Tag: Mark Zuckerberg

  • Mahasiswa DO Mendadak Kaya Raya Berharta Rp 108 Triliun, Ini Sosoknya

    Mahasiswa DO Mendadak Kaya Raya Berharta Rp 108 Triliun, Ini Sosoknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu mahasiswa drop out (DO) yang terkenal karena menjadi sukses dan kaya raya adalah Mark Zuckerberg. CEO Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp) tersebut menduduki posisi ke-3 sebagai orang terkaya di dunia dengan estimasi harta di atas kertas sebesar US$258,7 miliar (Rp4.242 triliun), menurut laporan Forbes.

    Namun, ternyata ada sosok lebih muda yang mengikuti jejak Zuckerberg. Ia adalah Dylan Field (33), co-founder sekaligus CEO startup Figma. Startup desain aplikasi berbasis web untuk membuat antarmuka (UI) tersebut didirikan sejak 2012 atau ketika Field masih berusia 20 tahun.

    Pekan lalu, saham Figma naik lebih dari tiga kali lipat pasca melantai di bursa New York (NYSE), pada Kamis (31/7). Figma menawarkan sahamnya di harga US$33, lalu pada perdagangan pertamanya menjadi US$85.

    Perdagangan Figma sempat ditangguhkan ketika menyentuh angka US$112, sebelum akhirnya menutup perdagangan di angka US$115,50.

    Dikutip dari CNBC International, Senin (4/8/2025) kapitalisasi pasar Figma pada Jumat (1/8) pekan lalu ditutup lebih dari US$71 miliar (Rp1.164 triliun).

    Kepemilikan saham Field bernilai sekitar US$6,6 miliar (Rp108 triliun). Hal ini menjadikan Field sebagai pengusaha muda kaya raya terbaru yang berada di posisi ke-543 sebagai orang terkaya dunia menurut Forbes.

    Orang Dekat Peter Thiel

    Selain sama-sama merupakan mahasiswa DO, ada kesamaan antara Zuckerberg dan Field. Keduanya merupakan ‘anak didik’ Peter Thiel.

    Zuckerberg mendapat cek pertamanya untuk Facebook dari Thiel pada 2004 silam, sesaat sebelum memutuskan hengkang dari Universitas Harvard untuk membangun raksasa media sosial di Silicon Valley.

    Facebook melantai di bursa pada 2012 atau tahun yang sama ketika Field masuk ke ‘Thiel Fellowship’. Program tersebut memberikan pendanaan kepada anak muda yang ingin membangun startup inovatif, ketimbang menghabiskan waktu di kelas-kelas kampus.

    Field merupakan batch kedua dari Thiel Fellowship. Selain Field, ada 19 pengusaha muda lainnya yang membawa pulang pendanaan US$100.000.

    Sebelum fokus membangun Figma, Field merupakan mahasiswa Ivy League, sama seperti Zuckerberg. Field kuliah selama 2,5 tahun di Universitas Brown, sebelum akhirnya memutuskan DO dan fokus ke startup miliknya.

    Orang Kaya Rendah Hati

    Meski memiliki cerita serupa Zuckerberg, namun Field digambarkan sebagai sosok yang karakternya berbeda jauh.

    “Sejauh ini, Dylan adalah miliarder paling rendah hati yang pernah saya temui,” kata Joshua Browder, CEO startup layanan legal DoNotPay dan mantan peserta Thiel Fellowship.

    IPO Figma yang menggegerkan pasar pada pekan lalu tidak hanya menandai peningkatan valuasi yang sangat besar bagi perusahaan, tetapi juga menjadi peristiwa penting bagi Silicon Valley.

    Pasalnya, Silicon Valley telah mengalami kelangkaan IPO besar sejak pasar anjlok pada awal tahun 2022 akibat melonjaknya inflasi dan kenaikan suku bunga.

