Tag: Maqdir Ismail

  • Kuasa Hukum Hasto Apresiasi Amnesti dari Prabowo: Pemerintah Tidak Ingin Politisasi Kasus

    Kuasa Hukum Hasto Apresiasi Amnesti dari Prabowo: Pemerintah Tidak Ingin Politisasi Kasus

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto buka suara terkait dengan amnesti yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada kliennya itu. Hasto sebelumnya dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun atas perkara suap Harun Masiku. 

    Pemberian amnesti oleh Presiden Prabowo diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR, Kamis (31/7/2025). 

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail justru mengaku belum mendapatkan informasi soal amnesti tersebut. Dia menyebut belum mengetahui soal pengumuman yang disampaikan Dasco di Gedung DPR malam ini. 

    “Dibilang dapat amnesti, dari mana?,” ujarnya sambil tertawa kecil kepada wartawan saat dihubungi, Kamis (31/7/2025) malam. 

    Meski demikian, Maqdir menyebut Hasto bisa saja diberikan amnesti oleh Kepala Negara. Wewenang pemberian amnesti memang melekat pada Presiden sesuai undang-undang (UU). 

    Pengacara senior itu menjelaskan, keputusan pemberian amnesti oleh Presiden kepada orang tersangkut kasus hukum harus dilandasi oleh alasan yang jelas. 

    Dia memastikan pihaknya menyambut baik keputusan Prabowo untuk memberikan pengampunan ke Hasto. 

    “Kalau memang betul seperti itu, berarti kan pemerintah ya bisa saja menganggap tidak ada kesalahan kan terhadap pak Hasto. Pak Hasto tidak melakukan apapun sehingga kalau kami [jika] betul seperti itu artinya apa yang kami sampaikan selama ini bahwa ini perkara ini dipolitisasi sama orang tertentu berarti benar kan? Gitu loh,” terangnya. 

    Maqdir pun belum membeberkan langkah apa yang akan dilakukan setelah mengetahui informasi soal pemberian amnesti kepada kliennya itu. Namun, dia menghargai keputusan pemerintah itu. 

    “Alhamdulillah kalau memang betul seperti itu gitu, kita sambut baik lah, kita hargai keputusan pemerintah itu artinya memang pemerintah tidak ingin apa ya melakukan politisasi terhadap kasusnya mas Hasto ini,” pungkasnya. 

    Untuk diketahui, melalui surat presiden ke DPR, Prabowo mengusulkan pemberian amnesti kepada 1.611 orang termasuk di antaranya Hasto. DPR pun telah menyetujui hal tersebut. 

    “Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” kata Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025). 

    Pria yang juga Ketua Harian Partai Gerindra itu juga mengungkap, Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong atas perkara korupsi impor gula. 

    Tom sebelumnya dijatuhi pidana 4,5 tahun penjara. Sebagaimana Hasto, dia juga sebelumnya dituntut pidana penjara selama 7 tahun oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan. 

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden […] tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” terang Dasco.

  • Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan" Nasional 1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah “Ampunan”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hanya beberapa hari setelah palu vonis diketukkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dua nama yang sempat mendominasi pemberitaan politik dan hukum nasional kini kembali muncul, tetapi dalam babak yang tak terduga.
    Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    menjadi dua dari ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
    Tom mendapat
    abolisi
    . Sementara itu, Hasto termasuk dalam gelombang pertama penerima
    amnesti
    menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
    Presiden mengajukan dua surat resmi pada 30 Juli 2025.
    Keesokan harinya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa parlemen telah memberikan persetujuan.
    “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.
    Tak hanya itu, Dasco juga mengumumkan pemberian amnesti kepada lebih dari 1.000 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ucapnya.
    Langkah ini bersandar pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
    Ketentuan serupa juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang
    Amnesti dan Abolisi
    .
    Di balik dua surat presiden tersebut, ada tangan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyusun dan menandatangani usulan resmi kepada Presiden Prabowo.
    “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian
    amnesti dan abolisi
    saya yang tanda tangan,” kata Supratman dalam konferensi pers yang sama.
    Ia menyebut pertimbangan utama dari kebijakan ini adalah upaya merajut kembali persatuan nasional menjelang 17 Agustus.
    “Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata politikus Partai Gerindra itu.
    “Langkah ini tidak hanya simbolis tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
    Supratman juga menyebutkan bahwa dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang telah lolos verifikasi tahap pertama.
    Sisanya akan diproses bertahap.

