Tag: Mahfud MD

  • KPK jangan kasih publik tebak buah manggis

    KPK jangan kasih publik tebak buah manggis

    Oleh: Damai Hari Lubis

    Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merahasiakan beberapa pihak yang diperiksa dalam dugaan rasuah proyek kereta cepat atau Whoosh. Alasannya, “kasus ini masih pada tahap penyelidikan sehingga nama pihak yang diperiksa belum dapat diungkap oleh lembaga antirasuah.”

    Semestinya KPK sudah ‘ngelotok’ (piawai) terkait tehnis beracara bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada eksplisit yang melarang penyidik menyampaikan informasi pada tingkat penyelidikan (klarifikasi dan atau investigasi) terhadap nama bakal terperiksa.

    Dan pastinya Pihak penyidik KPK  tidak terkecuali mesti tunduk kepada asas keterbukaan yang terdapat diantara asas asas good governannce yang berlaku terhadap pejabat publik atau penyelenggara negara dan terlebih asas transparansi justru merupakan perintah sesuai KUHAP,  UU. Polri dan UU. Tentang KPK Jo. UU. Tentang TIPIKOR. Maka oleh sebab hukum, setidaknya KPK cukup memberikan inisial para oknum yang sedang dalam status lidik(penyelidikan), selain dan oleh sebab hukum penerapan ‘pola transparansi’ KPK terhadap adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh aparar penyelenggara negara, tidak bertentangan dengan UU. Tentang Perlindungan Data Pribadi maupun UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik,  tekecuali terhadap informasi yang “bersinggungan dengan rehasia dibidang petahanan negara.”

    Selain itu,  terhadap yang berhubungan dengan informasi kasus whoosh nyata sudah booming dan santer ditelinga publik, bahkan signal kuat adanya aroma korupsi pada PSN kereta api cepat (woosh) bertambah akibat pernyataan (implisit) yang publis datang dari Purbaya (Menkeu), termasuk komentar dari Mahfud MD figur Menkopolhukam bekas pembantu setia Jokowi, lalu deras beredar dibeberapa artikel.

    Sehingga ulah (Penyidik) KPK yang tidak bercerminkan rules, justru melahirkan banyak tanda tanya publik.  Kenapa KPK menyembunyikan nama atau sekedar inisial ?

    Andaipun sikap KPK ini didasari ‘prudential principle’. Tentu KPK  paham betul tentang orang yang dalam status ‘lidik dan dik’ sesuai asas presumption of innocence (KUHAP) adalah bukan orang yang sudah patut dinyatakan bersalah?  Bahkan andaipun kasus whoosh dimaksud sudah berjalan pada tahap persidangan, maka terhadap diri Terdakwa sekalipun belum dapat di judge bersalah.

    Sementara ulah KPK menurut publik diibaratkan meniru “tebak buah manggis” tentang orang dan jumlah orang yang masuk daftar panggilan namun dirahasiakan oleh KPK dengan menggunakan “metode ketertetutupan publik.”

    Maka publik banyak yang mendeskripsikan sosok sosok yang bakal dipanggil olrh KPK adalah Jokowi, Luhut, Sri Mulyani dan Erick Thohir, lalu dalam hubungannya dengan kelembagaan, publik memprediksi para oknum lainya yang bakal diinterogasi KPK adalah para petinggi di tubuh Polri, Kejaksaan, BPK, BPKP,  Ketua KPK dan Kemensetneg serta mengarah ke Senayan. (*)

  • Elektabilitas Purbaya Melejit Tempel Prabowo Menuju 2029

    Elektabilitas Purbaya Melejit Tempel Prabowo Menuju 2029

    GELORA.CO – Popularitas dan elektabilitas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Purbaya Effect) makin melejit dalam menuju Pilpres 2029. 

    Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan IndexPolitica dalam mengukur dan memotret persepsi masyarakat terkait isu politik, sosial dan ekonomi saat ini. 

    “Untuk top of mind calon presiden 2029, Prabowo Subianto berada di urutan pertama dengan 40,12 persen, di peringkat kedua adalah Purbaya Yudhi Sadewa dengan 22,50 persen, di peringkat ketiga adalah Anies Baswedan dengan 13,40 persen, peringkat keempat adalah Ganjar Pranowo dengan 7,12 persen, kemudian kelima adalah Agus Harimurti Yudhoyono dengan 5,12 persen, peringkat keenam adalah Gibran Rakabuming Raka 4,80 persen, posisi ketujuh adalah Dedi Mulyadi dengan 2,5 persen, ke delapan adalah Erick Thohir dengan 1,12 persen,” tulis keterangan dalam rilis IndexPolitica yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat, 31 Oktober 2025.

