Tag: Mark Zuckerberg

  • Bill Gates dan Citra Seorang ‘Miliarder Baik’

    Bill Gates dan Citra Seorang ‘Miliarder Baik’

    Washington DC

    Kisah asal-usul Microsoft dan pendirinya, Bill Gates, telah diceritakan berulang kali sejak dia pertama kali muncul di mata publik pada tahun 1980an. Lahir pada tahun 1955 dari keluarga kaya, Gates memprogram gim video pertamanya pada usia 13 tahun. Dikirim ke sekolah persiapan eksklusif di Seattle, di sanalah dia berteman dengan calon pendiri Microsoft, Paul Allen.

    Gates kemudian menempuh studi di universitas bergengsi Harvard, tetapi kemudian mengundurkan diri untuk memulai “Micro-Soft” dengan Allen pada tahun 1975.

    Dalam memoarnya, “Source Code: My Beginnings,” yang terbit hari ini tanggal 4 Februari, Bill Gates meninjau kembali sejarah tersebut.

    “Saya merasa seperti orang yang tidak cocok sebagai seorang anak” dan “bertengkar dengan orang tua saya sebagai remaja yang memberontak,” serta “tantangan putus sekolah untuk bertaruh pada industri yang belum benar-benar ada.”

    Dua buku lainnya, yang membahas kiprahnya sebagai CEO Microsoft dan sebagai kepala Yayasan Gates, akan menyusul diterbitkan.

    Sekadar pemasaran?

    Penerbit memoar menggambarkan buku Gates sebagai “karya yang hangat dan inspiratif,” tetapi reporter investigasi Amerika Serikat Tim Schwab menepisnya sebagai “latihan pemasaran dan pencitraan merek” oleh orang kaya dan berkuasa.

    Schwab adalah penulis buku kritis tentang pendiri Microsoft, berjudul “The Bill Gates Problem: Reckoning with the Myth of the Good Billionaire” (2023).

    “Ketika miliarder lain terang-terangan mementingkan diri sendiri, Bill Gates selalu berusaha menampilkan dirinya sebagai seorang yang tidak mementingkan diri sendiri dan yang disebut miliarder yang baik,” kata Schwab kepada DW.

    “Sangat sedikit yang belum kita ketahui tentang kisah pribadi Bill Gates, dan hampir tidak ada hal baru atau bersifat mengungkap dalam buku ini,” kata Schwab.

    Namun, satu aspek menjadi berita utama baru-baru ini, seperti yang direnungkan Gates dalam memoarnya, bahwa dia mungkin akan didiagnosis mengidap autisme jika tumbuh dewasa saat ini.

    “Dia mencurahkan sekitar setengah halaman di bagian paling akhir buku” untuk topik tersebut, kata Schwab. Namun, bahkan satu detail baru ini belum disajikan dengan “cara yang sangat bijaksana atau reflektif,” tukasnya.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    ‘Saya sering berbicara dengan para pemimpin dunia’

    Berkat Microsoft, Gates menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 1995 dan bertahan di posisi teratas estimasi majalah Forbes hingga tahun 2008, ketika dia mengundurkan diri dari perusahaan untuk fokus pada filantropi.

    Miliarder teknologi lainnya seperti Elon Musk atau Mark Zuckerberg telah melampaui Gates dalam peringkat Forbes. Kendati demikian, pada usia 69 tahun, kekayaannya mencapai sekitar USD107 miliar dan saat ini menduduki peringkat ke-13 orang terkaya yang masih hidup.

    Pada saat yang sama, Gates menikmati citra publik yang jauh lebih baik daripada taipan teknologi lainnya. Kombinasi kekayaan, koneksi, dan reputasi positif ini telah memberi Gates akses yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya ke para pembuat keputusan di seluruh dunia, termasuk pertemuan dengan Xi Jinping pada tahun 2023, atau makan malam tiga jam baru-baru ini dengan Presiden AS Donald Trump yang baru saja terpilih.

    Selama makan malam, menurut Gates, dia berbicara dengan Trump tentang kemungkinan penyembuhan HIV dan polio.