    Amnesti
    ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” imbuhnya.
    Pemberian abolisi kepada Tom Lembong disambut positif oleh tim kuasa hukumnya.
    Ari Yusuf Amir, pengacara Tom, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan DPR atas atensinya.
    “Kita satu, mengucapkan terima kasih atas atensinya para anggota DPR, politisi terhadap permasalahan ini,” kata Ari saat dihubungi wartawan, Kamis.
    Namun demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya belum mengambil sikap resmi dan masih akan membahas dampak hukum dari abolisi tersebut.
    “Karena ada akibat-akibat hukumnya apa, dari abolisi itu kita harus membahas dulu. Tapi upaya mereka itu harus kita hargai sebagai sikap untuk perbaikan, kan gitu,” ujar dia.
    Respons serupa datang dari kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
    Maqdir Ismail menyambut baik usulan amnesti tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk tidak mempolitisasi proses hukum.
    “Kita hargai keputusan pemerintah, itu artinya memang pemerintah tidak ingin apa ya melakukan politisasi terhadap kasusnya Mas Hasto ini,” kata Maqdir.
    Meski keputusan politik telah diumumkan, proses hukum belum sepenuhnya selesai.
    Kejaksaan Agung menyatakan masih akan mempelajari keputusan abolisi terhadap Tom Lembong, terutama karena jaksa baru saja menyatakan banding.
    “Kita kan baru menyatakan upaya hukum banding. Kita akan fokus itu dulu. Apabila ada kebijakan (abolisi), kita akan pelajari dulu seperti apa,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Kamis.
    “Saya enggak komentar dulu ya. Saya kan belum mendengar langsung, tapi akan kami pelajari dulu. Nanti ada masukan dari tim JPU,” tambahnya.
    Dari sisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPK Setyo Budiyanto menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden sebagai pemegang hak prerogatif.
    “Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945,” kata Setyo.
    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan pihaknya masih akan mempelajari perkembangan tersebut, mengingat perkara Hasto masih dalam proses banding.
    “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” kata Budi.
    Sebelum wacana pengampunan muncul, keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan.
    Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, karena terbukti merugikan negara dalam perkara impor gula kristal mentah.
    Majelis hakim menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta, yang kemudian menjual gula dengan harga lebih mahal kepada BUMN PT PPI.
    Namun, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal meringankan.
    “Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
    Sementara itu, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
    Hasto juga dikenai denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
    Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
    Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
    Namun, dakwaan jaksa bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pihak Hasto Kristiyanto Sambut Baik Pemberian Amnesti dari Prabowo

    Pihak Hasto Kristiyanto Sambut Baik Pemberian Amnesti dari Prabowo

    Jakarta

    Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, menyambut baik amnesti yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Maqdir menyebut amnesti ini menandai tidak ada kesalahan yang diperbuat Hasto.

    “Ya pasti lah (sambut baik). Jadi kan begini, kalau memang betul seperti itu (diberi amnesti), berarti kan pemerintah ya bisa saja menganggap nggak ada kesalahan kan terhadap Pak Hasto? Pak Hasto nggak melakukan apapun,” ujar Maqdir kepada wartawan saat dihubungi, Kamis (31/7/2025).

    Dia juga menilai amnesti yang diberikan ini menjadi tanda bahwa selama proses persidangan, Hasto tidak bersalah.

    “Sehingga kalau kami, (jika) betul seperti itu, artinya apa yang kami sampaikan selama ini bahwa ini perkara ini dipolitisir, dipolitisasi sama orang tertentu berarti benar kan? Gitu lho,” kata Maqdir.

    “Dalam arti bahwa memang betul-betul KPK memang kalau memang betul seperti itu ya, KPK ini sebagai organ dari pemerintah ya, tidak peka terhadap persoalan,” imbuhnya.

    “Dan tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi. Dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (31/7).

    “Atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” katanya.

    Selain itu, disetujui pula pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Rapat konsultasi itu dihadiri oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas hingga Pimpinan Komisi III DPR.

