Tag: Mark Zuckerberg

  • Bapak AI Peringatkan Semua Pekerjaan Bisa Digantikan AI

    Bapak AI Peringatkan Semua Pekerjaan Bisa Digantikan AI

    Jakarta

    Geoffrey Hinton yang kerap dijuluki Bapak AI, kerap berbicara suram tentang AI. Dalam percakapan dengan Senator Bernie Sanders di Universitas Georgetown, ilmuwan komputer asal Inggris ini memaparkan prediksi mengkhawatirkan tentang bagaimana AI menjungkirbalikkan tatanan masyarakat menjadi lebih buruk.

    Salah satu alasannya adalah penerapan AI yang begitu cepat akan sangat berbeda dengan revolusi teknologi di masa lalu yang justru menciptakan kelas pekerjaan baru. “Orang-orang yang kehilangan pekerjaan tidak akan memiliki pekerjaan lain untuk dituju,” kata Hinton.

    “Jika AI menjadi secerdas manusia atau lebih cerdas, pekerjaan apa pun yang mungkin mereka lakukan bisa dikerjakan oleh AI,” imbuhnya, seperti dikutip detikINET dari Business Insider, Minggu (30/11/2025). Menurutnya, para pemimpin teknologi benar-benar bertaruh bahwa AI akan menggantikan banyak pekerja yang jika terjadi, fatal akibatnya.

    Hinton memelopori teknik deep learning yang menjadi dasar bagi model AI generatif yang memicu ledakan AI saat ini. Karyanya pada jaringan saraf tiruan membuatnya meraih Turing Award pada 2018, bersama peneliti Universitas Montreal Yoshua Bengio dan mantan kepala ilmuwan AI di Meta, Yann LeCun. Ketiganya dianggap sebagai ‘bapak baptis’ AI.

    Ketiga ilmuwan ini telah blak-blakan mengenai risiko teknologi tersebut dengan tingkat kekhawatiran yang berbeda-beda. Namun, Hinton-lah yang pertama kali membuat heboh ketika ia mengatakan menyesali karya hidupnya setelah mundur dari jabatannya di Google pada 2023.

    Ia tidak mengubah pendiriannya sejak saat itu. Ia secara konsisten memperingatkan bahwa AI akan menghancurkan lapangan kerja dan menciptakan pengangguran massal. Bulan ini, Hinton menambahkan industri AI tidak akan bisa meraup untung tanpa menggantikan tenaga kerja manusia.

    Dalam diskusinya dengan Sanders, Hinton menegaskan kembali risiko-risiko ini. Ia menambahkan bahwa para miliarder yang memimpin AI, seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Larry Ellison, belum benar-benar memikirkan matan fakta bahwa jika para pekerja tidak dibayar, tidak ada yang akan membeli produk mereka.

    Sebelumnya, Hinton pernah mengatakan bahwa bukan hal mustahil jika umat manusia dimusnahkan oleh AI. Ia juga percaya bahwa kita tidak terlalu jauh dari pencapaian Artificial General Intelligence (AGI), sebuah sistem AI hipotetis dengan tingkat kecerdasan setara atau melebihi manusia yang mampu melakukan berbagai macam tugas, yang kini sedang mati-matian dibangun oleh industri AI.

    “Sampai belum lama ini, saya pikir butuh waktu sekitar 20 hingga 50 tahun sebelum kita memiliki AI serba guna,” kata Hinton pada tahun 2023. “Dan sekarang saya pikir mungkin 20 tahun atau kurang.”

    Hinton juga mengklaim model terbaru seperti GPT-5 dari OpenAI sudah tahu ribuan kali lebih banyak dari manusia. Namun sejauh ini, banyak upaya untuk menggantikan pekerja dengan agen AI sering gagal, termasuk dalam peran dukungan pelanggan (customer support) yang diprediksi paling rentan tergantikan. Dengan kata lain, belum bisa dipastikan bahwa teknologi ini akan dengan mudah menggantikan pekerjaan bergaji rendah sekalipun, setidaknya untuk saat ini.