    “Hal terpenting yang perlu saya ingatkan ke tim saya adalah harga saham adalah momen dalam suatu waktu,” ujar Field dalam acara “Squawk Box” CNBC pada Kamis (31/7) pekan lalu

    “Kita akan melihat berbagai macam perilaku, mungkin hari ini, dan selama beberapa minggu ke depan,” ia menuturkan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mark Zuckerberg: Kacamata AI akan Jadi Kebutuhan Dasar di Masa Depan – Page 3

    Mark Zuckerberg: Kacamata AI akan Jadi Kebutuhan Dasar di Masa Depan – Page 3

    Zuckerberg menekankan kacamata pintar berbasis AI akan menjadi jembatan ideal antara dunia fisik dan digital.

    Menurutnya, perangkat ini bukan hanya alat bantu, tetapi akan menjadi bagian penting dalam cara manusia berinteraksi dengan lingkungan dan teknologi.

    “Hal keren dari kacamata adalah mereka akan menjadi cara ideal untuk menyatukan dunia fisik dan digital,” ujar Zuckerberg.

    Pandangan ini sejalan dengan visi besar Meta terhadap metaverse, sebuah dunia virtual yang terhubung secara real-time dengan dunia nyata melalui perangkat imersif.

    AI disebut akan mempercepat penggabungan kedua dunia tersebut, dan kacamata pintar diposisikan sebagai pintu masuk utama menuju era itu.

    Zuckerberg meyakini bahwa seiring berkembangnya AI dan meningkatnya adopsi perangkat wearable di masyarakat, kacamata pintar bukan hanya akan menjadi tren teknologi sesaat, melainkan kebutuhan esensial (mendasar) di masa depan.

    Dalam beberapa tahun mendatang, memiliki perangkat seperti ini mungkin akan setara pentingnya dengan memiliki ponsel saat ini, terutama bagi mereka yang ingin tetap kompetitif dan terkoneksi di era digital yang makin canggih.

  • Dunia Berubah, Manusia Masa Depan Tak Bisa Hidup Tanpa Alat Ini

    Dunia Berubah, Manusia Masa Depan Tak Bisa Hidup Tanpa Alat Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Meta Mark Zuckerberg memperingatkan bahwa manusia masa depan akan sangat bergantung pada satu perangkat ini, yakni kacamata dengan kecerdasan buatan (AI). Tanpa alat tersebut, menurutnya, seseorang akan berada dalam posisi kalah secara kognitif dibanding orang lain.

    Dalam paparan kinerja Meta kuartal kedua, Zuckerberg menegaskan keyakinannya bahwa kacamata AI akan menjadi bentuk utama interaksi manusia dengan teknologi di masa depan.

    “Saya terus meyakini bahwa kacamata pada dasarnya akan menjadi bentuk ideal untuk AI, karena kacamata memungkinkan AI melihat apa yang Anda lihat sepanjang hari, mendengar apa yang Anda dengar, dan berbicara kepada Anda,” kata Zuckerberg dalam panggilan pendapatan, dikutip dari TechCrunch, Jumat (1/8/2025).

    Meta saat ini tengah mengembangkan lini kacamata pintar seperti Ray-Ban Meta dan Oakley Meta, yang sudah dilengkapi fitur untuk mendengarkan musik, merekam video, hingga mengajukan pertanyaan ke Meta AI secara real-time.

    Zuckerberg mengatakan kacamata akan menjadi perangkat ideal untuk AI karena memungkinkan sistem melihat apa yang dilihat pengguna, mendengar apa yang mereka dengar, dan bahkan berbicara kepada mereka langsung.

    Bila ditambahkan layar, potensinya akan makin besar, mulai dari tampilan holografik seperti di kacamata AR Meta generasi terbaru bernama Orion, hingga layar mungil yang bisa digunakan sehari-hari.

    Tak heran jika Meta terus mengucurkan dana besar untuk riset perangkat ini lewat divisi Reality Labs, meski divisi ini sudah merugi hampir US$70 miliar sejak 2020. Pada kuartal kedua 2025 divisi tersebut diungkap kerugiannya mencapai US$4,53 miliar.

    Namun, Zuckerberg percaya masih banyak potensi yang belum tergali dalam hal tampilan visual.