    “Kami berdua, menurut saya, sangat gembira tentang hal ini,” katanya kepada Wall Street Journal. “Karena yayasan ini sangat terlibat dalam isu-isu kesehatan global, saya sering berbicara dengan para pemimpin dunia. Dalam beberapa bulan terakhir, saya berbicara dengan Presiden Prancis Macron, Kepala Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen,” Gates menambahkan.

    Bumerang revolusi pangan di Afrika

    Yayasan Gates menggunakan hubungan tersebut untuk membantu memerangi penyakit dan kelaparan di berbagai belahan dunia. Namun, buku Schwab mengemukakan argumen bahwa hasilnya cenderung tidak mencapai sasaran.

    Salah satu kasus kontroversial adalah ketika Yayasan Gates dilaporkan telah menggelontorkan hampir satu miliar dolar untuk program AGRA yang sebelumnya bernama Aliansi untuk Revolusi Hijau di Afrika. Program yang diluncurkan pada tahun 2006 ini menjanjikan untuk menggandakan hasil pertanian dan mengurangi separuh kelaparan dan kemiskinan di 13 negara Afrika pada tahun 2020.

    Namun, batas waktu telah lewat dan sasaran besar Gates belum terpenuhi. Menurut penelitian yang diterbitkan pada bulan Juni 2020, jumlah orang yang kelaparan di afrika bahkan tumbuh sebesar 30% di sejumlah negara.

    Pada bulan Agustus 2024, beberapa organisasi agama, pertanian, dan lingkungan Afrika secara terbuka menuntut ganti rugi dari Yayasan Gates. Dalam surat terbuka, mereka mendesak pihak yayasan untuk mengakui bahwa upaya mereka “telah gagal.”

    “Intervensi mereka semakin mendorong sistem pangan Afrika ke arah model pertanian industri yang terkorporatisasi, mengurangi hak rakyat atas kedaulatan pangan dan mengancam kesehatan ekologi dan manusia,” kata para penandatangan surat tersebut.

    Para pemimpin Afrika menuduh penyelenggara di balik AGRA mempromosikan “input sintetis yang mahal, pupuk dan benih” yang mencemari dan mengeraskan tanah, mengganggu ekosistem lokal, dan menempatkan “petani kecil pada belas kasihan harga global yang tidak stabil untuk mempertahankan hasil panen mereka.”

    Lapangkan jalan bagi Musk

    Schwab memperingatkan bahwa Gates masih merupakan “investor swasta yang tertarik untuk memperluas kekayaannya.”

    “Ketika dia berbicara dengan seseorang seperti Donald Trump atau pemimpin terpilih lainnya, dia harus memikirkan kekayaan pribadinya sendiri, kepentingan pribadinya sendiri. Dan kemudian dia juga harus memikirkan kepentingan yayasan Gates, yang disubsidi besar-besaran oleh pembayar pajak,” imbuh penulis tersebut.

    “Jika Anda melihat Yayasan Gates, salah satu proyek yang menurut Bill Gates paling ia banggakan adalah mekanisme pengadaan vaksin yang berbasis di Swiss, sebagian besar uang untuk proyek tersebut berasal dari pembayar pajak.”

    Pada saat yang sama,Gates terhubung dengan para pembuat keputusan melalui kontrak pemerintah untuk bisnis yang terkait dengan kerajaannya, dan melalui kontribusi politik, seperti sumbangan sebesar $50 juta yang dilaporkan kepada pesaing Trump, Kamala Harris.

    “Selama bertahun-tahun, Gates telah menormalisasi dan melegitimasi peran kekayaan ekstrem dalam demokrasi, khususnya dalam politik Amerika, dan ya, seseorang seperti Elon Musk mungkin mewakili langkah baru, evolusi baru dalam oligarki jenis itu, tetapi saya pikir mereka adalah bagian dari cerita yang sama,” kata Schwab.

    “Saya pikir orang-orang seperti Elon Musk saat ini berdiri di atas bahu Bill Gates.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Transformasi Digital Peluang Emas Bagi Generasi Muda Hadapi Tantangan Global

    Transformasi Digital Peluang Emas Bagi Generasi Muda Hadapi Tantangan Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Literasi digital dinilai menjadi salah satu bekal penting bagi generasi muda untuk terus berkembang pada era teknologi. Pengetahuan terhadap digital juga menjadi modal untuk menghadapi tantangan global yang terus berkembang. 