    (fyk/fay)

  • Zuckerberg Dituding Tahu Bahaya Instagram Tapi Pilih Masa Bodoh

    Zuckerberg Dituding Tahu Bahaya Instagram Tapi Pilih Masa Bodoh

    Jakarta

    Sebuah berkas perkara yang diajukan sebagai bagian dari gugatan hukum terhadap empat raksasa media sosial, dibuka untuk publik. Meskipun TikTok, Google, dan Snapchat turut terseret, tuduhan terhadap Meta sejauh ini adalah yang paling mendetail.

    Dokumen tersebut mencantumkan lebih dari 1.800 penggugat, mulai dari orang tua hingga dewan sekolah dan jaksa agung negara bagian Amerika Serikat. Semuanya menuduh Meta telah melakukan pola penipuan untuk menyembunyikan bahaya serius yang secara sadar mereka timbulkan pada pengguna di bawah umur.

    Singkatnya, berkas tersebut menuduh bahwa Meta sengaja merancang fitur keselamatan remaja agar tidak efektif, atau bahkan sepenuhnya mengabaikan keselamatan pengguna di bawah umur demi memprioritaskan interaksi remaja, pilar utama keuntungan fantastis mereka.

    Menurut Time, alat moderasi AI Instagram sengaja mengabaikan konten pelecehan anak dan gangguan makan. Selain itu, platform tersebut dibiarkan tanpa cara yang mudah untuk melaporkan penyalahgunaan semacam itu secara manual.

    Menurut Reuters yang telah melihat berkas tersebut, CEO Mark Zuckerberg, sudah sangat menyadari masalah ini sejak tahun 2017, namun memilih untuk fokus pada hal-hal yang lebih sepele.

    Dikutip detikINET dari Futurism, dalam pesan teks yang ditemukan oleh pengacara penggugat, Zuckerberg diduga mengatakan bahwa keselamatan anak bukanlah perhatian utamanya karena sejumlah bidang lain yang lebih dia fokuskan, seperti membangun metaverse.

    Reuters mencatat saat Zuckerberg terus memacu proyek metaverse, ia secara aktif menolak permohonan dari kepala kebijakan publik global Meta saat itu, Nick Clegg, untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya bagi keselamatan anak.

    Dalam beberapa kasus, dokumen tersebut menuduh Zuck tak hanya mengabaikan keselamatan anak, tapi mengakalinya. Sebagai contoh, setelah sebuah studi internal tahun 2018 menemukan bahwa 40% anak-anak Amerika berusia 9-12 tahun menggunakan Instagram setiap hari, pelanggaran terhadap kebijakan usia minimum 13 tahun, sang CEO disebut mengarahkan perusahaan tetap menarget pra remaja.

    Pada titik ini, Meta dituduh mulai menggunakan data lokasi untuk mengirim notifikasi ke siswa di sekolah, kemungkinan besar demi meningkatkan interaksi user di bawah umur saat jam pelajaran berlangsung. Sedangkan tim riset mempelajari psikologi anak pra-remaja dan mengembangkan proposal fitur baru untuk pengguna semuda 5-10 tahun.

    “Oh bagus, kita mengejar anak-anak di bawah 13 tahun sekarang?” tulis seorang karyawan dalam komunikasi internal. “Zuck sudah membicarakan itu sejak lama. Seolah kita serius mengatakan kita harus membuat mereka kecanduan sejak muda.”

    Previn Warren, salah satu pengacara utama penggugat, menyebut analogi industri rokok. “Meta merancang produk dan platform media sosial yang mereka sadari bersifat adiktif bagi anak-anak, dan mereka sadar bahwa kecanduan tersebut mengarah pada berbagai masalah kesehatan mental serius,” kata Warren.

    “Seperti tembakau, ini adalah situasi di mana terdapat produk berbahaya yang dipasarkan ke anak-anak. Mereka tetap melakukannya, karena penggunaan yang lebih banyak berarti keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan,” cetusnya.

    (fyk/vmp)

  • Meta Mau Terjun ke Bisnis Perdagangan Listrik, Susul Apple

    Meta Mau Terjun ke Bisnis Perdagangan Listrik, Susul Apple

    Bisnis.com, JAKARTA — Meta Platforms, Inc. berencana untuk masuk ke bisnis perdagangan listrik. Perusahaan akan membangun pembangkit listrik baru untuk memasok energi ke data center mereka dan warga Amerika Serikat (AS).

