Tag: Mahfud MD

  • Enggak Bisa Jaksa Salah Harus Minta Izin Jaksa Agung

    Enggak Bisa Jaksa Salah Harus Minta Izin Jaksa Agung

    loading…

    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak rencana penambahan kewenangan bagi jaksa melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan. Foto/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menolak rencana penambahan kewenangan bagi jaksa melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan. Dia menuturkan, salah satu materi RUU Kejaksaan yang menjadi sorotan yakni perlunya izin Jaksa Agung sebelum memeriksa jaksa yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana.

    “Ada ide bahwa katanya kalau jaksa terlibat dalam tindak pidana tidak boleh langsung diperiksa polisi, harus izin Jaksa Agung. Tidak boleh begitu,” ujarnya dalam podcast Terus Terang dikutip, Kamis (20/2/2025).

    Dia khawatir adanya penambahan kewenangan itu justru akan membuat jaksa semakin kebal hukum dan menjadi celah perlindungan bagi anggota bermasalah. “Harus izin Jaksa Agung, tidak boleh begitu, itu berarti nanti banyak main di situ,” jelasnya.

    Dia pun menegaskan tidak boleh ada perlakuan khusus terhadap institusi penegakan hukum mana pun. Ia lantas mencontohkan apabila ada anggota polisi yang diduga terlibat korupsi, maka bisa langsung ditangkap dan diperiksa oleh kejaksaan.

    Oleh karenanya, ia menilai hal serupa seharusnya juga bisa diterapkan bagi para jaksa yang terlibat dalam kasus tindak pidana. Khususnya dalam kasus tindak pidana umum yanh hanya bisa diusut oleh kepolisian.

    “Kalau jaksa salah tapi harus minta izin Jaksa Agung, enggak bisa begitu. Kalau salah ya harus proses oleh polisi. Kalau kesalahannya tindak pidana umum harus polisi,” tuturnya.

    “Meskipun jaksa ya harus diproses oleh polisi dong. Enggak usah minta izin Jaksa Agung, itu berlebihan. Sementara kita kejaksaan belum melihat ada jaminan bahwa itu akan baik ke depannya,” sambungnya.

    Lebih lanjut, Mahfud menilai hubungan dan kewenangan antara aparat penegak hukum saat ini telah berjalan dengan baik. Oleh karenanya, ia menolak penambahan atau pengambil alihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lainnya.

    Ia khawatir apabila hal itu terwujud akan menyebabkan hubungan antar lembaga hukum menjadi tidak proporsional. Belum lagi, kata dia, tidak ada jaminan hal itu akan membuat penegakan hukum berjalan dengan baik.

    “Kita harus proporsional saja. Sudah bagus sistem yang kita atur, hubungan tata kerja antar institusi penegak hukum itu, yang jelek itu pelaksanaannya, jangan diubah-ubah lagi,” pungkasnya.

    (rca)

  • Mahfud MD Harap Demo "Indonesia Gelap" Dihargai, Jangan Ada Tindakan Kontraproduktif
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Februari 2025

    Mahfud MD Harap Demo "Indonesia Gelap" Dihargai, Jangan Ada Tindakan Kontraproduktif Regional 20 Februari 2025

    Mahfud MD Harap Demo “Indonesia Gelap” Dihargai, Jangan Ada Tindakan Kontraproduktif
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Gelombang demo mahasiswa di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta, yang mengusung tema “Indonesia Gelap” mendapat respons dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
    Mahfud MD
    .
    Ia mengatakan, seruan mahasiswa tersebut adalah bentuk
    aspirasi
    .
    “Yang pertama tentu harus dihargai sebagai aspirasi,” ujar Mahfud MD saat ditemui di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (20/2/2025).
    Mantan Menko Polhukam ini berharap, aksi turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi tidak diwarnai oleh tindakan-tindakan yang bersifat kontraproduktif, baik dari mahasiswa maupun aparat keamanan.
    “Mudah-mudahan tidak ada tindakan yang sifatnya kontraproduktif bagi pembangunan
    demokrasi
    , baik dari mahasiswa maupun dari aparat,” tuturnya.

