Tag: Mahfud MD

  • Publik Berharap Komite Percepat Reformasi Polri

    Publik Berharap Komite Percepat Reformasi Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik dan mengambil sumpah 10 anggota Komite Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie dipercaya memimpin komite tersebut.

    Komite ini beranggotakan tokoh dari berbagai latar belakang, mulai dari mantan kapolri, menteri aktif, hingga wakil menteri. Kehadiran mereka diharapkan mampu mempercepat agenda reformasi di tubuh Polri.

    Harapan besar pun datang dari pelbagai kalangan, baik dari parlemen maupun masyarakat sipil. Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menyatakan, pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah. Ia menekankan pentingnya kerja cepat dan konkret dari komite tersebut.

    “Komite ini harus bekerja cepat dan tuntas,” ujar Nasir Jamil saat dikonfirmasi Sabtu (8/11/2025).

    Terpisah, anggota Komisi III DPR lainnya, Benny K Harman hanya mengatakan singkat, komite ini dapat merealiasikan agenda reformasi polisi secara cepat dan tepat untuk Polri ke depan.

    “Kita tunggu realisasinya,” ungkap anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat ini saat dikonfirmasi.

    Senada, Ketua Poros Pemuda Indonesia Muhlis Ali menilai, pembentukan komite ini menjadi wujud nyata komitmen Presiden Prabowo dalam memperkuat penegakan hukum yang bersih serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.

    “Langkah ini menunjukkan keseriusan Presiden Prabowo Subianto membangun tata kelola keamanan yang modern dan humanis, bukan sekadar simbol reformasi,” tutur Muhlis saat dikonfrmasi.

    Berikut struktur lengkap Komite Percepatan Reformasi Polri yang dilantik Presiden Prabowo:

    Ketua: 

    Jimly Asshiddiqie

    Anggota:

    Mahfud MDYusril Ihza MahendraTito KarnavianSupratman Andi AgtasBadrodin HaitiIdham AzisJenderal Listyo Sigit PrabowoAhmad DofiriOtto Hasibuan

  • Publik Berharap Komite Percepat Reformasi Polri

    Komite Reformasi Polri Gelar Rapat Perdana 10 November 2025

    Jakarta, Beritasatu.com — Setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto, Komite Percepatan Reformasi Polri akan menggelar sidang perdana pada Senin (10/10/2025) di kantor Mabes Polri, Jakarta. 

    Ketua Komite Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan dalam agenda tersebut, komite akan menyusun langkah awal sekaligus menentukan pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses penghimpunan aspirasi publik.

    “Di dalam komite ini lengkap, ada para mantan kapolri, menteri koordinator, mantan menko, mantan ketua Kompolnas, bahkan juga mantan ketua MK seperti saya dan Pak Mahfud. Ada lima jenderal purnawirawan dan Pak kapolri sendiri ikut dalam tim,” jelas Jimly di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Jimly menambahkan, komite yang dipimpin kapolri di internal institusi akan saling melengkapi dengan komite eksternal yang ia pimpin.

    “Tim internal menggambarkan sikap responsif kapolri, tanda kesiapan kepolisian untuk terbuka dan memperbaiki apa pun yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

    Terkait bentuk perbaikan yang akan dilakukan, Jimly menyebut kemungkinan mencakup revisi tata kelola dan manajemen internal kepolisian. Namun, ia mengatakan rekomendasi konkret baru dapat dihasilkan setelah pembahasan mendalam bersama seluruh pemangku kepentingan.

    “Apa yang perlu diubah, sistem apa yang harus diperbaiki, nanti akan kita rembukkan sambil mendengar dari semua kalangan,” ucap Jimly.

    Lebih jauh, Jimly menegaskan Presiden Prabowo sangat responsif terhadap aspirasi publik mengenai kepolisian. Bahkan, presiden disebut memandang evaluasi tidak hanya perlu dilakukan pada kepolisian, tetapi juga lembaga negara lainnya.

    “Salah satu aspirasi yang berkembang dan puncaknya pada Agustus lalu ialah Gerakan Nurani Bangsa, yang mengusulkan pembentukan tim ini kepada Presiden,” kata Jimly.

  • 8
                    
                        Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya?
                        Nasional

    8 Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya? Nasional

    Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk dan melantik Komisi Polri di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
    Prabowo langsung hadir dan melantik sembari meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 7 November 2025.
    “Bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi darmabakti saya kepada bangsa dan negara,” ucap Presiden mendiktekan sumpah jabatan.
    “Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan, akan menjunjung tinggi etika jabatan bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab,” lanjut Prabowo yang hadir menggunakan jas berwarna abu tersebut.
    Dalam Komisi tersebut, terdapat sejumlah nama tokoh besar yang dikenal dalam lembaga penegakan hukum di Indonesia.
    Sebut saja Ketua Mahkamah Konstitusi periode pertama, Jimly Asshiddiqie, kemudian Ketua MK Periode 2008-2014 Mahfud MD, serta pakar hukum tata negara yang kini menjabat Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
    Kemudian ada tiga mantan Kapolri, yakni Menteri Dalam Negeri RI Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, Jenderal Polisi (Purn) Idham Aziz, dan Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti.
    Anggota Komisi
    Reformasi Polri
    tersebut berjumlah 10 orang dengan Jimly ditunjuk sebagai ketua. Berikut nama-nama lengkapnya:
    1. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie
    2. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra
    3. Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan
    4. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian
    5. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas
    6. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2019-2024 Mahfud MD
    7. Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian Ahmad Dofiri
    8. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
    9. Kapolri 2019-2021 Idham Aziz
    10. Kapolri 2015-2016 Badrodin Haiti
    Dalam pelantikan tersebut, Prabowo juga memberikan arahan kepada para anggota
    Komisi Reformasi Polri
    .
    Dia menekankan agar Komisi Reformasi Polri bisa memberikan perubahan di institusi Polri dan mampu menciptakan kepastian hukum yang berdampak pada keadilan.
    “Saya selalu tekankan apa yang saya pelajari, sekali lagi keberhasilan suatu komponen bangsa terletak pada apakah bangsa itu mampu menyelenggarakan berkuasanya hukum,
    the rule of law
    . Dan
    there must
    be kepastian hukum. Kepastian hukum yang melahirkan keadilan,” kata Prabowo, Jumat.
    Prabowo juga menegaskan bahwa komisi ini dibentuk untuk melakukan kajian menyeluruh dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara terhadap institusi Polri, termasuk menilai kekuatan dan kelemahan yang ada.

