Tag: Mahendra Siregar

  • OJK siapkan POJK derivatif keuangan pascaperalihan tugas dari Bappebti

    OJK siapkan POJK derivatif keuangan pascaperalihan tugas dari Bappebti

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan dan segera menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terkait instrumen derivatif keuangan dengan underlying efek, pascaperalihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

    “Terkait derivatif keuangan, kami akan segera menerbitkan POJK Nomor 1 Tahun 2025 tentang derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa efek, yang saat ini sedang dalam proses administratif pengundangannya,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.

    Bappebti pada Jumat (10/1) resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital (AKD) termasuk aset kripto (AK) dan derivatif keuangan kepada OJK dan Bank Indonesia (BI).

    Sebelumnya, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (AKD AK) serta Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (AKD AK).

    Selain menerima peralihan tugas AKD AK, OJK menerima peralihan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap instrumen derivatif keuangan dengan underlying efek yang di antaranya indeks saham dan saham tunggal asing.

    Adapun pengaturan derivatif keuangan dengan underlying yang meliputi instrumen di pasar uang dan instrumen di pasar valuta asing (PUVA) beralih kepada BI. Untuk hal ini, BI telah menerbitkan Peraturan BI Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing yang mengatur tugas pasar uang dan pasar valuta asing, termasuk di dalamnya derivatif PUVA.

    Dari sisi infrastruktur perizinan, Mahendra mengatakan bahwa OJK telah menyiapkan sistem perizinan AKD AK dan derivatif keuangan secara digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT).

    Dalam proses peralihan tugas ini, OJK dan Bappebti telah melakukan koordinasi dan berkomitmen untuk mendukung pengembangan dan penguatan ekosistem derivatif keuangan secara keseluruhan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

    Pada kesempatan yang sama, Mahendra juga melaporkan beberapa hal lain yang sudah dilakukan OJK terkait dengan amanat UU P2SK dalam perluasan mandat OJK mencakup industri ataupun produk baru yang sebelumnya tidak ada/belum/tidak berada di bawah kewenangan pengaturan dan pengawasan OJK.

    Pada Jumat (10/1), OJK telah menerima daftar koperasi open loop dari Kementerian Koperasi (Kemenkop) yang dinilai sesuai kriteria pada Pasal 44 B ayat (2) UU P2SK. Koperasi yang tercantum dalam daftar tersebut akan ditindaklanjuti oleh OJK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    “Wujud dari komitmen kami untuk melaksanakan mandat itu adalah dengan telah diterbitkannya kerangka pengaturan POJK No. 47 Tahun 2024 tentang Koperasi di Sektor Jasa Keuangan atau disingkat KSJK,” kata Mahendra.

    Hal lainnya terkait amanat UU PS2K, OJK juga telah memberikan izin kepada satu lembaga jasa keuangan (LJK) untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion. Terkait hal ini, proses perizinannya, pengawasan, hingga perlindungan konsumen akan menggunakan semua pengaturan, ketetapan, dan sistem yang ada di OJK.

    Terakhir, pada tahun ini, OJK juga akan menetapkan kelembagaan dan kepengurusan perusahaan induk konglomerasi keuangan sesuai POJK No. 30 2024. Dengan begitu, kata Mahendra, maka rezim pengaturan dan pengawasan financial holding company di Indonesia menjadi setara dengan negara besar lainnya.

    “Semua yang menjadi amanat dan mandat perluasan bagi OJK sudah dilaksanakan. Sekarang tentu tantangannya adalah bagaimana melakukan operasionalisasinya, implementasinya, dan tentu esensi dari pengembangan dan penguatannya seperti yang diharapkan oleh UU P2SK itu sendiri sehingga memberikan hasil yang terbesar atau maksimal kepada pengembangan sektor jasa keuangan dan perekonomian nasional,” kata Mahendra.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • OJK Ungkap Alasan Ambil Alih Pengawasan Aset Kripto dari Bappebti

    OJK Ungkap Alasan Ambil Alih Pengawasan Aset Kripto dari Bappebti

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan alasan peralihan pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital, termasuk kripto, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.

    Peralihan ini resmi berlaku sejak 10 Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen.

    Mahendra menjelaskan, langkah dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, mendalami pasar keuangan terintegrasi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan konsumen di sektor keuangan digital.