    “Kedua, adalah pemberian, persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden nomor R 42/Pres/VII/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang Amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto,” ujarnya.

    (jbr/jbr)

  • Reaksi KPK soal Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan ke MK

    Reaksi KPK soal Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan ke MK

    GELORA.CO  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons langkah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menggugat Pasal 21 Undang-Undang Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut mengatur tentang perintangan penyidikan alias obstruction of justice. 

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyatakan, pihaknya menghormati hak konstitusi setiap warga negara, termasuk Hasto. Namun, Budi mengingatkan pasal tersebut bukan hanya didakwakan terhadap Hasto. 

    “Di antaranya kalau kita ingat terkait dengan perkara pengadaan e-KTP, kemudian perkara gratifikasi di Papua, di mana kemudian para tersangka yang saat itu kita tetapkan, kemudian divonis bersalah oleh Majelis Hakim,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).

    Budi menjelaskan, pasal tersebut berguna untuk menjamin efektivitas proses penegakan hukum yang tidak hanya menyasar para pelaku, tapi juga pihak-pihak yang merintangi penyidikan.

    “Sehingga tidak hanya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, tapi juga kepada pihak-pihak yang diduga mencoba menghalang-halangi atau mengganggu proses hukum tersebut,” ujarnya.

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permohonan uji materi ini dibenarkan oleh kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail.

    Uji materi itu ternyata dimohonkan pada Kamis (24/7/2025) atau satu hari sebelum Hasto divonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

    Pasal yang diuji ialah Pasal 21 UU Tipikor, pasal yang mengatur tentang perintangan penyidikan alias obstruction of justice. Maqdir menyampaikan, salah satu latar belakang diajukannya uji materi ini lantaran Hasto dinilai dikriminalisasi.

     “Ya itulah salah satu argumen yang kita sampaikan bahwa penetapan Pak Hasto sebagai tersangka melanggar Pasal 21 itu tidak tepat, karena nggak ada bukti,” kata Maqdir saat dihubungi, Senin (28/7/2025).

    Maqdir menjelaskan redaksional Pasal 21 mengatur secara tegas bahwa obstruction of justice hanya ada dalam tahap penyidikan. Dengan demikian, tidak ada orang yang bisa dihukum melanggar pasal ini jika tahapan perkara masih berstatus penyelidikan.

    Selain itu, Maqdir menilai pasal itu harus dimaknai secara kumulatif. Artinya, seseorang yang dijerat pasal ini harus terbukti menghalangi proses persidangan.

    “Nggak bisa hanya sampai penyidikan atau penuntutan. Jadi kalau memang tidak bisa disidangkan baru bisa kena,” ujar dia

  • Hasto Mengaku Sudah Dapat Informasi Bakal Divonis 3,5-4 Tahun: Saya Tahu Sejak Bulan April – Page 3

    Hasto Mengaku Sudah Dapat Informasi Bakal Divonis 3,5-4 Tahun: Saya Tahu Sejak Bulan April – Page 3

    Dari proses hukum yang dijalaninya, Hasto sudah memiliki rencana jangka panjang. Hasto mengaku ingin menjadi pengacara yang akan membela wong cilik dari ketidakadilan.

    Hasto menceritakan, dia sudah diterima sebagai mahasiswa S1 hukum.

    “Saya mengambil kuliah S1 hukum dan sudah diterima. Sehingga ke depan nanti saya bisa seperti Mas Febri, Pak Maqdir, Prof Todung, menjadi pejuang-pejuang pembela keadilan, juga Bung Ronny, dan juga teman-teman PH semuanya yang telah bekerja luar biasa dengan menjadi lawyer yang akan membela pihak-pihak yang menjadi korban ketidakadilan dari kekuasaan, khususnya Wong Cilik,” jelasnya.

     

  • KPK Soroti Hukuman Bui Setya Novanto Disunat, Penasihat Hukum: Harusnya Bebas

    KPK Soroti Hukuman Bui Setya Novanto Disunat, Penasihat Hukum: Harusnya Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti dikabulkannya peninjauan kembali (PK) terpidana kasus proyek KTP elektronik atau e-KTP, Setya Novanto. Pada putusan PK tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengurangi masa pidana penjara Setya Novanto menjadi 12,5 tahun. 