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga menyampaikan bahwa unsur Polri yang masih aktif turut dilibatkan dalam proses kajian dan diskusi.
    “Ada beberapa tokoh yang mantan kepala kepolisian, mereka pun bisa memberi masukan, pandangan-pandangan. Dan dengan ada Kapolri yang aktif, saudara-saudara punya akses untuk diskusi,” ujarnya.
    Prabowo juga meminta para anggota komisi dapat melaporkan hasil kerja yang telah dilakukan secara berkala dan memberikan rekomendasi untuk mengambil tindakan reformasi. Meski masa kerja
    Komisi Percepatan Reformasi Polri
    tidak dibatasi.
    Prabowo mengatakan, tugas utama Tim Percepatan Reformasi Polri ini adalah memberikan saran kepadanya mengenai perbaikan institusi kepolisian.
    “Jadi sekali lagi, Saudara-saudara, komisi ini tugas utama adalah mempelajari dan nanti memberi rekomendasi kepada saya sebagai kepala negara dan kepala pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan reformasi yang diperlukan, bila ada diperlukan,” tutur Prabowo kepada para penggawa
    tim reformasi Polri
    .
    Secara umum, lembaga-lembaga lain sebenarnya juga perlu sorotan dan kajian yang jitu demi perbaikan.
    “Tapi tetap, saya kira masyarakat kita sangat memerlukan suatu kajian yang objektif dan tajam. Dan, ini saya kira sangat perlu untuk kita,” ujar Prabowo.
    Jimly Asshiddiqie menyebut tugas jangka waktu dekat Prabowo meminta agar segera bekerja dan meminta laporan awal dalam waktu tiga bulan setelah dibentuk.
    Namun, waktu tiga bulan tidak mengikat, jika Komisi Reformasi Polri dinilai masih perlu waktu untuk melakukan pendalaman.
    “Kalau, misalnya tiga bulan selesai, ya insya Allah selesai, maka tahun 2026 itu sudah ada hal-hal, hal lain yang perlu kita pikirkan,” ujarnya.
    Jimly mengungkapkan, rapat perdana Komisi Reformasi Polri dijadwalkan berlangsung pada Senin, 10 November 2025, di Markas Besar Polri, Jakarta.
    Jimly menjelaskan bahwa komisi yang dipimpinnya bakal bekerja secara terbuka dengan mendengarkan aspirasi dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, aktivis, serta pihak internal kepolisian.
    Selain itu, menurut dia, hasil kerja tim tidak hanya berfokus pada rekomendasi, tetapi juga pada perumusan kebijakan reformasi yang melibatkan berbagai pihak.
    Komisi ini juga akan bersinergi dengan tim internal yang telah dibentuk oleh Kapolri, yang berfokus pada perbaikan manajemen di lingkungan kepolisian.
    “Sehingga antara tim ini dengan tim yang sudah dibentuk oleh bapak Kapolri, mudah-mudahan ini saling menunjang dan tim yang ada di internal Polri kita anggap sebagai tim yang menggambarkan sikap responsif Pak Kapolri ya kan, menanggapi aspirasi segera, tanda kesiapan internal kepolisian untuk bersikap terbuka, untuk apa saja yang perlu diperbaiki, kita perbaiki,” kata Jimly.
    Jimly menjelaskan bahwa tim reformasi Polri ini membuka peluang untuk memberikan saran maupun rekomendasi kepada Presiden
    Prabowo Subianto
    dalam merevisi Undang-Undang (UU) demi perbaikan menyeluruh institusi Polri.
    Hanya saja, rekomendasi untuk merevisi UU perlu melewati berbagai pertimbangan, termasuk berdasarkan aspirasi yang diserap dari para tokoh bangsa dan masyarakat.
    “Tim ini bisa saja ya, (memberikan rekomendasi) memerlukan perubahan Undang-Undang. Tapi apanya yang perlu diubah, (apakah) sistem yang harus kita perbaiki, nanti kami akan rembuk bersama sambil mendengar dari semua kalangan,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie di teras Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Jumat, 7 November 2025, melalui Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025.
    Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa reformasi Polri belum tuntas, bahkan masih mencari arah.
    Komisi itu diketuai Jimly Asshiddiqie, dengan anggota yang terdiri dari sejumlah tokoh nasional: Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Tito Karnavian, Idham Azis, Badrodin Haiti, hingga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
    Komposisi ini di atas kertas tampak ideal—perpaduan antara intelektual, negarawan, dan mantan aparat tinggi
    kepolisian
    .
    Namun, di tengah optimisme itu, publik menyimpan rasa ragu: apakah reformasi yang dipimpin oleh nama-nama besar ini akan melahirkan perubahan nyata, atau sekadar menjadi etalase politik yang indah di permukaan?
    Presiden menegaskan bahwa tugas komisi ini adalah menata ulang struktur, kultur, dan tata kelola Polri agar sejalan dengan cita-cita reformasi 1998.
    Ia juga menyampaikan bahwa masa kerja komisi tidak dibatasi waktu, tetapi hasil kerja harus tetap dilaporkan secara berkala.
    Fleksibilitas ini memberi ruang bagi kerja mendalam, namun juga memunculkan kekhawatiran: tanpa batas waktu yang tegas, reformasi bisa kehilangan momentum dan arah.
    Reformasi Polri hidup dalam bayang-bayang sejarah panjang kekuasaan. Setelah pemisahan dari ABRI pada 1999, Polri diharapkan menjadi lembaga sipil yang profesional dan tunduk pada hukum. Namun, bayangan masa lalu belum sepenuhnya hilang.
    Sejumlah kasus besar telah menodai citra kepolisian dan menimbulkan jarak antara aparat dan masyarakat.
    Fenomena ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum mencerminkan betapa reformasi belum benar-benar menyentuh sisi moral dan kultural lembaga.
    Tagar #PercumaLaporPolisi yang sempat viral beberapa tahun lalu, bukan sekadar keluhan, tetapi ekspresi luka kolektif atas lemahnya empati dan akuntabilitas hukum.
    Di tengah bayangan itu,
    Komisi Reformasi Polri
    hadir membawa harapan sekaligus beban sejarah. Reformasi yang ditunggu bukanlah sekadar pembenahan struktur, tetapi pemulihan moral.
    Publik tidak lagi menuntut jargon baru, melainkan perubahan sikap dan perilaku aparat. Karena pada akhirnya, keadilan bukan diukur dari jumlah peraturan, melainkan dari keberanian untuk menegakkan kebenaran.
    Komisi Reformasi Polri memang tidak dibatasi masa kerja. Namun waktu bukanlah satu-satunya ujian. Ujian sejati justru terletak pada integritas dan keberanian moral para anggotanya.
    Sebagian anggota komisi adalah figur yang pernah berada di lingkaran kekuasaan, bahkan pernah memimpin Polri.
    Di satu sisi, pengalaman mereka menjadi modal penting untuk memahami kerumitan lembaga; di sisi lain, latar belakang itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan skeptisisme publik.

