Tag: Mark Zuckerberg

  • Instagram Bantah Diam-diam Sadap Percakapan Pengguna Lewat Microphone

    Instagram Bantah Diam-diam Sadap Percakapan Pengguna Lewat Microphone

    Bisnis.com, JAKARTA —  Petinggi Instagram Adam Mosseri membantah sangkaan yang muncul bahwa platform media sosial tersebut diam-diam mendengarkan percakapan pengguna agar bisa menargetkan iklan secara relevan.

    Gagasan mengenai Meta secara diam-diam menyalakan mikrofon di ponsel pengguna untuk merekam percakapan sudah lama menjadi teori konspirasi — dan sebelumnya juga telah dibantah oleh perusahaan.

    Mengutip TechCrunch, bantahan itu disampaikan Mosseri di akun Instagram pribadinya pada Rabu (2/10/2025). Bertepatan dengan pengumuman perusahaan menyoal upaya penargetan iklan kepada pengguna menggunakan data interaksi dengan produk AI yang dimiliki.

    Di Instagram, Mosseri mengatakan dirinya sudah sering berdiskusi soal isu Meta mendengarkan pengguna, lantaran banyak orang tidak percaya betapa efektifnya sistem penargetan iklan perusahaan tersebut.

    Perusahaan berulang kali membantah klaim tersebut, dengan menjelaskan Meta tidak perlu merekam percakapan pengguna untuk membuat rekomendasi iklan menjadi tepat sasaran. Mosseri juga mengatakan hal itu akan menjadi pelanggaran besar terhadap privasi.

    Pada 2016, Meta (saat itu masih bernama Facebook) menerbitkan sebuah postingan blog yang secara tegas menyatakan tidak menggunakan mikrofon ponsel pengguna untuk menentukan iklan yang ditampilkan di News Feed.

    Bertahun-tahun kemudian, CEO Meta Mark Zuckerberg dalam kesaksian di hadapan Kongres, kembali membantah bahwa perusahaan mengumpulkan data audio pengguna untuk tujuan tersebut.

    Di sisi lain, Mosseri menjelaskan pengguna akan mengetahui jika mikrofon ponselnya menyala karena lampu indikator di bagian atas layar akan terlihat. Selain itu, baterai ponsel akan lebih cepat terkuras.

    Sebaliknya, Mosseri mengatakan sistem rekomendasi yang dimiliki memang sangat kuat karena cara kerjanya dengan para pengiklan, yang membagikan informasi kepada perusahaan mengenai siapa saja yang telah mengunjungi situs web mereka.

    Informasi tersebut membantu Meta menargetkan pengguna dengan iklan yang relevan. Selain itu, perusahaan menampilkan iklan kepada orang-orang berdasarkan apa yang menurutnya mungkin menarik bagi mereka, dengan melihat minat orang lain yang memiliki kesamaan profil dan ketertarikan.

    Terbaru, Meta bakal memanfaatkan AI untuk membuat keputusan penargetan iklan tersebut. Perusahaan menyatakan kebijakan privasi barunya memungkinkan penggunaan data dari interaksi konsumen dengan produk AI di sebagian besar pasar.

  • Mark Zuckerberg Umumkan Vibes, Fitur Video Pendek AI dari Meta Saingi TikTok – Page 3

    Mark Zuckerberg Umumkan Vibes, Fitur Video Pendek AI dari Meta Saingi TikTok – Page 3

    Lebih lanjut, pengguna diberi dua pilihan utama untuk berkreasi. Pertama, mereka bisa bikin video dari nol dengan mengetik perintah atau prompt tertentu.

    Kedua, bisa juga melakukan remix alias memodifikasi video AI yang sudah ada di dalam feed.

    Sebelum dipublikasikan, pengguna masih bisa menambahkan sentuhan pribadi, seperti memasukkan elemen visual baru, menaruh musik, atau mengubah gaya video sesuai selera.

    Setelah selesai, kontennya bisa langsung diunggah ke feed Vibes, dikirim lewat pesan pribadi (DM), atau dibagikan ke Instagram dan Facebook lewat Stories maupun Reels.

    Untuk versi awal ini, Meta menggandeng dua platform populer pembuat gambar berbasis AI, yaitu Midjourney dan Black Forest Labs, untuk memperkuat pengalaman kreatif di Vibes.