    “Kami berkomitmen agar transisi tugas pengaturan dan pengawasan dilakukan secara mulus untuk menghindari gejolak di pasar,” ujar Mahendra dalam konferensi pers daring, Selasa (14/1/2025).

    Untuk mendukung pengawasan aset kripto yang seamless, OJK telah menerbitkan beberapa peraturan. Pertama, POJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital dan Kripto.

    Kedua, SEOJK Nomor 20 Tahun 2024 tentang Mekanisme Pelaporan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital. Ketiga, POJK Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pengaturan Derivatif Keuangan Berbasis Efek (dalam proses administratif).

    Mahendra menambahkan, OJK juga memperkenalkan sistem digital Sprint (Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi) untuk mempercepat perizinan dan pengawasan aset keuangan digital.

    Mahendra menegaskan koordinasi dengan Bappebti telah dilakukan untuk memastikan ekosistem derivatif keuangan berkembang sesuai dengan kewenangan masing-masing.

    Dengan peralihan ini, OJK berupaya menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih stabil, aman, dan terpercaya. Langkah peralihan pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital, termasuk kripto, dari Bappebti ke OJK diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan industri aset digital dan kepercayaan konsumen di Indonesia.

  • OJK: KPR yang disalurkan perbankan masih tunjukkan tren pertumbuhan

    OJK: KPR yang disalurkan perbankan masih tunjukkan tren pertumbuhan

    Data yang ada menunjukkan bahwa KPR yang disalurkan perbankan itu masih menunjukkan pertumbuhan

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyebutkan penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR) oleh industri perbankan masih menunjukkan adanya tren pertumbuhan dan diproyeksikan masih akan tumbuh positif ke depan.

    “Data yang ada menunjukkan bahwa KPR yang disalurkan perbankan itu masih menunjukkan pertumbuhan, dan perbankan juga memproyeksikan pertumbuhan kredit ke depan yang masih cukup positif,” kata Dian dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.

    Terkait dengan suku bunga yang menjadi salah satu pendorong permintaan, Dian mengingatkan bahwa secara umum suku bunga KPR mengikuti pergerakan suku bunga kredit yang diberikan perbankan.

    Pergerakan tingkat suku bunga tersebut turut dipengaruhi berbagai faktor yang tidak terlepas dari dinamika-dinamika dalam perekonomian, termasuk pengaruh dari global yang saat ini sangat dinamis dan diwarnai oleh unsur ketidakpastian terkait dengan situasi geopolitik.

    “Fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas, kemudian juga tingkat inflasi, kebijakan suku bunga di berbagai jurisdiksi dalam merespon dinamika tersebut,” ujar Dian.

    Dian mengatakan bahwa dukungan berbagai program pemerintah, terutama yang dapat mendorong penguatan daya beli masyarakat dan bauran kebijakan, akan menjadi pendorong bagi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan meningkatkan intermediasi termasuk dalam mendorong pertumbuhan KPR ke depan.

    OJK dan pemerintah juga akan terus berkomunikasi dalam implementasi berbagai program strategis pemerintah, termasuk program penyediaan tiga juta unit rumah. Dalam hal ini, OJK senantiasa mendorong perbankan agar tetap optimal dalam perannya sebagai salah satu agen pembangunan nasional.

    Dian mengatakan program penyediaan tiga juta rumah memiliki target market yang pasti, yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan maksimal penghasilan sebesar Rp8 juta per bulan untuk membiayai KPR rumah tapak dan susun dengan jangka waktu hingga 20 tahun. Bank juga dapat menghitungkan subsidi uang muka (SBUM) sehingga rasio loan to value (LTV) calon debitur MBR dapat meningkat.

    Dalam mendukung program tiga juta rumah, Dian menjelaskan bahwa OJK telah memiliki kebijakan terkait dengan perhitungan pembobotan ATMR kredit yang sejalan dengan tingkat loan to value atas pemberian kredit.

    Kebijakan lainnya termasuk penetapan kualitas kredit yang dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga berdasarkan satu pilar untuk kredit jumlah tertentu, serta dapat memiliki kualitas kredit yang berbeda untuk debitur yang memiliki sumber pembayaran dan proyek yang berbeda.