    “Inilah yang telah kami maksimalkan melalui Reality Labs selama 5 hingga 10 tahun terakhir, pada dasarnya melakukan riset terhadap berbagai hal ini,” katanya.

    Bukan hanya Meta yang berlomba menciptakan perangkat AI masa depan. OpenAI baru-baru ini mengakuisisi startup milik mantan desainer Apple Jony Ive senilai US$6,5 miliar untuk merancang perangkat baru berbasis AI.

    Startup lain seperti Humane, Limitless, dan Friend juga telah menjajal bentuk perangkat AI lain seperti pin dan liontin pintar, meskipun belum ada yang benar-benar menguasai di pasar.

    Untuk saat ini, kacamata dinilai sebagai bentuk paling masuk akal, karena sudah banyak orang yang mengenakannya dan dianggap lebih dapat diterima secara sosial.

    Tapi, dulu dunia juga tidak menyadari bahwa ia membutuhkan HP, hingga akhirnya ada yang menciptakannya. Perangkat AI berikutnya bisa jadi adalah sesuatu yang bahkan belum bisa kita bayangkan hari ini.

    Meski begitu, Zuckerberg tetap meyakini bahwa kacamata adalah jawabannya.

    “Hal lain yang luar biasa dari kacamata adalah, kacamata akan menjadi cara ideal untuk menggabungkan dunia fisik dan digital,” ujarnya. “Jadi, visi Metaverse ini, saya pikir, juga akan menjadi sangat penting, dan AI akan mempercepatnya.”

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tim AI Apple Kelabakan Digembosi Mark Zuckerberg

    Tim AI Apple Kelabakan Digembosi Mark Zuckerberg

    Jakarta

    Mark Zuckerberg terus menggembosi tim AI atau kecerdasan buatan Apple. Bloomberg melaporkan, pakar kecerdasan buatan Apple keempat meninggalkan perusahaan untuk bergabung dengan Meta.

    Dikutip detikINET dari Apple Insider, Bowen Zhang, yang sebelumnya berada di tim model AI dasar Apple, adalah karyawan terbaru yang meninggalkan Apple untuk bergabung dengan Meta.

    Head of AI Models Apple, Ruoming Pang, adalah salah satu peneliti AI Apple pertama yang bergabung dengan Meta. Sejak itu, beberapa karyawan yang bekerja di bawahnya juga telah pergi ke Meta.

    Meta agresif merekrut pakar AI terkemuka untuk Superintelligence Labs, divisi AI yang membangun sistem AI canggih untuk melampaui kecerdasan tingkat manusia. Mereka dipimpin Alexandr Wang, mantan CEO Scale AI.

    Zuckerberg menawarkan paket kompensasi besar-besaran kepada para insinyur AI untuk memikat mereka dari perusahaan lain. Pang dilaporkan menerima lebih dari USD 200 juta.

    Bayaran dari Meta dilaporkan mencakup gaji pokok yang tinggi, bonus penandatanganan, dan penghargaan saham, dan uang yang ditawarkan kepada Pang melebihi kompensasi hampir semua karyawan Apple kecuali untuk para eksekutif.

    Agaknya, para insinyur AI lain yang meninggalkan Apple juga menerima tawaran yang tidak bisa ditandingi oleh Apple. Bulan lalu, CEO OpenAI Sam Altman mengatakan Meta telah menawarkan bonus penandatanganan setinggi USD 100 juta pada karyawannya .

    Meta merekrut teknisi dan pakar AI dari Apple, OpenAI, dan Anthropic. Menyusul agresifitas Meta, Bloomberg mengatakan Apple sedikit meningkatkan gaji tim AI-nya, tetapi tidak membayar pada tingkat yang dibayarkan Meta.

    Dengan Apple kehilangan karyawan kunci ke Meta, Apple mungkin kesulitan mengejar ketinggalan dalam perlombaan AI. Pesaing seperti Google dan Samsung sudah memiliki fitur AI yang jauh lebih canggih, dan tahun ini Apple terpaksa menunda fitur Apple Intelligence Siri hingga tahun 2026.