    Lanjut keterangan tersebut, untuk elektabilitas wakil presiden posisi tertinggi adalah Purbaya Yudhi Sadewa dengan 28,65 persen, kedua adalah Dedi Mulyadi dengan 20,15 persen posisi ketiga adalah Agus Harimurti Yudhoyono dengan 15,75 persen, peringkat keempat adalah Gibran Rakabuming Raka dengan 12,35 persen, posisi kelima adalah Erick Thohir dengan 5,14 persen, keenam adalah Pramono Anung dengan 3,30 persen, posisi ketujuh ada Mahfud MD dengan 3,25 persen dan posisi kedelapan adalah Sandiaga Uno dengan 2,60 persen.

    Menurut Direktur IndexPolitica Indonesia, Denny Charter, dalam waktu singkat Purbaya berhasil mendapatkan popularitas yang tinggi dengan kebijakan dan Tindakannya saat mulai menjabat sebagai Menteri Keuangan RI. 

    “Reshuffle terakhir yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto terselamatkan citranya dari sosok Purbaya. Purbaya bisa diartikan mewakili protest vote yakni mereka yang sudah bertahun-tahun ‘lelah’ dengan style Menteri Keuangan sebelumnya yakni Sri Mulyani. Bukan berarti Sri Mulyani tidak bagus dalam menjalan tugas tetapi lebih kepada keinginan Masyarakat mendapatkan sosok yang antitesis dari Sri Mulyani,” ujar Denny. 

    Sambungnya, hal itu menyebabkan popularitas dan elektabilitas Purbaya melompat jauh sebagaimana analogi dari Chaos Theory dalam ilmu matematika.

    Penelitian dilakukan dari tanggal 1-10 Oktober 2025. Survei dilakukan dengan questioner yang terdiri dari kurang lebih 72 pertanyaan dengan jumlah sampel 1610 responden menggunakan metode multistage random sampling, margin of error 1,6 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. 

  • Mahfud soal Jokowi yang Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China: Jangan-jangan Ada Main!

    Mahfud soal Jokowi yang Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China: Jangan-jangan Ada Main!

    GELORA.CO –  Eks Menko Polhukam Mahfud MD, kembali angkat bicara soal proyek kereta cepat atau Whoosh.

    Kali ini, Mahfud membicarakan langkah Jokowi yang mengalihkan kerjasama Whoosh dari Jepang ke China.

    Mahfud menilai, peralihan kerjasama ke China ini justru memancing kecurigaan publik.

    Bahkan, Mahfud mempertanyakan sikap Jokowi saat China menawarkan kerjasama dengan harga tinggi.

    Dulu kok tiba-tiba pindah ke Cina? Dulu tidak dipersoalkan, harganya begitu tinggi kok mau saja? Jangan-jangan ini ada main? Kan gitu,” ujar Mahfud dikutip dari kanal YouTube Forum Keadilan TV.

    Mahfud lantas membahas soal studi Deustche Welle, Jerman terkait 142 perjanjian kontrak China dengan 24 negara berkembang.

    Studi itu dipublikasikan pada 31 Maret 2021 yang isinya mengungkap bahwa perjanjian kontrak China yang paling utama adalah kerahasiaan isi kontrak.

    “Utang negara peminjam terhadap China itu adalah utang rakyat, sehingga rakyat tidak boleh minta pemberhentian bayar, karena misalnya pemerintahnya dianggap curang,” katanya.

    Mahfud juga mengatakan bahwa setiap negara yang meminjam ke China harus menyerahkan agunan, jaminan, yang bersifat rahasia dan dokumen-dokumen jaminan itu hanya disimpan oleh China.

    Hal inilah yang menjadi pertanyaan Mahfud, apakah ada jaminan dari Indonesia yang diberikan kepada China untuk proyek Whoosh atau tidak.

    Terlebih dokumen perjanjian dan penghitungan proyek ini sulit diakses, padahal dokumen ini tidak termasuk rahasia negara.

    Mahfud lantas mencontohkan Sri Lanka yang menjadikan pelabuhan sebagai jaminan saat utang ke China.

    Kini pelabuhan internasional Sri Lanka resmi menjadi pangkalan China, karena tidak bisa membayar utang.

    “Nah, kita tidak tahu, apakah Indonesia memberi jaminan itu,” tegas Mahfud.

    Melihat hal ini, Mahfud menilai nantinya akan ada yang diambil China dari Indonesia jika tidak bisa membayar utang Whoosh.

