Tag: Mahendra Siregar

  • Dana Rp 200 Triliun Tak Bergerak, Menkeu Purbaya Siap Cabut dari Bank ‘Lemot’

    Dana Rp 200 Triliun Tak Bergerak, Menkeu Purbaya Siap Cabut dari Bank ‘Lemot’

    Sebelumnya diwartakan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti masih rendahnya penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Padahal, pemerintah telah menggelontorkan dana hingga Rp 200 triliun untuk memperkuat permodalan dan mendorong pemulihan ekonomi di sektor tersebut. Namun, kenyataannya, pertumbuhan kredit UMKM masih tertinggal dibandingkan sektor lain dalam industri keuangan.

    “Memang pertumbuhan dari segi industri dan juga permintaan dan ekonomi di lapis yang dilayani oleh kelompok UMKM sampai belakangan ini memang lebih rendah daripada rata-rata,” kata Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Menurut Mahendra, perlambatan ini mencerminkan lemahnya permintaan dari sisi industri maupun pelaku ekonomi kecil yang menjadi target utama program pembiayaan.

    Meskipun begitu, Mahendra optimistis bahwa tren perbaikan mulai terlihat di sektor riil. Ia menyebut beberapa indikator menunjukkan adanya pemulihan permintaan kredit, khususnya dari UMKM yang bergerak di sektor perdagangan dan manufaktur kecil.

    “Tapi kita sudah mulai melihat adanya pemulihan di sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM itu sendiri kita harapkan bisa membaiknya,” ujarnya

  • RI Jadi Pusat Ekonomi Digital ASEAN, Nilainya Diproyeksi Capai Rp 5.987 T

    RI Jadi Pusat Ekonomi Digital ASEAN, Nilainya Diproyeksi Capai Rp 5.987 T

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Indonesia kini menjadi pemain utama ekonomi digital di ASEAN. Sumbangsih Indonesia terhadap ekonomi digital ASEAN mencapai 40% berdasarkan data International Data Center Authority (IDCA).

    Nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan semakin tinggi. Pada 2030, nilainya bisa mencapai US$ 220-360 miliar atau setara Rp 3.658-5.987 triliun (kurs Rp 16.631).

    Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia & Indonesia Fintech Summit 2025 di JICC, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2025).

    “Indonesia kini tercatat menjadi powerhouse digital ASEAN. Kita menyumbang sekitar 40% dari nilai ekonomi digital di kawasan, dan diproyeksikan akan terus meningkat mencapai angka antara US$ 220-360 miliar pada tahun 2030 yang akan datang,” kata dia.

    Sementara nilai ekonomi digital ASEAN diproyeksikan akan mencapai US$ 2 triliun pada 2030. Melihat potensi sebesar itu, OJK bersama BI terus mempercepat transformasi ekonomi dan keuangan digital.

    Percepatan ini tidak bisa dilakukan oleh OJK dan BI, namun perlu melibatkan kementerian dan lembaga (K/L), otoritas hingga pelaku usaha swasta.

    “Mengacu pada sambutan dan semangat yang sama baik dari ketua kami Ketua OJK Pak Mahendra Siregar maupun dari Pak Gubernur Bank Indonesia Pak Perry Warjiyo, kita sama-sama mencatat pernyataan beliau bahwa percepatan transformasi ekonomi dan keuangan digital sangat memerlukan kolaborasi erat di antara kementerian, lembaga dan juga pelaku industri,” terangnya.

    Pihaknya juga memastikan, seiring percepatan ekonomi digital akan diimbangi dengan mitigasi risiko untuk melindungi konsumen atau nasabah. Selain itu akan dijamin pula stabilitas sistem keuangan nasional.

    “Kami di OJK sebagai regulator tentu akan terus hadir dan menjaga keseimbangan antara inovasi, di satu sisi dengan kemampuan untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin ditimbulkannya. Terus mendorong pertumbuhan dengan menghadirkan pelindungan terhadap konsumen dan nasabah tanpa kompromi, serta menyeimbangkan antara mendorong kemajuan teknologi dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan nasional,” pungkasnya.

    (ada/ara)

  • Bos OJK Usulkan Hapus Buku dan Hapus Tagih Diberlakukan Lagi

    Bos OJK Usulkan Hapus Buku dan Hapus Tagih Diberlakukan Lagi

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan program hapus buku dan hapus tagih di bank-bank Himbara diberlakukan kembali.

