Tag: Maruarar Sirait

  • Kementerian PKP Kurban 10 Ekor Sapi untuk Dibagikan ke Warga Rusun

    Kementerian PKP Kurban 10 Ekor Sapi untuk Dibagikan ke Warga Rusun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam rangka merayakan Hari Idul Adha 1446 H yang jatuh pada Jumat (6/4). Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia menyiapkan 10 ekor sapi sebagai hewan kurban.

    Menteri PKP, Maruarar Sirait menjelaskan sapi tersebut berasal dari sejumlah pejabat Kementerian PKP bersama para pengusaha.

    Dari 10 ekor sapi kurban yang telah disiapkan, nantinya akan 1 ekor disembelih dan daging kurban akan dibagikan ke pegawai kementerian. Sementara 9 ekor sapi lainnya akan disembelih untuk dibagikan serta masyarakat.

    Antara lain untuk warga rumah susun Rawa Bebek, Marunda hingga yayasan anak terlantar di Bantar Gebang.

  • Menteri PKP Tegaskan Rumah Subsidi Lebih Kecil Tetap Layak Huni

    Menteri PKP Tegaskan Rumah Subsidi Lebih Kecil Tetap Layak Huni

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, merespons kritik publik terkait rencana pengurangan ukuran rumah subsidi. Dalam aturan baru yang sedang digodok, luas minimum tanah rumah subsidi diusulkan menjadi 18 meter persegi (m²), sementara luas bangunan minimum ditetapkan 21 m².

    Meski lebih kecil, Ara menegaskan rumah subsidi tetap akan layak huni. Ia bahkan menyinggung rumah subsidi dengan ukuran 60 m² yang justru sering bermasalah, seperti kebanjiran hingga rawan longsor.

    “Ya justru itu salah satu variabelnya adalah bagaimana ukurannya diperkecil, tetapi tetap layak huni. Apakah yang 60 meter semuanya layak huni? Yang 60 meter banyak tuh yang banjir. Banyak yang baru masuk ke proses hukum, ada yang longsor,” ujar Ara di kompleks Wisma Mandiri, Jumat (6/6/2025).

    Menurutnya, kenyamanan sebuah rumah tidak semata ditentukan oleh luas bangunan, melainkan kualitas pembangunan dan profesionalisme pengembang.

    “Jadi bagi saya bukan soal ukurannya saja, tetapi juga kualitas pengembangnya dan sebagainya, itu yang paling penting,” ucapnya.

    Ara menjelaskan, kebijakan ini mempertimbangkan harga tanah di kawasan perkotaan yang terus naik. Dengan ukuran yang lebih kecil, rumah subsidi diharapkan bisa dibangun lebih dekat ke pusat kota.

    Ia pun meminta masyarakat bersabar dan menunggu desain rumah subsidi versi terbaru. Ara berjanji, desain rumah subsidi ke depan akan tetap menarik dan tidak kalah dari rumah pada umumnya.

    “Nanti kita kasih lihat desainnya. Bagus, menarik. Kalau ada isu kumuh, emang yang 60 meter enggak ada yang kumuh? Nanti kita lihat,” kata Ara.

  • Harga Tanah Naik Jadi Alasan Ukuran Rumah Subsidi Diperkecil

    Harga Tanah Naik Jadi Alasan Ukuran Rumah Subsidi Diperkecil

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menjelaskan alasan di balik rencana pengurangan luas lahan dan bangunan rumah subsidi. Menurutnya, kebijakan ini masih berupa draf dan bertujuan agar masyarakat tetap bisa memiliki hunian layak di lokasi strategis dengan harga terjangkau.

    “Kita baru dalam tahap draf. Justru model kebijakan saya adalah menyampaikan ide dan draf secara terbuka agar bisa dikritisi dan mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pengembang,” kata Maruarar saat ditemui di Jakarta, Jumat (6/6/2025).