    Bahkan, China juga bisa menganggap Indonesia melakukan wanprestasi dan dianggap gagal bayar.

    Mahfud menilai, hal yang penting dalam penyelidikan dugaan korupsi ini adalah menyelidiki dokumen kesepakatan Indonesia dengan China.

    “Menurut saya, dokumen itu harus dicari lebih dulu oleh KPK, baru cari orang-orang yang terlibat,” ungkap Mahfud.***

  • KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

    KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

    GELORA.CO – Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Agus Sarwono, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu memanggil Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

    Agus menjelaskan, sejak awal proyek kereta cepat ini dinilai bermasalah dari sisi perencanaan dan tata kelola antikorupsi.

    Menurutnya, proses pembangunan minim transparansi dan sulit diakses publik.

    “Setidaknya ada dua hal. Pertama, proyek kereta cepat ini sejak awal sudah gagal dalam konteks perencanaan. Kedua, ada masalah serius dalam tata kelola antikorupsinya, karena minim sekali informasi yang bisa diakses publik, mulai dari studi kelayakan, kontrak, mekanisme tender, hingga pengadaan,” ujar Agus Sarwono, saat hadir dalam acara Overview Tribunnews, Rabu (29/10/2025).

    Ia menambahkan, peluang masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap proyek strategis nasional tersebut sangat terbatas.

    Bahkan, lembaga legislatif yang seharusnya memiliki fungsi kontrol dinilai tidak menjalankan perannya secara optimal.

    “Sayangnya, teman-teman di DPR juga minim sekali melakukan pengawasan. Dalam proses pembangunan dari awal sampai akhir, DPR punya peran penting, tetapi nyatanya yang bersuara hanya sedikit. Saat itu, hanya PKS yang mempertanyakan perencanaan proyek ini,” lanjut Agus.

    Terkait dengan dugaan keterlibatan Jokowi dalam kasus korupsi proyek Whoosh, Agus menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk mendalami apakah ada potensi kerugian negara atau tidak.

    “Ini ranah penegak hukum. Dari masyarakat sipil, kami mendorong aparat untuk menyelidiki jika memang terjadi korupsi atau mark up. Siapapun yang diduga terlibat harus diperiksa, termasuk jika perlu KPK memanggil Jokowi. Jika beliau datang, itu justru akan lebih baik,” tegasnya.

    Agus menilai, langkah penegakan hukum yang tegas dan transparan akan menjadi momentum penting bagi publik untuk kembali mempercayai lembaga antirasuah.

    Ia juga menekankan bahwa proyek sebesar kereta cepat seharusnya dikelola secara akuntabel, mengingat dana dan dampaknya yang besar bagi masyarakat.

    Diketahui Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sendiri telah beroperasi sejak 2023 dengan nilai investasi sekitar Rp113 triliun.

    Namun, sejak awal pembangunannya, proyek ini kerap menuai kritik karena dianggap sarat masalah, mulai dari pembengkakan biaya hingga minimnya keterbukaan informasi publik.

    Dugaan Korupsi Proyek Masih Didalami KPK

    KPK terus menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

    Fokus utama lembaga antirasuah itu adalah menelusuri secara mendalam apakah terdapat unsur pidana dalam pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa perkara ini masih berada pada tahap penyelidikan, di mana tim berupaya mengurai secara menyeluruh konstruksi peristiwa untuk menemukan adanya dugaan tindak pidana.

    “Tim masih terus bekerja melakukan penyelidikan, menelusuri peristiwa dugaan tindak pidananya terlebih dahulu,” ujar Budi, Kamis.

    Ia menjelaskan bahwa tahap penyelidikan berbeda dengan penyidikan. Penyelidikan bertujuan menemukan indikasi peristiwa pidana, sedangkan penyidikan dilakukan setelah ditemukan cukup bukti untuk menetapkan tersangka.

    “Kalau nanti sudah ada kecukupan alat bukti, barulah naik ke tahap penyidikan,” katanya.

    Terkait alat bukti maupun substansi penyelidikan, Budi enggan menjelaskan lebih jauh. Ia hanya menegaskan bahwa tim akan memanggil pihak-pihak yang dianggap mengetahui konstruksi perkara untuk memberikan keterangan.

    “Setiap informasi dan data dari berbagai pihak tentu penting bagi proses penyelidikan,” ucapnya.

    Meski proses hukum tengah berjalan, KPK mengingatkan agar masyarakat tetap menggunakan layanan kereta cepat Whoosh karena penyelidikan tidak mengganggu operasional publik.

    Selain itu, KPK juga membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki informasi atau bukti tambahan untuk membantu proses penyelidikan.