    Menurut Mahendra, langkah ini penting untuk memberikan ruang yang lebih efektif bagi perbankan dalam menata kembali portofolio kredit bermasalah, terutama di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Mahendra menjelaskan, OJK telah menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah dengan harapan adanya peninjauan ulang dan penyesuaian dalam pelaksanaannya.

    “Kami sudah sampaikan pada pemerintah untuk hal itu bisa dilihat peninjauannya untuk bisa diperpanjang dan juga dilakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga langkah-langkah yang bisa ditempuh oleh bank lebih efektif dalam menerapkan proses untuk hapus buku-tagih sesuai dengan yang justru diharapkan oleh pemerintah itu sendiri bisa segera terlaksanakan,” kata Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk mempercepat proses pemulihan perbankan dan menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.

     

  • Rp 200 Triliun Sudah Diguyur Tapi Kredit Masih Seret, Apa yang Salah?

    Rp 200 Triliun Sudah Diguyur Tapi Kredit Masih Seret, Apa yang Salah?

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti masih rendahnya penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Padahal, pemerintah telah menggelontorkan dana hingga Rp 200 triliun untuk memperkuat permodalan dan mendorong pemulihan ekonomi di sektor tersebut. Namun, kenyataannya, pertumbuhan kredit UMKM masih tertinggal dibandingkan sektor lain dalam industri keuangan.

    “Memang pertumbuhan dari segi industri dan juga permintaan dan ekonomi di lapis yang dilayani oleh kelompok UMKM sampai belakangan ini memang lebih rendah daripada rata-rata,” kata Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Menurut Mahendra, perlambatan ini mencerminkan lemahnya permintaan dari sisi industri maupun pelaku ekonomi kecil yang menjadi target utama program pembiayaan.

    Meskipun begitu, Mahendra optimistis bahwa tren perbaikan mulai terlihat di sektor riil. Ia menyebut beberapa indikator menunjukkan adanya pemulihan permintaan kredit, khususnya dari UMKM yang bergerak di sektor perdagangan dan manufaktur kecil.

    “Tapi kita sudah mulai melihat adanya pemulihan di sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM itu sendiri kita harapkan bisa membaiknya,” ujarnya

     

  • OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pemerintah untuk memperpanjang kebijakan hapus piutang macet, baik melalui hapus buku maupun hapus tagih, bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024.

    Sebagai catatan, masa berlaku PP tersebut telah berakhir pada 5 Mei 2025.

    “Kami sudah sampaikan kepada pemerintah, peninjauannya agar bisa diperpanjang dan dilakukan penyesuaian sehingga langkah yang ditempuh oleh bank lebih efektif dalam menerapkan hapus buku-hapus tagih sesuai yang diharapkan pemerintah,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Kamis.

    Mahendra mengatakan pihaknya melihat potensi dari kebijakan hapus piutang macet tersebut untuk bisa bekerja secara efektif dalam mendukung pertumbuhan UMKM.

    Menurutnya, meski pertumbuhan industri dan UMKM masih lebih rendah dari rata-rata, terlihat adanya pemulihan pada sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM.

    Sementara itu, Mahendra melihat masih ada kendala kinerja pembiayaan berbagai bank, utamanya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

    “Ini yang perlu dipulihkan, antara lain melalui hapus buku dan hapus tagih bagi mereka yang masih ada dalam catatan di perbankan terkait,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    OJK tegaskan transformasi digital perlu inovasi bertanggung jawab

    Kami meyakini transformasi digital harus dibangun dengan landasan kuat kepercayaan terhadap sistem, tata kelola dan perlindungan konsumen

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan transformasi digital harus berjalan beriringan dengan inovasi yang bertanggung jawab.

    “Kami meyakini bahwa transformasi digital harus dibangun dengan landasan kuat kepercayaan terhadap sistem, tata kelola dan perlindungan konsumen. Oleh karena itu, inovasi dan mitigasi risiko serta tata kelola yang terpercaya harus berjalan beriringan,” kata Mahendra dalam kegiatan FEKDI x IFSE 2025 di Jakarta, Kamis.

    Hal itu yang melandasi OJK berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan FEKDI x IFSE 2025. Kegiatan ini merupakan bentuk sinergi nasional dalam mempercepat transformasi ekonomi dan keuangan digital Indonesia.