  • PT Baru Buka Dikasih Modal Rp 5 Trilliun, Isinya Gak Kaleng-Kaleng

    PT Baru Buka Dikasih Modal Rp 5 Trilliun, Isinya Gak Kaleng-Kaleng

    Jakarta, CNBC Indonesia – Eks karyawan Google, OpenAI, dan Meta ramai-ramai resign kemudian bekerja sama membuat perusahaan baru. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan kecerdasan buatan (AI) yang mereka rintis sudah mengantongi modal US$ 300 juta (Rp 5 triliun).

    Ekin Dogus Cubuk dan Liam Fedus mendirikan Periodic Labs, perusahaan yang bermisi menciptakan program AI yang bisa bekerja seperti “ilmuwan.” Caranya adalah dengan membangun laboratorium yang berisi robot peneliti. Robot-robot tersebut bisa melakukan eksperimen di lab, mengumpulkan data, belajar, mencoba berulang kali, dan mengembangkan sesuatu yang baru dari hasil eksperimen mereka.

    Cubuk adalah pemimpin tim penelitian material dan bahan kimia di Google Brain dan Deepmind. Salah satu hasil karyanya adalah program AI bernama GNoME. GNoME terkenal karena berhasil menemukan 2 juta kristal baru pada 2023.

    Di sisi lain, Fedus adalah salah satu peneliti pencipta ChatGPT. Ia juga menciptakan neural network pertama yang mencapai parameter triliunan.

    Periodic Labs juga diisi oleh peneliti AI lain yang berpengalaman di OpenAI, Microsoft, hingga Meta. Salah satunya adalah Rishabh Agarwal, eks pegawai Meta.

    Agarwal sempat diajak berbicara langsung oleh pendiri Facebook dan CEO Meta, Mark Zuckerberg, untuk bergabung ke “tim super” AI milik Meta. Namun, ia menolak tawaran gaji dan saham bernilai puluhan miliar untuk bekerja di Periodic Labs. 

    Ambisi Periodic Labs didukung oleh sederet investor ternama seperti Andreessen Horowitz, DST, Nvidia, Accel, Elad Gil, Jeff Dean, Eric Schmidt, dan Jeff Bezos. Total modal yang mereka kumpulkan mencapai US$ 300 juta (Rp 5 triliun).

    Pada tahap pertama, Periodic Labs ingin menciptakan superkonduktor yang bisa bekerja lebih baik dan membutuhkan energi lebih sedikit dibanding material yang saat ini digunakan di komputer. Selain itu, mereka ingin mengumpulkan seluruh data tentang seluruh material yang ada. Data tersebut kemudian akan digunakan oleh “ilmuwan AI” untuk mencampur padu untuk menciptakan material baru.

    “Hingga kini, kemajuan AI berasal dari model yang dilatih menggunakan informasi di internet. Sumber tersebut sudah diperas habis. Kami ingin membangun ilmuwan AI dan laboratorium otonom tempat mereka bekerja,” kata Periodic Labs dalam blog resmi perusahaan.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Elon Musk Ditendang, 2 Miliarder Makin Kencang Menjilat Donald Trump

    Elon Musk Ditendang, 2 Miliarder Makin Kencang Menjilat Donald Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keretakan hubungan Presiden AS Donald Trump dengan miliarder Elon Musk ternyata membuka peluang bagi ‘orang terkaya’ lain. Menurut laporan Financial Times, CEO Meta Mark Zuckerberg dan CEO OpenAI Sam Altman berupaya mendekatkan diri ke Trump.

    Laporan Financial Times ini berbasis informasi dari sumber dalam pemerintahan AS dan perusahaan terkait. Namun, banyak pihak di pemerintahan Trump yang skeptis dengan Zuckerberg dan Altman, sebab keduanya merupakan mantan pendonor Demokrat.

    Seperti diketahui, hubungan Musk dan Trump renggang gara-gara penetapan ‘One Big Beautiful Bill’ yang memangkas insentif pajak untuk mobil listrik. Musk yang merupakan CEO raksasa mobil listrik Tesla terang-terangan mengkritik aturan tersebut.

    Keduanya terlibat adu mulut terbuka secara online. Sejak Mei 2025, Musk juga resmi mengundurkan diri dari posisinya di pemerintahan Trump sebagai kepala Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE).

