memanggil Direktur Lippo Group tersebut sekembalinya dari Qatar usai mendampingi Presiden RI dalam lawatan ke negara Timur Tengah tersebut.

    “Ya kita lihat, saya ke Qatar besok, setelah saya kembali dari Qatar sesuaikan waktunya dengan Pak John Riady untuk kita butuh penyelesaian,” katanya.

    Pertemuan itu, kata Ara, akan bersifat terbuka dan diliput oleh wartawan.

    “Ya itu yang saya mau sampaikan, terbuka nanti wartawan juga saya undang semua. Kita tidak ada yang tertutup, semuanya terbuka,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Kementerian PKP kembali menginisiasi pertemuan antara pihak konsumen dan pengembang Meikarta untuk memastikan akan menuntaskan masalah ganti rugi korban proyek apartemen Meikarta di Cikarang, Jawa Barat.

    Pertemuan ini adalah tindak lanjut dari instruksi Menteri PKP saat peluncuran layanan Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu Bantuan Edukasi dan Asistensi Ramah untuk Pengaduan Konsumen Perumahan (BENAR -PKP) beberapa waktu lalu.

    Saat itu, konsumen Meikarta hadir dan meminta bantuan Kementerian PKP untuk menyelesaikan permasalahan yang telah mereka hadapi bertahun-tahun dimana unit hunian yang mereka beli belum terwujud sedangkan mereka tetap diwajibkan membayar KPR setiap bulan dan jumlahnya cukup besar.

    Ssalah seorang konsumen Meikarta yakni Jeffry Victor memberikan keterangan terkait masalah yang dihadapinya selama ini.

    “Kami hadir berdasarkan info dari BENAR-PKP ingin mendapatkan kepastian bahwa unit Meikarta yang kami bayar dengan cash dari 2017 agar segera kami miliki secepatnya. Besar harapan kami hari ini mendapatkan jawaban terbaik untuk unit yang segera kami miliki atau uang yang sudah kami bayarkan bisa kembali,” kata Jefry.

    Dirinya menyampaikan bahwa unit yang dibeli tipe studio 35/76 di lantai 1 dengan harga sekitar Rp 286 juta dan telah dibayar cash.

    Namun saat itu dirinya dijanjikan mendapatkan unit di tower lain di tahun 2020 dengan penandatanganan kembali berkas dokumen persyaratan. Namun sejak saat itu tidak ada progres sama sekali pembangunannya dan ketidaksesuaian untuk fasilitas bedroom, yang dijanjikan 2 bedroom menjadi 1 bedroom.

    “Kami ingin dana yang telah kami bayarkan bisa kembali. Kami juga berterimakasih kepada Kementerian PKP yang telah membantu kami mendapatkan hak kami,” katanya.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri PKP memulai penyerahan rumah subsidi bagi buruh pada 1 Mei

    Menteri PKP memulai penyerahan rumah subsidi bagi buruh pada 1 Mei

    Pada 1 Mei kita akan mulai memberikan rumah subsidi yang berkualitas bagi buruh Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perumahan dan Kawasan Perumahan (PKP) Maruarar Sirait (Ara) memulai penyerahan rumah subsidi bagi buruh pada 1 Mei 2025 atau bertepatan dengan Hari Buruh.

    “Pada 1 Mei kita akan mulai memberikan rumah subsidi yang berkualitas bagi buruh Indonesia,” ujar Ara di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, pemberian rumah subsidi tersebut merupakan suatu kabar baik dan membuat semangat bagi buruh dan dunia usaha di Indonesia.

    Ara juga menyampaikan apresiasi kepada Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang sudah merespons sangat cepat terkait pemberian rumah bagi para buruh.

    “Saya merasakan betul Bapak Yassierli punya hati dan profesional mengurus tenaga kerja kita. Dan mudah-mudahan menyambut Hari Buruh 1 Mei, apa yang kita lakukan sesuai arahan Presiden Prabowo yang kita cintai dan kita hormati,” katanya.

    Rencananya penyerahan rumah subsidi tersebut pada 1 Mei dilakukan dengan penyerahan 100 kunci rumah subsidi kepada para buruh penerima.

    Adapun rencana lokasi penyerahan 100 kunci rumah subsidi untuk para buruh tersebut akan dilakukan di sekitar kawasan Jabodetabek.

    Ara sendiri akan melaporkan rencana penyerahan rumah subsidi bagi buruh yang dimulai pada 1 Mei 2025 tersebut kepada Presiden RI Prabowo Subianto di Qatar.