    Draf tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang mengusulkan pengurangan ukuran rumah subsidi. Maruarar, yang akrab disapa Ara, menekankan bahwa pendekatan ini merupakan bentuk keterbukaan dan partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan.

    Ia menegaskan, usulan pengurangan luas rumah bukan semata-mata soal angka, tetapi sebagai respons atas naiknya harga tanah di wilayah perkotaan.

    “Tanah di kota makin mahal, itu fakta. Kalau kita tidak fleksibel, rakyat makin sulit punya rumah di kota. Jadi, salah satu opsi adalah memperkecil ukuran, tetapi tetap layak huni,” ujarnya.

    Ara juga menambahkan, ide ini ditujukan untuk memperluas pilihan masyarakat dalam memiliki rumah. Menurutnya, masyarakat berhak memilih tipe rumah sesuai kebutuhan dan kemampuan, termasuk rumah satu kamar, dua kamar, rumah tapak, bahkan dua lantai.

    “Ada yang ingin rumah satu kamar, dua kamar, atau rumah tapak, bahkan dua lantai. Ini soal memberi pilihan kepada rakyat, bukan memaksakan,” katanya.

    Dalam konsep yang tengah dikaji, rumah subsidi dengan ukuran lebih kecil akan dibangun di lokasi strategis, lebih dekat ke pusat aktivitas masyarakat, dibandingkan dengan pembangunan di pinggiran kota.

    “Kalau rumahnya lebih kecil, tetapi dekat tempat kerja dan harganya lebih terjangkau, kenapa tidak kita pikirkan? Jangan langsung tutup pikiran,” ujarnya.

    Maruarar juga menegaskan, rancangan kebijakan ini belum final dan masih terbuka untuk masukan dari berbagai pihak. Pemerintah, katanya, akan terus berdialog dengan masyarakat, pengembang, dan lembaga terkait seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN).

    “Tentu ada pro dan kontra, tetapi itu bagian dari proses. Kita masih membuka ruang dialog. Jadi ini belum final,” tandasnya.

  • Maruarar Sirait Tanggapi Positif Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Maruarar Sirait Tanggapi Positif Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengapresiasi pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang berlangsung saat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2025 lalu. 

    Menurutnya, pertemuan tersebut mencerminkan sikap kenegarawanan dan nasionalisme yang tinggi, meskipun keduanya memiliki perbedaan pandangan politik.

    “Pertemuan itu sangat positif. Meski ada perbedaan langkah politik, tetapi keduanya tetap menunjukkan rasa nasionalisme sebagai tokoh bangsa,” ujar Maruarar atau yang akrab disapa Ara, saat ditemui di kantor Kompleks Wisma Mandiri 2, Jumat (6/6/2025).

    Mantan politisi PDI Perjuangan yang kini menjadi politisi Partai Gerindra itu menilai bahwa momen tersebut mencerminkan nilai luhur sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. “Sejuk ya buat Indonesia. Itu sangat mendukung sila ketiga, Persatuan Indonesia. Saya pikir itu sangat baik,” ujarnya.

    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya saling menghormati dalam perbedaan, khususnya dalam konteks politik. “Masalah posisi politiknya di mana, itu saling menghormati. Namun, komunikasi yang penuh rasa hormat itu harus tetap terjaga,” tegasnya.

    Ia juga menyoroti sikap Presiden Prabowo yang dinilainya terbuka dan menjalin hubungan baik dengan semua mantan presiden, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

    “(Semua) Tidak ada masalah, dan itu menunjukkan sikap kenegarawanan,” kata Ara.

    Menurutnya, sikap tersebut patut menjadi teladan, terutama bagi generasi muda. “Kita harus belajar dari itu. Walaupun posisi politik kadang berbeda, tetapi tujuannya tetap sama, untuk kebaikan bangsa. Saya sendiri kadang berbeda pendapat dengan para pengembang, tetapi kita tetap bersilaturahmi, tetap berdialog dengan baik. Tidak mungkin semua pandangan itu sama, tetapi yang penting ada dialektika,” pungkasnya.