    Sejak saat itu, Musk dan Trump tak pernah tampil bersama di hadapan publik, kecuali saat keduanya menghadiri upacara peringatan (memorial service) untuk Charlie Kirk yang tewas ditembak pada 10 September 2025.

    Kebersamaan Musk dan Trump disorot dan menunjukkan hubungan yang melunak. Namun, tetap saja Musk dan Trump tidak sedekat dulu.

    Sementara itu, Zuckerberg dan Altman tampak sering mengunjungi Gedung Putih pada tahun ini. Keduanya juga selalu memuji pemerintahan Trump dalam berbagai kesempatan.

    “Di ranah privat, mereka [Zuckerberg dan Altman] mencari dukungan Gedung Putih untuk memperluas peluang komersil dan menghindari tekanan dalam membangun kerajaan AI,” tulis Financial Times dalam laporannya, dikutip Kamis (25/9/2025).

    Sejauh ini, Financial Times melaporkan bahwa kepentingan Zuckerberg dan Altman sejalan dengan Trump. Zuckerberg telah berkomitmen untuk menginvestasikan setidaknya US$600 miliar ke AS hingga 2028.

    Hal ini memungkinkan Trump untuk memamerkan kesuksesan pemerintahannya dalam menggerakkan korporasi besar AS melawan China. Meta dan OpenAI juga sudah mencabut pembatasan penggunaan teknologi AI mereka untuk kebutuhan militer.

    Kedekatan Trump dengan bos-bos raksasa teknologi AS, termasuk Zuckerberg dan Altman, ditunjukkan dengan jamuan makan malam spesial di Gedung Putih. Selain Zuckerberg dan Altman, turut hadir CEO Apple Tim Cook, CEO Microsoft Satya Nadella, pendiri Microsoft Bill Gates, Co-CEO Oracle Safra Catz, dan Co-Founder Google Sergey Brin.

    Upaya Zuckerberg dan Altman untuk mendekati Trump terbukti membawa berkah. Pemerintah AS berkomitmen untuk mengakselerasi izin untuk pembangunan data center super mahal dan ‘haus’ energi yang dibutuhkan dalam pengembangan teknologi AI.

    Meta dan OpenAI juga masuk dalam daftar yang penyuplai AI untuk pemerintah AS yang sudah disetujui.

    Perubahan Dinamika Bos-bos Raksasa Teknologi dan Trump

    Menarik untuk melihat perubahan dinamika antara Altman-Trump dan Zuckerberg Trump.

    Pada 2016 lalu, Altman pernah menuliskan bahwa kemenangan Trump dalam Pemilu terasa seperti “hal terburuk yang terjadi di hidup saya”. Namun, baru-baru ini Altman justru dekat di ‘ketek’ Trump. Ia mengunjungi Arab dan Inggris bersama Trump dan jejeran pejabat negara.

    Saat Trump baru dilantik pada Januari lalu, Altman berdiri bersama sang Presiden baru, pendiri Oracle Larry Ellison, dan CEO SoftBank Masayoshi Son, untuk mengumumkan proyek data center raksasa ‘Stargate’ senilai US$500 miliar.

    Sama seperti Altman, hubungan Zuckerberg dan Trump juga dulunya tak harmonis. Bahkan, Trump sempat berencana memenjarakan Zuckerberg jika pencipta Facebook itu menghalangi upayanya memenangkan Pilpres.

    Namun, kini Zuckerberg juga tunduk pada keinginan Trump. Ia mengubah beberapa kebijakan perusahaan, salah satunya mencaput sistem pengecekan fakta eksternal di platform Meta.

    Trump juga membantu Zuckerberg melawan legislator Uni Eropa yang menargetkan raksasa teknologi melalui ‘Digital Markets Act’ (DMA) dan pemungutan pajak digital.

    Trump tak segan-segan menuliskan di media sosial bahwa pajak digital, aturan layanan digital, dan regulasi pasar digital (yang digaungkan Uni Eropa), dirancang untuk mendiskriminasi teknologi AS.

    Bahaya Jangka Panjang

    Namun, simbiosis mutualisme yang terjalin antara bos-bos raksasa teknologi dengan Trump dinilai sebagian orang sebagai taktik yang berbahaya untuk jangka panjang.

    “Meta akan dihukum saat meja politik berbalik arah,” kata negosiator Brussels, dikutip dari Financial Times.

    “Komisi Eropa memiliki memori institusional yang panjang,” ia menambahkan.