    Mahfud MD juga menyampaikan bahwa materi yang disuarakan oleh para mahasiswa mungkin memiliki kebenaran.
    Namun, ia mengingatkan agar tidak beranggapan bahwa setiap tindakan pemerintah adalah salah.
    “Ada hal-hal tertentu yang perlu dikritisi. Namun, banyak juga kebijakan atau program pemerintah yang mungkin bagus dan patut diapresiasi,” jelasnya.
    Mahfud MD mengungkapkan bahwa menyuarakan aspirasi merupakan hak konstitusional warga negara. Namun, ia kembali menekankan perlunya untuk tidak bersikap nihilistik.
    “Gerakan-gerakan yang sekarang timbul, ya silakan nanti dinilai dan diolah sendiri oleh pemerintah melalui proses-proses yang demokratis.
    Demokrasi
    yang berkeadaban, yang terbuka, menampung semua aspirasi yang memang menjadi hak konstitusional warga negara. Tapi sekali lagi kita tidak bersikap nihilistik,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDIP Disebut Tanduk Tumpul di Senayan, Kader Bereaksi: Ayo Dong Kita Buktikan Banteng Petarung

    PDIP Disebut Tanduk Tumpul di Senayan, Kader Bereaksi: Ayo Dong Kita Buktikan Banteng Petarung

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politisi PDIP Ferdinand Hutahaean memantik diskusi publik terkait cover majalah Tempo edisi Kamis, 20 Februari 2025.

    Cover tersebut menampilkan simbol banteng berwarna merah dengan gembok di mulutnya serta judul provokatif, “Tanduk Tumpul di Senayan.”

    Ferdinand, dalam unggahannya, mengekspresikan kekecewaannya terhadap gambaran yang disajikan oleh Tempo.

    “Ayo dong PDIP, kita buktikan kita Banteng Petarung. Malu saya dengan cover Tempo ini,” kata Ferdinand di X @ferdinand_mpu.

    Cover tersebut dinilai menyindir sikap fraksi PDIP di DPR yang dianggap kurang garang dalam membela kepentingan rakyat.

    Selain itu, terdapat sorotan terhadap UU Minerba yang disebut merusak tata kelola ekonomi.

    Setelah gagal memenangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam Pilpres 2024, PDIP resmi mengambil posisi sebagai oposisi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Keputusan ini membawa harapan besar dari berbagai kalangan agar PDIP menjadi penyeimbang dan pengawal kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan pemerintah.

    Sebagai partai dengan kursi terbanyak di DPR, PDIP dinilai memiliki modal kuat untuk menjalankan peran oposisi yang kritis dan konstruktif.

    Publik berharap partai berlambang banteng ini dapat mengawasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpotensi tidak pro terhadap rakyat, seperti isu efisiensi anggaran, kebijakan pangan, hingga revisi UU yang kontroversial.

    Namun, hingga saat ini, banyak pihak menilai PDIP belum menunjukkan taji sebagai oposisi yang tegas.

    Beberapa kebijakan strategis pemerintahan Prabowo, seperti rencana makan bergizi gratis dan kebijakan ekonomi lainnya, belum mendapatkan respons kritis yang signifikan dari PDIP.

  • Mahfud MD Kecam Wamenaker Minta WNI yang Mau Ke Luar Negeri Tak Usah Kembali: Itu Jawaban Jahat! – Halaman all

    Mahfud MD Kecam Wamenaker Minta WNI yang Mau Ke Luar Negeri Tak Usah Kembali: Itu Jawaban Jahat! – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD mengecam pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel yang mempersilahkan warga negara Indonesia di luar negeri tak usah kembali.

    Sebagai informasi, pernyataan Noel tersebut menjawab ramainya tagar #KaburAjaDulu yang beredar di media sosial (medsos).

    Mahfud mengatakan tanggapan Noel tersebut adalah pernyataan jahat.

    Menurutnya, munculnya tagar #KabuarAjaDulu menjadi koreksi bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia.

    Mahfud mengatakan tagar tersebut adalah wujud WNI yang sebenarnya ingin mencari keadilan di negara lain lantaran dianggap tidak memperolehnya di Tanah Air.

    “Oleh sebab itu, harus dimaknai begini #KaburAjaDulu itu ya orang mencari keadilan (yang) susah di dalam negeri.”

    “Jangan dijawab dengan mengatakan ‘ya sudah kabur aja, nggak usah kembali, mau ngapain lu’. Itu pernyataan atau jawaban yang sangat jahat!” kata Mahfud dikutip dari kanal YouTube-nya, Selasa (18/2/2025).

    Mahfud mengungkapkan adanya tagar tersebut sebenarnya baik karena masyarakat tidak melakukan pemberontakan kepada pemerintah meski dinilai kondisi negara sedang tak baik-baik saja.