    Melansir dari laman Techcrunch, Senin (24/11/2025), bahwa baik Meta maupun Microsoft sedang mengajukan permohonan persetujuan federal untuk melakukan perdagangan listrik. Sementara Apple telah mendapatkan persetujuan ini.  

    Menurut Meta, hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk membuat komitmen jangka panjang untuk membeli listrik dari pembangkit baru, sambil mengurangi risiko dengan kemampuan untuk menjual kembali sebagian listrik tersebut di pasar listrik grosir.

    Kepala Energi Global Meta Urvi Parekh mengatakan bahwa pengembang pembangkit listrik ingin mengetahui bahwa konsumen listrik bersedia mengambil risiko.

    “Tanpa Meta mengambil peran yang lebih aktif dalam kebutuhan untuk memperluas jumlah listrik yang tersedia di sistem, hal ini tidak terjadi secepat yang kami inginkan,” kata Parekh.

    Sebagai contoh kebutuhan energi yang belum pernah terjadi sebelumnya di balik rencana pusat data AI ambisius perusahaan teknologi, setidaknya tiga pembangkit listrik berbahan bakar gas baru perlu dibangun untuk memasok listrik ke kampus pusat data Meta di Louisiana.

    Sementara melansir dari Bloomberg, Meta mengatakan bahwa kemampuan untuk memperdagangkan listrik akan memberikan fleksibilitas lebih besar bagi perusahaan untuk mengamankan dan mengelola kesepakatan energi dan kapasitas. 

    Dalam email balasan ke Bloomberg, Meta menyebutkan, pihaknya dapat berkomitmen untuk pembelian jangka panjang dari pembangkit listrik yang belum dibangun. 

    “Hal ini akan memungkinkan pembangkit listrik baru ini dapat menyelesaikan [lebih cepat] atas langkah-langkah yang memerlukan waktu lama dalam proses pembangunan,” ungkap Meta. 

    Sementara Chief Executive Officer Mark Zuckerberg telah berulang kali menyarankan sepanjang tahun ini bahwa dia melihat risiko yang lebih besar bagi Meta akibat pengeluaran yang kurang untuk infrastruktur kecerdasan buatan (AI) daripada risiko dari pengeluaran berlebihan untuk hal tersebut. 

    Zuckerberg menggambarkan hal ini sebagai “strategi untuk secara agresif mempercepat pembangunan kapasitas.” Dia melihatnya sebagai persiapan untuk momen bersejarah ketika Meta mencapai tujuannya untuk “superintelligence,” sebuah evolusi AI yang bertujuan untuk melampaui kemampuan manusia dalam banyak tugas.

    Untuk mewujudkan visi tersebut, tentu saja, Meta akan membutuhkan jumlah listrik yang sangat besar.

    “Kami semua yakin secara mendasar bahwa perlu ada pembangunan kembali kapasitas ini dalam membangun pembangkit listrik baru dan mempercepat prosesnya,” kata Parekh.

  • Raksasa Teknologi Guyur Miliaran Dolar untuk AI, Kapan Untungnya?

    Raksasa Teknologi Guyur Miliaran Dolar untuk AI, Kapan Untungnya?

    Jakarta

    Gelombang besar belanja AI di Silicon Valley tampaknya belum akan melambat dalam waktu dekat. Namun, kesabaran Wall Street untuk melihat hasilnya mulai menipis.

    Meta, Microsoft, Amazon, Apple, dan induk perusahaan Google, Alphabet, semuanya menyatakan minggu ini akan menggelontorkan lebih banyak dana untuk belanja modal, termasuk sewa dan peralatan bagi data center serta infrastruktur.

    Microsoft, Alphabet, Amazon, dan Meta semuanya memang mencatat pertumbuhan pendapatan tahunan dan melampaui ekspektasi Wall Street. Bisnis cloud Microsoft dan Google tumbuh 40% dan 34%, sementara penjualan Amazon Web Services meningkat 20% dari tahun lalu, menandakan banyak perusahaan makin bergantung pada layanan mereka di era AI.

    Mereka pun terus menanamkan puluhan miliar dolar ke infrastruktur AI dan data center yang dinggap penting untuk memasuki era baru internet. Jumlah uang yang terlibat sungguh mencengangkan.