  • Bos Ciputra Buka Suara Soal Batas Minimal Luas Rumah Subsidi

    Bos Ciputra Buka Suara Soal Batas Minimal Luas Rumah Subsidi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengubah luas tanah rumah subsidi dari minimal 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi dan luas bangunan minimal dari 21 meter persegi berkurang menjadi 18 meter persegi.

    Di sisi lain, besaran maksimal luas rumah subsidi tidak berubah dimana luas tanah maksimum tetap 200 meter persegi dan luas lantai paling besar 36 meter persegi.

    Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman tengah menggodok regulasi untuk mengubah luas tanah dan luas lantai rumah subsidi. Hal itu tertulis dalam draf Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan. Draf ini nantinya akan mengubah standar sebelumnya yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023.

    Managing Director PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Budiarsa Sastrawinata mengatakan draft Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman terkait batasan luas lahan dan luas lantai rumah MBR ini memperluas dan memberikan pilihan bagi pengembang untuk membangun rumah subsidi di tengah lahan yang semakin terbatas dan harga yang tinggi di perkotaan. 

    “Ini menjadi pilihan bagi pengembang untuk membangun rumah subsidi di kota yang lahannya sudah mahal dan juga pilihan bagi konsumen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin tinggal di kota,” ujarnya saat menghubungi Bisnis, Kamis (5/6/2025). 

    Pihaknya tak menampik saat ini lokasi rumah subsidi berada di pinggiran kota dan tak jarang jauh dari transportasi umum. Hal ini karena lahan di perkotaan yang sudah tinggi sehingga tak bisa dibangun rumah subsidi. Lokasi yang berada di pinggiran kota dan bahkan pelosok membat MBR enggan membeli dan tinggal di rumah subsidi. 

    Menurut Budiarsa, dengan adanya perluasan minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi akan menjadi pilihan bagi MBR agar bisa memiliki rumah pertama. Draft beleid batasan minimal rumah subsidi tersebut bukan menjadi kewajiban yang harus diikuti. Pengembang masih bisa membangun rumah dengan ukuran luas bangunan maksimal 36 meter persegi. 

    Terkait kelayakan huni, rumah dengan ukuran 18 meter persegi ini juga dinilai layak menjadi tempat tinggal bagi MBR yang yang baru mulai bekerja. Dia meyakini seiring dengan kenaikan pendapatan, MBR pasti akan berpindah rumah dengan ukuran lebih besar. 

    “Ini kan pilihan tempat tinggal pertama, kalau dia sudah naik pendapatannya, maka akan mencari dan berpindah hunian yang ukurannya lebih besar,” katanya. 

    Dia berharap pemerintah juga menyesuaikan harga rumah susbidi untuk ukuran luas bangunan 18 meter persegi.

    Untuk diketahui, harga rumah subsidi tahun 2025 masih sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan. Dalam beleid tersebut, harga rumah subsidi untuk luas bangunan berukuran 21 meter persegi hingga 36 meter persegi mulai dari Rp166 juta hingga Rp240 juta. 

    “Jadi misalnya di kota harga rumah subsidi bisa Rp150 juta dengan ukuran 18 meter persegi, lalu dipinggiran harga rumah subsidi berbeda dengan ukuran yang lebih besar yakni 21 meter persegi hingga 36 meter persegi. Ini kan jadi pilihan untuk MBR. Kalau dia tidak mau rumah subsidi ukuran kecil ya bisa mencari di pinggiran kota yang lebih besar,” ucap Budiarsa. 