    Secara bersamaan, kegiatan ini juga selaras dengan misi Asta Cita untuk memperkuat kemandirian dan daya saing ekonomi Indonesia.

    Sejalan dengan itu, lanjut Mahendra, OJK terus memperkuat fondasi pengaturan dan pengawasan berbasis teknologi, memperluas akses pembiayaan digital secara bertanggung jawab dan memastikan inovasi berjalan seiring dengan perlindungan konsumen dan integritas sistem keuangan.

    Melalui sinergi lintas instansi, OJK berkomitmen menjaga ekosistem keuangan digital yang aman, adaptif dan inklusif, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan tetapi juga memastikan seluruh transformasi memberi manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.

    OJK pun terus memperkuat pengaturan dan pengawasan berbasis data dan teknologi, termasuk melalui pemanfaatan supervisory technology, integrasi data lintas sektor, serta kolaborasi yang lebih erat dengan otoritas fiskal, moneter dan pelaku industri.

    Dengan berbagai langkah itu, OJK optimistis Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi salah satu penentu dan pengarah tata kelola ekonomi digital di kawasan.

    “Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat koordinasi, menghadirkan inovasi yang bertanggung jawab dan memastikan transformasi digital ini benar-benar menghadirkan kemajuan yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Minta Himbara Tak Salurkan Kredit ke Konglomerat, Ini Kata Bos OJK

    Menkeu Purbaya Minta Himbara Tak Salurkan Kredit ke Konglomerat, Ini Kata Bos OJK

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengingatkan lima bank Himbara agar tidak menyalurkan dana kredit sebesar Rp 200 triliun kepada kalangan konglomerat.

    Mahendra menyatakan, kinerja dan penyaluran dana perbankan menjadi bagian dari pengawasan yang juga dilihat langsung oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan.

    “Saya rasa kalau update mengenai kinerja itu langsung dilihat oleh pihak pemerintah, Kementerian Keuangan,” ujar Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Meski enggan berkomentar lebih jauh, Mahendra menegaskan, OJK terus memantau kinerja industri perbankan nasional, termasuk penyaluran kredit oleh bank-bank milik negara (Himbara), agar tetap sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Jadi, saya tidak akan masuk pada mengomentari apa yang tentu menjadi kewenangan dari pemerintah untuk masuk ke situ,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan agar penyaluran kredit senilai Rp 200 triliun oleh bank-bank Himbara tidak difokuskan kepada konglomerat, tetapi mengalir ke sektor produktif dan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).

    “Sebetulnya kita minta ke perbankan yang simpan dana itu, jangan anda kasih ke konglomerat,” ujar Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

    Realisasi Penyaluran Dana Rp 200 Triliun

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya melaporkan realisasi penyerapan dana pemerintah yang disalurkan kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terus meningkat. Dana tersebut disalurkan untuk memperkuat likuiditas serta mendukung pembiayaan produktif.

     

  • Edukasi Jadi Fondasi OJK Wujudkan Pelindungan Menyeluruh

    Edukasi Jadi Fondasi OJK Wujudkan Pelindungan Menyeluruh

    Jakarta, Beritasatu.com – Nurlaili baru saja turun dari ojek online di depan rumah kontrakannya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, setelah seharian bekerja di toko pakaian. Saat ingin membuka pintu, ponselnya tiba-tiba berdering nyaring. Ia pikir itu panggilan dari temannya, jadi tanpa pikir panjang langsung diangkatnya. Ternyata panggilan itu dari seorang debt collector.

    “Bayar utang lu sekarang. Kalau kagak, data lu gua sebar,” kata Nurlaili menirukan suara debt collector yang meneleponnya, Selasa (28/10/2025).

    Peristiwa itu terjadi persis setahun yang lalu. Nurlaili bercerita, dalam kondisi ekonomi yang terdesak karena sudah berbulan-bulan menganggur, ketika itu ia menerima pesan WhatsApp yang menawarkan pinjaman online. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajukan pinjaman. Belakangan baru diketahui kalau aplikasi pinjaman online (pinjol) yang menawarkan pinjaman itu statusnya ilegal.

    Tidak sampai sehari, uang pinjaman itu langsung masuk ke rekeningnya. Nurlaili sempat merasa lega karena kebutuhannya terpenuhi, tetapi ternyata itu menjadi awal dari kesulitan besar dalam hidupnya. Bunga pinjaman yang sangat tinggi membuatnya kesulitan untuk melunasi. Saat jatuh tempo tiba dan ia belum mampu membayar, dendannya juga mencekik. Berbagai cacian dan ancaman juga datang dari pihak penagih.