    Rektor Universitas Nusa Nipa Jonas K.G.D Gobang menyampaikan bahwa di tengah tantangan global yang semakin kompleks, literasi digital menjadi salah satu peluang bagi generasi muda untuk menghadapi tantangan tersebut.

    “Transformasi digital adalah peluang emas bagi generasi muda untuk berkembang khususnya dalam menghadapi tantangan global yang makin kompleks,” kata Jonas K.G.D Gobang dalam sambutannya, Selasa (4/2/2025).

    Guna mencetak generasi muda yang cakap digital untuk menghadapi tantangan global, PT Indosat Tbk. (ISAT) bekerja sama dengan Universitas Nusa Nipa melangsungkan sebuah diskusi yaitu Digital Talks mengenai digitalisasi hingga pemanfaatan AI.

    Melalui sesi Digital Talks, Jonas berharap mahasiswa Nusa Dipa serta siswa sekolah menengah yang hadir dalam diskusi ini dapat menyerap ilmu dan wawasan baru. Tidak hanya itu, ada juga pelatihan digital dan pengenalan mengenai keamanan digital.

    “Semoga kegiatan ini menjadi momentum yang tidak hanya mengirigi perjalanan Indosat dengan penuh kebanggaan tetapi juga memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat,” ujarnya.

    Dalam sambutannya, Jonas sempat mengutip perkataan Mark Zuckerberg yang menyebut bahwa konektivitas adalah hak asasi manusia.

    Kutipan itu, kata Jonas diharapkan menjadi sebuah pengingat bahwa konektivitas harus dirasakan semua kalangan masyarkat tanpa adanya perbedaan.

    “Konektivitas dan teknologi telekomunikasi yang semakin maju dan berkembang harus menjadi sarana yang inklusif dan memberdayakan semua lapisan masyarakat di Indonesia,” ucap Jonas.

  • Bukti Baru Pemilik Facebook-Instagram Takut, Tunduk ke Donald Trump

    Bukti Baru Pemilik Facebook-Instagram Takut, Tunduk ke Donald Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mark Zuckerberg, pendiri Facebok dan CEO Meta, induk perusahaan Instagram dan WhatsApp, melempar sederet pujian ke pemerintahan Presiden Donald Trump. Bahkan, Zuckerberg menyatakan pada 2025 hubungan perusahaannya dengan pemerintah bakal berubah total.

    “Kini kita memiliki pemerintah yang bangga dengan perusahaan-perusahaan terbesar, mengutamakan kemenangan teknologi Amerika dan akan membela nilai serta kepentingan Amerika di luar negeri,” kata Zuckerberg dalam paparan kinerja keuangan Meta di hadapan para investor. “Saya optimistis tentang progres dan inovasi yang bisa tercipta, jadi tahun ini bakal menjadi tahan yang besar.”

    Meta pada Rabu juga sepakat untuk memilih jalan damai dan membayar US$ 25 juta untuk mengakhiri gugatan yang dilayangkan oleh Presiden Donald Trump. Trump menggugat Meta karena akun Facebook dan Instagram resmi miliknya ditutup setelah peristiwa pemberontakan di Gedung Kongres pada 6 Januari 2021.

    Zuckerberg dan Meta juga telah melempar beberapa pernyataan untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Donald Trump. Meta bahkan menyumbangkan US$ 1 juta untuk dana pelantikan Trump sebagai Presiden AS.

    Pada bulan ini, Zuckerberg mengumumkan keputusan Meta untuk menyetop program pengecekan fakta oleh pihak ketiga dalam rangka “mengembalikan kebebasan berekspresi” di Instagram dan Facebook.

    Instagram, Threads, dan Facebook akan mengganti program cek fakta mereka dengan sistem “catatan komunitas” seperti yang telah diterapkan di X, platform media sosial milik Elon Musk yang dulu bernama Twitter.

    Meta juga akan berhenti secara aktif mencari ujaran kebencian dan konten yang melanggar aturan. Pihak perusahaan hanya akan merespons laporan dari pengguna. Sistem blokir otomatis akan difokuskan ke potensi pelanggaran yang sangat berbahaya seperti terorisme, eksploitasi anak, penipuan, dan narkoba.