    Pihaknya berkomitmen dalam mendukung program pemerintah dalam penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

    Adapun Ciputra Group telah membangun lebih dari 2.000 unit rumah subsidi yang salah satunya berada di Citra Maja City yang berada di Kota Baru Maja, Banten. Perumahan Citra Maja City salah satu proyek bagian dari Kota Baru Maja yang dicanangkan pemerintah sebagai Kota Baru Publik dalam RPJMN 2019-2024.

    Proyek perumahan terpadu yang menawarkan hunian berkualitas dengan harga terjangkau yang dirancang dan dikembangkan Pemerintah sebagai salah satu kota baru publik berdasarkan Perpres no. 52/2023. Hingga saat ini, Citra Maja City telah membangun 20.000 baik rumah subsidi dan komersial serta ruko yang kini dihuni oleh lebih dari 12.000 jiwa. Kawasan ini menerapkan Konsep Transit Oriented Development (TOD) dengan Stasiun KA Maja sebagai simpul pergerakan.

    Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menuturkan rencana pemangkasan batas luas rumah subsidi menjadi 25 meter persegi itu dilakukan guna memperluas penyaluran rumah bagi masyarakat. Menurutnya, prinsip dari penyusunan draft peraturan tersebut adalah untuk mendorong pembangunan rumah subsidi di kawasan perkotaan di mana lahan yang ada sangat terbatas.

    “Tapi tujuan saya [penyusunan draft peraturan] sangat baik. Kenapa? Supaya makin banyak [masyarakat] yang bisa mendapat manfaat. Dan kira-kira ada nggak ruginya buat konsumen? atau malah nggak ada. Kan dia yang pilih rumahnya. Saya optimis kok peraturan ini sangat baik,” ujarnya. 

    Dia menilai ukuran bangunan rumah yang tidak terlalu luas sangat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lahan yang semakin terbatas. Dia meyakini dengan desain yang baik, rumah subsidi meskipun lahannya terbatas bisa dibangun bertingkat dan sesuai kebutuhan konsumen.

    Pihaknya sangat terbuka dengan berbagai masukan terkait draft Peraturan Menteri PKP tersebut. Terlebih, dengan saran dan kritik yang ada akan membuat pembahasan peraturan tersebut menjadi lebih terbuka dan diketahui oleh banyak pihak.

  • 4
                    
                        Menteri Ara Semprot Pejabat di Bandung soal Rutilahu: Sudah Jangan Banyak Omong Lagi Kamu!
                        Bandung