    Kemudian, terdapat kebijakan pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) yang dapat diberikan untuk penyediaan perumahan yang ditujukan kepada masyarakat kategori MBR.

    “Bank dapat mengoptimalkan bauran kebijakan dimaksud dengan tetap memperhatikan risk appetite dan tentu aspek prudential banking lainnya,” kata Dian.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menambahkan bahwa program tiga juta rumah akan menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi yang juga sangat penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

    “Untuk itu, bentuk dukungan yang telah dilakukan, termasuk menyampaikan surat kepada perbankan dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Mahendra.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • OJK: Potensi EBA-SP masih besar untuk dukung pendanaan 3 juta rumah

    OJK: Potensi EBA-SP masih besar untuk dukung pendanaan 3 juta rumah

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memandang, potensi untuk mengoptimalkan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP) masih sangat besar untuk meningkatkan dukungan likuiditas dan pendanaan bagi program tiga juta rumah.

    Ia mengatakan, langkah-langkah untuk meningkatkan dukungan likuiditas bagi pembiayaan program tiga juta rumah sangat penting untuk menjaga keberhasilan program. Oleh sebab itu, OJK bersama stakeholder terkait akan terus memperkuat dan merumuskan penyempurnaan skema EBA-SP di pasar modal.

    “Kami akan mengoptimalkan skema EBA-SP di pasar modal. Karena memang dalam pelaksanaannya akan lebih memadai lagi apabila dukungan dari pendanaan dan pasar modal dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan begitu, jumlah pembiayaan, pendanaan, maupun juga likuiditas akan lebih besar lagi untuk program yang penting ini,” kata Mahendra dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.

    Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa EBA-SP merupakan surat berharga yang terdiri dari sekumpulan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi, sehingga menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder.

    “EBA-SP ini merupakan instrumen yang dapat melengkapi sumber pendanaan dan menjamin stabilitas likuiditas bank,” kata dia.

    Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 13 Januari 2025, Dian menyebutkan bahwa terdapat sembilan EBA-SP yang diperdagangkan dengan total nilai sebesar Rp2,21 triliun.

    Meski begitu, Dian mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan upaya lainnya untuk mendukung sumber pendanaan program tiga juta rumah yang akan dikoordinasikan terlebih dahulu dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

    “Kita tentu harus berbicara dengan Bank Indonesia dan juga harus berbicara dengan Kementerian Keuangan, karena ada kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang akan terkait dengan isu-isu ini,” ujar dia.

    Mengenai kondisi likuiditas perbankan secara umum, Dian menyebutkan bahwa likuiditas industri perbankan masih sangat ample yang tecermin dari posisi November 2024 dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,94 persen dan 25,57 persen.

    Adapun Loan to Deposit Ratio (LDR) per November 2024 berada di posisi sebesar 87,34 persen. Hal ini dinilai masih memadai dalam mengantisipasi peningkatan penyaluran kredit untuk mendukung program tiga juta rumah.

    “Bank senantiasa diminta untuk tetap memenuhi manajemen risiko tentu saja dalam aktivitas operasional perkreditan ketika berpartisipasi pada program pemerintah dimaksud, sehingga kondisi likuiditas bank tetap juga terjaga,” kata Dian.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • OJK dukung 3 juta hunian untuk rakyat penghasilan rendah

    OJK dukung 3 juta hunian untuk rakyat penghasilan rendah

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam keterangan pers, Selasa (14/1/2025) secara virtual. Foto: Sri Lestari

    OJK dukung 3 juta hunian untuk rakyat penghasilan rendah
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Selasa, 14 Januari 2025 – 13:16 WIB

    Elshinta.com Otoritas Jasa Keuangan(OJK) mendukung Program 3 Juta Hunian dan Perluasan Mandat OJK dalam Rangka Penguatan dan Pengembangan SJK Sobat OJK, Sebagai bentuk upaya OJK dalam penguatan dan pengembangan Sektor Jasa Keuangan (SJK) serta mendukung program pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam keterangan pers, Selasa (14/1/2025) secara virtual.

    “Yang terkait dengan dukungan OJK terhadap program pembiayaan 3 juta hunian, terkait program itu OJK memberikan dukungan kepada masyarakat khususnya berpenghasilan rendah. Ini sekaligus akan menggerakkan dan meningkatkanpertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi,” katanya.