    Adapun penyelidikan proyek Whoosh telah berlangsung sejak awal 2025.

    Kasus ini semakin mendapat perhatian publik setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap adanya dugaan mark up biaya pembangunan.

    Ia menyoroti perbedaan mencolok antara biaya konstruksi per kilometer di Indonesia, yang mencapai 52 juta dolar AS, dibandingkan dengan China yang hanya sekitar 17–18 juta dolar AS.

  • Penyelidikan Dugaan Korupsi Whoosh, Ini yang Tengah Diusut KPK

    Penyelidikan Dugaan Korupsi Whoosh, Ini yang Tengah Diusut KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh masuk ke tahap penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Dugaan rasuah itu telah diselidiki sejak awal tahun 2025. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa tim penyelidik tengah menelusuri peristiwa yang mengarah pada tindak pidana.

    “Tim masih terus melakukan giat-giat penyelidikan, masih terus menelusuri khususnya terkait dengan bagaimana peristiwa, adanya dugaan tindak pidana,” kata Budi, dikutip Kamis (30/10/2025).

    Budi menjelaskan, proses ini bagian dari prosedur hukum yang harus ditaati saat mengusut suatu perkara sehingga memperoleh bukti-bukti yang kuat, jika nantinya naik ke tahap penyidikan hingga persidangan.

    “Dalam setiap proses penegakan hukum, tentu KPK harus betul-betul firm untuk mencari bukti-buktinya. Jadi ini memang KPK selalu memastikan agar proses-proses hukum ini baik di tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan semuanya berjalan sesuai dengan prosedur dan ketentuan,” tutur Budi.

    Budi belum dapat merincikan materi penyelidikan yang menerpa proyek unggulan mantan Presiden RI, Joko Widodo. Namun, dirinya meminta kepada masyarakat yang mengetahui atau memiliki informasi dapat melaporkan ke KPK.

    Sekadar informasi, kasus ini kembali ramai diperbincangkan setelah Mahfud MD mengatakan adanya dugaan mark-up dalam proyek tersebut.

    Mahfud menyampaikan Indonesia memperhitungkan pembangunan kereta cepat US$52 juta per kilometer, sedangkan berdasarkan perhitungan China biaya per kilometer US$17-18 juta.

    “Dugaan markup-nya gini. Menurut pihak Indonesia, biaya per 1 KM kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di China sendiri hitungannya US$17 sampai 18 juta dolar. Naik tiga kali lipat kan,” ungkapnya dalam akun YouTube Mahfud MD Official, Rabu (15/10/2025).

  • Prabowo Siapkan Rapat Khusus Bahas Utang Whoosh

    Prabowo Siapkan Rapat Khusus Bahas Utang Whoosh

    GELORA.CO -Polemik utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh bakal segera dibahas di rapat khusus yang dipimpin langsung Presiden Prabowo Subianto. 

    Hal itu diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sebuah pernyataan di Istana Merdeka, Jakarta, seperti dikutip pada Kamis, 30 Oktober 2025. 

    Menurut Airlangga, rapat terkait Whoosh akan dilakukan secara terpisah dari rapat terbatas yang biasa digelar di Istana. 

    “Itu nanti dibahas khusus. Akan ada pembahasan khusus,” kata Airlangga singkat. 

    Whoosh dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium yang terdiri atas Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan 60 persen saham, dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari China dengan 40 persen. 

    Sekitar 75 persen pendanaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sedangkan 25 persen sisanya berasal dari ekuitas konsorsium.

    Mantan Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya mewanti-wanti Pemerintah RI soal risiko besar yang bisa timbul dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. 

    Selain membebani keuangan negara, proyek yang melibatkan Tiongkok itu kini disebut-sebut berpotensi menimbulkan ancaman kedaulatan jika Indonesia gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang.

  • Usai Kereta Cepat, Mahfud Bongkar Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Tak Disangka, Ternyata…

    Usai Kereta Cepat, Mahfud Bongkar Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Tak Disangka, Ternyata…

    Setelah membongkar kasus dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta- Bandung atau Whoosh, kini pakar hukum tata negara, Mahfud MD menyoroti tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagaimana dikoar-koarkan Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifa.

    “Rismon, Roy Suryo, Tifa kita tahu apa jawaban UGM, kita tahu bagaimana jalannya pengadilan, bagaimana Bareskrim (Polri) menangani ini kita tahu. Kita semuanya sudah bisa menyimpulkan secara rasional. Nah kalau saya sih makanya nggak ikut-ikut campur bicara (ijazah Jokowi),” kata Mahfud dikutip Monitorindonesia.com dari YouTube Mahfud MD Official, Kamis (30/10/2025).