    4 Menteri Ara Semprot Pejabat di Bandung soal Rutilahu: Sudah Jangan Banyak Omong Lagi Kamu! Bandung

    Menteri Ara Semprot Pejabat di Bandung soal Rutilahu: Sudah Jangan Banyak Omong Lagi Kamu!
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Indonesia, Maruarar Sirait, menegur keras Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa II, Mulya Permana, saat meninjau program renovasi
    rumah tidak layak huni
    (rutilahu) di Gang Mukami, Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu (4/6/2025).
    Kunjungan ini dilakukan dalam rangka evaluasi Program Bebenah Kampung, yang merupakan kolaborasi antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP), Yayasan Buddha Tzu Chi, Pemerintah Kota Bandung, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
    Saat meninjau salah satu rumah yang sedang diproses renovasinya, Maruarar atau yang akrab disapa Ara mempertanyakan status kelayakan rumah tersebut. Namun, Mulya Permana tidak mampu menjawab dengan meyakinkan, sehingga memicu ketegangan.
    “Kriterianya pilih yang tidak layak huni dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), jangan orang kaya yang dapat. Tidak adil, itu tidak benar. Saya tidak mau dengar, jangan sampai orang kaya menengah dapat sementara orang miskin enggak dapat,” kata Ara.
    Untuk memastikan kondisi sebenarnya, Ara mengajak Mulya Permana bersama Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung, Sekda Provinsi Jawa Barat, serta perwakilan Yayasan Buddha Tzu Chi ke salah satu rumah lainnya yang akan direnovasi. Rumah tersebut ternyata terkunci, dan bagian depannya tampak masih layak huni.
    “Jangan
    muter-muter
    , Bapak sudah lihat ke lapangan belum? Kalau sudah, jawab pertanyaan saya dengan jelas,” ujar Ara.
    Ara terlihat geram saat Mulya menjawab pertanyaan secara berbelit-belit dan belum pernah masuk ke dalam rumah yang dimaksud.
    “Sudah jangan banyak omong lagi kamu, berarti Bapak tidak pernah
    ngecek
    ke lapangan,” ucap Ara.
    “Saya sportif saja, Bapak Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa II, Bapak mengatakan rumah ini tidak layak huni, padahal belum masuk ke dalam, belum ketemu sama orangnya. Bapak besok-besok harus lebih sering cek ke lapangan, ketemu orangnya, main ke dalam. Ini saya kasih peringatan keras ya. Saya saja cek lapangan, apalagi Bapak,” tuturnya.
    Setelah rumah berhasil dibuka, Ara menilai kondisi dalam rumah memang perlu direnovasi.
    “Memang di luar masih layak dan di bawah masih lumayan bagus. Tapi begitu ke lantai atas ternyata banyak bocor, banyak yang jebol, tidak ada pencahayaan. Maka saya simpulkan rumah tadi harus direnovasi,” akunya.
    Ara pun meminta seluruh pihak yang terlibat dalam program untuk mempercepat renovasi 500 unit rutilahu di Kota Bandung hingga Oktober 2025. Ia mengingatkan bahwa hingga kini, baru 11 rumah yang mulai diproses dalam waktu satu bulan.
    “Minimal di bulan Juli 2025 sudah ada 100 rutilahu yang selesai, supaya target bisa tercapai,” katanya.
    Ara juga meminta agar proses verifikasi dilakukan langsung ke lapangan agar program tepat sasaran dan tidak memunculkan polemik data.
    Wali Kota Bandung Muhammad
    Farhan
    , yang turut mendampingi kunjungan tersebut, menyatakan komitmennya menyelesaikan target renovasi 500 rutilahu sesuai tenggat.
    “Ayo sama-sama kita kebut renovasi 500 rumah selesai karena ini hak rakyat. Gimana caranya harus diselesaikan. Kalau saya optimistis satu bulan satu lokasi selesai,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menilik Harga Rumah Subsidi Apabila Luas Diperkecil Jadi 25 Meter

    Menilik Harga Rumah Subsidi Apabila Luas Diperkecil Jadi 25 Meter

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berencana memperkecil ukuran rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

    Keputusan itu dilakukan untuk membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhan papannya.

    Untuk diketahui, luas tanah dan bangunan rumah subsidi telah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023.

    Dimana luas tanah rumah tapak ditetapkan minimal 60 meter persegi-200 meter persegi. Sedangkan luas bangunan ditetapkan minimal 21 meter persegi hingga 36 meter persegi.

    Kemudian saat ini, direncanakan Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang membuat luasan rumah subsidi diperkecil menjadi: luas tanah menjadi minimal 25 meter persegi dan luas bangunan minimal 18 meter persegi.

    Putusan ini kemudian mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak.

    Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Bonny Z. Minang mengatakan bahwa putusan memperkecil rumah subsidi tidaklah sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Ia pun menyebut bahwa fokus pemerintah seharusnya yakni menyediakan likuiditas agar pembangunan perumahan untuk rakyat berjalan lancer, bukan mengatur luas rumah subsidi.

    “Presiden tidak pernah mengamanahkan seperti itu untuk mengecilkan luasnya. Kenapa? Karena tidak sehat dengan ukuran 25 m2. Nah pemerintah hanya memberikan relaksasi terhadap bunga, supaya masyarakat punya daya beli, dan likuiditas,” tandasnya.

    Tujuan Pengecilan Luasan Rumah Subsidi

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan diperkecilnya luasan rumah subsidi agar bisa menekan harga rumah subsidi.