    Apple telah merestrukturisasi tim AI-nya, sekarang diawasi kepala software Apple Craig Federighi dan Mike Rockwell, yang memimpin pengembangan Apple Vision Pro. Rumor menyebut mereka mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi dari Anthropic atau OpenAI untuk fitur AI di masa mendatang daripada modelnya sendiri.

    Diskusi Apple untuk mengandalkan teknologi AI pihak ketiga dilaporkan menyebabkan menurunnya moral tim yang kini juga kehilangan karyawan karena Meta. Beberapa engineer dilaporkan aktif mencari pekerjaan di perusahaan AI lain, sementara para eksekutif berusaha meyakinkan bahwa mereka tetap berkomitmen pada pengembangan AI internal.

    (fyk/afr)

  • Ambisi Zuckerberg Hadirkan AI Super Cerdas untuk Semua Orang

    Ambisi Zuckerberg Hadirkan AI Super Cerdas untuk Semua Orang

    Jakarta

    Mark Zuckerberg sedang gila-gilaan mengembangkan AI atau kecerdasan buatan super yang ia sebut superintelijen. Dalam tulisan blog terbarunya, pendiri Facebook dan CEO Meta itu punya visi bahwa AI akan mengubah banyak hal dan bisa diakses oleh semua orang.

    Menurutnya, pengembangan AI superintelijen sudah di depan mata. “Tampak jelas di tahun-tahun mendatang, AI akan meningkatkan semua sistem yang ada dan memungkinkan penciptaan serta penemuan hal-hal baru yang tak terbayang saat ini. Namun, masih jadi pertanyaan ke mana kita akan mengarahkannya,” tulisnya.

    Zuck mengaku sangat optimis kecerdasan super akan membantu manusia mempercepat laju kemajuan. “Visi Meta adalah menghadirkan kecerdasan super pribadi ke semua orang. Kami percaya untuk menempatkan kekuatan ini di tangan setiap orang dan mengarahkannya kepada apa yang mereka hargai dalam hidup mereka sendiri,” sebutnya.

    Ia memprediksi bahwa kacamata pintar yang berbasis AI adalah perangkat utama manusia di masa depan. Perangkat itu akan sangat mengenal penggunanya secara pribadi.

    “Superintelijen pribadi yang mengenal kita mendalam, memahami tujuan kita, dan dapat membantu kita mencapainya akan menjadi yang paling bermanfaat. Perangkat pribadi seperti kacamata yang memahami konteks kita karena dapat melihat apa yang kita lihat, mendengar apa yang kita dengar, dan berinteraksi dengan kita sepanjang hari akan jadi perangkat komputasi utama kita,” demikian sebutnya.

    Ia mengakui AI super pintar akan menimbulkan kekhawatiran baru tentang keamanan sehingga perlu diantisipasi. “Kita harus cermat dalam memitigasi risiko ini dan berhati-hati tentang apa yang kita pilih untuk dijadikan open source,” tulis Zuck yang dikutip detikINET dari blog Meta, Kamis (31/7/2025).

    Menurut Zuck, Meta sangat yakin dalam membangun AI super pintar pribadi yang memberdayakan semua orang. Karenanya, Meta akan fokus menghadirkan teknologi baru tersebut.

    “Kami memiliki sumber daya dan keahlian untuk membangun infrastruktur masif yang dibutuhkan, serta kemampuan dan tekad untuk menghadirkan teknologi baru kepada miliaran orang di seluruh produk kami. Saya bersemangat untuk memfokuskan upaya Meta untuk membangun masa depan ini,” pungkasnya.

    (fyk/fay)

  • Pakar AI Tolak Gaji Rp 16,4 Triliun dari Mark Zuckerberg

    Pakar AI Tolak Gaji Rp 16,4 Triliun dari Mark Zuckerberg

    Jakarta

    Mark Zuckerberg masih jor-joran mengeluarkan uang untuk memperkuat divisi AI Meta. Bahkan menurut kabar terbaru, Zuckerberg mencoba meminang seorang peneliti AI dengan bayaran sebesar USD 1 miliar atau sekitar Rp 16,4 triliun.