    Perubahan kebijakan saat ini hanya berlaku di Amerika Serikat. Meta belum memiliki rencana untuk mengakhiri program cek fakta di pasar lainnya, termasuk Uni Eropa.

    Di Uni Eropa, media sosial harus mentaati aturan Digital Services Act yang berlaku mulai 2023. Semua media sosial raksasa diwajibkan untuk menangani konten ilegal dan konten yang menimbulkan risiko kepada keamanan publik, di platform mereka. Jika gagal melaksanakan aturan itu, perusahaan terancam denda 6 persen dari pendapatan global.

    (dem/dem)

  • Apple Hentikan Proyek Kacamata AR Pesaing Meta Ray-Ban

    Apple Hentikan Proyek Kacamata AR Pesaing Meta Ray-Ban

    Jakarta

    Apple memiliki sejumlah proyek augmented dan virtual reality (AR dan VR) di bawah Vision Products Group. Salah satunya adalah proyek kacamata AR, namun kini kabarnya proyek itu dibatalkan.

    Menurut laporan Bloomberg, proyek kacamata AR itu memiliki kode N107. Perangkatnya disebut memiliki desain seperti kacamata biasa, namun dilengkapi dengan display di bagian lensa yang dapat menampilkan informasi.

    Awalnya Apple ingin kacamata pintar tersebut bisa terhubung ke iPhone. Namun perangkat itu membutuhkan banyak daya dan tenaga, sementara baterai dan performa iPhone tidak cukup untuk mendukung kacamata tersebut.

    Apple kemudian beralih menggunakan Mac sebagai sumber daya dan performa. Tetapi sejumlah eksekutif Apple tidak yakin perangkat yang terhubung dengan Mac merupakan solusi yang tepat, sehingga proyek itu akhirnya dibatalkan.

    Kacamata AR yang dikembangkan Apple memiliki bobot lebih ringan dibandingkan Vision Pro, dan tidak dilengkapi head strap untuk menopang perangkat saat dikenakan pengguna.

    Perangkat ini tidak memiliki layar depan yang bisa memproyeksikan mata pengguna secara eksternal, namun lensanya dapat berubah warna sehingga orang lain bisa melihat apakah pengguna sedang sibuk atau tidak, seperti dikutip detikINET dari The Verge, Senin (3/2/2025).

    Pembatalan ini menimbulkan tanda tanya besar atas rencana masa depan Apple di sektor AR dan XR. Apple kabarnya pernah membatalkan proyek kacamata AR berbeda pada tahun 2023.

    Pengembangan headset Vision Pro 2 kabarnya sedang ditangguhkan karena mereka lebih fokus menggarap Vision Pro versi terjangkau. Sementara itu, Vision Pro generasi pertama juga kurang laris.

    Di sisi lain, kompetitor seperti Meta justru bersemangat menggarap kacamata AR. CEO Meta Mark Zuckerberg mengungkap kacamata Meta Ray-Ban sudah terjual satu juta unit tahun lalu, dan mereka akan meluncurkan versi lebih mewahnya tahun ini.

    (vmp/vmp)

  • 5 Negara Ini Waspadai hingga Larang Penggunaan DeepSeek – Page 3

    5 Negara Ini Waspadai hingga Larang Penggunaan DeepSeek – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Chatbot dan modul AI besutan startup Tiongkok, DeepSeek, menjadi fenomena AI baru di dunia teknologi yang membuat perhatian banyak orang.

    Perusahaan-perusahaan teknologi AS pun sempat was was dibuatnya. Pasalnya, dengan biaya yang disebut jauh lebih sedikit, startup Tiongkok ini membuat DeepSeek AI memiliki hasil pengujian yang melampaui ChatGPT.

    Tokoh-tokoh di perusahaan teknologi seperti Mark Zuckerberg, Sam Altman, bahkan sekelas Presiden AS Donald Trump juga ikut mengomentari DeepSeek AI.

    Dalam waktu singkat, DeepSeek merajai toko aplikasi App Store dan Google Play Store di Amerika Serikat dan 51 negara lainnya.