    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengaku lelah melihat tuduhan ini terus digembar-gemborkan seolah-olah benar adanya.

    Mahfud mengaku sedih dengan meningkatnya polarisasi politik di masyarakat pasca Pemilihan Presiden 2024. Kini bukan lagi rivalitas antara Prabowo Subianto dan Jokowi. Istilah ‘cebong’ dan ‘kampret’ tak lagi relevan. Istilah tersebut ramai dibicarakan pada 2014.

    Setelah jargon-jargon tersebut menguap dengan sendirinya seiring bersatunya dua kubu yang tadinya berlawanan, kini muncul lagi istilah baru yang tak kalah bombastisnya: Termul alias Ternak Mulyono.

    Nama ‘Mulyono’ merujuk pada Jokowi. Artinya termul diasumsikan sebagai loyalis, pendukung, atau orang dekat Jokowi. “Kampret dan kecebong, dulu itu kan ramai. Pengikutnya Pak Prabowo disebut kampret, pengikutnya Pak Jokowi disebut kecebong. Ketika terbentuk kabinet baru 2019, itu berhasil dihilangkan ketika Pak Jokowi dan Pak Prabowo gabung dalam satu kabinet,” jelas Mahfud.

    Setelah ramai Cebong dan Kampret. Kini dia menyoroti adanya istilah Termul. “Nah sekarang sudah muncul lagi istilah baru nih. Termul. Ternak Mulyono. Ini sungguh. Saya sedih dengan istilah ternak ini,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

    Mahfud menilai diksi ternak ibaratnya binatang yang disamakan dengan manusia hina. Istilah ternak tersebut keterlaluan. Apalagi disematkan pada pengikut Jokowi. “Sehingga saya katakan agak keterlaluan nyebut ternak. Kepada pengikutnya Pak Jokowi,” ungkapnya.

    Dia kemudian merujuk pada ayat di Al Quran yang menjelaskan soal ini bajwa ternak adalah sehina-hinanya manusia. “Karena dalam Al Quran, itu ternak adalah manusia yang paling jelek. Nah jadi kalau orang disebut ternak, itu adalah sehina-hinanya manusia,” tandasnya.

    Dugaan korupsi Whoosh: Jokowi dan anak buahnya kudu diperiksa KPK

    Mahfud MD, menyarankan beberapa nama tokoh yang bisa dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh.

    KPK menyebut telah mulai melakukan penyelidikan kasus mega proyek Rp116 triliun ini. Bahkan, komisi antirasuah mengklaim telah melakukannya sejak awal tahun 2025.

    Mahfud pun membeberkan beberapa tokoh yang sempat menjabat sebagai menteri di era kepemimpinan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) jilid pertama.

    Mereka adalah Rini Soemarno (Menteri BUMN), Sofyan Djalil (Menko Perekonomian, Kepala Bappenas, dan Kepala BPN), dan Darmin Nasution (Menko Perekonomian).

    Mahfud mengungkapkan pemanggilan ketiga menteri Jokowi ini dalam rangka untuk menyelidiki isi kerjasama antara Indonesia dengan China terkait proyek pembangunan Whoosh.

    “Kalau melihat catatan pemberitaan yang saya lihat, pada waktu itu yang aktif Rini Soemarno, lalu ada Sofyan Djalil mungkin dia Kepala Bappenas atau Kepala Pertanahannya (BPN), lalu ada Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian,” kata Mahfud, Selasa (28/10/2025).

    Sebenarnya, Mahfud juga menyarankan KPK memanggil anggota DPR. Namun, dia menjelaskan ketika Rini Soemarno menjabat sebagai Menteri BUMN, DPR melarang yang bersangkutan untuk hadir dalam rapat.

    Sehingga, DPR pun dianggap tidak pernah memperoleh perkembangan terbaru soal proyek Whoosh. “Agak susah manggil DPR karena waktu itu Rini Soemarno itu resmi menteri tapi tidak pernah boleh datang ke DPR. Waktu itu kan DPR menolak keberadaan Rini.”

    “Ini kan kacau nih sistem prosedurnya. Di mana letak pengawasan DPR kemudian kalau menterinya tidak pernah boleh datang untuk menyampaikan laporan-laporan dan minta pertimbangan tentang itu (proyek Whoosh),” tambah Mahfud. 

    Soal apakah Jokowi turut bisa dipanggil KPK, Mahfud mengiyakan. Namun, dia menuturkan pemanggilan baru bisa dilakukan ketika ada indikasi terjadinya korupsi dalam pengadaan proyek tersebut.