    Padahal, jika kondisi tersebut terjadi di negara lain, Mahfud mengatakan pemerintahan bisa digulingkan oleh rakyat.

    “Di negeri lain, diusir pemerintahannya. Di Suriah, di Tunisia, (pemerintahan) diusir semua.”

    “Nah, kita aja mau cari hidup malah nggak boleh pulang. Itu jawaban (Noel) yang tidak bijaksana,” tegas mantan Ketua MK tersebut.

    Lebih lanjut, Mahfud meyakini bahwa nasionalisme dari masyarakat bisa luntur ketika pemerintahannya tidak memberikan keadilan.

    Sehingga, imbuh Mahfud, tagar #KaburAjaDulu menjadi hal lumrah muncul di masyarakat lantaran tidak memperoleh keadilan.

    “Nasionalisme seperti itu bisa luntur secara perlahan-perlahan kalau ketidakadilan itu dibiarkan tumbuh, kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan terus tumbuh.”

    “Orang akan luntur, untuk apa nasionalisme semacam ini. Saya kabur aja ke luar negeri,” pungkasnya.

    Wamenaker Tak Mau Ambil Pusing soal #KaburAjaDulu

    Sebelumnya, Wamenaker Immanuel Ebenezer tak mau ambil pusing soal tagar #KaburAjaDulu di media sosial yang mendorong WNI untuk bekerja di luar negeri.

    Noel justru mempersilahkan WNI yang ingin berkarier di luar negeri tidak perlu kembali ke Indonesia.

    “Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi, hi-hi-hi,” ungkap Noel di Kantor Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Jakarta, Senin (17/2/2025), seraya tertawa, dikutip dari Kompas.com.

    Noel enggan berkomentar lebih jauh soal munculnya tagar tersebut.

    Ia hanya menekankan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tidak memedulikan tagar atau seruan itu. 

    “Hashtag-hashtag enggak apa-apalah, masa hashtag kita peduliin,” ujar Noel.

    Namun perbedaan pernyataan disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassrieli.

    Dia menilai munculnya tagar tersebut menjadi tantangan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik bagi masyarakat.

    “Ini tantangan buat kita kalau memang itu adalah terkait dengan aspirasi mereka. Ayo pemerintah create better jobs, itu yang kemudian menjadi catatan kami dan concern kami,” ujar Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin. 

    Ia tidak memungkiri bahwa kesempatan bagi WNI untuk bekerja di luar negeri memang terbuka. 

    Yassierli pun tak masalah apabila WNI ingin bekerja di luar negeri lalu kembali ke Indonesia demi membangun negeri. 

    “Tanggapannya, ya itu ini kan netizen terkait dengan kabur saja. Memang di satu sisi saya lihat kesempatan kerja di luar memang ada ya. Jadi semangatnya bukan kabur sebenarnya,” ujar Yassierli. 

    “Jadi kalau memang ingin untuk meningkatkan skill dan ada peluang kerja di luar negeri, kemudian, kembali ke Indonesia bisa membangun negeri ya tidak masalah,” sambungnya.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)

     

  • Negara yang Tak Sadar Penegak Hukumnya Disasar

    Negara yang Tak Sadar Penegak Hukumnya Disasar

    MEDAN – Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim tak ada kecolongan dalam peristiwa bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara. Polisi pun mengaku begitu. Segala klaim boleh saja dikatakan. Masalah kecolongan atau tidak, sebaiknya kita nilai sendiri berdasar kronologi dan analisis terhadap peristiwa.

    Ditemui wartawan di Sentul International Convention Center (SICC), Mahfud mengatakan, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan semaksimal mungkin. Mahfud juga menolak istilah kecolongan yang banyak digunakan untuk menggambarkan peristiwa ini.

    “Pencegahan sudah kita lakukan. Ada intelijen, informasi. Kalau tak ada pencegahan, makin banyak kayak gini,” kata Mahfud.

    Seperti Mahfud, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, personel kepolisian di Mapolrestabes Medan telah melakukan penjagaan sesuai prosedur tetap (protap). Namun, kenyataannya pelaku tetap berhasil menyusup.

    Pernyataan Dedi sendiri yang menggambarkan proses penyusupan oleh pelaku peledakan bom. Menurut Dedi, pelaku memanfaatkan keramaian di Mapolrestabes Medan yang tengah menerima banyak permohonan penerbitan SKCK.