    “Saya enggak tahu kalau pinjolnya ilegal. Bukannya enggak mau bayar, tapi memang waktu itu belum ada uang. Bunga sama dendanya juga tinggi banget sampai susah buat dilunasin. Saya malu, semua orang jadi tahu karena ikutan diteror,” cerita Nurlaili.

    Karena tak tahan dengan tekanan dan rasa malu, akhirnya Nurlaili memutuskan untuk menjual sepeda motornya demi melunasi semua utangnya. “Saya kapok,” ucapnya.

    Kisah Nurlaili hanyalah satu dari banyak cerita serupa di berbagai daerah. Di balik kemudahan teknologi digital, banyak masyarakat terjebak dalam jerat pinjaman online ilegal yang menawarkan kemudahan dan kecepatan. Bahayanya, pinjol ilegal menerapkan bunga tinggi dan denda keterlambatan yang tidak wajar. Pinjol ilegal juga bisa mengakses kontak dan data pribadi untuk melakukan tindak pidana.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak 1 Januari hingga 30 September 2025, OJK telah menerima 17.531 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari total pengaduan itu, sebanyak 13.999 pengaduan terkait pinjaman online ilegal, dan 3.532 pengaduan terkait investasi ilegal.

    Selain pinjol dan investasi ilegal, penipuan atau scam online juga marak terjadi. Pelaku kerap menyamar sebagai kerabat, teman dekat, bahkan tokoh publik. Dengan bantuan teknologi deepfake berbasis artificial intelligence (AI), tak sedikit korban yang akhirnya tertipu.

    Seperti yang dikisahkan Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono. Namanya pernah disalahgunakan oleh pelaku scam online untuk meminta uang kepada korban. Pelaku mengaku sebagai Sadewo yang ingin menjual mobil dan meminta down payment (DP) kepada korban.

    “Ada yang pakai nama saya via WhatsApp, saya butuh duit mau jual mobil dan minta DP, dan ada yang kena Rp 5 juta,” ujar Sadewo dalam acara Puncak Bulan Inklusi Keuangan 2025 di Rita Mall Purwokerto, Sabtu (18/10/2025).

    Pelindungan Konsumen Jasa Keuangan

    Dalam kegiatan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi pengurus pusat dan anggota Dharma Pertiwi yang digelar secara hybrid, Rabu (22/10/2025), Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, dampak kemajuan teknologi memberikan kemudahan di hampir semua aspek, baik dalam pendidikan, komunikasi, hingga layanan keuangan.

    Namun, di balik kemudahan tersebut, ada bahaya yang mengintai. Mulai dari penyalahgunaan data pribadi, penipuan atau scam, serangan siber, hingga aktivitas keuangan ilegal. Karenanya, kegiatan meningkatkan literasi keuangan menjadi bagian yang penting. Tidak hanya untuk menghindari risiko kejahatan keuangan digital, tetapi juga meningkatkan daya tahan finansial.

    “Kenapa belajar literasi keuangan itu penting? Ada satu studi yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (EOCD), literasi keuangan itu bisa memperkuat financial resilience atau daya tahan finansial keluarga,” kata Friderica.

    Dalam melindungi masyarakat dari risiko di sektor keuangan, OJK memiliki peranan yang sangat penting. Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, lembaga ini bertugas mengatur, mengawasi seluruh sektor jasa keuangan mulai dari perbankan, pasar modal, asuransi, hingga fintech dan industri keuangan non-bank (IKNB), serta melindungi konsumen dan masyarakat.

    OJK juga memperkuat upaya pelindungan melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

    Friderica menyampaikan, penerbitan POJK tersebut merupakan respons cepat OJK selaku regulator atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat.

    Ditegaskan Friderica, pelindungan konsumen dan masyarakat bukan hanya soal menangani pengaduan. Konsep pelindungan konsumen dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang dimulai dari edukasi kepada konsumen dan masyarakat, pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (market conduct), dan penanganan pengaduan konsumen.

    “Pelindungan konsumen itu bukan pemadam kebakaran, bukan di akhir, tetapi kita mulai dari awal, dari edukasi, pengawasan market conduct, kemudian penanganan pengaduan,” kata Friderica.