    Google memperkirakan akan menghabiskan antara USD 91 hingga USD 93 miliar untuk belanja modal di 2025, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar USD 85 miliar. Microsoft memperkirakan pengeluaran melonjak 74% menjadi USD 34,9 miliar tahun ini. Meta menghabiskan USD 19,37 miliar, naik dari 9,2 miliar tahun lalu.

    Sementara Amazon memperkirakan tagihan tahun 2025 akan mencapai USD 125 miliar. Bahkan Apple yang bukan penyedia layanan cloud besar, juga berencana meningkatkan belanja modal untuk investasi AI.

    Menurut Melissa Otto, kepala riset di S&P Global Visible Alpha, data center yang sudah ada perlu ditingkatkan agar mampu menangani beban kerja AI dan itulah yang memicu lonjakan besar pengeluaran.

    Para raksasa teknologi membenarkan pengeluaran itu dengan alasan permintaan jauh melampaui pasokan. “Secepat apa pun kami menambah kapasitas saat ini, kami langsung bisa memonetisasinya,” kata CEO Amazon Andy Jassy yang dikutip detikINET dari CNN.

    Wall Street menuntut jawaban besar dari Big Tech

    Namun Wall Street menginginkan lebih dari sekadar janji. Saham Meta anjlok hingga 13,5% pada Kamis, sementara saham Microsoft turun lebih dari 3%.

    Hampir semua pertanyaan pada Meta fokus pada bagaimana perusahaan memandang investasi AI dapat menghasilkan keuntungan, kapan produk dan model baru Superintelligence Lab dirilis, serta pendekatan umum mereka terhadap AI.

    Mark Zuckerberg mengatakan AI berguna untuk menjalankan asisten virtual dan membantu pengiklan merencanakan kampanye. Lebih dari 1 miliar orang menggunakan Meta AI setiap bulan dan AI menurutnya dapat membuka jalan bagi berbagai jenis produk baru dengan format konten berbeda.

    Untuk Microsoft, analis ingin tahu apakah klien benar-benar akan menepati komitmen pembelian dan apakah industri teknologi sungguh bisa menghasilkan keuntungan dari investasi AI. Amy Hood, CFO Microsoft, menyebut investasi perusahaan mencerminkan bisnis yang sudah dikontrak, menegaskan bahwa permintaan terus meningkat.

    Investor Google ingin tahu bagaimana AI mengubah cara perusahaan menghasilkan uang dari layanan pencarian. Chief Business Officer Google mengatakan perusahaan menghasilkan uang dalam jumlah yang hampir sama dari iklan yang muncul di bawah dan di dalam tanggapan AI seperti pada pencarian tradisional.

    Jawaban itu memuaskan sebagian analis. Optimisme itu dinilai akan bertahan selama perusahaan-perusahaan ini tetap mampu menumbuhkan produk-produk yang dulu membuat mereka menjadi raksasa teknologi dunia.

    “Sekarang ada tekanan untuk mempercepat inovasi. Ada ruang baru dalam AI yang diyakini akan sangat berharga, jadi semua pihak berlomba untuk mengisinya,” kata Evan Schlossman dari SuRo Capital. “

    (fyk/rns)

  • Meta Investasi Rp10 Kuadriliun di AS untuk Pusat Data AI

    Meta Investasi Rp10 Kuadriliun di AS untuk Pusat Data AI

    Bisnis.com, JAKARTA – Meta mengumumkan rencana investasi sebesar US$600 miliar atau setara Rp10 kuadriliun di Amerika Serikat hingga 2028, yang sebagian besar akan difokuskan pada pembangunan pusat data kecerdasan buatan (AI).

    “Di Meta, kami berfokus pada pengembangan generasi berikutnya dari produk AI dan membangun personal superintelligence untuk semua orang. Pusat data menjadi komponen penting untuk mencapai tujuan tersebut dan membantu Amerika mempertahankan keunggulan teknologinya,” kata Meta dikutip dari Engadget pada Minggu.

    Istilah “superintelligence” yang digunakan Meta merujuk pada potensi perkembangan AI yang dapat melampaui kemampuan kognitif manusia.

    Nilai investasi yang sama sebelumnya disebutkan oleh CEO Meta Mark Zuckerberg dalam jamuan makan malam di Gedung Putih bersama para pimpinan perusahaan teknologi besar pada September lalu.