    Menurut laporan Wired, Meta menawari sejumlah peneliti yang bekerja di Thinking Machines, startup AI yang bermarkas di San Francisco. Gaji dan bonus senilai ratusan juta dolar ditawarkan untuk bergabung dengan raksasa media sosial tersebut.

    Salah satu peneliti kabarnya ditawari paket gaji dan bonus senilai USD 1 miliar selama beberapa tahun. Namun peneliti yang tidak disebutkan namanya tersebut menolak tawaran gaji ekstrem tersebut.

    Sejumlah peneliti lainnya juga ditawari gaji dan bonus yang tidak kalah fantastis, antara USD 200 juta sampai USD 500 juta selama empat tahun. Sebagian besar tawarannya mencakup bonus sebesar USD 50 juta sampai 100 juta pada tahun pertama.

    Sejauh ini, tidak ada staf Thinking Machines yang menerima tawaran dari Meta. Bulan lalu, Thinking Machines menerima pendanaan sebesar USD 2 miliar dengan valuasi USD 12 miliar, padahal startup ini belum memiliki produk.

    Juru bicara Meta membantah klaim tersebut, namun mereka mengonfirmasi sudah mengajukan beberapa tawaran kepada staf di Thinking Machines.

    “Kami telah memberikan penawaran kepada beberapa orang di Thinking Machines, dan meskipun ada satu penawaran yang cukup besar, detailnya tidak akurat,” kata juru bicara Meta, seperti dikutip dari The Telegraph, Kamis (31/7/2025).

    Thinking Machines adalah startup AI yang didirikan oleh Mira Murati, mantan Chief Technology Officer OpenAI yang menjadi salah satu perempuan paling berpengaruh di dunia teknologi sejak membangun perusahaannya.

    Sam Altman, CEO OpenAI yang merupakan pemilik ChatGPT, sebelumnya mengklaim Meta menawarkan kontrak kepada stafnya senilai USD 100 juta. Zuckerberg kabarnya mendekati belasan peneliti AI secara langsung lewat WhatsApp dan memberikan tawaran gaji yang menggiurkan.

    Dalam beberapa bulan terakhir, Meta dan Zuckerberg memang semakin agresif merekrut peneliti AI untuk melengkapi tim Meta Superintelligence Labs. Dalam laporan keuangan terbarunya, Meta mengatakan akan menggelontorkan hingga USD 72 miliar pada tahun 2025 untuk membangun infrastruktur AI seperti pusat data dan server.

    (vmp/fay)

  • Zuckerberg Sebut Pengguna Makin Betah Main Facebook-Instagram Berkat AI

    Zuckerberg Sebut Pengguna Makin Betah Main Facebook-Instagram Berkat AI

    Bisnis.com, JAKARTA — CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengungkap terjadi peningkatan waktu yang dihabiskan pengguna di aplikasi perusahaan pada kuartal II/2025 dengan kecerdasan buatan (AI).

    Di tengah kondisi konsumen yang makin banyak mengeluh tentang banyaknya “konten AI berkualitas rendah” yang membanjiri aplikasi sosial, Meta menyebut sistem AI makin baik dalam membantu pengguna terhubung dengan konten yang direkomendasikan.

    Zuckerberg mengatakan kemajuan dalam sistem rekomendasi perusahaan telah meningkatkan kualitas sehingga menyebabkan peningkatan 5% waktu yang dihabiskan di Facebook dan 6% di Instagram hanya dalam kuartal ini.

    “AI secara signifikan meningkatkan kemampuan kami untuk menampilkan konten yang menarik dan berguna bagi pengguna,” kata Zuckerberg dilansir dari Techrunch, Kamis (31/7/2025).

    Secara keseluruhan, Meta memperkirakan bahwa lebih dari 3,4 miliar orang menggunakan salah satu “keluarga aplikasi” – yaitu Facebook, Instagram, Messenger, dan/atau WhatsApp – setiap hari pada bulan Juni.