    Edukasi, lanjut Friderica, adalah fondasi utama agar masyarakat memahami produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan. Untuk itu, OJK secara rutin menyelenggarakan program edukasi bersama stakeholder dan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). Program ini dilakukan baik secara online maupun offline.

    Infografis program literasi dan inklusi keuangan OJK 2025 – (Beritasatu.com/-)

    Selama periode Januari-September 2025, OJK telah menyelenggarakan 4.736 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 7.094.592 peserta. Melalui platform digital Sikapi Uangmu, saluran komunikasi khusus edukasi keuangan, OJK telah menerbitkan 252 konten edukasi yang berhasil menarik 2.071.316 viewers.

    Dalam kegiatan edukasi keuangan, OJK memaparkan berbagai modus kejahatan keuangan digital dan tips menghindarinya, hingga langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum memilih produk atau jasa keuangan.

    Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU) juga mencatat 34.597 pengguna dengan total akses modul sebanyak 22.531 kali, serta penerbitan 14.570 sertifikat kelulusan modul. Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) juga dijalankan secara masif dengan 38.396 kegiatan yang menjangkau 206.072.665 peserta atau viewers.

    Sementara itu dalam aspek layanan konsumen, sejak Januari hingga 22 September 2025, OJK mencatat 372.958 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK), termasuk 37.295 pengaduan.

    Sinergi Satgas PASTI

    Friderica menambahkan, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI, hingga akhir September 2025, OJK telah berhasil menghentikan 1.556 entitas pinjaman online ilegal dan 284 penawaran investasi ilegal. Satgas juga mengajukan pemblokiran 2.422 nomor kontak debt collector pinjaman ilegal kepada Kementerian Komunikasi dan Digital, serta memonitor 22.993 nomor telepon yang dilaporkan korban penipuan, yang ditindaklanjuti dengan pemblokiran.

    Sejak peluncuran pada November 2024 sampai 30 September 2025, Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan menerima 274.772 laporan penipuan, terdiri dari 163.945 laporan yang disampaikan korban melalui pelaku usaha sektor keuangan, dan 110.827 laporan langsung dari korban. Total rekening yang dilaporkan mencapai 443.235, dan 87.819 rekening diblokir. Total kerugian yang dilaporkan senilai Rp 6,1 triliun, sementara dana yang sudah diblokir sebesar Rp 374,2 miliar.

    Salah satu kasus terbaru terungkap di Sumatera Utara (Sumut). Satgas PASTI bekerja sama dengan Polda Sumut berhasil menangkap pelaku kasus penipuan keuangan yang dilaporkan melalui IASC. Korban berinisial RS menderita kerugian mencapai Rp 254 juta. Modus yang digunakan pelaku adalah melalui panggilan telepon dengan taktik rekayasa sosial dengan mengaku sebagai kerabat korban.

    Ketua Satgas PASTI, Rizal Ramadhani dalam konferensi pers di Mapolda Sumut, Rabu (15/10/2025) menyampaikan, keberhasilan penanganan kasus ini menunjukkan kuatnya sinergi antaranggota Satgas PASTI yang terdiri dari regulator, kementerian, lembaga negara, aparat penegak hukum, dan pelaku industri jasa keuangan. Ia menekankan, sinergi tersebut menjadi faktor penting dalam menghadapi penipuan yang semakin kompleks dan merugikan masyarakat.

    “Sebagai upaya perlindungan konsumen dan masyarakat, Satgas PASTI akan terus memperkuat kolaborasi serupa untuk menindak aktivitas keuangan ilegal dan penipuan transaksi keuangan yang merugikan publik,” kata Rizal.

    Sementara itu, dalam rangka pengawasan perilaku PUJK (market conduct), sejak 1 Januari hingga 30 September 2025, OJK telah mengenakan sembilan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan 15 sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 394 juta atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen dalam penyediaan informasi dalam iklan.

    Perkuat Peran TPAKD

    OJK juga terus mendorong program penguatan inklusi keuangan melalui kolaborasi dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia.

    Dalam Rapat Koordinasi Nasional TPAKD 2025 pada Jumat (10/10/2025), Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menegaskan, OJK akan terus memperkuat peran TPAKD sebagai katalis pemerataan ekonomi nasional.