    Sayangnya, tak lama setelah ramai jadi bahan pembicaraan, kecerdasan buatan DeepSeek  justru terkena serangan siber. Hal ini membuat sejumlah negara mewaspadai DeepSeek, apalagi startup ini menyimpan data pengguna di server Tiongkok dan mengatur data tersebut berdasarkan hukum setempat.

    Tidak butuh waktu lama, beberapa negara bahkan sudah membatasi hingga melarang penggunaan DeepSeek, yuk simak di sini negara mana saja yang dimaksud, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber:

    1. Italia

    Otoritas perlindungan data Italia, Garante, akhirnya mengumumkan pemblokiran terhadap model kecerdasan buatan (AI) asal Tiongkok, DeepSeek. Mengutip laman CNA, pemblokiran ini dilakukan karena kurangnya informasi terkait penggunaan data pribadi.

    Untuk diketahui, sejak Rabu (27/9/2025), DeepSeek tidak lagi dapat diakses di toko aplikasi Apple App Store maupun Google Play Store di Italia.

    Langkah ini diambil setelah Garante meminta klarifikasi mengenai data pribadi apa saja yang dikumpulkan, dari mana sumbernya, untuk tujuan apa, berdasarkan dasar hukum apa, dan apakah data tersebut disimpan di China?

    “Garante menilai informasi yang diberikan oleh perusahaan Tiongkok penyedia layanan chatbot AI untuk DeepSeek sama sekali tidak mencukupi,” demikian pernyataan resmi di situs web mereka.

    Keputusan Italia blokir DeepSeek diambil untuk melindungi data pengguna di Italia. Garante menambahkan bahwa keputusan ini “berlaku segera” dan mereka juga telah membuka investigasi lebih lanjut.

    DeepSeek AI hadir sebagai pesaing baru ChatGPT. Apakah AI China ini lebih unggul?

  • Bos Facebook & Bos Google Siapkan ‘Amunisi’ Buat Hadapi DeepSeek

    Bos Facebook & Bos Google Siapkan ‘Amunisi’ Buat Hadapi DeepSeek

    Jakarta, CNBC Indonesia – Beberapa hari setelah perusahaan asal China, DeepSeek, mengumumkan terobosan dalam teknologi komputasi AI murah yang mengejutkan industri teknologi di Amerika Serikat, CEO Microsoft dan Meta memberikan tanggapan. Mereka menekankan pentingnya investasi besar-besaran untuk tetap bersaing di bidang ini.

    Melansir Business Standard, DeepSeek mengklaim model AI mereka mampu menyaingi, bahkan melampaui, teknologi dari Barat dengan biaya jauh lebih rendah. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan dominasi Amerika di bidang AI. Meski begitu, para eksekutif AS percaya bahwa membangun jaringan komputer besar adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang terus berkembang.

    “Investasi besar dalam belanja modal dan infrastruktur akan menjadi keunggulan strategis dalam jangka panjang,” ujar CEO Meta, Mark Zuckerberg dalam panggilan pasca-laporan keuangan, dikutip dari Business Standard, Minggu (2/2/2025).

    Sementara itu, CEO Microsoft, Satya Nadella juga menegaskan bahwa pengeluaran besar diperlukan untuk mengatasi keterbatasan kapasitas yang menghambat pemanfaatan AI secara maksimal.

    “Seiring AI menjadi lebih efisien dan mudah diakses, permintaan akan meningkat secara signifikan,” jelasnya kepada para analis.

    Microsoft telah mengalokasikan dana sebesar US$ 80 miliar untuk pengembangan AI di tahun fiskal ini, sementara Meta berkomitmen menghabiskan hingga US$ 65 miliar. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan sekitar US$6 juta yang dikatakan DeepSeek telah mereka keluarkan untuk mengembangkan model AI mereka.

    Namun, para eksekutif dan analis Wall Street menyebut angka dari DeepSeek kemungkinan hanya mencakup biaya daya komputasi, bukan keseluruhan biaya pengembangan.

    Meski begitu, sebagian investor mulai merasa frustasi dengan besarnya pengeluaran tanpa hasil yang signifikan. Saham Microsoft, yang dikenal sebagai pemimpin dalam perlombaan AI berkat kemitraannya dengan OpenAI, turun 5% setelah perusahaan mengumumkan pertumbuhan bisnis cloud Azure mereka tidak sesuai dengan perkiraan.