    Dalam kesempatan sama, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan bahwa pemberian rumah subsidi bagi buruh tersebut merupakan perhatian luar biasa dari Presiden RI terhadap para buruh dan tenaga kerja Indonesia.

    “Ini adalah sebuah bukti bukti kepedulian, dan Insya Allah tadi itu ada target yang sudah ditetapkan, membutuhkan konsolidasi internal di serikat pekerja, serikat buruh,” kata Yassierli.

    Penyerahan 100 kunci rumah subsidi kepada para buruh tersebut, lanjutnya, merupakan awalan dan dirinya meyakini program tersebut akan berlanjut.

    “Karena jumlah total pekerja atau buruh kita itu yang formal itu ada sekitar 60 juta, kemudian yang total yang informal ada 140 juta, jadi ini adalah total semua. Kita yakin pemerintah akan hadir dan kemudian siap memberikan solusi kepada mereka semua,” kata Yassierli.

    Penyerahan 100 kunci rumah subsidi kepada buruh pada 1 Mei tersebut merupakan tahap dimulainya pemberian 20.000 rumah subsidi yang dialokasikan oleh pemerintah untuk buruh.

    Menteri PKP Maruarar Sirait, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman Dukungan Perumahan Subsidi untuk Pekerja/Buruh antara Kementerian PKP, Kementerian Ketenagakerjaan dengan BPS di Jakarta, Kamis.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Apa Perbedaan Rumah Subsidi dan KPR Nonsubsidi?

    Apa Perbedaan Rumah Subsidi dan KPR Nonsubsidi?

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah dilaporkan bakal menyediakan sebanyak 220.000 rumah subsidi kepada sejumlah profesi seperti pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online, petani, buruh, wartawan, hingga tenaga kesehatan.

    Kebijakan ini diterapkan dengan alasan agar masyarakat dengan upah cenderung rendah bisa memiliki sebuah hunian yang layak.

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, menjelaskan bahwa dari total kuota rumah subsidi sebanyak 220.000 unit, pemerintah telah mengalokasikannya ke dalam 13 segmen profesi yang mencakup tenaga kesehatan, buruh, dan petani.

    Dalam alokasi tersebut, sebanyak 20.000 unit ditujukan untuk petani, 20.000 unit untuk buruh, 15.000 unit untuk tenaga kesehatan seperti perawat, 10.000 unit untuk bidan, 20.000 unit untuk guru, 14.500 unit untuk anggota Polri, serta 1.000 unit untuk wartawan.

    Sementara itu, sebelumnya pihak perbankan menyediakan layanan kredit pemilikan rumah (KPR) bagi masyarakat yang ingin memiliki hunian pribadi. Dengan KPR, masyarakat dapat memiliki rumah cukup dengan membayar uang muka di awal dan akan dilanjutkan melalui cicilan bertahap.

    Lalu, apa perbedaan rumah subsidi dengan layanan KPR nonsubsidi? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut penjelasan lengkapnya!

    Perbedaan Rumah Subsidi dan KPR Nonsubsidi

    1. Harga rumah

    Rumah Subsidi: Harga rumah subsidi ditetapkan oleh pemerintah dengan kisaran harga antara Rp 100 juta hingga Rp 300 juta dan batas maksimal sebesar Rp 168 juta khusus wilayah Jabodetabek. Dengan adanya subsidi pemerintah, masyarakat berpenghasilan rendah dapat lebih mudah untuk membeli hunian.KPR nonsubsidi: Harga untuk rumah yang dibiayai melalui KPR nonsubsidi tidak terbatas dan dapat mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah, tergantung pada tipe dan lokasi.

    2. Uang muka (DP)

    Rumah subsidi: Uang muka untuk rumah subsidi biasanya sangat rendah, berkisar antara 1% hingga 10% dari harga rumah. Pemerintah juga memberikan bantuan uang muka bagi pembeli yang kesulitan.KPR nonsubsidi: Uang muka yang diperlukan biasanya lebih tinggi, berkisar antara 20% hingga 30% dari harga rumah.

    3. Suku bunga

    Rumah subsidi: Rumah subsidi umumnya memiliki suku bunga tetap (fixed rate) yang rendah, yakni sekitar 5%, sehingga cicilan tidak berubah selama masa pinjaman.KPR nonsubsidi: KPR nonsubsidi dapat memiliki dua jenis suku bunga, yaitu bunga tetap dan bunga mengambang (floating rate), yang dapat berubah sesuai dengan kondisi pasar.