    Disampaikan Mahendra, TPAKD perlu melakukan langkah strategis untuk mencapai target inklusi keuangan nasional. Pertama, penguatan infrastruktur dan ekosistem keuangan digital serta perluasan titik akses keuangan di daerah, agar seluruh masyarakat dapat menggunakan layanan keuangan yang mudah, aman, dan terjangkau.

    Kedua, peningkatan literasi dan inklusi keuangan harus terus dioptimalkan, seiring dengan pendalaman sektor keuangan dan penguatan perlindungan konsumen. Ketiga, TPAKD diharapkan menjaga keberlanjutan kegiatan agar konsisten dan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian daerah. Keempat, TPAKD perlu meningkatkan kemampuan anggota dalam beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan inovasi keuangan.

    Untuk memperkuat ekosistem akses keuangan di daerah, OJK telah meluncurkan Roadmap TPAKD 2026–2030, yang menjadi panduan pengembangan layanan keuangan di seluruh wilayah Indonesia.

    “Roadmap ini menjadi acuan arah kebijakan TPAKD dan langkah-langkah transformatif ke depan. Roadmap ini dirancang untuk memperkuat ekosistem akses keuangan di daerah secara terarah, khususnya untuk pembiayaan UMKM,” kata Mahendra.

    Infografis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 – (Beritasatu.com/-)

    Melalui berbagai inisiatif yang telah dijalankan, tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia telah meningkat. Dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks literasi keuangan mencapai 66,46% dan indeks inklusi keuangan 80,51%. Hasil SNLIK 2025 ini meningkat dibanding SNLIK 2024 yang menunjukkan indeks literasi keuangan 65,43% dan indeks inklusi keuangan 75,02%.

    Tantangan Perlindungan Konsumen

    Program perlindungan konsumen dan masyarakat yang dijalankan OJK terus menghadapi tantangan baru seiring pesatnya perkembangan industri keuangan digital. Modus kejahatan finansial kini semakin canggih, sehingga masyarakat yang belum memiliki literasi keuangan memadai membutuhkan perlindungan ekstra.

    Berdasarkan hasil SNLIK 2025, masih ada sejumlah kelompok masyarakat dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih rendah dari rata-rata nasional. Mereka adalah penduduk perempuan, penduduk yang tinggal di perdesaan, penduduk umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun, penduduk dengan pendidikan rendah (tamat SMP/sederajat ke bawah), serta penduduk yang bekerja sebagai petani, peternak, pekebun, nelayan, pelajar atau mahasiswa, ibu rumah tangga, dan belum bekerja.

    Oleh karena itu, Friderica menegaskan OJK akan terus memperkuat program literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok rentan tersebut. Kolaborasi lintas sektor juga akan ditingkatkan untuk membangun kepercayaan publik terhadap industri keuangan.

    Friderica juga berpesan agar masyarakat selalu mempelajari dengan cermat setiap tawaran produk dan jasa keuangan sebelum mengambil keputusan. Pastikan produk tersebut sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko diri, serta pahami seluruh isi kontrak sebelum menandatangani kesepakatan.

    Friderica mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran yang terdengar tidak masuk akal. Banyak kasus penipuan berasal dari produk keuangan ilegal yang menjanjikan keuntungan besar tanpa risiko.

    “Supaya terhindar dari skema penipuan, selalu ingat prinsip 2L, legal dan logis. Legal artinya pastikan produk atau layanan yang ditawarkan sudah memiliki izin dari otoritas atau lembaga terkait yang mengawasi. Logis artinya selalu memperhatikan hasil atau keuntungan yang ditawarkan, apakah logis atau tidak,” pesan Friderica.

    OJK juga meminta pelaku usaha jasa keuangan untuk memperkuat tata kelola internal, mulai dari desain produk, pemasaran, penjualan, hingga layanan purnajual. Diyakini Friderica, sinergi antara konsumen yang melek finansial dan industri yang bertanggung jawab pada akhirnya akan menciptakan ekosistem keuangan yang sehat.

  • Tanggapi Purbaya, BEI bentuk tim kerja atasi “saham gorengan”

    Tanggapi Purbaya, BEI bentuk tim kerja atasi “saham gorengan”

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan telah membentuk Tim Kerja, sebagai upaya untuk menangani saham-saham yang mengalami pergerakan tidak wajar alias “saham gorengan” di pasar saham Indonesia sebagai respons terhadap pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa beberapa waktu lalu.

    Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik memastikan perlindungan investor tetap selalu menjadi prioritas dan akan terus bekerja keras dalam menjalankan tugas tersebut.