    Nyatanya, saat ini saja kedekatan Meta dengan Gedung Putih tak mampu menyelamatkan perusahaan dari rentetan kasus yang menimpa perusahaan di AS. Misalnya, kasus anti-monopoli yang sedang berkembang, penyelidikan dari FTC, serta pengujian oleh Senator Republik Josh Hawley terkait chatbot berbasis AI.

    Selain itu, masih ada keraguan terkait sikap politik Zuckerberg dan Altman di masa depan saat dinamika berubah pasca midterm tahun depan.

    “Saya rasa mereka tak punya ideologi yang pasti,” kata seseorang yang dekat dengan pemerintahan Trump kepada Financial Times.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • TikTok Kalah Jauh, 3 Miliar Orang Pilih Pakai Instagram

    TikTok Kalah Jauh, 3 Miliar Orang Pilih Pakai Instagram

    Jakarta, CNBC Indonesia – Instagram berhasil melampaui popularitas raksasa media sosial TikTok. Platform milik Meta itu telah mengalami pertumbuhan audiens hingga 3 miliar pengguna aktif bulanan (MAU)

    Angka tersebut jauh lebih besar dari capaian TikTok. Juru bicara perusahaan mengatakan aplikasi tersebut ‘baru’ mengantongi 1 miliar pengguna per bulan, dikutip dari Reuters, Kamis (25/9/2025).

    Sementara itu, penambahan 1 miliar pengguna Instagram terjadi selama tiga tahun. Pada 2022, CEO Mark Zuckerberg mengumumkan Instagram mendapatkan 2 miliar pengguna aktif bulanan.

    Perkembangan pesat Instagram terjadi setelah dibeli Facebook yang kini bernama Meta. Pembelian senilai US$1 miliar.

    Sejak saat itu, aplikasi berkembang pesat dari hanya platform berbagi foto saja. Beragam fitur diluncurkan sejak saat itu, termasuk Reels yang diluncurkan 2020.

    Reels memungkinkan pengguna membuat konten dengan durasi pendek. Fitur ini menantang para pesaingnya seperti TikTok hingga YouTube Shorts milik Google.

    Perkembangan signifikan Instagram juga bakal berdampak pada Meta. Sejumlah perusahaan memperkirakan aplikasi akan menghasilkan lebih dari setengah pendapatan iklan Meta di Amerika Serikat (AS) tahun 2025 ini.

    TikTok Raja Aplikasi RI

    Kendati Instagram menang secara global, namun Tiktok berada di puncak aplikasi media sosial yang sering digunakan masyarakat Indonesia. Informasi ini berdasarkan laporan ‘Profil Internet Indonesia 2025’ yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

    Pada 2025, terdapat 35,17% responden disurvei APJII yang mengakses Tiktok. Jumlah itu meningkat tajam dari tahun sebelumnya sebanyak 18,61%.

    Youtube berada di posisi ke-2 dengan 23,76%. Jumlahnya menurun 27,53% dari tahun 2024.

    Facebook mengalami penurunan tajam sebanyak 21,58% posisi ketiga. Aplikasi itu menurun peringkat dari posisi pertama (34,85%).

    Untuk posisi keempat ditempati Instagram sebanyak 15,94% dan X atau Twitter dengan jumlah 0,56%.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Instagram Punya 3 Miliar Pengguna September 2025, Naik 1 Miliar MAU dalam 4 Tahun

    Instagram Punya 3 Miliar Pengguna September 2025, Naik 1 Miliar MAU dalam 4 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Instagram mencatat rekor baru dengan 3 miliar pengguna aktif bulanan (mounth active user/MAU) di dunia. Meloncat sekitar 1 miliar pengguna dibandingkan dengan 2021 yang saat itu berjumlah 2 miliar MAU.

    CEO Meta, Mark Zuckerberg mengatakan pertumbuhan pesat ini terjadi hanya empat tahun setelah Instagram menembus angka 2 miliar pengguna pada Desember 2021.

    Instagram, kata Zuckerberg, adalah salah satu jejaring sosial terbesar di dunia, sejajar dengan Facebook dan WhatsApp.

    Dilansir dari  Verge, Kamis (25/9/2025) Zuckerberg sebelumnya mengumumkan bahwa Facebook telah melampaui 3 miliar pengguna pada Januari, diikuti WhatsApp pada April. 