    Namun, momen tersebut sempat menjadi sorotan publik setelah sebuah rekaman hot mic memperdengarkan percakapan antara Zuckerberg dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    “Maaf, saya belum siap. Saya tidak yakin berapa angka yang anda inginkan,” ujar Zuckerberg kepada Trump, menyinggung angka investasi itu.

    Meta menyebut investasi ini akan memperkuat kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di AS.

    Sejak 2010, pembangunan dan operasional pusat data Meta diklaim telah menciptakan lebih dari 30.000 pekerjaan di sektor konstruksi dan 5.000 pekerjaan operasional. Saat ini, Meta juga menggelontorkan lebih dari 20 miliar dolar AS kepada para subkontraktor di AS.

    Meta sendiri menempatkan perangkat kacamata pintar berbasis AI sebagai bagian penting dari visi masa depannya. Dalam pernyataannya pada Juli lalu, Zuckerberg mengatakan bahwa di masa mendatang, individu yang tidak menggunakan kacamata pintar berbasis AI berisiko mengalami “kerugian kognitif yang signifikan.”

  • Gaji Jumbo Elon Musk Rp 16.700 Triliun, CEO Lain Cuma Bisa Gigit Jari

    Gaji Jumbo Elon Musk Rp 16.700 Triliun, CEO Lain Cuma Bisa Gigit Jari

    Jakarta, CNBC Indonesia – Elon Musk merupakan orang terkaya di dunia, dengan harta diestimasikan sebesar Rp491,4 miliar atau setara Rp8.205 triliun. Terbaru, Musk juga resmi menjadi CEO dengan paket bayaran korporat terbesar sepanjang masa.

    Investor Tesla menyetujui paket pembayaran dalam bentuk saham sebesar US$1 triliun (Rp16.700 triliun) untuk Musk dalam 10 tahun ke depan. Namun, syarat pembayarannya kemungkinan akan membuat nilai tersebut menyusut menjadi US$878 miliar (Rp14.664 triliun).

    Paket pembayaran jumbo untuk Musk sebelumnya memicu kontroversi sengit antara dewan direksi dan para pemegang saham. Dewan direksi mengajukan paket pembayaran jumbo tersebut untuk memastikan Musk tetap menjadi pemimpin Tesla.

    Dewan direksi khawatir Musk akan hengkang jika tak menerima paket pembayaran jumbo tersebut. Namun, perlawanan datang dari beberapa investor besar Tesla. Angka itu dinilai terlalu besar, mengingat kondisi bisnis Tesla yang sedang terguncang.

    Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Musk bisa mengumpulkan lebih dari US$50 miliar hanya dengan mencapai beberapa target mudah dari dewan direksi yang tak membuat terobosan apapun pada bisnis dan produk Tesla.

    Bahkan, hanya dengan mencapai 2 target paling gampang, diiringi dengan pertumbuhan saham yang tipis, Musk masih akan tetap menerima US$26 miliar (Rp431 triliun).

    Jumlah itu sudah lebih dari pembayaran seumur hidup untuk 8 CEO dengan pembayaran tertinggi, termasuk CEO Meta Mark Zuckerberg, CEO Oracle Larry Ellison, CEO Apple Tim Cook, dan CEO Nvidia Jensen Huang, menurut analisis untuk Reuters dari firma penelitian Equilar.

    Kembali ke paket pembayaran jumbo US$1 triliun, investor Tesla akhirnya mendukung visi Musk untuk melakukan transformasi besar-besaran di Tesla, dari raksasa produsen mobil listrik (EV) menjadi perusahaan AI dan robotika.

    Proposal untuk paket pembayaran Musk sebesar US$1 triliun akhirnya mendapat persetujuan mayoritas dari para investor dengan dukungan lebih dari 75%.

    Persetujuan ini penting bagi masa depan Tesla dan valuasinya. Perusahaan bergantung pada kepemimpinan Musk dalam visinya mewujudkan kendaraan otomatis (AV), menciptakan jaringan taksi otomatis (robotaxi) dins seluruh AS, menjual robot humanoid, di tengah retorika politik sayap kanannya yang memicu kontroversi dan turut mengguncang Tesla.

    “Apa yang akan kita hadapi ke depan bukan hanya babak baru bagi masa depan Tesla, tetapi buku yang benar-benar baru bagi perusahaan,” kata Musk yang disambut hangat oleh para investor, dikutip dari Reuters, Jumat (7/11/2025).