    Angka ini meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya dan membantu meningkatkan pendapatan total keluarga aplikasi menjadi $47,1 miliar, meningkat 22% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Perusahaan juga membagikan bahwa waktu yang dihabiskan untuk menonton video meningkat 20% dibandingkan tahun sebelumnya pada kuartal tersebut, juga karena optimalisasi sistem peringkat Meta dan upayanya untuk mempromosikan lebih banyak konten asli di Instagram.

    Kompetitor X Meta, Threads, juga mengalami peningkatan waktu yang dihabiskan karena “pengintegrasian LLM”, catat Meta.

    Zuckerberg sangat berambisi dalam menguasai industri AI. Meta Platforms sebelumnya merekrut empat peneliti dari OpenAI. Langkah tersebut disebut menjadi bagian dari strategi agresif Meta dalam mengembangkan proyek superintelijen yang dipimpin langsung oleh CEO Mark Zuckerberg. 

    Reuters melaporkan keempat peneliti yang direkrut adalah Shengjia Zhao, Jiahui Yu, Shuchao Bi, dan Hongyu Ren. 

    Mereka dikabarkan telah menyetujui tawaran untuk bergabung dengan raksasa teknologi tersebut, sebagaimana disampaikan oleh sumber yang mengetahui proses perekrutan ini.

    Perekrutan ini terjadi hanya beberapa hari setelah laporan dari The Wall Street Journal menyebut Meta juga berhasil memboyong tiga peneliti AI lainnya dari kantor OpenAI di Zurich, yaitu Lucas Beyer, Alexander Kolesnikov, dan Xiaohua Zhai.

    CEO OpenAI Sam Altman sempat menyoroti Meta yang mencoba merekrut peneliti AI terbaik perusahaan. 

    Bahkan, dia menyebut, Meta memberikan tawaran lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun per orang. Namun, menurut Altman, strategi agresif tersebut belum membuahkan hasil kala itu. Hal tersebut disampaikan Altman dalam sebuah podcast bersama saudaranya, Jack Altman pada 17 Juni Kemarin.

    Dia menyebut, Meta aktif mencoba merekrut talenta OpenAI untuk bergabung dengan tim superintelligence baru yang dipimpin mantan CEO Scale AI, Alexandr Wang.

    “[Meta] mulai memberikan tawaran sangat besar kepada banyak anggota tim kami, US$100 juta sebagai bonus penandatanganan, dan lebih dari itu dalam total kompensasi tahunan. Tapi sejauh ini, saya senang tak satu pun dari orang terbaik kami menerimanya,” kata Altman.

  • Bakar Uang Triliunan, Nasib Facebook Memprihatinkan

    Bakar Uang Triliunan, Nasib Facebook Memprihatinkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Meta Platforms, induk Facebook, tengah menghadapi tekanan besar di tengah ambisi Mark Zuckerberg menguasai pasar kecerdasan buatan (AI) global.

    Meski telah membakar dana lebih dari US$60 miliar (Rp984 triliun) untuk teknologi augmented reality (AR) dan ratusan triliun rupiah lagi untuk pengembangan AI, hasil yang diperoleh belum sebanding dengan pengeluaran.

    Dalam laporan keuangan kuartal kedua (Q2) 2025, Meta diperkirakan mencatat pertumbuhan laba paling lambat dalam dua tahun terakhir, hanya 11,5% menjadi US$15,01 miliar (Rp246 triliun).

    Pendapatan perusahaan hanya tumbuh 14,7%, paling lemah dalam tujuh kuartal terakhir. Sementara itu, biaya operasional mereka bengkak hampir 9% dan menjadi sorotan utama para analis.

    Zuckerberg bahkan menginvestasikan US$14,3 miliar (Rp234 triliun) ke startup Scale AI dan membentuk Superintelligence Lab, sambil tetap melanjutkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di internal perusahaan. Langkah ini dinilai penuh risiko, apalagi model AI Meta, Llama 4, masih belum menunjukkan performa yang berarti.

    Para investor masih akan mencermati apakah Meta akan kembali meningkatkan belanja modalnya tahun ini, setelah sebelumnya dinaikkan pada April.