    “Kami ingin melihat peta jalan yang jelas tentang bagaimana semua modal yang diinvestasikan ini akan menghasilkan keuntungan,” kata Brian Mulberry, manajer portofolio di Zacks Investment Management yang memiliki saham di Microsoft.

    Sementara itu, Meta memberikan sinyal campuran terkait hasil investasi mereka di AI. Meskipun mencatat kinerja kuat di kuartal keempat, perkiraan penjualan untuk periode berikutnya tampak kurang menggembirakan.

    “Dengan pengeluaran sebesar ini, mereka perlu mulai menunjukkan peningkatan pendapatan. Minggu ini menjadi pengingat bagi AS bahwa untuk AI, belanja modal sangat besar, tetapi pemanfaatannya masih kurang,” ujar Daniel Newman, analis dari Futurum Group.

    Namun, ada indikasi para eksekutif mulai mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini. CFO Microsoft, Amy Hood menyatakan belanja modal perusahaan pada kuartal ini dan berikutnya akan tetap di sekitar US$22,6 miliar, angka yang sama dengan kuartal sebelumnya.

    “Pada tahun fiskal 2026, kami akan terus berinvestasi seiring dengan adanya sinyal permintaan yang kuat. Namun, tingkat pertumbuhan investasi akan lebih rendah dibandingkan tahun fiskal 2025 yang berakhir pada bulan Juni,” tutupnya.

    (haa/haa)

  • China Menang Telak, Amerika Makin Banyak Hambur Uang

    China Menang Telak, Amerika Makin Banyak Hambur Uang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Layanan kecerdasan buatan (AI) DeepSeek menghebohkan industri teknologi global karena dikembangkan dengan biaya murah. Klaim itu mengguncang pasar teknologi AS dan merontokkan harta 500 orang terkaya di dunia. Aplikasi DeepSeek juga langsung menempati urutan pertama paling banyak di-download di toko aplikasi.

    Namun, hal ini sepertinya tak membuat Silicon Valley kapok menggelontorkan biaya mahal untuk pengembangan AI. Microsoft dan Meta kompak mengatakan pihaknya masih akan mengeluarkan biaya besar untuk membangun jaringan komputer berskala besar untuk AI.

    “Berinvestasi dalam jumlah besar untuk infrastruktur akan menjadi strategi menguntungkan di masa depan,” kata CEO Meta Mark Zuckerberg dalam laporan kinerja di depan investor, dikutip dari Reuters, Jumat (31/1/2025).

    Hal serupa diungkap CEO Microsoft Satya Nadella. Ia mengatakan pengeluaran dalam jumlah besar akan mempermudah peningkatan kapasitas pengembangan AI di masa depan.

    “Saat AI jadi lebih efisien dan aksesnya meluas, kita akan melihat lebih banyak permintaan,” kata dia dalam panggilan dengan analis.

    Microsoft telah menyiapkan US$80 miliar untuk pengembangan AI pada tahun fiskal ini, sementara Meta berkomitmen menggelontorkan US$65 miliar.

    Jumlah itu jauh lebih besar ketimbang klaim US$6 juta yang dihabiskan DeepSeek untuk model AI teranyarnya R1. Perlu dicatat, analis Wall Street mengatakan pengeluaran minim itu hanya untuk daya komputasi, bukan ongkos pengembangan secara keseluruhan.

    Kendati begitu, tetap saja investor mempertanyakan apakah pengeluaran besar-besaran yang dilakukan raksasa teknologi AS akan efektif di masa depan dan menghasilkan profit setimpal.

    Saham Microsoft anjlok 6% pada perdagangan Kamis (30/1) waktu setempat. Saham Meta naik 4% karena laporan kinerja yang moncer di Q4-2024.

    (fab/fab)

  • Facebook Dirombak ke Masa Lalu, Zuckerberg Ungkap Alasannya

    Facebook Dirombak ke Masa Lalu, Zuckerberg Ungkap Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Meta Mark Zuckerberg memberikan kabar mengejutkan terkait fokus perusahaan tahun ini. Ia mengatakan Facebook akan dirombak untuk kembali ke masa dulu.