    Maka, komisi ini tidak cukup hanya bekerja cerdas—ia harus bekerja jujur.
    Reformasi Polri adalah pekerjaan yang menuntut keberanian untuk menembus batas loyalitas lama. Ia menuntut kejujuran untuk mengakui kesalahan masa lalu dan kebesaran hati untuk memperbaiki diri. Sebab yang sedang dibenahi bukan semata struktur organisasi, tetapi kepercayaan rakyat terhadap hukum itu sendiri.
    Presiden telah memberi waktu seluas-luasnya, tetapi publik tidak akan memberi kesabaran tanpa batas. Mereka menunggu hasil, bukan janji; perubahan nyata, bukan laporan tebal.
    Masalah Polri tidak hanya berhenti pada aturan hukum, melainkan berakar pada kebiasaan dan nilai. Peraturan bisa disusun ulang, tetapi kebiasaan buruk membutuhkan revolusi moral untuk diubah.
    Selama dua dekade terakhir, Polri memang telah melakukan berbagai transformasi internal—dari program Presisi hingga penataan kelembagaan. Namun realitas di lapangan masih sering berseberangan dengan semangat perubahan itu.
    Birokrasi yang hierarkis, budaya komando yang kaku, dan pola rekrutmen yang tak sepenuhnya transparan masih menjadi batu sandungan.
    Kultur institusi yang terlalu menekankan loyalitas sering kali mematikan meritokrasi.

    Dalam banyak kasus, keberanian aparat di lapangan untuk menegakkan hukum justru berhenti di tembok ketakutan terhadap atasan.
    Ketika rasa takut lebih besar dari rasa tanggung jawab, maka hukum hanya menjadi formalitas yang kehilangan jiwa.
    Komisi Reformasi Polri perlu memusatkan perhatian pada aspek ini. Sebab reformasi sejati tidak hanya melahirkan aturan baru, tetapi menumbuhkan manusia baru dalam seragam yang sama.
    Dalam sistem presidensial Indonesia, Polri berada langsung di bawah Presiden. Hubungan hierarkis ini menempatkan Polri dalam posisi yang rumit—antara pelaksana hukum dan alat kekuasaan.
    Di sinilah akar persoalan lama yang sulit disembuhkan: bagaimana memastikan Polri menjadi penjaga hukum, bukan pelayan politik.
    Setiap rezim punya cara sendiri dalam memanfaatkan Polri sebagai penopang kekuasaan. Pada masa tertentu, Polri menjadi perpanjangan tangan penguasa; pada masa lain, ia menjadi tameng dari ketegangan sosial dan politik.
    Kini, di bawah pemerintahan baru, publik menaruh harapan bahwa Polri tidak lagi dijadikan instrumen kekuasaan, melainkan mitra rakyat dalam menjaga keadilan.
    Reformasi Polri, karena itu, tidak hanya menjadi ujian bagi lembaga kepolisian, tetapi juga bagi Presiden.
    Prabowo Subianto akan diukur bukan dari seberapa sering ia bicara soal hukum, melainkan sejauh mana ia berani melepaskan kendali politik atas aparatnya.
    Reformasi Polri akan menjadi cermin dari niat politik pemerintah: apakah ingin membangun negara hukum, atau sekadar memperhalus wajah kekuasaan.
    Reformasi Polri sejatinya bukan proyek pemerintah, melainkan urusan moral bangsa.

    Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk ikut mengawasi jalannya reformasi ini.
    Komisi Reformasi Polri harus terbuka terhadap kritik dan masukan publik. Partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pengawas harus menjadi bagian dari mekanisme kerja.
    Transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi untuk membangun kembali kepercayaan yang lama hilang.
    Hasil kajian dan rekomendasi komisi tidak boleh berhenti di meja Presiden. Masyarakat berhak tahu, sejauh mana polisi mereka mau berubah. Tanpa keterbukaan, reformasi hanya akan menjadi dokumen indah tanpa makna sosial.
    Keterlibatan publik adalah penentu legitimasi. Reformasi yang disembunyikan dari rakyat hanya akan menimbulkan kecurigaan baru. Namun, reformasi yang melibatkan rakyat akan menjadi energi moral yang memperkuat institusi.
    Setiap lembaga yang kehilangan integritas pada akhirnya akan kehilangan legitimasi.

    Polisi tanpa kepercayaan publik hanyalah seragam tanpa makna.
    Komisi Reformasi Polri lahir bukan di tengah pujian, melainkan di tengah krisis kepercayaan. Namun, justru di situlah peluang sejatinya berada: krisis memberi ruang bagi kejujuran baru dan keberanian moral untuk berubah.
    Kini, bola ada di tangan komisi dan Presiden. Jika keduanya berani menegakkan hukum di atas kekuasaan, maka bangsa ini masih punya alasan untuk percaya pada masa depan.
    Namun, jika reformasi hanya dijadikan tameng politik, publik akan kembali menyimpulkan: perubahan di negeri ini selalu berhenti di meja kekuasaan.
    Reformasi Polri bukan soal lembaga, melainkan soal nurani. Ketika polisi kembali menjadi pelindung, bukan alat kuasa; ketika hukum ditegakkan bukan karena perintah, tetapi karena kebenaran—saat itulah rakyat bisa berkata dengan tenang: “Kami percaya hukum masih hidup.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Jumat, 7 November 2025, melalui Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025.
    Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa reformasi Polri belum tuntas, bahkan masih mencari arah.
    Komisi itu diketuai Jimly Asshiddiqie, dengan anggota yang terdiri dari sejumlah tokoh nasional: Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Tito Karnavian, Idham Azis, Badrodin Haiti, hingga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
    Komposisi ini di atas kertas tampak ideal—perpaduan antara intelektual, negarawan, dan mantan aparat tinggi
    kepolisian
    .
    Namun, di tengah optimisme itu, publik menyimpan rasa ragu: apakah reformasi yang dipimpin oleh nama-nama besar ini akan melahirkan perubahan nyata, atau sekadar menjadi etalase politik yang indah di permukaan?
    Presiden menegaskan bahwa tugas komisi ini adalah menata ulang struktur, kultur, dan tata kelola Polri agar sejalan dengan cita-cita reformasi 1998.
    Ia juga menyampaikan bahwa masa kerja komisi tidak dibatasi waktu, tetapi hasil kerja harus tetap dilaporkan secara berkala.
    Fleksibilitas ini memberi ruang bagi kerja mendalam, namun juga memunculkan kekhawatiran: tanpa batas waktu yang tegas, reformasi bisa kehilangan momentum dan arah.
    Reformasi Polri hidup dalam bayang-bayang sejarah panjang kekuasaan. Setelah pemisahan dari ABRI pada 1999, Polri diharapkan menjadi lembaga sipil yang profesional dan tunduk pada hukum. Namun, bayangan masa lalu belum sepenuhnya hilang.
    Sejumlah kasus besar telah menodai citra kepolisian dan menimbulkan jarak antara aparat dan masyarakat.
    Fenomena ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum mencerminkan betapa reformasi belum benar-benar menyentuh sisi moral dan kultural lembaga.
    Tagar #PercumaLaporPolisi yang sempat viral beberapa tahun lalu, bukan sekadar keluhan, tetapi ekspresi luka kolektif atas lemahnya empati dan akuntabilitas hukum.
    Di tengah bayangan itu,
    Komisi Reformasi Polri
    hadir membawa harapan sekaligus beban sejarah. Reformasi yang ditunggu bukanlah sekadar pembenahan struktur, tetapi pemulihan moral.
    Publik tidak lagi menuntut jargon baru, melainkan perubahan sikap dan perilaku aparat. Karena pada akhirnya, keadilan bukan diukur dari jumlah peraturan, melainkan dari keberanian untuk menegakkan kebenaran.
    Komisi Reformasi Polri memang tidak dibatasi masa kerja. Namun waktu bukanlah satu-satunya ujian. Ujian sejati justru terletak pada integritas dan keberanian moral para anggotanya.
    Sebagian anggota komisi adalah figur yang pernah berada di lingkaran kekuasaan, bahkan pernah memimpin Polri.
    Di satu sisi, pengalaman mereka menjadi modal penting untuk memahami kerumitan lembaga; di sisi lain, latar belakang itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan skeptisisme publik.