    Pekan lalu, Alphabet juga menaikkan proyeksi belanja modalnya sebesar 13% menjadi US$85 miliar (Rp1.394 triliun) karena lonjakan permintaan untuk layanan Google Cloud berbasis AI.

    “Kami memandang kenaikan capex sebagai hal positif karena. Meta bisa menjadi solusi lengkap bagi banyak departemen pemasaran,” ujar Ben Barringer, kepala riset teknologi di Quilter Cheviot, yang memegang saham Meta, dikutip dari Reuters, Rabu (30/7/2025).

    Meskipun harga saham Meta naik 20% tahun ini, banyak pihak mempertanyakan ke mana arah strategi AI perusahaan. Analis eMarketer menilai, Meta memang berhasil mengintegrasikan AI dalam platform iklannya, namun upaya bersaing langsung dengan OpenAI dan Google DeepMind tampak berat dan menghabiskan modal.

    Dengan meningkatnya persaingan di sektor AI dan tekanan dari pasar iklan yang lesu serta dominasi TikTok, masa depan Meta kini penuh ketidakpastian.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Simulasi Gilanya Kekayaan Mark Zuckerberg Disandingkan dengan Taylor Swift

    Simulasi Gilanya Kekayaan Mark Zuckerberg Disandingkan dengan Taylor Swift

    Jakarta

    Sebuah simulasi menggambarkan betapa kayanya para miliarder dunia. Mulai artis Taylor Swift hingga bos Meta Mark Zuckerberg, begini gambaran kekayaannya jika dihitung menggunakan butiran nasi.

    Melansir Ladbible, Zac D. Films mengibaratkan satu butir nasi sebagai USD 1 (setara Rp 15.000). Saat ini, Mark Zuckerberg berada di posisi ke-2 setelah Elon Musk yang punya kekayaan bersih USD 342 miliar atau sekitar Rp 5.609 triliun. Zuck memiliki kekayaan bersih USD 216 miliar yang bila dikonversikan mencapai Rp 3.544 triliun.

    Di simulasi tersebut, kekayaan Zuck dikomparasikan dengan timbunan beras. Tapi sebelum sampai ke pemahaman seberapa banyak beras yang akan dimiliki Zuck, Zac D. Films mulai dengan rata-rata rumah di Amerika Serikat yang sekitar 500.000 butir beras.

    [Gambas:Youtube]

    “Sekarang, jika Anda mengisi satu kontainer penuh dengan beras, nilainya akan sama dengan kekayaan bersih Taylor Swift,” katanya. Pelantun lagu ‘Bad Blood’ itu memiliki kekayaan bersih bernilai USD 1,6 miliar (Rp 26,2 triliun).

    “Ditambah lagi, tumpukan beras milik Mark Zuckerberg akan cukup untuk mengisi tiga kolam renang ukuran Olimpiade sampai penuh,” lanjutnya.

    Kolam renang ukuran Olimpiade memiliki panjang 50 meter dan lebar 25 meter. Kedalamannya biasanya minimal 2 meter, namun bisa menjadi 3 meter dengan tujuan mengurangi turbulensi.

    Taylor Swift memiliki kekayaan bersih sebesar USD 1,6 miliar dan, menurut Forbes, merupakan musisi perempuan terkaya. Berkat pendapatan dari Eras Tour di seluruh dunia dan nilai katalog musiknya, Swift mencapai status miliarder pada usia 33 tahun, masih kata Forbes.

    Sekitar USD 600 juta di antaranya diyakini telah terkumpul melalui royalti dan tur, sementara ia juga memiliki sekitar USD 125 juta dalam bentuk real estate. Swift juga pernah dikenal sebagai miliarder perempuan termuda di dunia yang merintis usahanya sendiri.

    Namun, taipan teknologi Lucy Guo kini telah mengambil alih gelar tersebut, setelah menjadi miliarder tiga tahun lebih cepat dari Swift, lapor Forbes. Perempuan berusia 30 tahun ini adalah salah satu pendiri Scale AI, sebuah perusahaan anotasi data yang berbasis di California, yang menyediakan data berlabel yang digunakan untuk melatih aplikasi kecerdasan buatan.