    Instagram konsisten menunjukkan pertumbuhan pengguna aktif yang impresif selama beberapa tahun terakhir. Pada akhir 2021, pengguna aktif bulanan berada di angka 2 miliar, kemudian melonjak drastis menjadi 3 miliar pada September 2025. 

    Pencapaian terbaru Instagram ini diperkirakan juga mencakup pengguna Threads, pesaing X yang diluncurkan pada Juli 2023 dan mengharuskan pengguna mendaftar menggunakan akun Instagram atau Facebook.

    Bloomberg melaporkan bahwa fitur pesan privat dan video pendek Reels merupakan pendorong pertumbuhan terbesar Instagram, dan kini menjadi fokus utama pembaruan platform.

    Kepala Instagram Adam Mosseri mengatakan pembaruan mendatang mencakup kemudahan menemukan DMs dan Reels di bilah navigasi beranda aplikasi.

    “Serta pembaruan algoritma yang memungkinkan pengguna memengaruhi topik apa yang muncul lebih atau lebih jarang di feed Instagram dan Reels,” kata Adam.

    Sementara itu, Techcrunch melaporkan terjadi peningkatan waktu yang dihabiskan pengguna di aplikasi Instagram pada kuartal II/2025 dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI).

    Di tengah kondisi konsumen yang makin banyak mengeluh tentang banyaknya “konten AI berkualitas rendah” yang membanjiri aplikasi sosial, Meta menyebut sistem AI makin baik dalam membantu pengguna terhubung dengan konten yang direkomendasikan.

    Zuckerberg mengatakan kemajuan dalam sistem rekomendasi perusahaan telah meningkatkan kualitas sehingga menyebabkan peningkatan 5% waktu yang dihabiskan di Facebook dan 6% di Instagram hanya dalam kuartal ini.

    “AI secara signifikan meningkatkan kemampuan kami untuk menampilkan konten yang menarik dan berguna bagi pengguna,” kata Zuckerberg.

    Secara keseluruhan, Meta memperkirakan bahwa lebih dari 3,4 miliar orang menggunakan salah satu “keluarga aplikasi” – yaitu Facebook, Instagram, Messenger, dan/atau WhatsApp – setiap hari pada bulan Juni.

    Angka ini meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya dan membantu meningkatkan pendapatan total keluarga aplikasi menjadi $47,1 miliar, meningkat 22% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Perusahaan juga membagikan bahwa waktu yang dihabiskan untuk menonton video meningkat 20% dibandingkan tahun sebelumnya pada kuartal tersebut, juga karena optimalisasi sistem peringkat Meta dan upayanya untuk mempromosikan lebih banyak konten asli di Instagram.

    Kompetitor X Meta, Threads, juga mengalami peningkatan waktu yang dihabiskan karena “pengintegrasian LLM”, catat Meta.

  • Bos AI Muda Tajir Rp 58 T Punya Pesan Penting buat Gen Z

    Bos AI Muda Tajir Rp 58 T Punya Pesan Penting buat Gen Z

    Jakarta

    Alexandr Wang, pendiri Scale AI sekaligus Chief AI Officer Meta, dikenal sebagai salah satu sosok paling berpengaruh di dunia kecerdasan buatan. Di usianya yang baru 28 tahun, ia sudah mengantongi kekayaan fantastis senilai USD 3,5 miliar atau sekitar Rp 58 triliun. Namun di balik kesuksesannya, Wang punya pesan penting untuk generasi muda, khususnya Gen Z.

    Dalam wawancara terbaru dengan Fortune, Wang menekankan bahwa anak muda seharusnya tidak takut untuk terjun langsung ke dunia pemrograman berbasis kecerdasan buatan. Ia menyebut konsep vibe coding sebagai cara baru yang bisa membuka jalan bagi siapa saja untuk berinovasi.

    Apa Itu Vibe Coding?

    Alih-alih menulis kode ribuan baris secara manual, vibe coding lebih menekankan interaksi kreatif dengan AI. Coder cukup memberi instruksi atau ide, lalu membiarkan AI menghasilkan kode awal, melakukan tes, dan menyempurnakannya. Konsep ini menurut Wang bisa jadi gerbang baru untuk anak muda yang ingin cepat membangun produk atau solusi tanpa terbebani detail teknis yang rumit.