    Selain itu, Jokowi, kata Mahfud, selaku penggagas pembangunan Whoosh. “Kalau terjadi korupsi di situ, sesudah diteliti terjadi korupsi di situ, yang bertanggung jawab pertama tentu Presiden dong karena dia yang menjaminkan dirinya itu (Whoosh) ide saya (Jokowi) dan kita semua percaya.”

    “Kan sampai saat ini kita percaya kalau Whoosh itu penting untuk investasi sosial, politik ekonomi, dan pemicu perkembangan ekonomi, gitu ya,” tuturnya.

    Di sisi lain, Mahfud tetap mendukung pernyataan Jokowi yang menyatakan pembangunan Whoosh bukan bertujuan untuk mencari untung, tetapi demi kepentingan transportasi publik.

    Hanya saja, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kembali mengingatkan pemanggilan Jokowi jika memang ditemukan adanya bukti korupsi dalam pengadaan proyek Whoosh alih-alih mempermasalahkan kebijakan mantan Wali Kota Solo tersebut.

    “Bisa diterima (pernyataan Jokowi). Yang kita persoalkan keanehan prosedurnya itu dan kita nggak pernah tahu kontraknya dan kapan itu dibahas dengan DPR,” ujarnya.

    “Prosedur-prosedur yang melanggar itu yang saya sering sebut detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang,” sambung Mahfud.

    Dia juga mengingatkan kepada KPK untuk berfokus kepada pihak-pihak yang terlibat langsung di lapangan jika mereka memang terbukti melakukan korupsi.

    “Kalau di tingkat lapangan terjadi korupsi di saat nego-nego, pemeriksaan difokuskan kepada nego-nego,” ujarnya.

    Penyelidikan KPK

    KPK mengonfirmasi tengah melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi Whoosh. Secara khusus, KPK mengungkapkan penanganan perkara ini telah dimulai sejak awal tahun 2025.

    “Ya benar, jadi perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).

    “Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan,” sambungnya.

    Budi menjelaskan, karena statusnya masih dalam tahap penyelidikan, KPK belum bisa membeberkan temuan atau progres rinci kepada publik. Pihaknya masih berfokus mencari keterangan dan bukti terkait unsur-unsur peristiwa pidananya.

    “Sehingga karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait dengan progres atau perkembangan perkaranya, belum bisa kami sampaikan secara rinci,” jelas Budi.

    Mengenai proses penyelidikan yang memakan waktu hampir satu tahun namun belum naik ke tahap penyidikan, Budi menampik adanya kendala khusus.

    “Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini,” jelasnya.

    Budi juga menolak memerinci materi substansi penyelidikan, termasuk saat dikonfirmasi apakah dugaan korupsi tersebut terkait dengan penggelembungan anggaran atau mark up yang ramai dibicarakan publik. “Itu masuk ke materi penyelidikan, sehingga kami belum bisa menyampaikan materi substansi dari perkara ini,” jelasnya.

    Sikap tertutup yang sama ditunjukkan Budi saat ditanya mengenai pihak-pihak yang telah dimintai keterangan, seperti direksi PT KCIC atau pejabat terkait lainnya. Budi menegaskan KPK tidak mempublikasikan pihak yang dipanggil dalam tahap penyelidikan.

    “Namun kami pastikan ya, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, untuk memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini,” tandasnya. 

  • Mahfud MD Identifikasi 27 Penyakit Serius Polri yang Perlu Direformasi: Koncoisme, Rekrutmen

    Mahfud MD Identifikasi 27 Penyakit Serius Polri yang Perlu Direformasi: Koncoisme, Rekrutmen

    GELORA.CO – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengaku banyak menerima kunjungan dari Purnawirawan Polri, Purnawirawan TNI, Akademisi, masyarakat sipil hingga LSM.

    Mereka mendatangi Mahfud MD untuk membahas masalah reformasi Polri.

    Mahfud MD menyebut mayoritas dari mereka banyak bercerita soal informasi hingga usulan terkait reformasi Polri yang belakangan sedang menjadi sorotan publik.

    “Ya memang diskusi tentang reformasi Polri ya, kan yang ke tempat saya kan banyak Purnawirawan TNI juga ada tiga angkatan ya, darat, laut, udara. Beberapa hari sebelumnya masyarakat sipil juga banyak, kemudian kemarin Purnawirawan Polri yang senior-senior itu semua mengajak 

    bicara tentang apa reformasi Polri.”