    “Sudah dilakukan pemeriksaan semuanya. Termasuk barang-barang yang dibawa, sudah dicek,” kata Dedi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 13 November.

    “Kebetulan saat itu ada beberapa kegiatan kepolisian dan masyarakat yang akan buat SKCK yang bersama-sama masuk (ke Mapolrestabes). Momen itu dimanfaatkan pelaku untuk menyusup,” tambah Dedi.

    Peledakan bom di Mapolrestabes Medan (Istimewa)

    Pelaku diketahui meledakkan diri ketika para personel kepolisian baru saja menyelesaikan apel pagi sekitar pukul 08.45 WIB. Pelaku masuk melalui pintu depan Mapolrestabes Medan.

    Ia berjalan sejauh 30 hingga 50 meter menuju Kantor Bagian Operasi Polrestabes Medan untuk kemudian meledakkan diri.

    Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya mempertegas narasi yang menyebut negara, khususnya kepolisian telah kecolongan.

    “Kali ini publik bisa saja mengkritisi aparat kecolongan. Alasannya cukup rasional. Sudah banyak yang ditangkap dalam beberapa bulan terakhir, tapi masih juga ada aksi teror,” kata Harits, dihubungi VOI, Rabu, 13 November.

    Penangkapan berujung dendam

    Lebih lanjut, Mahfud juga mengatakan kepolisian telah melakukan upaya maksimal mencegah tindak terorisme. Memang, sejak penusukan mantan Menko Polhukam Wiranto, polisi terus menangkap sejumlah terduga teroris.

    Terakhir, kemarin, Selasa, 12 November, polisi menangkap seorang terduga teroris berinisial WJ alias Patria alias Dwi satu hari sebelum ledakan. WJ ditangkap di wilayah Bekasi, Jawa Barat.

    Sosok terduga teroris itu disebut-sebut merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Bahkan, pria itu merupakan angkatan pertama dalam pelatihan perang dalam kelompok terorisme tersebut.

    WJ juga diketahui memiliki kemampuan merakit bom. Ia pernah mengikuti perang di Suriah bersama Doktor Azahari tujuh tahun silam. “Pada tahun 2012 (WJ) mengikuti perang di Suriah bersama Azahari dan kemudian menjalin hubungan juga dengan FSA atau Free Syria Army,” kata Dedi.

    Kemudian, WJ juga disebut pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara. Mulai dari Filipina, Uni Emirat Arab, Sri Lanka dan Hong Kong. Dalam penangkapan, beberapa barang butki berupa beberapa anak panah, alat-alat elektronik dan alat komunikasi disita.

    “Alat komunikasi ini masih didalami apakah akan digunakan juga untuk rangkaian untuk merakit bom masih kita dalami juga,” terang Dedi.

    Di satu sisi, perlu barangkali mengapresiasi upaya pencegahan lewat penangkapan-penangkapan ini. Namun, di sisi lain, berbagai penangkapan ini juga yang memperkuat fakta bahwa polisi kecolongan.

    Tak sadar mereka disasar

    Pertimbangannya sederhana. Polisi telah lama jadi musuh sekaligus sasaran utama teroris. Dan penangkapan-penangkapan yang kian masif, secara otomatis meningkatkan risiko serangan bagi Korps Bhayangkara. Polisi seharusnya tahu itu.

    Menurut Harits Abu Ulya, bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan memiliki pola yang sama secara motif: dendam. Namun, Harits tak dapat berspekulasi soal asal-usul pelaku teror.

    “Mungkin terkait dengan tindakan polisi sebelumnya terhadap kawanan mereka. Dianggap menjadi penghalang tujuan dan misi mereka atau dianggap telah berbuat tidak manusiawi terhadap kawan mereka yang tertangkap,” kata Harits.

    Peledakan bom di Mapolrestabes Medan (Istimewa)

    Polisi nampaknya perlu meningkatkan kesadaran bahwa mereka adalah sasaran utama aksi terorisme. Berbagai peristiwa seakan melegitimasi pandangan ini.

    “Dendam telah menjelma menjadi ideologi yang menstimulasi aksi teror dari beberapa person atau entitas. Dendam menjadi determinasi, plus dibumbui dengan doktrin teologi yang beku, bersenyawa untuk menghasilkan legitimasi aksi nekat teror,” Harits.

    Pengamat terorisme lainnya, Al Chaidar menuturkan pandangan yang sama. Menurutnya, polisi sebagai penegak hukum wajib sadar diri bahwa mereka adalah musuh kriminalisme. Jangankan untuk teroris.