    Lebih lanjut, Musk kembali mengumbar janji-janji besar. Mulai April nanti, Musk mengatakan Tesla akan mulai memproduksi Cybercab, yakni robotaxi 2-seater tanpa setir.

    Kemudian, ia mengatakan Tesla juga akan meluncurkan mobil sport listrik Roadster generasi baru. Ia juga menekankan pentingnya perusahaan membangun fasilitas manufaktur chip besar untuk mengembangkan chip AI. Musk mempertimbangkan bekerja sama dengan Intel untuk mewujudkannya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • AI Bikin Boncos! Mark Zuckerberg Terlempar dari Top 3 Terkaya Dunia

    AI Bikin Boncos! Mark Zuckerberg Terlempar dari Top 3 Terkaya Dunia

    Jakarta

    Ambisi besar Mark Zuckerberg di bidang kecerdasan buatan (AI) kini berbalik arah. Saham Meta anjlok tajam hingga membuat kekayaan pribadi sang CEO turun drastis sebesar USD 29,2 miliar (sekitar Rp 470 triliun) hanya dalam satu hari perdagangan, Kamis (30/10/2025). Akibatnya, Zuckerberg terlempar dari posisi tiga besar orang terkaya dunia versi Bloomberg Billionaires Index.

    Penurunan saham Meta sebesar 12,3% menjadi yang terdalam sejak Oktober 2022. Saham ditutup di kisaran USD 658,50, menghapus sebagian besar keuntungan yang dikumpulkan sepanjang tahun. Kini, kekayaan Zuckerberg tercatat sekitar USD 228,5 miliar, menempatkannya di urutan kelima, di bawah Jeff Bezos (Amazon) dan Larry Page (Alphabet).

    Sebelumnya, posisi Zuckerberg cukup kokoh di peringkat tiga setelah Larry Ellison (Oracle) dan Elon Musk (Tesla). Namun kerugian kali ini menjadi keempat terbesar dalam sejarah Bloomberg Billionaires Index, hanya kalah dari kejatuhan besar di era “taruhan metaverse” tahun 2022.

    Anjloknya saham Meta dipicu laporan keuangan kuartal ketiga (Q3) 2025 yang mengecewakan investor. Laba bersih per saham (EPS) tercatat hanya USD 1,05, jauh di bawah perkiraan analis USD 6,72, atau turun 83% year-on-year.

    Padahal pendapatan Meta justru naik ke USD 51,2 miliar, melampaui ekspektasi US$49,5 miliar. Penyebab utama penurunan laba adalah biaya pajak satu kali senilai US$15,9 miliar akibat implementasi kebijakan pajak baru “One Big Beautiful Bill Act” dari Presiden AS Donald Trump.

    Meta menegaskan bahwa biaya tersebut bersifat non-tunai dan akan mengurangi kewajiban pajak di tahun-tahun berikutnya. Tanpa beban pajak tersebut, EPS Meta diperkirakan mencapai USD 7,25, jauh lebih sehat.

    Di bawah kendali Zuckerberg, Meta kini bertransformasi dari perusahaan media sosial menjadi raksasa AI konsumen. Melalui divisi baru bernama Superintelligence Labs, Meta gencar merekrut talenta terbaik di dunia untuk mengembangkan “AI superintelligence pribadi” bagi miliaran pengguna.

    Namun langkah agresif ini justru membuat investor waswas. Meta mengumumkan rencana penjualan obligasi hingga USD 30 miliar guna mendanai proyek ambisius tersebut, serta menaikkan belanja modal (capex) 2025 menjadi USD 70-72 miliar, dengan potensi meningkat ke USD 118 miliar pada 2026.

    Beberapa analis di Bloomberg menurunkan peringkat saham Meta, menilai pengeluaran besar-besaran ini berisiko menekan profit jangka pendek. Zuckerberg menanggapi dengan optimistis, menyebut investasi AI sebagai “pergeseran paradigma generasional” yang akan menghasilkan keuntungan besar dalam jangka panjang.

    Mark Zuckerberg, yang memiliki sekitar 13% saham Meta, dikenal sebagai sosok visioner sejak mendirikan Facebook di asrama Harvard pada 2004. Namun langkah rebranding menjadi Meta pada 2021 dan pivot ke metaverse sempat dianggap gagal setelah saham jatuh 24% pada 2022.