    “Kemarin Pak Irvan (Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, Red.) sudah menyampaikan tentang Tim Kerja itu. Tetapi tadi saya sampaikan juga, intinya terkait dengan perlindungan investor selalu menjadi prioritas kami,” ujar Jeffrey saat ditemui seusai penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI Tahun 2025 di Jakarta, Rabu.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya meminta para pemangku kepentingan terkait untuk merapikan perilaku investor, khususnya dalam melakukan transaksi tidak wajar alias “menggoreng saham” di pasar modal Indonesia.

    Apabila upaya tersebut berhasil, pihaknya berjanji akan memberikan insentif perpajakan bagi pasar modal Indonesia.

    “Tadi direktur bursa minta insentif terus, yang belum tentu saya kasih. Jadi saya bilang akan saya beri insentif kalau anda sudah merapikan perilaku investor di pasar modal. Artinya goreng-gorengan dikendalikan, supaya investor kecil terlindungi, baru saya pikir insentifnya,” ujar Purbaya.

    Sebelumnya, telah diselenggarakan dialog bersama antara Menkeu Purbaya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BEI, dan Self Regulatory Organization (SRO), serta para pelaku pasar modal Indonesia lainnya.

    Dialog dihadiri oleh Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Mahendra Siregar, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, Direktur Utama BEI Iman Rachman bersama jajaran direksi BEI, serta jajaran direksi SRO lainnya.

    Sementara itu, dalam RUPSLB hari ini Rabu (29/10), para pemegang saham BEI memberikan persetujuan atas Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Perseroan Tahun Buku 2026, serta Perubahan Anggaran Dasar.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Akumindo: Dana Rp200 Triliun di Himbara Belum Sentuh UMKM

    Akumindo: Dana Rp200 Triliun di Himbara Belum Sentuh UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) mengungkapkan bahwa dana sebesar Rp200 triliun yang ditempatkan pemerintah di bank-bank milik negara (Himbara) belum menyentuh segmen UMKM.

    Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero menyampaikan bahwa hal ini tak terlepas dari proses pencairan kredit UMKM yang dirasa masih sulit. Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan tujuan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggerakkan sektor riil.

    “Niatan Menteri Keuangan bagus dengan dana Rp200 triliun, tetapi kalau sistem pencairan kepada pelaku-pelaku UMKM itu masih sama, enggak akan bisa [berdampak],” kata Edy saat ditemui di Ritz-Carlton Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Menurutnya, dalam menggelontorkan dana jumbo, pemerintah perlu mengiringinya dengan pengawasan terhadap pencairan dana tersebut di perbankan. 

    Edy tak menampik bahwa segmen UMKM memiliki risiko yang lebih tinggi dalam meningkatkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

    Namun demikian, dia menilai bahwa pemerintah semestinya memiliki mekanisme dalam memitigasi risiko tersebut, di samping kepatuhan yang diupayakan meningkat dari sisi UMKM.

    “Misalnya di China, mereka bisa menanggung risknya. Kenapa kita tidak? Kita belajar untuk itu. Dan pelaku UMKM juga harusnya belajar untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dia dapatkan,” ujar Edy.

    Sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurrahman angkat suara soal risiko kenaikan kredit bermasalah segmen UMKM, pada saat akses pembiayaan UMKM diperluas melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 19/2025.

    Maman menyampaikan bahwa POJK tersebut memuat ketentuan penerapan pemeringkat kredit alternatif (PKA) atau innovative credit scoring (ICS) sebagai bentuk relaksasi syarat pengajuan kredit UMKM. Menurutnya, mitigasi risiko tetap dilakukan oleh bank penyalur kredit dan OJK selaku regulator.

    “Jadi saya pikir bank pasti tetap akan melakukan mitigasi dengan OJK, ya. Apakah ini malah akan meningkatkan NPL atau justru menurunkan,” kata Maman dalam diskusi media di Kantor Kementerian UMKM, Rabu (22/10/2025).

    Adapun, OJK melaporkan bahwa porsi kredit UMKM perbankan menurun, yakni berkisar 19% dari total penyaluran kredit sebesar Rp8.075 triliun per Agustus 2025.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal ini diiringi pelambatan kredit UMKM yang hanya bertumbuh 1,35% secara tahunan (year-on-year/YoY) hingga bulan kedelapan tahun ini.