    Hal ini pun bisa menjadi hal yang akan dinikmati manfaatnya secara luas.

    “Sekarang masih tahap menerima masukan-masukan, pro kontra biasa, tujuan baik biasa ada pro dan kontra, tapi tujuan saya sangat baik, supaya makin banyak yang mendapatkan manfaat, dan ruginya buat konsumen apa?, nggak ada, karena bisa memilih,” jelasnya.

    Selain itu, ia juga memastikan meskipun ukuran rumah akan diperkecil, namun desain dari rumah subsidi akan diperbaiki.

    “Desainnya gitu-gitu aja, kita bikin desain yang bagus, saya sudah siapkan kejutannya, kita akan ekspose desain yang bagus,” jelasnya.

    “Bedanya rumah subsidi dengan yang lain kalau yang lain itu liat pamflet, tapi subsidi harus jadi dulu, di sini akan beradu kreatifitas para pengusaha untuk membuat lokasi dan desain,” imbuhnya.

    Kemudian, ia juga meminta mayoritas rumah subsidi yang berukuran kecil ini bisa berlokasi di dalam pusat perkotaan. Tujuannya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas akibat banyak masyarakat yang Jarak tempat tinggal dan tempat bekerja berjauhan.

    “Kalau menurut saya mayoritas harus di dalam kota, kenapa karena harga di dalam kota mahal, bagaimana menyiasatinya, tanahnya dikecilin, desainnya dibagusin, dibikin yang satu kamar, dua kamar kita jangan kalah dari masalah,” tandasnya.

    Harga Rumah Subsidi

  • Pemerintah Klaim Kantongi Komitmen Investasi Rp 81,5 T buat Program 3 Juta Rumah

    Pemerintah Klaim Kantongi Komitmen Investasi Rp 81,5 T buat Program 3 Juta Rumah

    Jakarta

    Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan adanya komitmen investasi asing senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 81,5 triliun (kurs Rp 16.300) dari sejumlah lembaga keuangan untuk pembangunan program 3 juta rumah.

    Hal tersebut diungkapkan Fahri saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin (2/6/2025). Dalam kunjungan ini, ia bertemu dengan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.

    “US$ 5 billion dari Multi Development Bank Itu juga sudah, World Bank, Asian Development Bank, Asian Investment Bank, Islamic Development Bank, GIZ Itu kira-kira US$ 5 miliar,” kata Fahri Hamzah.

    Dari hasil komitmen tersebut, Fahri mengatakan, saat ini pihaknya sedang mendorong agar komitmen ini bisa masuk ke dalam blue book atau dokumen rencana pembangunan di Bappenas.

    “Kami sudah, kami lagi menuntun masuk ke Bappenas ya, ke Blue Book-nya,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan salah satu tantangan kementeriannya dalam mewujudkan program 3 juta rumah adalah terkait pembiayaan. Ia menyebut negara hanya bisa membangun dan merenovasi 269.779 unit hunian. Angka tersebut kalau menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang sudah dijadikan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA)

    “Kemampuan kita tidak sampai 270 ribu (rumah). Itulah dari APBN dan dari FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan),” ujar Ara dalam rapat dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/5) dikutip dari detikproperti.

    Untuk diketahui, pagu anggaran Kementerian PKP setelah efisiensi sebesar Rp 3.462.002.214.000 atau Rp 3,46 triliun.

    Dalam presentasi peta jalan Program 3 Juta Rumah, Ara merinci pembangunan rumah susun sebanyak 2.682 unit, pembangunan rumah khusus 476 unit, revitalisasi rusun 6.687 unit, BSPS 38.504 unit, penanganan kumuh 1.430 unit, dan FLPP 220 ribu unit.