    Kini, arah Meta bergeser lagi-dari metaverse ke superintelligence. Produk baru seperti Vibes, platform video generatif AI yang diluncurkan pada September lalu, telah menghasilkan lebih dari 20 miliar gambar. Zuckerberg menyebutnya sebagai langkah nyata menuju masa depan “AI untuk semua orang”.

    Fenomena ini juga menggambarkan turbulensi yang terjadi di sektor teknologi global. Alphabet naik 2,7% setelah laporan laba positif, sementara Microsoft justru turun 2,2% akibat investasi USD 3,1 miliar ke OpenAI.

    Para analis menilai tantangan Meta kini adalah menyeimbangkan inovasi jangka panjang dengan ekspektasi keuntungan jangka pendek, di tengah kompetisi ketat dalam industri AI yang semakin panas.

    (afr/afr)

  • Top 3: Alasan Billie Eilish Sindir Chris Rock hingga Mark Zuckerberg

    Top 3: Alasan Billie Eilish Sindir Chris Rock hingga Mark Zuckerberg

    Musisi sekaligus penulis lagu, Billie Eilish, tengah menjadi sorotan publik setelah menyinggung para miliarder dalam pidatonya di Penghargaan Inovator Musik di ajang Penghargaan Inovator Majalah WSJ 2025, yang digelar pada Rabu, 29 Oktober 2025, di Museum of Moder Art, New York.

    Dalam acara yang dihadiri para tokoh terkenal dunia bisnis dan hiburan itu, Billie Eilish menyerukan pentingnya empati dan tanggung jawab sosial, terutama bagi mereka yang berstatus miliarder.

    “Kita sedang berada di masa di mana dunia benar-benar buruk dan gelap, dan orang-orang membutuhkan empati dan bantuan lebih dari sebelumnya, terutama di negara kita,” ujar Eilish kepada para penonton yang penuh bintang, dikutip dari people, Jumat, 31 Oktober 2025.

    “Menurutku, kalau punya uang, akan sangat bagus kalau kita menggunakannya untuk hal-hal baik, mungkin memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan,” tambah dia. 

    Pernyataan tersebut langsung memancing reaksi hangat dari para tamu undangan, yang menanggapi dengan tawa kecil dan tepuk tangan. Namun, suasana menjadi menarik ketika Eilish melanjutkan ucapannya dengan menyindir secara langsung para miliarder yang hadir di ruangan.

    “Aku sayang kalian semua, tapi ada beberapa orang di sini yang punya uang jauh lebih banyak daripada aku. Kalau kalian miliarder, kenapa kalian juga miliarder? Bukannya benci, tapi ya, bagi-bagi uang kalian, anak kecil.”

    Berita selengkapnya baca di sini

  • Ramai-Ramai Dunia “Bakar” Uang Demi AI

    Ramai-Ramai Dunia “Bakar” Uang Demi AI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Aksi “bakar” uang masih akan dilakukan empat raksasa teknologi untuk belanja kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence (AI) pada tahun depan. Semua perusahaan disebut akan meningkatkan belanja modal tahunannya untuk chip dan pusat data.

    Empat perusahaan itu adalah Alphabet selaku induk perusahaan Google, Microsoft, pemilik Facebook yakni Meta, dan Amazon. Reuters mencatat, hanya investor Alphabet yang menerima rencana raksasa teknologi itu, sahamnya naik 6%.

    Di sisi lain, saham Microsoft dan Meta dilaporkan melemah, masing-masing turun lebih dari 3% dan 11%. Sebab, kedua perusahaan menghitung biaya investasi harus ditanggung oleh internal perusahaan.

    Saham Amazon melonjak 13%, karena pendapatan unit cloud AWS baik 20%. Menurut para investor, ini menunjukkan investasi besar Amazon telah membuahkan hasil dan bisa mengatasi persaingan.

    Belanja modal Alphabet menjadi yang terendah dibandingkan perusahaan lainnya, yakni hanya 49% dari total kas operasional atau sebesar US$ 23,95 miliar.

    Berikutnya, ada Meta sebesar 64,6% dan Microsoft mencapai 77,5%. Amazon menjadi perusahaan dengan pengeluaran tertinggi sekitar 90%.