    Zuckerberg menyebutnya ‘Facebook OG’. OG merupakan singkatan dari ‘original’ yang merupakan salah satu kata slang populer.

    Facebook merupakan media sosial pertama yang lahir sebelum kehadiran Meta sebagai perusahaan induk. Saat ini, Facebook memiliki miliaran pengguna aktif.

    Kendati demikian, kehadiran media sosial baru seperti TikTok membawa tantangan bagi eksistensi Facebook. Selain itu, platform lain di bawah Meta seperti Instagram dan Threads juga membuat Facebook kian tersingkir.

    “Facebook saat ini digunakan lebih dari 3 miliar pengguna aktif bulanan dan kami fokus untuk menggenjot pengaruh kulturnya. Saya bersemangat pada tahun ini untuk kembali ke Facebook OG,” kata Zuckerberg dalam laporan kinerja Meta Platforms, dikutip dari 9to5mac, Jumat (31/1/2025).

    Saat diminta keterangan lebih spesifik, Zuckerberg mengatakan ada banyak kesempatan untuk membuat Facebook lebih berpengaruh dari saat ini.

    “Menurut saya ini adalah tujuan yang menyenangkan dan akan membawa pengembangan produk kami ke arah yang lebih menarik. Mungkin selama ini kami belum menyasar fokus tersebut selama beberapa tahun terakhir,” Zuckerberg menuturkan.

    Zuckerberg mengatakan ia akan berinvestasi secara spesifik untuk mencapai fokus tersebut. Ia juga bertekad menghabiskan waktu pribadinya dalam mewujudkannya.

    “Secara umum, saya antusias untuk melakukan beberapa hal yang menggairahkan. Kami akan mulai meluncurkan beberapa hal baru. Menurut saya, beberapa di antaranya akan mengembalikan Facebook ke format original di masa lalu. Menurut saya ini akan menyenangkan,” ia menjelaskan.

    Di masa lalu, Facebook benar-benar bersifat user-generated atau mengumpulkan konten-konten dari pengguna. Pengalaman setiap pengguna berbeda, karena konten yang muncul benar-benar yang diunggah teman mereka.

    Namun, lama-kelamaan sistem algoritma Facebook mulai memunculkan konten-konten acak di linimasa pengguna berdasarkan hal-hal yang disukai atau dikomentari teman. Tak jarang pula pengguna dijejali iklan dan konten yang dianggap algoritma Facebook akan disukai pengguna.

    Di saat bersamaan, Facebook juga mulai disesaki generasi tua, sehingga para generasi muda lebih memilih berinteraksi di media sosial lebih baru seperti Instagram dan TikTok.

    Zuckerberg memang belum secara spesifik menjelaskan seperti apa perubahan Facebook yang kembali ke format awal. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

  • DeepSeek Bikin Heboh AS, Mark Zuckerberg Beri Komentar Tak Terduga

    DeepSeek Bikin Heboh AS, Mark Zuckerberg Beri Komentar Tak Terduga

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Meta Mark Zuckerberg ikut mengomentari kehadiran DeepSeek yang jadi fenomena belakangan ini. Ia blak-blakan mengatakan Meta tak khawatir dengan kehadiran pemain baru di dunia Artificial Intelligence (AI).

    “Memperkuat keyakinan kami [di sektor AI] adalah hal tepat untuk difokuskan,” jelas Zuckerberg soal capaian DeepSeek dengan modal relatif kecil, dikutip dari The Verge, Kamis (30/1/2025).

    Meta juga terus memantau dengan apa yang dilakukan DeepSeek. Perusahaan itu, disebut Zuckerberg, melakukan ‘sejumlah hal baru’ yang masih dicerna Meta.

    Namun Zuckerberg mencoba menenangkan investor soal modal besar-besaran untuk membeli GPU. Pendiri Facebook mengatakan hal itu akan jadi keuntungan bagi perusahaannya.

    “Saya berpikir investasi sangat besar dalam CapEx dan infrastruktur menjadi keuntungan strategi seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, dia juga menyindir beberapa perusahaan terkait AI lainnya termasuk OpenAI dan Anthropic. Klaimnya, Meta punya bisnis yang kuat untuk modal US$60 miliar pada AI dibandingkan perusahaan lain.