    Mahendra menegaskan bahwa Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) bukan sebagai faktor utama dalam pemberian kredit. Masyarakat yang memiliki historis kredit tidak lancar dalam SLIK, masih mampu mendapat fasilitas kredit.

    “SLIK itu berisi informasi yang bersifat netral dan bukan informasi daftar hitam atau blacklist. Slik digunakan untuk meminimalisir asymmetric information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan dan penerapan manajemen risiko oleh lembaga jasa keuangan,” tegasnya.

    Ditambahkan Mahendra, penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan satu-satunya factor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan itu.

    “Dalam kaitan itu tidak ada ketentuan OJK, yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non lancer. Termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain, khususnya untuk kredit dan pembiayaan nominal kecil,” pungkasnya.

    Penulis: Sri Lestari/Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Koperasi Jalankan Kegiatan Jasa Keuangan Resmi Diawasi OJK, Perlu Izin Baru? – Page 3

    Koperasi Jalankan Kegiatan Jasa Keuangan Resmi Diawasi OJK, Perlu Izin Baru? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima daftar koperasi yang menjalankan kegiatan di sektor jasa keuangan dari Kementerian Koperasi (Kemenkop) pada 10 Januari 2025.

    Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menjelaskan koperasi yang tercantum dalam daftar tersebut akan ditindaklanjuti OJK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    “Wujud komitmen kami untuk melaksanakan mandat itu dengan telah diterbitkan kerangka pengaturan POJK no 47 tahun 2024 tentang koperasi di sektor jasa keuangan. OJK akan melakukan sosialisasi dan komunikasi publik terkait proses tindak lanjut terhadap koperasi open loop,” kata Mahendra dalam konferensi pers, Selasa (14/1/2025).

    OJK juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan Dinas Koperasi di daerah untuk memastikan seluruh proses tindak lanjut dan perizinan ke OJK dapat berlangsung dengan baik.

    Dalam surat Menteri Koperasi RI Nomor B-3/M.KOP/PK.02.00/2025 tanggal 10 Januari 2025, telah disampaikan daftar koperasi open loop yang merupakan hasil penilaian Kemenkop sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) dalam Pasal 202 UU P2SK.

    Adapin penyerahan daftar ini untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Membina Koperasi

    Untuk diketahui, Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyerahkan daftar koperasi yang menjalankan kegiatan di sektor jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyerahan ini untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Menteri Koperasi Budi Arie mengatakan, berdasar Pasal 321 UUP2SK Kementerian Koperasi (Kemenkop) berkewajiban untuk membina koperasi yang menjalankan usahanya secara open loop khususnya yang bergerak pada jasa keuangan untuk melakukan sosialisasi terkait pengawasan usaha yang melibatkan OJK.

    “Kami di Kementerian Koperasi telah melakukan langkah-langkah antara lain pelaksanaan sosialisasi Undang-Undang P2SK kepada gerakan koperasi dan Dinas Koperasi seluruh Indonesia,” kata Budi Arie dalam keterangan tertulis, Selasa (14/1/2025). 

  • OJK Tegaskan Tak Ada Larangan Pembiayaan Debitur dengan Kredit Macet untuk Dukung Program 3 Juta Rumah

    OJK Tegaskan Tak Ada Larangan Pembiayaan Debitur dengan Kredit Macet untuk Dukung Program 3 Juta Rumah

    Jakarta, Beritasatu.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) merupakan informasi yang netral dan bukan sebagai penentu dalam pemberian kredit. Artinya, masyarakat atau debitur yang memiliki historis kredit macet dapat melakukan pembiayaan kredit dalam program 3 juta rumah.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, SLIK digunakan untuk asymmetric information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan serta penerapan manajemen risiko oleh lembaga jasa keuangan. SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi di Indonesia.

    “SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan merupakan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon individu dan bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan itu,” ujar Mahendra dalam konferensi pers OJK secara daring di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

    “Sekali lagi, tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. Termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain, khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil,” tambah Mahendra untuk mendukung program 3 juta rumah.