    Pria yang akrab disapa Setnov itu sebelumnya dijatuhkan pidana penjara selama 15 tahun. Mantan Ketua DPR itu telah menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung, sejak 2018 lalu. Artinya, MA menyunat masa hukuman Setnov selama 2,5 tahun. 

    KPK pun menghormati putusan PK yang dikeluarkan oleh MA, meski pada akhirnya masa pidana badan Setnov dikurangi. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyebut tidak ada upaya hukum lanjutan atas putusan MA tersebut. 

    “Karena memang tidak ada upaya hukum PK yang diberikan kepada KPK sebagai bentuk keberatan atas putusan PK dimaksud,” ujar Fitroh kepada wartawan, dikutip Minggu (6/7/2025). 

    Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pun menyampaikan bahwa tidak seorang pun bisa mengintervensi hakim dalam melaksanakan tugasnya. Meski demikian, dia menilai perlunya menggugah perasaan hakim bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang sangat luar biasa. 

    Menurut Johanis, yang berlatar belakang sebagai jaksa sebagaimana Fitroh, sudah selayaknya koruptor diganjar dengan hukuman setinggi-tingginya atau seberat-beratnya. 

    Dia mencontohkan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang dulunya kerap memperberat hukuman bagi para koruptor yang mengajukan kasasi maupun PK. 

    “Hal seperti itu yg perlu dilakukan agar orang takut melakukan tindak pidana korupsi yang sangat meresahkan rakyat selaku pemilik uang yang dipungut oleh negara,” ujarnya kepada wartawan.

    Kuasa Hukum: Seharusnya Bebas

    Meski demikian, penasihat hukum Setnov, Maqdir Ismail menilai putusan PK dari MA yang menyunat hukuman penjara kliennya 2,5 tahun tidaklah cukup. Advokat senior itu menilai Setnov seharusnya diputus bebas. 

    “Menurut hemat saya itu tidak cukup seharusnya bebas,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu. 

    Maqdir menilai Setnov seharusnya tidak bisa dihukum dengan pasal kerugian negara atau pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Hal itu lantaran Setnov saat itu merupakan anggota Komisi 3 DPR, bukan Komisi 2 yang menjadi mitra pemerintah dalam pembahasan proyek pengadaan e-KTP. 

    Maqdir mengakui bahwa kliennya itu terbukti menerima uang berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, itu berarti dia harusnya dijerat dengan pasal gratifikasi atau suap, bukan kerugian keuangan negara. 

    “Dia dianggap terbukti menerima uang, tapi karena tidak ada jabatan terkait pengadaan, maka seharusnya dia terima uang sebagai gratifikasi atau suap,” lanjutnya. 

    Adapun sebelumnya MA dalam putusannya mengabulkan PK Setnov dan memangkas hukuman pidana penjarannya menjadi 12,5 tahun, dari awalnya 15 tahun. Berdasarkan perhitungan Bisnis, Setnov sudah menjalani masa kurungan sekitar 7 tahun lamanya. 

    Merujuk pada salinan putusan perkara No.32 PK/Pid. Sus/2020, PK itu diputus oleh Majelis Hakim sejak 4 Juni 2025. Pada amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Setnov terbukti melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim juga memangkas hukuman kepada Setnov menjadi 12,5 tahun. 

    “Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan,” demikian bunyi amar putusan hakim. 

    Kemudian, Setnov dijatuhi pidana denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti US$7,3 juta yang telah dikompensasi sebesar Rp5 miliar. Kompensasi uang pengganti itu telah dititipkan Setnov ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk setoran pengganti kerugian keuangan negara. 

    Dengan demikian, uang pengganti kerugian keuangan negara yang masih harus dibayarkan yakni Rp49 miliar subsidair 2 tahun penjara. 

    Pria yang juga pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun terhitung sejak selesainya pemidanaan. 

    Proses PK Setnov memakan waktu 1.984 hari, sedangkan diputus dalam 1.956 hari. Perkara itu diputus oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Surya Jaya, serta dua Hakim Anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Setnov sebelumnya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta. Dia diketahui telah mendapatkan remisi pada Idulfitri 2023 dan 2024.

  • Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa

    Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa

    Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Maqdir Ismail
    , menyebut kasus yang menjerat kliennya bernuansa politis dan tak lepas dari sosok yang pernah berkuasa.
    Pernyataan ini Maqdir sampaikan saat menanggapi tuntutan jaksa
    Komisi Pemberantasan Korupsi
    (KPK) yang meminta Hasto dihukum 7 tahun penjara.
    “Perkara ini bukan perkara kejahatan murni, tetapi ini adalah, seperti berulang kali kami katakan, ini adalah perkara politik yang dikriminalkan,” ujar Maqdir saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
    Maqdir mengatakan, beberapa waktu sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Hasto sempat diminta mundur dari jabatan sekjen partai banteng.
    Hasto juga diminta untuk tidak memecat Presiden RI Ke-7,
    Joko Widodo
    (Jokowi) dari PDI-P.
    Saat itu, hubungan Jokowi dan partai banteng memang memanas dan memuncak pada pemecatan eks Wali Kota Solo tersebut dan keluarganya.
    “Mulai dari 13 Desember 2024, dia dihubungi orang meminta dia mundur dari jabatan sebagai sekjen. Kalau dia mundur, dia tidak akan dipidanakan. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, jangan memecat Jokowi. Kalau dua hal ini dilakukan oleh Hasto, maka dia tidak akan dipidanakan,” tutur Maqdir.
    Pengacara senior itu menekankan, kasus yang menjerat Hasto bukanlah perkara biasa. Kasus itu diduga kuat berkelindan dengan dinamika internal partai.
    Ia memandang, perkara yang sedang ia tangani ini tidak terlepas dari kegagalan Jokowi yang berupaya mengambil alih partai.
    “Ini sebenarnya adalah upaya awal yang sudah tidak berhasil untuk mengambil alih partai ketika Presiden Jokowi meminta tambahan masa jabatan dan juga ketika dia tidak berhasil menambah satu periode,” ujar Maqdir.
    Agar Hasto bisa dijatuhi hukuman berat, kata dia, KPK tidak hanya menggunakan pasal suap.
    Lembaga antirasuah juga menggunakan pasal perintangan penyidikan yang mengatur ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
    Padahal, menurutnya, bukti yang dihadirkan KPK untuk menjerat Hasto berupa call detail record (CDR) akurasinya patut dipertanyakan.
    CDR merupakan data aktivitas komunikasi suatu telepon berikut waktu dan posisinya yang ditentukan berdasarkan lokasi sinyal tower terkait.
    “Mereka tidak pernah mau ungkap bahwa perjalanan Harun Masiku dari Jakarta Barat sampai ke Tanah Abang hanya dalam waktu satu detik. Ini sesuatu yang betul-betul sangat mencederai akal sehat,” kata Maqdir.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa Hukum Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut, penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah
    pelanggaran hak asasi manusia
    (HAM).
    Menurut dia, kasus yang saat ini menimpa kliennya setelah menjalani vonis enam tahun sengaja tidak digabungkan dengan kasus sebelumnya.
    “Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia. Ini gitu loh, karena bagaimanapun juga kan prinsip dasar hukum acara pidana kita itu kan peradilan itu cepat dengan biaya ringan,” kata Maqdir, saat dihubungi melalui telepon, Senin (30/6/2025).
    Maqdir mengaku mendapat informasi Nurhadi ditahan kembali atas dugaan
    tindak pidana pencucian uang
    (TPPU).
    Namun, menurut dia, penangkapan dan penahanan kembali Nurhadi bukan soal kasus baru yang ditemukan KPK, tetapi soal proses hukumnya.
    “Kenapa tidak dilakukan pengadilannya secara bersamaan? Ini ternyata tidak, ini (kasus baru) dipisah sedemikian rupa,” kata dia.
    Maqdir mengatakan, Nurhadi akan ditahan dalam kurun waktu 20-40 hari oleh penyidik KPK.
    Penahanan ini dilakukan setelah Nurhadi akan bebas murni dari Lapas Sukamiskin pada 28 Juni 2025.
    Atas peristiwa ini, Maqdir berencana melaporkan tindakan KPK ke Dewan Pengawas.
    “Kita lapor ke Dewas juga, mudah-mudahan Dewas akan melakukan tindakan kalau kita lapor,” kata dia.
    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya telah menangkap Nurhadi sebelum dinyatakan bebas murni.
    “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
    Budi mengatakan, penangkapan dan penahanan dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari.
    “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” kata dia.
    Nurhadi pernah divonis enam tahun penjara dalam
    kasus suap dan gratifikasi
    penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
    Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
    Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jakarta

    Jaksa mencecar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait nomor kontak ‘Mama’ yang ada di ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’. Pengacara Hasto protes dengan pertanyaan Jaksa.