    DeepSeek didirikan pada 2023. Perusahaan dikenal dengan modal yang cukup sedikit senilai US$5,6 juta (Rp 90,8 miliar) untuk mengembangkan AI.

    Belum lama ini, aplikasinya juga baru saja dirilis bernama DeepSeek R1. Dengan cepat aplikasi itu menyalip ChatGPT, chatbot terkenal buatan OpenAI, sebagai perangkat teratas di AppStore Amerika Serikat (AS).

    Aplikasi dilaporkan mengalami gangguan karena banyaknya pengguna baru. DeepSeek sampai membatasi pendaftaran baru untuk pengguna dengan nomor telepon China.

    (fab/fab)

  • Meta Bayar 25 Juta Dolar Buntut Tangguhkan Akun Facebook dan Instagram Donald Trump – Halaman all

    Meta Bayar 25 Juta Dolar Buntut Tangguhkan Akun Facebook dan Instagram Donald Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Meta membayar 25 juta dolar ke Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump buntut penangguhan akun media sosial Trump pada tahun 2021.

    Pada Rabu (29/1/2025), perusahaan induk Facebook dan Instagram tersebut setuju merogoh 25 juta dolar sebagai penyelesaian gugatan hukum Trump ini, NBC melaporkan.

    Gugatan ini bermula setelah Meta menangguhkan akun Facebook dan Instagram Trump pada Januari 2021.

    Kebijakan itu diambil menyusul kerusuhan yang terjadi di Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021.

    Trump mengklaim tindakan tersebut melanggar haknya atas kebebasan berbicara yang dijamin oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.

    Ia menggugat Meta dan CEO-nya, Mark Zuckerberg, dengan tuduhan melakukan sensor yang tidak sah dan melanggar kebebasan berekspresi.

    Sebagai bagian dari penyelesaian, Meta setuju untuk membayar Trump 25 juta dolar.

    Dari jumlah tersebut, sekitar 22 juta dolar akan disalurkan untuk dana perpustakaan kepresidenan Trump, NPR melaporkan.

    Sementara sisanya akan digunakan untuk biaya hukum dan penggugat lain yang terlibat dalam kasus ini.

    Meta juga menegaskan penyelesaian ini tidak mengharuskan perusahaan untuk mengakui kesalahan dalam penangguhan akun Trump.

    Reaksi dari Meta dan Trump

    Juru bicara Meta, Andy Stone, mengonfirmasi jumlah penyelesaian tersebut.

    Dia menyebutkan pembayaran ini akan membantu menyelesaikan gugatan hukum yang telah berlangsung selama empat tahun, 

    Meta tetap bersikukuh bahwa keputusan untuk menangguhkan akun Trump adalah tindakan yang sah, mengingat adanya pelanggaran kebijakan terkait hasutan kekerasan.

    Trump, di sisi lain, melihat ini sebagai kemenangan besar.

    Ia merasa bahwa pembayaran tersebut mengakui bahwa dirinya dirugikan oleh tindakan Meta.

    Dalam beberapa bulan terakhir, Trump juga menerima penyelesaian dari perusahaan lain, seperti ABC News, yang setuju untuk membayar 15 juta dolar dalam gugatan pencemaran nama baik terkait liputan terhadap dirinya.

    Penyelesaian ini menandai perubahan sikap yang signifikan dari Zuckerberg dan Meta terhadap Trump.

    Meskipun sebelumnya Trump mengkritik Zuckerberg dengan keras, terutama terkait dengan sumbangan besar yang diberikan Zuckerberg untuk mendukung kantor-kantor pemilihan selama pandemi, baru-baru ini Zuckerberg mulai mendekati Trump.

    Zuckerberg berpartisipasi dalam dana pelantikan Trump dan mengubah beberapa kebijakan moderasi konten Meta agar lebih sejalan dengan agenda Trump.

    Sebelum penangguhan akun Trump, Meta, bersama dengan perusahaan teknologi besar lainnya, memutuskan untuk menangguhkan akun media sosial Trump setelah insiden kerusuhan Capitol.

    Akun Facebook dan Instagram Trump tetap terkunci hingga Februari 2023.

    Selama periode tersebut, Trump kehilangan salah satu saluran utamanya untuk berkomunikasi dengan pendukungnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)