    4. Syarat penerima

    Rumah subsidi: Dikhususkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan batasan penghasilan yang ditentukan sesuai dengan profesi penerima.KPR nonsubsidi: Terbuka untuk semua kalangan masyarakat tanpa batasan penghasilan tertentu.

    5. Ukuran dan tipe rumah

    Rumah subsidi: Umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dengan luas maksimal sekitar 36 meter persegi. Fasilitas yang disediakan juga lebih sederhana.KPR nonsubsidi: Menawarkan ukuran rumah yang lebih bervariasi dan lengkap dengan fasilitas tambahan seperti taman atau lantai dua.

    Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai rumah subsidi, masyarakat diharapkan dapat memiliki hunian pribadi yang nyaman dengan harga rendah.

  • Video: Menteri Maruarar Bakal Panggil Pengembang Meikarta

    Video: Menteri Maruarar Bakal Panggil Pengembang Meikarta

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait akan memanggil PT Lippo Karawaci Tbk selaku pengembang Meikarta untuk segera menyelesaikan masalah yang menimpa konsumen. Pertemuan rencananya akan digelar pada Kamis (10/4) di kantor PKP Wisma Mandiri 2, Jakarta Pusat.

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Rabu (09/04/2025).

  • Menteri Maruarar Alokasikan 1.000 Rumah Subsidi untuk Wartawan, Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Beri Apresiasi

    Menteri Maruarar Alokasikan 1.000 Rumah Subsidi untuk Wartawan, Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Beri Apresiasi

    JAKARTA – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengalokasikan 1.000 rumah subsidi untuk wartawan.  Langkah ini mendapat apresiasi langsung dari Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun yang menilai program tersebut sangat dibutuhkan para wartawan yang belum memiliki rumah.

    Menurut Hendry, dari sekitar 100 ribu wartawan di Indonesia, lebih dari separuh belum memiliki rumah.

    “Saya kira, lebih dari 50 persen wartawan belum punya rumah sendiri,” ujar Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun dalam pertemuan dengan Menteri Maruarar Sirait, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafidz, Kepala BPS Amalia A. Widyasanti, pimpinan Tapera, dan Direktur BTN, di kantor Kementerian PKP, Wisma Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4).

    Pada kesempatan itu, ditandatangani nota kesepahaman antara Kementerian PKP, Komdigi, dan BPS tentang program ini.

    Rumah subsidi tersebut ditujukan bagi wartawan yang belum memiliki rumah pribadi dan berpenghasilan di bawah Rp8 juta, atau Rp13 juta bagi yang sudah menikah di wilayah Jabodetabek.

    Keunggulan program ini antara lain bebas PPN, BPTB, dan PGB. Uang muka hanya 1 persen, dengan harga maksimal Rp185 juta untuk wilayah Jabodetabek dan Rp165 juta di luar wilayah itu. Skema cicilan hingga 20 tahun, dengan bunga tetap 5 persen dan angsuran antara Rp950 ribu hingga Rp1,2 juta per bulan.

    Sebelumnya, program rumah subsidi telah diberikan kepada tenaga kesehatan, nelayan, dan guru. Minggu depan, program serupa akan menyasar tenaga kerja migran.

    Menteri Maruarar Sirait mengingatkan agar wartawan tetap menjaga integritas dan profesionalisme.

    “Program ini bukan untuk membungkam kritik. Wartawan tetap harus memberitakan kebenaran dan menjalankan fungsi kontrol sosial,” tegasnya.

    Menteri Komdigi Meutya Hafidz juga menyambut baik program ini. Ia berharap kuotanya bisa ditambah. “Kebutuhan rumah untuk wartawan jelas lebih dari 1.000 unit,” ujarnya.

    Dalam diskusi yang digelar sebelum penandatanganan MoU, Maruarar memberi target agar 100 rumah pertama bisa diserahkan pada 6 Mei mendatang. “Pesan Presiden Prabowo jelas: kerja cepat. Jadi BTN, Tapera, Komdigi, dan BPS harus gerak cepat,” katanya.

    BPS akan memastikan penerima rumah subsidi ini terdata jelas secara by name dan by address. Adapun untuk wartawan, penerima bantuan harus memiliki sertifikat kompetensi.

    Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Fifi Alyeda Yahya, menyatakan akan bekerja sama dengan konstituen Dewan Pers untuk menyiapkan data wartawan yang berhak menerima rumah subsidi.