    Bagi pelaku kejahatan jalanan dan narkoba saja, polisi adalah musuh terbesar. “Jadi, memang harusnya polisi lebih sigap lagi. Dan lebih kencang lagi melakukan penindakan dan penangkapan,” kata Chaidar dihubungi VOI.

  • Program Deradikalisasi yang Katanya Perlu Dievaluasi

    Program Deradikalisasi yang Katanya Perlu Dievaluasi

    JAKARTA – Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara diserang pelaku teror bom pagi ini. Satu orang pelaku yang membawa bom, tewas dalam serangan tersebut. Sementara, enam orang yang ada di lokasi kejadian, luka-luka. Para korban sedang dirawat di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Medan.

    Aksi ini dianggap Ketua DPR Puan Maharani sebagai gagalnya program deradikalisasi. “Deradikalisasi ini harus kita evaluasi. Ini sudah masuk ke individu,” kata Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2019.

    Politikus PDI Perjuangan ini meminta BNPT, Polisi, dan TNI membenahi ini dengan cara meningkatkan sistem keamanan dan peran aparat penegak hukum. Selain itu, masyarakat juga dia minta untuk meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah teror seperti ini terjadi lagi.

    Puan juga minta, kasus ini diusut tuntas dan dilakukan antisipasi serta mitigasi ke depannya karena pelaku menggunakan seragam ojek online. “Semuanya, sekarang juga masyarakat melakukan itu (menggunakan jasa ojek online). Jadi kita menganggap itu biasa ada yang mau mengantar barang atau mengirim barang, tapi ternyata punya tujuan tertentu yang membahayakan,” ujarnya.

    Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, program deradikalisasi masih dijalankan secara intensif. Dia tak mau menyatakan ini efektif atau patut dievaluasi. Karena, buat Fachrul hal itu relatif tergantung sudut pandangnya.

    “Yang jelas upaya itu dilakukan intensif. semua orang sadar (radikalisme) itu sangat berbahaya,” kata Fachrul di sela kegiatan Rakornas Forkopimda di SICC, Bogor.

    Dia menambahkan, di era digital 4.0 ini, media sosial memberikan banyak dampak bagi penggunannya, termasuk memberikan paparan radikalisme. Karenanya, kata dia, pemerintah menyerahkan kepada masyarakat untuk bijak memilih media sosial yang mereka suka.

    “Medsos memberikan banyak pilihan dan umat tinggal memilih saja,” ujar dia.

    Sementara, untuk mencegah radikalisme di ranah aparatur sipil negara, Fachrul membuat aturan larangan menggunakan cadar dan bercelana cingkrang. Aturan ini, nanti akan disepakati oleh 8 menteri.

    “Untuk ASN kita keluarkan putusan bersama 8 menteri nanti dilihat. Semua sama-sama 8 menteri itu,” kata dia.

    Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

    Sementara itu, di tempat yang sama, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta semua pihak dewasa dan tak menyalahkan pemerintah dalam menanggapi peristiwa teror seperti ini.

    “Kepada masyarakat jangan selalu nyinyir, kalau pemerintah bertindak lalu dikatakan melanggar HAM, kalau tidak bertindak dibilang kecolongan, kita sama-sama dewasa menjaga negara ini,” kata Mahfud. 

    Sebab, kata dia, pemerintah melakukan upaya optimal untuk mencegah aksi teror bom dan radikal lainnya di Tanah Air. “Kalau tidak berupaya mati-matian, bisa lebih banyak lagi (korban dan kejadian). Oleh sebab itu jangan selalu menyudutkan aparat kalau mengambil tindakan, dikontrol saja secara proporsional, benar atau tidak,” ujarnya.

    Dari segi data, Mahfud mengatakan, angka kejadian teror di 2019 turun ketimbang tahun 2017 dan 2018. “Dari sudut kuantitatif turun, karena pencegahannya sudah lebih baik, bahwa masih ada satu dua itu tidak bisa dihindari,” ucapnya.

    Mahfud ditanya lagi soal ini ketika datang ke DPR pada sore hari. Dia ke DPR untuk rapat dengan Badan Legislatif.

    Di DPR Mahfud mengatakan, program deradikalisasi sudah cukup bagus. Dia masih menyebut kalau secara kuantitatif, antisipasi deradikalisasi membaik untuk tahun 2019. Tapi, dia tak memaparkan datanya secara komprehensif.