    Maka, komisi ini tidak cukup hanya bekerja cerdas—ia harus bekerja jujur.
    Reformasi Polri adalah pekerjaan yang menuntut keberanian untuk menembus batas loyalitas lama. Ia menuntut kejujuran untuk mengakui kesalahan masa lalu dan kebesaran hati untuk memperbaiki diri. Sebab yang sedang dibenahi bukan semata struktur organisasi, tetapi kepercayaan rakyat terhadap hukum itu sendiri.
    Presiden telah memberi waktu seluas-luasnya, tetapi publik tidak akan memberi kesabaran tanpa batas. Mereka menunggu hasil, bukan janji; perubahan nyata, bukan laporan tebal.
    Masalah Polri tidak hanya berhenti pada aturan hukum, melainkan berakar pada kebiasaan dan nilai. Peraturan bisa disusun ulang, tetapi kebiasaan buruk membutuhkan revolusi moral untuk diubah.
    Selama dua dekade terakhir, Polri memang telah melakukan berbagai transformasi internal—dari program Presisi hingga penataan kelembagaan. Namun realitas di lapangan masih sering berseberangan dengan semangat perubahan itu.
    Birokrasi yang hierarkis, budaya komando yang kaku, dan pola rekrutmen yang tak sepenuhnya transparan masih menjadi batu sandungan.
    Kultur institusi yang terlalu menekankan loyalitas sering kali mematikan meritokrasi.

    Dalam banyak kasus, keberanian aparat di lapangan untuk menegakkan hukum justru berhenti di tembok ketakutan terhadap atasan.
    Ketika rasa takut lebih besar dari rasa tanggung jawab, maka hukum hanya menjadi formalitas yang kehilangan jiwa.
    Komisi Reformasi Polri perlu memusatkan perhatian pada aspek ini. Sebab reformasi sejati tidak hanya melahirkan aturan baru, tetapi menumbuhkan manusia baru dalam seragam yang sama.
    Dalam sistem presidensial Indonesia, Polri berada langsung di bawah Presiden. Hubungan hierarkis ini menempatkan Polri dalam posisi yang rumit—antara pelaksana hukum dan alat kekuasaan.
    Di sinilah akar persoalan lama yang sulit disembuhkan: bagaimana memastikan Polri menjadi penjaga hukum, bukan pelayan politik.
    Setiap rezim punya cara sendiri dalam memanfaatkan Polri sebagai penopang kekuasaan. Pada masa tertentu, Polri menjadi perpanjangan tangan penguasa; pada masa lain, ia menjadi tameng dari ketegangan sosial dan politik.
    Kini, di bawah pemerintahan baru, publik menaruh harapan bahwa Polri tidak lagi dijadikan instrumen kekuasaan, melainkan mitra rakyat dalam menjaga keadilan.
    Reformasi Polri, karena itu, tidak hanya menjadi ujian bagi lembaga kepolisian, tetapi juga bagi Presiden.
    Prabowo Subianto akan diukur bukan dari seberapa sering ia bicara soal hukum, melainkan sejauh mana ia berani melepaskan kendali politik atas aparatnya.
    Reformasi Polri akan menjadi cermin dari niat politik pemerintah: apakah ingin membangun negara hukum, atau sekadar memperhalus wajah kekuasaan.
    Reformasi Polri sejatinya bukan proyek pemerintah, melainkan urusan moral bangsa.

    Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk ikut mengawasi jalannya reformasi ini.
    Komisi Reformasi Polri harus terbuka terhadap kritik dan masukan publik. Partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pengawas harus menjadi bagian dari mekanisme kerja.
    Transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi untuk membangun kembali kepercayaan yang lama hilang.
    Hasil kajian dan rekomendasi komisi tidak boleh berhenti di meja Presiden. Masyarakat berhak tahu, sejauh mana polisi mereka mau berubah. Tanpa keterbukaan, reformasi hanya akan menjadi dokumen indah tanpa makna sosial.
    Keterlibatan publik adalah penentu legitimasi. Reformasi yang disembunyikan dari rakyat hanya akan menimbulkan kecurigaan baru. Namun, reformasi yang melibatkan rakyat akan menjadi energi moral yang memperkuat institusi.
    Setiap lembaga yang kehilangan integritas pada akhirnya akan kehilangan legitimasi.

    Polisi tanpa kepercayaan publik hanyalah seragam tanpa makna.
    Komisi Reformasi Polri lahir bukan di tengah pujian, melainkan di tengah krisis kepercayaan. Namun, justru di situlah peluang sejatinya berada: krisis memberi ruang bagi kejujuran baru dan keberanian moral untuk berubah.
    Kini, bola ada di tangan komisi dan Presiden. Jika keduanya berani menegakkan hukum di atas kekuasaan, maka bangsa ini masih punya alasan untuk percaya pada masa depan.
    Namun, jika reformasi hanya dijadikan tameng politik, publik akan kembali menyimpulkan: perubahan di negeri ini selalu berhenti di meja kekuasaan.
    Reformasi Polri bukan soal lembaga, melainkan soal nurani. Ketika polisi kembali menjadi pelindung, bukan alat kuasa; ketika hukum ditegakkan bukan karena perintah, tetapi karena kebenaran—saat itulah rakyat bisa berkata dengan tenang: “Kami percaya hukum masih hidup.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Tak Hanya Polri, Prabowo Mau Semua Lembaga Produk Reformasi Dievaluasi