    Dengan demikian, Ara menyebut pekerjaan rumah atau PR Kementerian PKP adalah target 3 juta rumah dikurangi 269.799 rumah. Untuk itu, ia bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan dan perusahaan swasta untuk mendapat dukungan pembiayaan. Salah satunya hasilnya adalah program FLPP akan ada penambahan kuota dari 220 ribu menjadi 350 ribu unit.

    “Sudah diumumkan Departemen Keuangan. Contoh satu case saja, dari rumah subsidi Ibu Menteri Keuangan sudah menyampaikan dari 220 ribu (kuota FLPP) menjadi 350 ribu. Jadi sudah ada penambahan 130 ribu dari satu hal. Belum lagi dari CSR (Corporate Social Responsibility) dan sebagainya,” katanya.

    (acd/acd)

  • Luas Rumah Subsidi Mau Dipersempit jadi Type 18, Wamen Fahri Hamzah Ngeles: Justru Mau Diperlebar

    Luas Rumah Subsidi Mau Dipersempit jadi Type 18, Wamen Fahri Hamzah Ngeles: Justru Mau Diperlebar

    GELORA.CO – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah mengatakan pengurangan ukuran rumah subsidi belum diputuskan oleh pemerintah. Hal ini disampaikan usai beredarnya draf aturan batas minimal rumah subsidi diperkecil menjadi 25 meter.

    “Sebenarnya itu belum diputuskan. Sebenarnya itu belum diputuskan. Karena yang benar adalah justru ukurannya dibesarkan. Jadi ada perdebatan itu, yang benar adalah harusnya ukurannya dibesarkan. Dari ukuran yang sekarang itu 36, 40, paling tidak 40 meter persegi,” kata Fahri di Cibubur, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

    Fahri berdalih, pemerintah justru tengah mempertimbangkan untuk memperluas ukuran dari rumah subsidi tersebut agar sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SGDs).

    “Kita mau justru arahnya ke sana. Sebab standar bagi SDGs itu kira-kira 7,2 meter persegi. Itu SDGs ya, kita harus pakai itu. Tidak boleh dikecilkan itu karena itu standarnya. Kalau rumah itu mau dinyatakan layak, maka kita harus pakai SDGs,” ujar Fahri.

    Sebelumnya, beredar draf aturan baru Kementerian PKP soal ukuran rumah subsidi, akan ada perubahan spesifikasi pembangunan rumah subsidi terkait luas tanah dan luas lantai. Makin jauh dari standar rumah layak huni.

    Dalam draf Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025 menjelaskan, luas bangunan rumah umum tapak ditetapkan paling rendah 25 meter persegi, dan paling tinggi 200 meter persegi. Sedangkan luas lantai rumah ditetapkan paling rendah 18 meter persegi, dan paling tinggi 35 meter persegi.

    Adapun ketentuan luas tanah minimal ini lebih kecil bila dibandingkan aturan sebelumnya, yakni Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023. Dalam aturan ini batasan luas tanah rumah tapak minimal 60 meter persegi.

    Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menilai standar baru tersebu malah membuat rumah subsidi jadi kurang layak. Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) diingatkan untuk tak terburu-buru, harus ada kajian khusus sebelum ambil keputusan.

    “Kalau (luas) tanah rasanya 25 meter persegi tidak manusiawi, dipastikan masyarakat berpenghasilan rendah tidak bisa memperluas bangunan, kecuali tambahan lantai dua. Namun, itu dipastikan sulit, biaya konstruksinya mahal, akan berpotensi masyarakat berpenghasilan rendah ’topengan’ yang memanfaatkan,” tutur Junaidi saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu (1/6/2025).

    Standar baru tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan risiko negatif. Kekumuhan bisa tak terhindarkan sehingga tidak sehat bagi tumbuh kembang anak karena luasan tempat tinggal yang kurang. Selain itu, pemilik rumah juga tidak dapat menambah luas bangunan. Secara tidak langsung aturan ini membuat rumah subsidi hanya akan bersifat sementara, tidak ideal sebagai rumah masa depan. Harga jual juga dapat disalahgunakan pengembang jika tidak dibatasi di wilayah tertentu.