    “Kalau kamu sekarang berusia 13 tahun, habiskan waktumu untuk vibe coding. Dari situlah bakal lahir Bill Gates berikutnya,” ujar Wang.

    Peluang dan Tantangan

    Meski menarik, metode vibe coding bukan tanpa resiko. Mengandalkan AI untuk menulis kode bisa melahirkan bug atau celah keamanan yang sulit dilacak. Di sisi lain, terlalu cepat melompat ke vibe coding juga bisa membuat generasi muda melewatkan pemahaman fundamental soal algoritma dan struktur data.

    Namun Wang menilai, keberanian untuk bereksperimen lebih penting. Dengan bantuan AI, anak muda bisa lebih cepat menciptakan prototipe, menguji ide, dan bahkan membangun startup sejak usia belia.

    Bisa Lahirkan “Bill Gates Baru”?

    Pesan Wang mengingatkan publik pada kisah para pendiri raksasa teknologi yang memulai perjalanan mereka sejak muda, seperti Bill Gates, Steve Jobs, hingga Mark Zuckerberg. Bedanya, kali ini anak muda punya senjata baru: kecerdasan buatan.

    Jika dimanfaatkan dengan benar, vibe coding bisa jadi jalan pintas bagi generasi muda untuk menciptakan terobosan, bahkan mungkin menjadi miliarder teknologi berikutnya seperti Wang sendiri.

    (afr/afr)

  • Zuckerberg Ingin Singkirkan HP iPhone Cs, Rilis Meta Ray-Ban Seharga Rp13,2 Juta

    Zuckerberg Ingin Singkirkan HP iPhone Cs, Rilis Meta Ray-Ban Seharga Rp13,2 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Meta meluncurkan kacamata pintar AI Meta Ray-Ban Display untuk menantang dominasi Apple dan Android. Kaca mata pintar yang dilengkapi teknologi kecerdasan buatan (AI) itu juga diharapkan mampu menggantikan perangkat smartphone.

    Dalam ajang Meta Connect 2025, CEO Mark Zuckerberg menyampaikan ambisinya untuk menghapus smartphone yang sering membuat manusia abai dengan kehadiran sosial.

    Mark menghadirkan kacamata AI yang langsung menampilkan notifikasi, pesan, navigasi, hingga live translation di sudut mata pengguna.

    Dengan desain klasik Ray-Ban dan layar Heads-Up Display (HUD) monokular berwarna penuh, Meta Ray-Ban Display membawa privasi dan kemudahan tanpa mengorbankan gaya. Kecerahan layar mencapai 5.000 nits, memadukan pengalaman digital dan fisik yang “nyaris seamless”. 

    Techcrunch pada Jumat (19/9/2025) melaporkan hal yang membuat perangkat ini menjadi spesial adalah gelang Neural Band yang mendeteksi sinyal otot-otak (EMG), memungkinkan pengguna “mengetik di udara” hingga 30 kata per menit—nyaris menyamai kecepatan mengetik di layar smartphone, tanpa suara atau sentuhan fisik.

    Model menggunakan Kacamata AI Meta Ray

    Teknologi ini menampilkan aplikasi Meta seperti Instagram, WhatsApp, dan Facebook langsung di lensa, menerima panggilan video, mengatur musik, hingga menampilkan subtitle dan terjemahan real-time.

    Navigasi pejalan kaki bisa dipantau tanpa membuka peta di ponsel. Semua kontrol dilakukan hanya dengan gerakan jari, sentuhan minim, dan tanpa mengganggu aktivitas sosial. Bahkan, perangkat ini ramah difabel berkat ketepatan EMG dan hadir dalam tiga ukuran tahan air IPX7.

    Meta Ray-Ban Display dibanderol US$799, setara Rp13 jutaan, dan siap dipasarkan di AS mulai 30 September 2025.

    Mark secara terang-terangan menggunakan ide “teknologi yang tak mencuri perhatian”, membalikkan citra smartphone sebagai penghalang interaksi, dan menggiring tren budaya baru: dari menggeser layar ponsel hingga menggeser dunia lewat lensa kacamata pintar.

    Dengan investasi lebih dari US$70 miliar dolar sejak 2020, Meta mempertaruhkan masa depan perusahaan pada Ray-Ban Display setelah “metaverse gagal”, menempatkan perangkat ini sebagai jembatan ke era tanpa smartphone.