    Pengakuan itu disampaikan Hasto Kristiyanto saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).

    Jaksa mempertanyakan ada nama kontak ‘Mama’ di ponsel yang diklaim milik sekretariatan PDIP itu. Hasto mengaku tidak tahu nama ‘Mama’ dan tidak hafal semua kontak yang tersimpan dalam ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’.

    “Ini ada banyak ini, ada yang ingin kami konfirmasi ke saudara. Nah ini ada kontak Mama, ini kontak siapa ini di sekretariatan ada nama kontak Mama ini?” tanya jaksa.

    “Saya tidak tahu karena seluruh database kontak,” jawab Hasto.

    “Ini nomornya ini, Pak,” timpal jaksa.

    “81282238009?” tanya jaksa.

    “Ya saya tidak hafal, izin, Yang Mulia, karena nomor-nomor itu mengapa disimpan di sekretariatan masuk ADC, ADC semuanya karena setiap ada acara-acara partai, itu yang namanya sekretariat itu mengundang tamu-tamu, itu biasanya berkomunikasi. Maka seluruh central data itu dimasukkan di situ,” jawab Hasto.

    “Iya,” jawab Hasto.

    “Mama ini Mama siapa ini?” tanya jaksa.

    “Ya saya nggak tahu juga,” jawab Hasto.

    Jaksa kemudian menanyakan nama ‘Mama 1’ dan ‘Mama 2’ di nomor tersebut. Namun, Hasto mengaku tidak tahu.

    “Ada Mama 1 ini, 85776329518?” tanya jaksa.

    “Ya tidak tahu, mungkin akumulasi data-data kontak yang masuk ya karena setiap saat kan diupdate,” jawab Hasto.

    “Ada Mama 2?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    “81280008498?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    Kuasa hukum Hasto menyatakan keberatan terhadap pertanyaan jaksa tersebut. Kuasa hukum Hasto mempertanyakan korelasi pertanyaan itu dengan perkara ini.

    “Kan kalau dari data-data get contac bisa tahu ya, Pak, ya, tadi ada Mama, ini terakhirnya 8009. Mba Maria Hasto,” ujar jaksa.

    “Yang Mulia, izin, Yang Mulia, ini mau ditanya apa ini, Yang Mulia, keberatan ini,” protes kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy.

    “Izin, Yang Mulia, kami ingin konfirmasi kan,” timpal jaksa.

    “Yang Mulia, sebentar, Yang Mulia, karena itu tadi kan ada urusan anak dan istri semuanya, apa urusannya dengan perkara ini? Justru mestinya begini, menurut hemat kami, tidak selayaknya penuntut umum bertanya alasan hal-hal yang tidak ada urusanya dengan perkara ini, kecuali kalau ada komunikasi antara anak saudara terdakwa ini dengan pihak sekretariat mengenai suap-suap menyuap ini. Atau juga mengenai obstruction of justice. Jadi tolong saudara Penuntut Umum juga hormati privasi orang karena kita ini bukan mengadili keluarganya Pak Hasto, yang kita adili adalah perbuatan Hasto yang didakwakan sesuai dengan surat dakwaan,” ujar kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail.

    “Izin, Yang Mulia, tadi saudara terdakwa ini kan membantah terkait dengan HP yang disita iPhone 15. Nah, di dalam HP iPhone 15 itu terdapat nama-nama kontak ini Yang Mulia, kami mau konfirmasi. Apakah dengan, jika HP itu adalah HP sekretariat, mengapa nama-nama yang tersimpan itu ada nama-nama Mama, Mama, gitu,” jelas jaksa.