    “Tingkat antisipasi sudah oke. Tapi sekarang terjadi perluasan subjek,” kata dia sambil menambahkan perluasan subjek yang dimaksud adalah kalau dulu pelaku teror adalah laki-laki dewasa, kini meluas ke perempuan dan anak.

    “Tapi kualitasnya menurun. Berarti tingkat antisipasi dari keamanan dan intelijen sudah cukup. Ya perlu ditingkatkan,” tuturnya.

    Yang pasti, tegas Mahfud, upaya deradikalisasi yang sifatnya fisik merupakan kewenangan Polri, sedangkan yang sifatnya mental jadi ranah Majelis Ulama Indonesia. Sementara, kementerian lain punya cara sendiri-sendiri untuk menangani deradikalisasi ini.

    “Saya kira Polri juga sering melakukan deradikalisasi itu melalui penataran-penataran, kunjungan ke pesantren, MUI juga, Kementerian Agama juga harus, Kemendikbud juga, semuanya lah deradikalisasi itu,” katanya.

  • Eks Jubir Ganjar-Mahfud: Jokowi Bilang Ngga Ada yang Berani Kritik Prabowo, Yakin?

    Eks Jubir Ganjar-Mahfud: Jokowi Bilang Ngga Ada yang Berani Kritik Prabowo, Yakin?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua BEM Universitas Padjajaran, Virdian Aurellio menyindir Presiden ke-7 RI Joko Widodo atas penyataannya yang menyebut tidak ada pihak yang berani mengkritik Presiden Prabowo Subianto.

    Tepat satu hari setelah pernyataan itu dilontarkan, ribuan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengadakan demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” hampir di seluruh kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta.

    Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat.

    “Jokowi bilang ga ada yang berani kritik Prabowo karena terlalu hebat, yakin? Lihat amarah rakyat hari ini. Mahasiswa, pekerja, warga sipil semua turun melampiaskan amarah kami,” tutur Virdian Aurellio, dikutip pada Selasa (18/2/2025).

    “Bukan hanya kami berani untuk mengkritik. Kami berani untuk mengadili siapapun kekuasaan yang memimpin dengan keangkuhan dan korup,” lanjutnya.

    Mantan Juru Bicara TPN Muda Ganjar-Mahfud itu menegaskan, kemarahan publik tak lagi bisa diredam dengan kebijakan ala pahlawan kesiangan. Kekerasan aparat, IKN, efisiensi pendidikan-kesehatan, gas elpiji, pagar laut, tambang masuk kampus, kartelisasi parpol, PPN 12%, undang-undang bermasalah, matinya kelas menengah.

    “Kami tidak akan lupa! Ada yang bilang, “Ngapain demo sih, itu pemerintah udah bikin presscon kalau pendidikan ga dipangkas. Kemarahan publik udah gabisa diredam. Lawan terus #IndonesiaGelap,” pungkasnya.

    Tagar #IndonesiaGelap pun menjadi trending di media sosial X, dengan hampir 60 ribu unggahan.

  • Mahfud MD Kecam Wamenaker Minta WNI yang Mau Ke Luar Negeri Tak Usah Kembali: Itu Jawaban Jahat! – Halaman all

    Ditanya Minatkah Ikutan Trend KaburAjaDulu, Mahfud MD: Jujur, Saya Hidup Nyaman – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tagar KaburAjaDulu mulai menggema di media sosial, khususnya warga X.

    Tren tersebut, berisi ajakan pindah dari Indonesia ke luar negeri.

    #KaburAjaDulu muncul lantaran kondisi perekonomian serta politik di Indonesia belakangan dinilai sedang kacau.

    Tren ini juga dinilai sebagai refleksi krisis kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.

    Mahfud MD lantas menerjemahkan KaburAjaDulu yang akhir-akhir ini mulai menggema.

    “Rasa cinta tanah air bs luntur bila di negara sendiri tumbuh kese-wenang2an, ketidakadilan, dan lemahnya perlindungan HAM.”

    “Kalau hal itu yg terjadi bisa muncul pikiran bahwa di negara sendiri hidup tak nyaman dan tak nyaman, enak di negara orang. Menyeruaklah tagar, “Kabur Aja Dulu”,” tulis akun X @mohmahfudmd.

    Karena buka suara terkait tren ini, Mahfud MD mendapat pertanyaan terhadap minatnya untuk ikut-ikutan kabur dari Indonesia.