    “Karena mereka minta ketemu, ya masa saya menolak orang mau ketemu. LSM juga banyak yang ke sini, akademisi banyak gitu yang bercerita tentang itu, minta informasi dan menyampaikan usulan.”

    “Termasuk yang Polri kemarin tuh 10 Jenderal Purnawirawan itu menyampaikan usulan-usulan resmi yang mereka tulis. Lalu mereka ngajak diskusi dan ya baguslah menurut saya,” kata Mahfud dalam Program ‘Sapa Indonesia Malam’ Kompas TV, Rabu (29/10/2025).

    Tak hanya menerima kunjungan, Mahfud mengaku banyak mendapat kiriman surat dan berkas juga terkait masalah yang terjadi di Polri.

    Surat dan berkas itu berisikan usulan soal reformasi Polri, informasi dari korban kesewenang-wenangan Polri, hingga kesediaan berbagai pihak untuk menjadi saksi dalam masalah reformasi Polri ini.

    “Saya kan hanya menerima tamu dan di meja saya tuh sudah ada tumpukan kertas-kertas berkas usulan itu dari berbagai masyarakat dari korban kesewenang-wenangan. Tapi juga ada yang dari dukungan terhadap Polri dan sebagainya. Pokoknya datang semua ke sini.”

    “Banyak sekali yang datang ke saya. Ada yang kirim surat, ada yang bersedia menjadi saksi dan sebagainya ya, tentang langkah-langkah yang yang mereka pernah lakukan dan pernah menjadi korban atau pernah juga, apa namanya menunjukkan prestasi dan sebagainya. Itu semua kita tampung karena saya kan tidak bisa nolak orang mau 

    menyampaikan apa,” terang Mahfud.

    Kemudian dari masukan dan informasi yang didapat Mahfud tersebut, ia pun bisa mengidentifikasi soal apa masalah utama yang terjadi di Polri sehingga perlu dilakukan reformasi Polri.

    Setidaknya ada 27 masalah atau penyakit serius yang terjadi di Polri menurut Mahfud.

    Namun Mahfud tak menjelaskan keseluruhan masalahnya, ia hanya menyebutkan beberapa contohnya.

    Seperti masalah rekrutmen di Polri, pembinaan, koncoisme, orang berprestasi yang terbuang, kenaikan pangkat dan masih banyak lagi.

    Koncoisme adalah paham yang mengutamakan atau memberi prioritas pada kawan, teman, atau kerabat (koneksi) dalam urusan kerja atau kekuasaan, yang sering kali mengabaikan meritokrasi atau prestasi. 

    Istilah ini sering dikaitkan dengan praktik nepotisme atau kronisme, yang dapat menyebabkan ketidakadilan karena didasarkan pada hubungan pribadi daripada kelayakan. 

    “Karena begini, saya itu sudah tumpukan di meja banyak tentang ini dan saya sudah mengidentifikasi ada 27 masalah serius ini yang menjadi penyakit di Polri sekarang.”

    “Termasuk mulai dari rekrutmen, pembinaan, pendidikan munculnya koncoisme, orang yang berprestasi terbuang, yang belum waktunya naik pangkat, naik  pangkat, dan seterusnya lah ya,” ungkap Mahfud.

  • 3
                    
                        Disebut Mahfud MD Takut Usut Dugaan Korupsi Whoosh, KPK: Penyelidikan Masih Berjalan
                        Nasional