    “Investasi berkelanjutan di pusat data dan infrastruktur AI merupakan tema yang dilihat pada seluruh Big Tech musim laporan keuangan. Tidak seperti sejumlah kompetitornya, Alphabet lebih dari menutupi pengeluaran dengan arus kas dan kinerjanya sangat baik,” kata analis pasar eToro, Josh Gilbert.

    Para perusahaan teknologi tak memberikan informasi lebih rinci soal jumlah kontribusi AI pada pendapatan dan laba mereka.

    Sementara para eksekutif perusahaan tetap ingin mengeluarkan biaya AI. Tujuannya, untuk memenuhi daya komputasi milik teknologi tersebut.

    CEO Meta Mark Zuckerberg mengaku tak menutup kemungkinan adanya kerugian dan depresiasi dari investasi berlebihan perusahaannya pada AI. Namun, dia juga mengingatkan Meta bisa berkembang dan akan menggunakannya seiring waktu.

    Andy Jassy, bos Amazon juga memastikan investasi AI akan terus dilakukan.

    “Anda akan melihat kami terus berinvestasi secara agresif karena adanya permintaan,” ujarnya.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Zuckerberg Ramal Pengganti Smartphone di Depan Mata

    Zuckerberg Ramal Pengganti Smartphone di Depan Mata

    Jakarta

    Smartphone telah menjadi perangkat utama manusia di zaman ini. Akan tetapi menurut pendiri Facebook dan CEO Meta, Mark Zuckerberg, tidak selamanya smartphone akan menguasai dunia. Ia beberapa kali meramal bahwa nantinya, kacamata pintar akan menyingkirkan smartphone.

    “Saya pikir kacamata (pintar) akan menjadi platform komputer besar berikutnya. Tapi setiap platform baru cenderung tidak menggantikan yang lama,” katanya baru-baru ini dalam sebuah wawancara.

    Contohnya adalah saat ini, di mana meski smartphone banyak dipakai, komputer tidak lantas hilang tapi lebih sedikit digunakan. “Dalam satu titik di 10 tahun terakhir, perangkat mobile sungguh menjadi platform komputasi utama. Kita tak membuang komputer kita, hanya saja meski kalian memilikinya (komputer), kalian masih melakukan lebih banyak hal di ponselmu,” demikian paparnya.

    Menurutnya, kacamata pintar akan bernasib sama seperti smartphone. Orang di masa mendatang masih akan memakai smartphone, tapi lebih banyak menggunakan kacamata pintar.

    “Jadi yang kupikir akan terjadi pada kacamata pintar adalah kita akan sampai di titik itu, mungkin suatu waktu di 2020-an atau 2030-an di mana kalian punya ponsel, tapi akan lebih banyak di saku karena kalian akan melakukan lebih banyak hal di kacamata yang mungkin saat ini kalian lakukan di ponsel. Kacamata akan jadi platform komputer utama kalian,” cetusnya.

    Wajar saja pria berusia 40 tahun itu berkata demikian. Pasalnya, Zuck melalui perusahaannya Meta memang sedang giat mengembangkan kacamata pintar augmented reality (AR) dan berharap gadget itu akan menjadi mainstream alias disukai kalangan banyak. Produk terbaru mereka adalah Meta Ray-Ban Display.

    “Janji kacamata adalah untuk menjaga rasa kehadiran yang Anda miliki dengan orang lain. Saya pikir kita telah kehilangan sedikit soal itu dengan ponsel, dan kita memiliki kesempatan untuk mendapatkannya kembali dengan kacamata,” cetus Zuck saat peluncuran kacamata itu.

    Dalam wawancara dengan The Verge yang dikutip detikINET, Zuck menilai kacamata biasa sangat populer sehingga mungkin tidak akan sulit bahwa nanti, orang akan terbiasa memakai kacamata pintar.

    “Sudah ada 1 hingga 2 miliar orang memakai kacamata tiap hari. Sama seperti semua orang beralih ke smartphone, kupikir semua orang yang berkacamata segera beralih ke kacamata pintar dalam dekade berikutnya. Lalu kupikir itu akan mulai jadi sangat berharga, dan banyak orang lain yang tak berkacamata saat ini akan berakhir memakainya juga,” cetusnya.

    (fyk/fay)