    Hasto mengatakan ada 1.000 lebih nama kontak di nomor ‘Sri Rejeki’ tersebut. Dia menuturkan nama kontak di nomor itu disimpan apa adanya dan selalu diupdate.

    “Mohon izin, Yang Mulia, jadi ada nomor-nomor telefon yang dari sekretariat yang kemudian ditugaskan mendampingi saya, itu kan kontaknya kan kepada banyak orang. Maka tadi dikatakan ada berapa kontak, ada 1.000 lebih kontak. Itu selalu diupdate, ada Mama 1, Mama 2, Mama 3 dan sebagainya di situ. Nah di situ adalah kontak-kontak yang memang disimpan di sekretariat, nama ditulis apa adanya,” kata Hasto.

    “Termasuk dengan ADC, ADC tadi, ada ADC Menteri, ada ADC Presiden, semua dicatat jadi satu di situ. Itu di dalam database apa adanya yang ada di situ. Nah kaitannya dengan perkara tadi apa yang dimaksudkan? Bahwa Sri Rejeki tadi kan ada juga ditunjukkan data-datanya, itu memang milik sekretariat. HP yang disediakan oleh sekretariat untuk membangun komunikasi. Mengapa ada mekanisme pengaturan seperti itu? Karena beberapa kali terjadi tindak penipuan, terhadap penggunaan HP. Maka sekretariat yang mengatur, di luar itu saya punya HP pribadi,” tambahnya.

    Pada persidangan Jumat (9/5), penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti mengatakan ponsel dengan nomor bernama Sri Rejeki Hastomo merupakan milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ponsel itu disita dari staf kesekretariatan DPP PDIP Kusnadi dalam perkara kasus perintangan penyidikan dan suap Harun Masiku.

    Usai sidang tersebut, Hasto membantah keterangan penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti, yang menyebut dirinya pemilik nomor ponsel dengan nama kontak ‘Sri Rejeki Hastomo’. Hasto menyebut keterangan Rossa hanya asumsi.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juni 2025

    Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP Nasional 26 Juni 2025

    Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    )
    Hasto Kristiyanto
    mengaku pernah diminta mundur dari jabatannya dan tidak mendepak Presiden ke-7 RI
    Joko Widodo
    dari PDI-P oleh seseorang.
    Hal ini disampaikan Hasto saat memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang kasus
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    Pengakuan ini bermula ketika kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menanyakan perihal informasi yang sempat beredar terkait permintaan agar kliennya mundur sebagai Sekjen PDI-P.
    “Saya ingat membaca satu pernyataan mengenai kejadian pada tanggal 13 Desember 2024. Sebelum saudara ditetapkan sebagai tersangka, ketika itu kalau saya tidak keliru beritanya adalah saudara didatangi oleh orang yang meminta kepada saudara untuk mundur dari kedudukan sebagai sekjen partai,” kata Maqdir dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Tidak hanya itu, Maqdir juga menanyakan soal ancaman terhadap Hasto jika ia menandatangani pemecatan Joko Widodo.
    “Kemudian yang kedua, untuk meminta saudara agar supaya Presiden ketika itu Joko Widodo tidak dihentikan dari jabatannya sebagai anggota partai?” tanya Maqdir lagi.
    “Betul, itu (ancaman). Bahkan ada (disampaikan) lewat beberapa orang informasi itu,” jawab Hasto.
    Hasto kemudian menjelaskan bahwa permintaan tersebut juga diketahui oleh anggota DPR Fraksi PDIP Deddy Sitorus dan kuasa hukumnya, Ronny Talapessy.
    “Izin Yang Mulia, terakhir saudara Ronny juga mendengar ketika kemudian untuk membuktikan itu saya menghubungi yang bersangkutan untuk menanyakan ancaman itu dan saudara Ronny ikut mendengarkan bahwa saya harus mundur sebagai sekjen,” ungkap Hasto.

    “Ancamannya kalau saudara tidak mundur itu apakah memang akan dipidanakan atau mau seperti apa?” tanya Maqdir.
    Menjawab pertanyaan Maqdir, Hasto menjelaskan bahwa jika tidak mengundurkan diri, ia akan dijadikan tersangka dan dipenjara.
    “Ditersangkakan dan masuk penjara,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.