    “Pak Profesor ga kabur ajaa dl? ngapain di Konoha? Presiden nya menjijikan!! lbh parah dr 2 periode sebelumnya,” tanya warganet.

    Mahfud MD pun membalas jujur jika hidupnya masih dalam level aman dan nyaman.

    Niatnya buka suara hanya menjelaskan kondisi yang terjadi saat ini.

    Sikap seperti KaburAjaDulu dinilai Mahfud MD bisa menggerus nasionalisme masyarakat.

    “Jujur, kalau saya pribadi merasa hidup aman dan nyaman,” jawab Mahfud MD.

    “Saya hanya menjelaskan teori tentang menyeruaknya tagar “Kabur Aja Dulu” yg merefleksikan sikap ketidaknyamanan warga masyarakat

    Karena kesewenang-wenangan dan ketidakadilan sehingga pada gilirannya menggerus nasionalisme warga masyarakat,” pungkas @mohmahfudmd.

    Kemlu RI Ingatkan WNI Ikuti Prosedur yang Legal dan Aman

    Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) turut merespons ramainya kampanye #KaburAjaDulu yang belakangan ini menggema di media sosial, khususnya di platform X.

    Kampanye ini digaungkan oleh warganet sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah terkait pemangkasan anggaran di beberapa sektor penting, termasuk pendidikan dan kesehatan.

    Akibat pemangkasan anggaran tersebut, banyak pihak khawatir akan terjadi PHK massal, mendorong warganet untuk mencari peluang kerja di luar negeri.

    Menanggapi fenomena ini, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemlu RI, Judha Nugraha, menegaskan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk bekerja di luar negeri.

    “Ajakan untuk bekerja di luar negeri merupakan hak setiap warga negara namun yang perlu diperhatikan adalah mengikuti prosedur yang legal dan aman,” ujar Judha dalam konferensi pers di Kantor Kemlu RI, Jakarta, Kamis (13/2/2025).

    Judha mengingatkan agar masyarakat yang berniat mencari rezeki di luar negeri tidak menjadi korban online scam atau bahkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

    “Di media sosial banyak dorongan untuk pergi ke luar negeri, tetapi jika dilakukan tanpa prosedur yang aman, justru bisa berujung pada kasus online scam atau perdagangan manusia,” tegasnya.

    Menurut Judha, saat ini banyak perusahaan ilegal yang menawarkan pekerjaan kepada warga negara Indonesia tanpa legalitas yang jelas.

    Oleh karena itu, calon pekerja migran harus memastikan kredibilitas perusahaan dan legalitas penyalur tenaga kerja sebelum berangkat.

    “Banyak yang ditawari kerja di luar negeri tanpa visa kerja dan tanpa kontrak yang jelas sejak awal.”

    “Masyarakat harus lebih waspada dan mengikuti prosedur yang benar agar tidak menjadi korban,” katanya. (*)

    (Tribunnews.com/ Siti N/ Eko Sutriyanto)

  • Jokowi Curhat Kerap Jadi Sasaran, Relawan Sentil ‘Rakyat 16% dan 24%’

    Jokowi Curhat Kerap Jadi Sasaran, Relawan Sentil ‘Rakyat 16% dan 24%’

    Jakarta

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) curhat kerap menjadi sasaran dan selalu disalahkan akhir-akhir ini. Ketum Relawan Jokowi BARA JP, Utje Gustaaf menyentil pendukung capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

    “(Jokowi) Sasaran kemarahan rakyat? Rakyat yang mana? Yang 16% dan 24%? Ruang publik memang terbuka untuk kritik, tapi saat ini kebanyakan yang mengkritik itu orang-orang yang nggak punya martabat,” ujar Utje lewat pesan singkat kepada detikcom, Sabtu (15/2/2025).

    Angka 16% dan 24% ini merujuk pada hasil rekapitulasi Pilpres 2024. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh suara 40.971.906 atau 24,95% dari suara sah. Sementara pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md memperoleh 27.050.878 suara atau 16,47% dari suara sah.

    Kembali ke Utje, ia menuding pendukung Anies dan Ganjar yang selalu menjadikan Jokowi sebagai sasaran. Meski begitu, Jokowi sudah terbiasa dikritik meski kebanyakan dari kritikan itu, terang Utje, tak berdasar.