    Adapun dukungan ini tercermin dari data per November 2024 setidaknya ada 2,35 juta rekening kredit baru yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan kepada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non-lancar. Data Ini merupakan penjumlahan dari seluruh pelapor di dalam SLIK.

    OJK juga menyiapkan kanal pengaduan khusus untuk debitur yang ingin menyampaikan keluhan, pertanyaan, dan pengaduan di kontak 157. Namun, hal ini diperuntukan debitur yang kesulitan mengajukan KPR untuk program 3 juta rumah karena SLIK. Dalam menangani pengaduan tersebut, akan dibentuk satuan tugas khusus bersama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman Serta stakeholders terkait lainnya.

  • OJK terima daftar koperasi sektor jasa keuangan dari Kemenkop

    OJK terima daftar koperasi sektor jasa keuangan dari Kemenkop

    kami sesuai dengan peraturan OJK yang sudah diterbitkan berkaitan dengan itu akan memprosesnya lebih lanjut mulai dari perizinan

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima daftar koperasi yang menjalankan kegiatan di sektor jasa keuangan dari Kementerian Koperasi (Kemenkop), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya akan segera memproses daftar koperasi open loop yang telah diserahkan Kemenkop untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan.

    “Tentu kami sesuai dengan peraturan OJK yang sudah diterbitkan berkaitan dengan itu akan memprosesnya lebih lanjut mulai dari perizinan dan tentu pada gilirannya nanti pengaturan dan pengawasannya dan upaya untuk pengembangannya tentu saja. Karena esensi dari UU P2SK adalah pengembangan dan penguatan sektor jasa keuangan,” kata Mahendra di Jakarta, Selasa.

    Daftar koperasi open loop yang diserahkan kepada OJK pada Senin (13/1) merupakan hasil penilaian Kemenkop sesuai kriteria dalam Pasal 44B ayat (2) dalam Pasal 202 UU P2SK. Daftar koperasi tersebut tertuang dalam surat Menteri Koperasi RI Nomor B-3/M.KOP/PK.02.00/2025 tanggal 10 Januari 2025.

    Selanjutnya, koperasi yang tercantum dalam daftar akan ditindaklanjuti oleh OJK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    OJK akan melakukan sosialisasi dan komunikasi publik terkait proses tindak lanjut terhadap koperasi open loop dalam rangka pengembangan dan penguatan sesuai dengan UU P2SK.

    Selain itu, OJK akan terus melakukan koordinasi dengan Kemenkop dan Dinas Koperasi di daerah untuk memastikan seluruh proses tindak lanjut, termasuk perizinan kepada OJK dapat berlangsung dengan baik.

    Mahendra menyampaikan, OJK juga menawarkan kerja sama pendampingan dan pembinaan terhadap koperasi di Indonesia termasuk di bidang pengawasan dan penguatan governansi

    Dalam hal ini, OJK membuka diri apabila diperlukan untuk mengadakan pelatihan atau workshop maupun bentuk lainnya yang merupakan penyempurnaan dari kerja sama antara OJK dan Kemenkop.

    “Hal itu sangat diperlukan karena pada akhirnya kekuatan dari perekonomian kita adalah pada entitas, apakah itu perusahaan, apakah itu koperasi, apakah itu badan hukum lain yang pada gilirannya akan mendukung kemajuan dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan,” kata Mahendra.

    Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie mengatakan bahwa Kemenkop berkewajiban untuk membina koperasi yang menjalankan usahanya secara open loop khususnya yang bergerak pada jasa keuangan untuk melakukan sosialisasi terkait pengawasan usaha yang melibatkan OJK. Hal ini sebagaimana amanat Pasal 321 UU P2SK.

    Menurut Budi, Kemenkop juga telah melakukan langkah-langkah seperti pelaksanaan sosialisasi UU P2SK kepada gerakan koperasi dan Dinas Koperasi seluruh Indonesia.

    Ia pun mengimbau agar koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam segera melakukan perbaikan-perbaikan tata kelola usaha koperasi karena pengawasan usaha akan lebih intensif dan mendalam dengan melibatkan OJK.

    “Untuk melaksanakan UU P2SK lebih lanjut, kami di Kemenkop aktif berkoordinasi dengan OJK untuk membentuk tim gabungan,” kata Budi.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kripto Kini Diawasi OJK!