    Tak Hanya Polri, Prabowo Mau Semua Lembaga Produk Reformasi Dievaluasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden Prabowo Subianto menginginkan semua lembaga produk reformasi segera dievaluasi dan dikaji.
    Hal ini dikatakan Prabowo saat memberikan arahan kepada
    Komisi Reformasi Polri
    di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
    “Komisi ini tugas utama adalah mempelajari dan nanti memberi rekomendasi kepada saya sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan reformasi yang diperlukan, bila memang diperlukan,” kata Prabowo, Jumat.
    “Dan ini juga mungkin untuk kita kaji institusi-institusi lain yang mungkin memerlukan suatu perbaikan. Kita punya banyak lembaga, ada Ombudsman. Sekarang ada banyak lembaga-lembaga pengawasan dan sebagainya,” imbuhnya.
    Senada, Ketua Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie menyebut, Prabowo ingin seluruh lembaga yang hadir dan dibangun sesudah reformasi perlu dikaji.
    Evaluasi kelembagaan akan dilakukan secara berkala, tidak terbatas pada aspek kinerja, tetapi juga menyangkut restrukturisasi lembaga itu sendiri.
    “Presiden sangat responsif terhadap aspirasi rakyat mengenai kepolisian. Bahkan, Beliau juga menyampaikan, bukan hanya kepolisian sebetulnya yang harus dievaluasi, semua kelembagaan yang kita bangun sesudah reformasi perlu dikaji,” ujarnya.
    Jimly menuturkan, Komisi Percepatan Reformasi Polri dibentuk sebagai upaya Prabowo dalam memenuhi harapan dan aspirasi masyarakat terkait perbaikan institusi kelembagaan.
    Dia menegaskan hasil aspirasi yang terkumpul nantinya ditelaah untuk kemudian ditindaklanjuti.
    “Nah, salah satunya adalah kepolisian sesuai dengan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, terutama puncaknya pada Agustus lalu. (Pembentukan komisi ini) juga disuarakan tokoh-tokoh bangsa kepada Bapak Presiden,” tegasnya.
    Jimly bilang, Komisi Percepatan Reformasi Polri akan bekerja secara independen tanpa terpengaruh pihak mana pun.
    Menurutnya, komisi ini harus menghasilkan keputusan yang mengikat, bukan sekadar rekomendasi.
    “Mudah-mudahan tim ini bisa bekerja sebaik-baiknya. Tentu bukan hanya hasil yang diperlukan, tapi juga proses. Bagaimana rekomendasi kebijakan yang perlu direformasi itu nanti diperoleh, bagaimana caranya,” kata dia.
    Lebih lanjut, Jimly berharap Komisi Percepatan Reformasi Polri bisa membuat kinerja Polri lebih baik dan profesional.
    Prabowo pun berpesan agar komisi ini terbuka untuk mendengar aspirasi dari berbagai kalangan yang punya kepentingan.
    “Seluruh masyarakat kita punya kepentingan karena polisi adalah milik rakyat, melayani rakyat, melindungi rakyat, mengayomi rakyat. Karena itu, Bapak Presiden mengarahkan supaya tim ini bukan merumuskan sendiri, kita juga mendengar,” ucapnya.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto membentuk dan melantik Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
    Komisi terdiri atas 10 anggota. Jimly Asshiddiqie ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota.
    Sementara anggotanya, yakni Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra; Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
    Lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2019-2024, Mahfud MD; Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian, Ahmad Dofiri; Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo; Kapolri 2019-2021 Idham Aziz; dan Kapolri 2015-2016 Badrodin Haiti.
    Pembentukan komisi ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 7 November 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo nilai keberhasilan suatu negara apabila ada kepastian hukum

    Prabowo nilai keberhasilan suatu negara apabila ada kepastian hukum

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menilai keberhasilan suatu negara bergantung pada adanya kepastian hukum atau rule of law yang ditegakkan secara adil.

    “Kita pahami bersama, bahwa keberhasilan suatu negara adalah apabila ada the rule of law, kepastian hukum. Ini kunci daripada keberhasilan sebuah negara,” kata Prabowo saat memberi arahan kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.

    Menurut Presiden, pembangunan fisik dan ekonomi tidak akan mencapai hasil optimal apabila hukum tidak dapat ditegakkan dengan baik.

    Prabowo menilai pelajaran dari sejarah menunjukkan bahwa penegakan hukum yang kuat menjadi dasar kemajuan sebuah negara.

    Presiden menyampaikan keberadaan suatu bangsa dan negara dimaksudkan untuk menjamin perlindungan terhadap warganya melalui kepastian hukum. Struktur hukum, baik pidana maupun perdata, disebutnya, harus berpijak pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

    “Bagian terpenting daripada the rule of law adalah penegakan hukum. Hukum boleh kita buat selengkap mungkin, tapi kalau penegakannya tidak baik, tidak adil, tidak mungkin macet hukum yang the rule of law itu bisa berjaya, bisa sukses,” ucapnya.

    Presiden menegaskan inti dari keberhasilan pembangunan bangsa terletak pada kemampuan negara menyelenggarakan kekuasaan hukum yang pasti serta menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat.