    “Keduanya (menjadikan Jokowi sebagai sasaran). Mereka gagal move on. Mereka sengaja menciptakan perpecahan sesama anak bangsa, mereka sengaja menghambat pembangunan negeri yang sedang diupayakan dengan sungguh hati oleh Presiden Prabowo,” jelasnya.

    Sebelumnya, Jokowi menyebut dukungan kepada Prabowo sangat kuat, baik dari masyarakat maupun DPR. Jokowi mengatakan kuatnya dukungan itu membuat dirinya kerap menjadi sasaran.

    “Saking kuatnya, sampai detik ini saya tidak melihat ada yang berani mengkritik. Yang jadi sasaran, yang jadi sasaran adalah Jokowi. Karena saking kuatnya Bapak Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Jokowi di acara HUT Gerindra di Sentul, Bogor.

    “Dikit dikit yang salah, Jokowi. Dikit dikit yang salah, Jokowi. Dikit dikit yang salah, Jokowi. Dikit dikit yang salah Jokowi. Coba sekali sekali nyalahin Pak Prabowo, nggak berani,” sambung Jokowi.

    (isa/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mahfud MD: Efisiensi Tidak Salah, Tinggal Diatur agar Tak Membunuh yang di Sana
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        16 Februari 2025

    Mahfud MD: Efisiensi Tidak Salah, Tinggal Diatur agar Tak Membunuh yang di Sana Regional 16 Februari 2025

    Mahfud MD: Efisiensi Tidak Salah, Tinggal Diatur agar Tak Membunuh yang di Sana
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com

    Mahfud MD
    menyinggung soal kebijakan efisiensi demi kelancaran program
    Makan Bergizi Gratis
    (MBG) yang menuai kritik karena berdampak pada sejumlah sektor.
    Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) itu juga mengajak agar perguruan tinggi tetap bersikap kritis dalam segala situasi.
    “Efisiensi tidak salah, tinggal bagaimana mengaturnya agar pelaksanaan efisiensi di sini, tidak membunuh di sana,” ujar mantan Menko Polhukam itu dalam pidatonya di Musyawarah Nasional Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII 2025 di Hotel Tentrem, Semarang, Sabtu (15/2/2025).
    Kemudian, saat ditanya tanggapannya terhadap
    efisiensi anggaran
    pemerintah, Mahfud mengaku tidak mempersoalkan hal itu asalkan efisiensi diatur dengan benar.
    “Artinya urusan efisiensi itu saya tidak menjadi bagian yang mempersoalkan karena itu program pemerintah, silakan saja diatur,” ucap dia.
    Dia juga menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi untuk menjadi oposisi kritis yang obyektif.
    Dia menilai, sudah menjadi tugas sejarah bagi perguruan tinggi untuk mendorong jalannya perputaran kekuasaan dengan baik.
    Oleh karena itu, dia berharap civitas akademika tetap kritis terhadap program pemerintah.
    “Pesan saya yang pokok itu dunia perguruan tinggi sekarang harus mengemban tugas sejarah menjaga Republik sebaiknya. Yang benar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah, itu yang disebut oposisi kritis, kritis yang obyektif, kalau ada kesalahan baru kita katakan,” ucap dia.
    Mahfud menyampaikan, banyak kampus yang fatalis atau merasa putus asa dan berpikir tidak ada gunanya bertindak.
    Selain itu, dia berharap kampus tidak bersikap nihilistik yang menganggap pemerintah selalu salah.
    “Iya (harus lebih kritis), kan sekarang banyak kampus yang fatalis, ‘dah lah enggak ada gunanya’. Ada juga yang nihilistik, menganggap apa yang dilakukan salah semua, enggak boleh gitu. Pasti ada sisa-sisa yang baik. Dukung yang baik, yang tidak baik kita luruskan,” papar dia.
    Menurutnya, sejarah terus berputar dan perguruan tinggi harus menjadi bagian yang siap berputar untuk membentuk sejarah baru.
    Dalam hal ini, dia mencontohkan terjadinya reformasi pada 1998 berkat mahasiswa dan pergerakan di perguruan tinggi.
    “Tidak boleh fatalis dan nihilistik dan skeptik radikal, artinya semua masalah ditanyakan terus, dipersoalkan terus. Agar kampus kembali berperan seperti dulu karena tugas sejarah kampus yaitu mengubah peradaban dalam rangka NKRI,” ucap Mahfud.
    Acara itu juga dihadiri mantan Ketua MA sekaligus Ketua Umum DPP
    IKA UII
    , Muhammad Syarifuddin, dan Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.