  • Top 3 Tekno: Meta Ray Ban Gen 2 Resmi Diluncurkan hingga Alasan Baterai iPhone Boros Usai Update iOS 26 – Page 3

    Top 3 Tekno: Meta Ray Ban Gen 2 Resmi Diluncurkan hingga Alasan Baterai iPhone Boros Usai Update iOS 26 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Artikel terkait Meta memperkenalkan kacamata AI Meta Ray Ban generasi ke-2 dan beragam fitur yang ditampilkan, mencuri perhatian pembaca kanal Tekno Liputan6.com, Kamis (18/9/2025).

    Selain itu, berita tentang China melarang Bytedance hingga Alibaba untuk membeli chip AI di Nvidia hingga Apple ungkap alasan baterai iPhone boros usai update iOS 26 juga populer kemarin.

    Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.

    1. Kacamata AI Meta Ray Ban Gen 2 Resmi Rilis, Apa Saja Kehebatannya?

    Sukses dengan kacamata AI generasi pertama, Meta resmi meluncurkan penerusnya yaitu Meta Ray Ban Gen 2.

    Mengutip Reuters, Kamis (18/9/2025), peluncuran kacamata pintar ini diperkenalkan langsung oleh CEO Meta, Mark Zuckerberg, di acara Meta Connect 2025, bersamaan dengan kontroler wristband.

    Kemudian, menurut salah satu postingan di Gizmochina, kecamata AI ini hadir dengan dual sensor kamera ultrawide sebesar 12MP di bagian depan, dan lima buah mikrofon untuk setup audio.

    Baca selengkapnya di sini

  • Rilis Pengganti HP, Mark Zuckerberg Klaim Kunci Kecerdasan Super

    Rilis Pengganti HP, Mark Zuckerberg Klaim Kunci Kecerdasan Super

    Jakarta, CNBC Indonesia – Meta meluncurkan kacamata pintar pertamanya yang menggunakan layar tertanam (built-in display). Perangkat yang diproduksi bersama Ray-Ban ini menjadi smart glass pertama yang dipasarkan di era teknologi kecerdasan buatan (AI).

    CEO Mark Zuckerberg memamerkan fitur Meta Ray-Ban Display beserta pengendali berbentuk gelang. Ia mengklaim produk kacamata pintar Meta adalah cara terbaik untuk menusia mencapai “kecerdasan super” atau superintelligence memanfaatkan AI.

    “Kaca mata adalah perangkat terbaik untuk superintelligence personal, karena membiarkan Anda mengalami sekitar sambil mengakses semua fitur AI yang membuat Anda lebih pintar, membantu komunikasi, mendukung ingatan, memperkuat sensori, dan lainnya,” kata Zuckerberg seperti dikutip Reuters.

    Kacamata baru Meta memiliki layar kecil di lensa sebelah kanan yang bisa menampilkan fitur dasar seperti notifikasi. Smartglasses Meta dibanderol dengan harga mulai US$799 dan tersedia di pasaran mulai 30 September. Pengendali gelang disediakan bersama produk kacamata untuk menerjemahkan gestur tangan.

    Foto: Mark Zuckerberg menunjukkan display di kaca meta Meta Ray-Ban yang dikenakannya. (Tangkapan Layar Youtube)
    Mark Zuckerberg menunjukkan display di kaca meta Meta Ray-Ban yang dikenakannya. (Tangkapan Layar Youtube)

    Zuckerberg sepertinya ingin menjadikan teknologi kaca mata pintarnya dalam kompetisi keras pengembangan teknologi AI. Saat ini, Meta AI dinilai masih tertinggal dibanding ChatGPT milik OpenAI dan Gemini milik Google.

    Meta juga meluncurkan kacamata pintar baru lewat kerja sama dengan Oakley yang diberi nama Vanguard. Kacamata jenis baru ini didesain untuk atlet dan dirilis dengan harga mulai US$499.

    Vanguard terintegrasi dengan platform teknologi fitnes seperti Garmin dan Strava sehingga bisa menampilkan statistik aktivitas dan analisis secara real-time, dengan baterai yang bertahan hingga 9 jam.

    Meta Ray-Ban generasi sebelumnya juga diupdate. Meskipun belum dilengkapi oleh layar, produk sebelumnya dirilis dengan baterai yang bertahan dua kali lebih lama dengan kamera yang lebih baik.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]