    Kripto Kini Diawasi OJK!

    Jakarta

    Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Hal ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, hari ini (10/1/2025)

    Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan. Kemendag terus mendukung agar transisi pengalihan dapat berlangsung secara transparan dan memberikan keamanan bagi pelaku pasar maupun pelaku ekonomi.

    “Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” ujar Budi dalam keterangannya, Jumat (10/1/2025).

    Budi menjelaskan tugas pengaturan dan pengawasan yang dialihkan dari Bappebti ke OJK, meliputi Aset Keuangan Digital (AKD) termasuk aset kripto serta derivatif keuangan di pasar modal. Sementara itu, pengalihan ke Bank Indonesia meliputi derivatif keuangan dengan underlying yang meliputi instrumen di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).

    Pengalihan tugas ini sejalan dengan pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Hal ini juga menjadi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan. Adapun masa peralihan dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia secara penuh dilakukan paling lama 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK yang bertepatan pada hari ini, 10 Januari 2025.

    “Dalam proses persiapan pengalihan pengaturan, ini ketiga lembaga tersebut terus saling berkoordinasi dalam aspek pengaturan, penyiapan infrastruktur pengawasan, penyelenggaraan diskusi pengembangan pengawasan, serta peningkatan literasi kepada masyarakat. Koordinasi tersebut melibatkan sejumlah pihak terkait di antaranya kementerian/lembaga, industri, dan para penyelenggara,” tambah Budi.

    OJK Siapkan Sistem Perizinan AKD AK dan Derivatif Keuangan Secara Digital

    Sementara itu, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK AKD AK) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (SEOJK AKD AK) yang memuat pokok-pokok peraturan terkait.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan selain menerima peralihan tugas AKD AK, OJK juga akan menerima peralihan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap instrumen derivatif keuangan dengan underlying efek yang di antaranya indeks saham dan saham tunggal asing. Pengalihan tersebut bertujuan untuk mendorong penerapan prinsip aktivitas sama, risiko sama, dan regulasi setara (same activity, same risk, same regulation).

    Peralihan ini sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan pendalaman pasar keuangan terintegrasi. Selain itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap prinsip-prinsip perlindungan konsumen sehingga dapat memberikan implikasi positif bagi pengembangan industri di sektor keuangan.

    “Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan Aset Keuangan Digital termasuk aset kripto yang diawasi Bappebti selama ini sudah berjalan, sehingga akan diupayakan transisi tugas pengaturan dan pengawasan dengan seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” kata Mahendra.

    Untuk menyukseskan proses selanjutnya, OJK juga telah menyiapkan sistem perizinan AKD AK dan Derivatif Keuangan secara digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT). Dalam proses peralihan tugas ini, OJK dan Bappebti telah melakukan koordinasi dan berkomitmen untuk mendukung pengembangan dan penguatan ekosistem derivatif keuangan secara keseluruhan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

    Bank Indonesia turut berkomitmen untuk mendukung peralihan pengaturan dan pengawasan Derivatif PUVA sejalan dengan amanat pada Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Peralihan pengaturan dan pengawasan Bappebti ke BI mencakup pengaturan derivatif keuangan dengan underlying yang meliputi instrumen di Pasar Uang dan instrumen di Pasar Valuta Asing. Dalam melaksanakan tugas di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA), Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 Tahun 2024 tentang Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing yang mengatur tugas pasar uang dan pasar valuta asing, termasuk di dalamnya Derivatif PUVA.

    Dalam proses peralihan ini, BI akan bekerja sama dengan Bappebti dan OJK untuk memastikan proses peralihan berjalan lancar dan kelangsungan usaha pasar Derivatif PUVA tetap terjaga. Perizinan pelaku Derivatif PUVA yang sudah diberikan oleh Bappebti dapat tetap berlaku. Pelaporan oleh pelaku derivatif PUVA juga tetap dapat dilakukan dengan menggunakan tata cara/sistem pelaporan berlaku saat ini, sampai dengan Bank Indonesia memperkenalkan tata cara/sistem pelaporan yang baru. Selain itu, transaksi derivatif PUVA yang sedang berjalan dapat tetap mengacu kepada pengaturan Bappepti terkini. Untuk mengawal proses transisi peralihan, Bank Indonesia dan Bappepti sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja (Working Group) yang mendukung kelancaran proses peralihan dimaksud.

    Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti memgatakan peralihan tugas pengaturan dan pengawasan Derivatif Keuangan PUVA dari Bappebti. Guna memperkuat upaya pendalaman dan pengembangan pasar keuangan. Tentunya, BI membutuhkan kerja sama dan sinergi erat bersama otoritas lainnya.

    Destry menekankan, meski tugas pengaturan dan pengawasan Derivatif PUVA merupakan tugas baru yang belum pernah ada di BI sebelumnya, peralihan tugas ini memberikan peluang bagi BI untuk memperluas instrumen-instrumen keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas BI di bidang moneter dan pendalaman PUVA.

    “Besarnya potensi pasar Derivatif PUVA dapat dimanfaatkan sebagai alternatif instrumen hedging yang pada akhirnya turut berkontribusi positif bagi pendalaman PUVA dan mendukung stabilitas di tengah tingginya ketidakpastian global saat ini. Ke depannya, Bank Indonesia akan melanjutkan upaya pengembangan derivatif PUVA yang telah dilakukan Bappebti. Kami yakin dengan usaha dan sinergi yang kuat, pasar keuangan Indonesia akan semakin dalam, kredibel, dan mendukung langkah bersama menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Destry.

    Pengembangan pasar Derivatif PUVA tersebut akan dilakukan melalui inovasi produk yang variatif dan likuid, memiliki pricing yang efisien dan kredibel, serta didukung pelaku pasar yang aktif dan kompeten. Pengembangan pasar Derivatif PUVA juga akan didukung oleh infrastruktur PUVA yang memenuhi prinsip interkoneksi, interoperabilitas, dan integrasi (3I) sehingga andal, efisien, serta aman.

    (acd/acd)

  • BI dan OJK Kini Atur Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto – Halaman all

    BI dan OJK Kini Atur Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital termasuk aset kripto serta derivatif keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

    Pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada Jumat (10/1/2025).

    Kegiatan penandatanganan turut disaksikan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.

    Mendag Budi Santoso menyampaikan, pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan. Kemendag terus mendukung agar transisi pengalihan dapat berlangsung secara transparan dan memberikan keamanan bagi pelaku pasar maupun pelaku ekonomi.

    “Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” ujar Mendag Budi Santoso.

    Tugas pengaturan dan pengawasan yang dialihkan dari Bappebti ke OJK meliputi Aset Keuangan Digital (AKD) termasuk aset kripto serta derivatif keuangan di pasar modal. Sementara itu, pengalihan ke Bank Indonesia meliputi derivatif keuangan dengan underlying yang meliputi instrumen di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).

    Pengalihan tugas dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia ini dilakukan sesuai amanat pada Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Hal ini juga menjadi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan. Peralihan dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia secara penuh dilakukan paling lama 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK yang bertepatan pada hari ini, 10 Januari 2025.

    Selain menerima peralihan tugas AKD AK, OJK juga akan menerima peralihan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap instrumen derivatif keuangan dengan underlying efek yang di antaranya indeks saham dan saham tunggal asing. Pengalihan tersebut bertujuan untuk mendorong penerapan prinsip aktivitas sama, risiko sama, dan regulasi setara (same activity, same risk, same regulation).

    Mahendra mengungkapkan, peralihan ini sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan pendalaman pasar keuangan terintegrasi. Selain itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap prinsip-prinsip perlindungan konsumen sehingga dapat memberikan implikasi positif bagi pengembangan industri di sektor keuangan.

    “Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan Aset Keuangan Digital termasuk aset kripto yang diawasi Bappebti selama ini sudah berjalan, sehingga akan diupayakan transisi tugas pengaturan dan pengawasan dengan seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” kata Mahendra.

    Untuk menyukseskan proses selanjutnya, OJK juga telah menyiapkan sistem perizinan AKD AK dan Derivatif Keuangan secara digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT). Dalam proses peralihan tugas ini, OJK dan Bappebti telah melakukan koordinasi dan berkomitmen untuk mendukung pengembangan dan penguatan ekosistem derivatif keuangan secara keseluruhan sesuai
    dengan kewenangannya masing-masing.