    Oleh karena itu, dirinya membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri untuk menghadirkan perbaikan terhadap lembaga penegak hukum.

    Prabowo juga membuka peluang untuk mengkaji institusi-institusi lainnya demi perbaikan di masa yang akan datang.

    “Jadi saudara-saudara, reformasi Polri saya kira bagian yang sangat krusial, penting dari pembangunan bangsa, dan kita juga tidak tertutup dan kita harus terbuka untuk mengkaji institusi-institusi lain dan kita harus berani,” kata Prabowo.

    Presiden Prabowo pada Jumat sore melantik 10 anggota Komite Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka.

    Sepuluh anggota tersebut adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003–2008 Jimly Asshiddiqie selaku ketua, yaitu Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan, Menteri Dalam Negeri sekaligus Kapolri Periode 2016–2019 Jenderal Pol. (Purn.) Tito Karnavian, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

    Kemudian, ada pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Periode 2019–2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2008–2013 Mahfud MD, Kapolri Periode 2019–2021 Jenderal Pol. (Purn.) Idham Azis, dan Kapolri Periode 2015–2016 Jenderal Pol. (Purn.) Badrodin Haiti.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi Reformasi Polri buka peluang beri saran Presiden revisi UU

    Komisi Reformasi Polri buka peluang beri saran Presiden revisi UU

    “Jadi, ide-ide untuk perubahan, perbaikan apa saja itu nanti, bilamana itu perlu, terpaksa mengubah undang-undang, gitu kira-kira. Jadi, tim ini, tim hebat ini. Jadi, bukan tim biasa sehingga sungguh-sungguh kami ingin menghimpun pendapat yang mungki

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie membuka peluang komisi yang dia pimpin dapat memberi rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk merevisi undang-undang untuk perbaikan secara menyeluruh institusi Polri.

    Walaupun demikian, Jimly menjelaskan Komisi Percepatan Reformasi Polri, yang beranggotakan 10 orang itu harus bekerja lebih dulu dengan mendengarkan aspirasi dari seluruh kalangan, termasuk masyarakat dan internal Polri.

    “Jadi, ide-ide untuk perubahan, perbaikan apa saja itu nanti, bilamana itu perlu, terpaksa mengubah undang-undang, gitu kira-kira. Jadi, tim ini, tim hebat ini. Jadi, bukan tim biasa sehingga sungguh-sungguh kami ingin menghimpun pendapat yang mungkin saja berakibat harus mengubah undang-undang. Nah, itu kita juga harus siap. Tetapi belum pasti ya, belum pasti,” kata Jimly saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat malam, setelah acara pelantikan dan pengarahan dari Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam kesempatan yang sama, Jimly melanjutkan keberadaan Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dibentuk oleh Presiden, Jumat, merupakan tindak lanjut Presiden terhadap aspirasi dari masyarakat yang menghendaki adanya perubahan secara menyeluruh pada institusi kepolisian.

    Aspirasi masyarakat itu salah satunya ditunjukkan dalam aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025, yang kemudian aksi massa itu turut diwarnai dengan aksi pembakaran sejumlah markas polisi di berbagai daerah.

    “Kantor polisi di mana-mana, di banyak (tempat), sudah berapa tuh di Jakarta Timur itu dibakar segala. Nah, (kemarahan massa, red.) itu dijawab oleh Presiden, bikin tim reformasi. Apanya yang harus direformasi? Nah nanti bila perlu ya kita bikin revisi undang-undang,” sambung Jimly.

    Presiden Prabowo pada Jumat sore melantik 10 anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka. Jimly, dalam acara itu, ditetapkan oleh Presiden sebagai ketua merangkap anggota.

    Sembilan anggota lainnya, yaitu Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan, Menteri Dalam Negeri sekaligus Kapolri Periode 2016–2019 Jenderal Pol. (Purn.) Tito Karnavian, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

    Kemudian, ada pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Periode 2019–2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2008–2013 Mahfud MD, Kapolri Periode 2019–2021 Jenderal Pol. (Purn.) Idham Azis, dan Kapolri Periode 2015–2016 Jenderal Pol. (Purn.) Badrodin Haiti.

    Selepas acara pelantikan, Presiden Prabowo memberikan arahan-arahan kepada seluruh anggota komisi. Dalam sesi itu, Presiden menjelaskan tugas Komisi, di antaranya mengkaji institusi Polri, baik itu kebaikan maupun kekurangannya.

    “Marilah kita pikirkan kepentingan bangsa dan negara. Jangan takut untuk melihat kekurangan,” kata Presiden Prabowo kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi, Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo nilai keberhasilan suatu negara apabila ada kepastian hukum

    Prabowo ungkap alasan Kapolri masuk Komisi Percepatan Reformasi Polri

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menjelaskan alasan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dilibatkan sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri.

    Keterlibatan Kapolri dalam komisi tersebut dimaksudkan agar proses pembahasan dan kajian terhadap institusi kepolisian dapat dilakukan dengan dukungan langsung dari unsur yang masih aktif di lingkungan Polri.

    “Dengan ada Kapolri yang aktif, saudara-saudara punya akses untuk diskusi, untuk meninjau, untuk melihat bagian mana dari kepolisian,” kata Prabowo saat memberi arahan kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.

    Presiden menyampaikan bahwa selain Kapolri yang masih aktif, beberapa tokoh yang pernah menjabat sebagai kepala kepolisian juga dilibatkan agar dapat memberikan pandangan dan masukan.