    ”Saya setuju hanya diberlakukan di kota metropolitan atau kota besar saja. Untuk di luar daerah tersebut, tetap berlaku pada ketentuan yang sudah ada. Tipe 18 cocok untuk rumah indekos atau kontrakan,” kata Junaidi.

    Asal tahu saja, standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), luas minimal rumah sederhana untuk keluarga berjumlah empat orang adalah 36 meter persegi. Itu artinya, standar minimal tiap jiwa seluas 9 meter persegi. Sementara, jika mengacu persyaratan rumah layak huni versi Standar Nasional Indonesia (SNI), luasnya minimal 7,2 meter persegi per jiwa atau 28,8 meter persegi untuk satu keluarga berjumlah empat orang.

  • Pemerintah Klaim Program 3 Juta Rumah Raih Investasi Rp75 Triliun

    Pemerintah Klaim Program 3 Juta Rumah Raih Investasi Rp75 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah menyebut terdapat komitmen investasi jumbo pada program 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Fahri mengungkap nilai komitmen investasi itu bahkan mencapai US$5 miliar atau sekurang-kurangnya Rp75 triliun.

    “Kalau komitmen itu kalau kita rupiahkan itu US$5 bilion. Berarti, kira-kira 5 kali Rp15.000 [sekurang-kurangnya] sudah Rp75 triliun itu ready sebenarnya,” kata Fahri saat ditemui di Kantor Sumitro Institute, Minggu (1/6/2025). 

    Namun demikian, komitmen investasi itu saat ini masih belum terealisasi karena sejumlah faktor. Mulai dari lahan hingga demand dari investasi tersebut.

    Pada saat yang sama, Fahri juga mengaku telah menyampaikan komitmen investasi itu kepada kementerian terkait lainnya. Akan tetapi, hingga saat ini belum dilakukan follow up mengenai realisasinya.

    “Saya sudah menyampaikan laporan kepada kementerian dan juga kepada yang lain bahwa ini komitmen investasinya besar. Cuma tidak bisa kalau nggak ada follow up. Kan harus ada technical follow up-nya,” tegasnya. 

    Meski tak merinci secara pasti, Fahri menyebut komitmen investasi program 3 juta rumah itu didapatkannya usai melakukan kunjungan ke sejumlah negara, seperti Qatar hingga Turki. 

    Tak hanya menyoroti masalah ketersediaan lahan untuk investasi, Fahri juga turut menyinggung perizinan investasi yang perlu disentralisasi. 

    “Perizinan terlalu menyebar, harusnya ada sentralisasi perizinan, itu mandat dari Satgas tuh. Sentralisasi perizinan perumahan, itu mandat Satgas,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait buka-bukaan minimnya anggaran perumahan menjadi tantangan utama dalam pelaksanaan program 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.  

    Maruarar yang akrab disapa Ara ini menjelaskan anggaran yang telah dikucurkan negara sebesar Rp3,4 triliun sebagai pagu Anggaran Kementerian PKP hanya cukup untuk membangun sebanyak 269.779 unit rumah. 

    “Pembiayaan, kemampuan kita tak sampai 270.000 unit rumah itu dari APBN dan dari FLPP,” kata Ara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI, Jakarta, Senin (19/5/2025). 

    Sejalan dengan hal itu, Ara menyebut masih memiliki pekerjaan rumah besar mencari alternatif pendanaan untuk mendukung pembangunan 2,73 juta unit rumah. 

    Dalam laporannya, dia menegaskan bahwa 2 juta unit rumah ditargetkan bakal dibangun melalui dukungan penanam modal dalam negeri (PMDN). Sementara sisanya kurang lebih sebanyak 1 juta unit rumah akan didorong pembangunannya melalui komitmen pendanaan penanaman modal asing (PMA).