    (ask/afr)

  • Ramai-ramai Tinggalkan ChatGPT Beralih ke Penggantinya, Ada Apa?

    Ramai-ramai Tinggalkan ChatGPT Beralih ke Penggantinya, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – OpenAI yang merupakan perusahaan di balik layanan AI populer ChatGPT tengah dilanda krisis. Banyak talenta terbaik perusahaan yang memilih pindah ke Meta (Facebook, WhatsApp, Instagram).

    Pasalnya, Meta berambisi untuk mendominasi pengembangan teknologi AI melalui divisi Superintelligence Lab. Meta tak segan-segan menawarkan gaji dan bonus tinggi demi membajak peneliti AI perusahaan pesaing, termasuk dari OpenAI.

    Terbaru, co-creator ChatGPT, Shengjia Zhao, ditunjuk sebagai Kepala Ilmuwan di Superintelligence Lab Meta. Hal ini diumumkan langsung oleh CEO Meta Mark Zuckerberg.

    “Dalam peran ini, Shengjia akan menetapkan agenda penelitian dan arah ilmiah untuk laboratorium baru kami yang bekerja langsung dengan saya dan Alex,” tulis Zuckerberg dalam unggahan di Threads.

    Alex yang dimaksud adalah Alexandr Wang yang direkrut Zuckerberg dari startup Scale AI, sebagai bagian dari akuisisi Meta terhadap perusahaan tersebut.

    Zhao merupakan mantan ilmuwan peneliti di OpenAI. Ia ikut menciptakan ChatGPT, GPT-4, dan beberapa model mini OpenAI, termasuk 4.1 dan o3.

    Ia termasuk di antara beberapa peneliti yang telah beralih dari OpenAI ke Meta dalam beberapa minggu terakhir, sebagai bagian dari persaingan talenta yang lebih kencang antara kedua perusahaan.

    Zuckerberg secara agresif merekrut talenta dari para pesaing untuk menutup kesenjangan dalam AI tingkat lanjut. Meta telah menawarkan beberapa paket gaji paling menguntungkan di Silicon Valley dan kesepakatan startup yang menggiurkan untuk menarik para peneliti kawakan.

    Meta baru-baru ini meluncurkan Superintelligence Lab untuk mengkonsolidasikan pekerjaan pada model Llama dan ambisi jangka panjang untuk menciptakan kecerdasan umum buatan (AGI).

    Zhao adalah salah satu pendiri lab tersebut, menurut postingan Threads, yang beroperasi terpisah dari FAIR, divisi penelitian AI Meta yang didirikan oleh pelopor pembelajaran mendalam Yann LeCun.

    Zuckerberg mengatakan Meta bertujuan untuk membangun “kecerdasan umum yang lengkap” dan merilis karyanya sebagai sumber terbuka (open source), sebuah strategi yang menuai pujian sekaligus kekhawatiran dalam komunitas AI.

    Sebelumnya, ada 7 orang pegawai OpenAI yang pindah ke Meta. Laporan The Information yang dikutip Reuters menyatakan selain Shengjia Zhao, ada juga Jiahui Yu, Shuchao Bi dan Hongyu Ren telah setuju untuk pindah ke Meta.

    Sebelumnya, Wall Street Journal mengabarkan bahwa Meta telah merekrut tiga pegawai OpenAI yang bermarkas di Swiss, yaitu Lucas Beyer, Alexander Kolesnikov, dan Xiaohua Zhai.

    Meta dikabarkan berani menawarkan gaji bernilai jumbo hingga US$100 juta (Rp 1,6 triliun) ke pekerja di bidang AI.

    Zuckerberg telah menyiapkan daftar insinyur dan peneliti AI untuk masuk ke perusahaannya. Laporan Wall Street Journal menyebutkan dia sendiri yang menghubungi tiap kandidat yang diinginkan, dikutip dari The Guardian.

    Beberapa nama dalam daftar itu berasal dari kampus terkemuka seperti lulusan baru PhD di University of California Berkeley dan Carnegie Melon.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]