    3 Disebut Mahfud MD Takut Usut Dugaan Korupsi Whoosh, KPK: Penyelidikan Masih Berjalan Nasional

    Disebut Mahfud MD Takut Usut Dugaan Korupsi Whoosh, KPK: Penyelidikan Masih Berjalan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menyelidiki dugaan penggelembungan anggaran atau
    mark-up
    proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.
    Hal tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat menanggapi mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menduga KPK takut mengusut dugaan korupsi dalam proyek kereta cepat Whoosh.
    “Penyelidikan perkara ini, saat ini masih terus berprogres,” kata Budi, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
    Budi mengatakan, dalam tahap penyelidikan, KPK harus memastikan setiap tahapan dilakukan secara profesional agar alat bukti dan petunjuk yang dikumpulkan valid.
    KPK, kata dia, membutuhkan waktu dalam proses penyelidikan perkara.
    “Bukti-bukti yang valid, petunjuk-petunjuk untuk mengungkap (dugaan korupsi) sehingga nanti bisa membuat terang perkara ini. Jadi, memang proses hukum tentu butuh waktu untuk KPK berprogres. Nanti tentu kami akan sampaikan secara berkala seperti apa perkembangannya,” ujar dia.
    Dilansir Kompas TV, mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD menduga KPK takut mengusut kasus dugaan korupsi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
    Namun, Mahfud tidak menjelaskan secara gamblang kepada siapa lembaga antirasuah tersebut takut.
    Demikian disampaikan Mahfud menjawab pertanyaan tentang apa yang menjadi ganjalan KPK sehingga belum proaktif melakukan investigasi untuk mengusut kasus itu.
    “Dugaan saya (KPK) takut. Entah takut pada siapa,” kata Mahfud MD, kepada Kompas TV dalam program acara Kompas Petang, yang dikutip, pada Selasa (28/10/2025).
    Mahfud menjelaskan kasus dugaan korupsi proyek kereta cepat sebenarnya sudah ramai dibicarakan sejak tanggal 12-13 Oktober 2025.
    Ketika itu, kata Mahfud, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan pernyataan menolak pembayaran utang proyek kereta cepat menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
    Setelah ada pernyataan Purbaya tersebut, Mahfud mengaku baru ikut mengomentari proyek kereta cepat tersebut.
    “Saya ngomong tanggal 14, sudah hari ketiga,” ujar Mahfud.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Luhut yang Antitesis Prestasi OTT KPK Malah Dibela Mahfud, Ada Apa?

    Luhut yang Antitesis Prestasi OTT KPK Malah Dibela Mahfud, Ada Apa?

    Oleh: Damai Hari Lubis

    Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

    Mahfud nampak membela Luhut Binsar seolah Luhut tidak ikut terlibat atas kerugian program kereta api cepat whoosh. Namun “pembelaan” Mahfud MD kepada luhut bersifat subjektif bukan karena data emperis. Karena alasan Mahfud ” Luhut seorang berjiwa militer yang patuh menjalankan tugas yang diberikan oleh pimpinannya (Jokowi) dengan sebaik-baiknya”.

    Sementara publik sendiri banyak mencurigai Luhut terlibat, dengan dasar yang sama dengan Mahfud “faktor subjektifitas namun lebih objektif”:

    1. Luhut setia dan amat dipercaya oleh Jokowi memegang beberapa jabatan penting di berbagai bidang dan dihubungkan dengan sepengetahuan publik secara umum Jokowi punya “hobi” berbohong hingga digelari oleh sekelompok mahasiswa sebagai king lip of service.

    2. Luhut antitesis terhadap OTT yang sesungguhnya prestisius KPK sebagai lembaga TIPIKOR dengan menyikapi prestasi OTT, “terlalu sering OTT mencitrakan Indonesia adalah negara yang korup, OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini. Jelek banget”.

    3. Luhut juga mengatakan “Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, ya kalau hidup-hidup sedikit bolehlah, kita kalau mau bersih-bersih amat di surga lah kau,”

    Oleh karenanya patut dipertanyakan, “apakah status Mahfud saat ini yang begitu fanatis membela Luhut dikarenakan memiliki hubungan bisnis yang mirip antara pengacara dengan kliennya ? Atau apakah dahulunya Luhut sering membantu keuangan kepada Mahfud ? Atau, apakah Mahfud pernah menjabat komisaris atau konsultan di perusahaan Luhut ?

    Sehingga hal hal yang terkait Mahfud dengan Luhut adalah pertanyaan publik yang didasari subjektifitas namun bisa menjadi ‘catatan temuan oleh KPK.’

    Adapun dugaan adanya perilaku korupsi ini berawal oleh sebab besarnya anggaran jalur kereta api cepat whoosh yang besarnya tidak masuk akal dengan berbagai bukti perbandingan atas pembiayaan terhadap projek yang sama di beberapa negara lainnya.

    Maka sesuai TUPOKSI KPK tanpa laporan atau pengaduan oleh siapapun, hendaknya segera melakukan investigasi kepada setiap orang yang terlibat dan para stake holder (konsorsium) projek kereta api cepat.

    Diantara yang harus dipanggil untuk diperiksa dan dijadikan saksi saksi ‘sementara’ ini oleh KPK selain Mahfud MD (eks Menkopolhukam) juga Luhut, yang keduanya sama sama “orang dekat” Jokowi dan radikal membela Jokowi, juga penanggung jawab dari sisi laporan penggunaan keuangan yang berhubungan dengan kereta api cepat yaitu Sri Mulyani dan Erick Thohir. Dan termasuk pihak yang menolak negara (APBN) dibebani pembayatan utang dampak program kereta api cepat woosh yaitu Purbaya yang tentunya sebagai Menkeu memiliki dalil bukti dan didasari berbagai temuan?