    Komisi tersebut terdiri dari sejumlah tokoh lintas latar belakang, mulai dari mantan pejabat tinggi negara hingga pimpinan lembaga hukum. Presiden menilai mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa yang diminta kembali untuk mengabdi melalui tugas negara tersebut.

    Melalui komisi ini, Presiden Prabowo berharap adanya kajian menyeluruh terhadap institusi Polri, termasuk dalam hal-hal yang perlu diperbaiki.

    Kepala Negara juga meminta kepada Komisi untuk memberikan laporan secara berkala dalam tiga bulan. Laporan tersebut berisi hasil kajian dan rekomendasi yang akan menjadi bahan pertimbangan.

    “Saya minta mungkin tiap 3 bulan ada laporan, kita ketemu, Saudara-Saudara melaporkan apa yang saudara kumpulkan,” kata Presiden Prabowo.

    “Jadi sekali lagi saudara-saudara, Komisi ini tugas utama adalah mempelajari dan nanti memberi rekomendasi kepada saya sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan reformasi yang diperlukan, bila memang diperlukan,” imbuhnya.

    Adapun 10 anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri yang mengikuti rapat tersebut adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003–2008 Jimly Asshiddiqie selaku ketua merangkap anggota, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo; Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat dan Reformasi Kepolisian Ahmad Dofiri.

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra; Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan.

    Menteri Dalam Negeri sekaligus Kapolri periode 2016–2019 Jenderal Pol. (Purn.) Tito Karnavian; Menteri Hukum Supratman Andi Agtas; Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan periode 2019–2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008–2013 Mahfud MD.

    Kapolri periode 2019–2021 Jenderal Pol. (Purn.) Idham Aziz; dan Kapolri periode 2015–2016 Jenderal Pol. (Purn.) Badrodin Haiti.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jimly: Komite Reformasi Polri rapat perdana 10 November di Mabes Polri

    Jimly: Komite Reformasi Polri rapat perdana 10 November di Mabes Polri

    “Insyaallah hari Senin, jam 1 (siang, red.), kami akan mengadakan rapat pertama di Kantor Polri, Kantor Kapolri. Nah, komisi ini diharapkan bekerja tentu secepatnya, tetapi Bapak Presiden (Prabowo Subianto, red.) tidak memberi batasan waktu. Minimal

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komite Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengumumkan rapat perdana komite yang dia pimpin itu dijadwalkan berlangsung pada Senin, 10 November 2025 di Mabes Polri, Jakarta.

    Dalam rapat itu, Jimly menjelaskan seluruh anggota Komite, yang berjumlah 10 orang akan berembuk untuk menyusun rencana kerja dalam jangka pendek, termasuk untuk mendengar langsung dari internal Polri mengenai langkah-langkah perbaikan dan reformasi yang telah mereka jalankan.

    “Insyaallah hari Senin, jam 1 (siang, red.), kami akan mengadakan rapat pertama di Kantor Polri, Kantor Kapolri. Nah, komisi ini diharapkan bekerja tentu secepatnya, tetapi Bapak Presiden (Prabowo Subianto, red.) tidak memberi batasan waktu. Minimal 3 bulan itu sudah ada laporan, walaupun itu bisa berkembang sesuai kebutuhan,” kata Jimly saat jumpa pers selepas acara pelantikan dan pengarahan dari Presiden Prabowo kepada Komite Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat malam.

    Jimly melanjutkan Komite Percepatan Reformasi Polri ingin mendengar berbagai masukan dari masyarakat, kelompok akademisi dan praktisi, organisasi masyarakat sipil baik dalam forum-forum yang dibuat secara khusus maupun dari kanal-kanal sosial media. Oleh karena itu, dalam rapat perdana Komite pada Senin minggu depan itu,, anggota-anggota bakal bertukar pikiran salah satunya mengenai cara terbaik menyerap aspirasi masyarakat.

    Pasalnya, Jimly menjelaskan pembentukan Komite Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo merupakan tindak lanjut dari aspirasi masyarakat, termasuk dari tuntutan massa demonstrasi yang turun ke jalan di berbagai daerah Indonesia pada akhir Agustus 2025. Tuntutan untuk mereformasi Polri juga disuarakan sejumlah tokoh bangsa, Gerakan Nurani Bangsa, yang menemui langsung Presiden Prabowo di Istana.

    “Jadi, ide-ide untuk perubahan, perbaikan apa saja itu nanti bilamana perlu itu terpaksa mengubah undang-undang. Jadi tim ini, tim hebat ini. Jadi, bukan tim biasa sehingga kami ingin menghimpun pendapat yang mungkin saja berakibat harus mengubah undang-undang. Nah itu kita juga hrus siap, tetapi belum pasti ya, belum pasti,” ujar Jimly.

    Presiden Prabowo melantik 10 anggota Komite Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat. Dalam acara pelantikan itu, Presiden juga menetapkan Jimly sebagai ketua komite merangkap anggota.

    Sementara itu, sembilan anggota lainnya, yaitu Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan, Menteri Dalam Negeri sekaligus Kapolri Periode 2016–2019 Jenderal Pol. (Purn.) Tito Karnavian, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

    Kemudian, ada pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Periode 2019–2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2008–2013 Mahfud MD, Kapolri Periode 2019–2021 Jenderal Pol. (Purn.) Idham Aziz, dan Kapolri Periode 2015–2016 Jenderal Pol. (Purn.) Badrodin Haiti.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi, Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.