Tag: M. Qodari

  • BGN Bentuk Tim Investigasi Tangani Masalah MBG: Tadi Teleponan dengan Kepala BIN, Kapolri Sudah Bantu – Page 3

    BGN Bentuk Tim Investigasi Tangani Masalah MBG: Tadi Teleponan dengan Kepala BIN, Kapolri Sudah Bantu – Page 3

    Kepala Staf Presiden (KSP) M. Qodari mengungkap fakta mengejutkan soal masifnya kasus keracunan program MBG di berbagai wilayah Indonesia.

    Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), total korban keracunan mencapai lebih dari 5.000 siswa. Mayoritas kasus ditemukan di Provinsi Jawa Barat.

    “BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban per 16 September. BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September,” kata Qodari saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (22/9/2025).

    Meski terdapat perbedaan angka secara statistik, Qodari menyebut ketiga lembaga tersebut menunjukkan tren yang sama. Dia juga menyoroti data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mencatat lebih tinggi lagi, yaitu 5.360 siswa terdampak keracunan MBG.

    “Puncak kasus terjadi pada Agustus 2025 dan paling banyak tersebar di Jawa Barat,” jelasnya.

    Penyebab utama keracunan, menurut asesmen BPOM, antara lain disebabkan oleh buruknya higienitas makanan, penyimpangan suhu makanan, pengolahan pangan yang tidak sesuai standar, serta kemungkinan kontaminasi silang dari petugas penyaji.

    Selain itu, sejumlah kasus juga dipicu oleh alergi makanan pada anak-anak penerima manfaat. Qodari menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas kejadian ini.

    “Pemerintah tidak tone deaf. Pak Mensesneg juga sudah merespons, mengakui adanya kasus dan menyampaikan permintaan maaf serta komitmen untuk mengevaluasi program MBG secara menyeluruh,” tegasnya.

     

     

     

     

    Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

  • Nanik S Deyang soal Dapur MBG: Mau Punya Jenderal, Kalau Melanggar Saya Tutup – Page 3

    Nanik S Deyang soal Dapur MBG: Mau Punya Jenderal, Kalau Melanggar Saya Tutup – Page 3

    Sebelumnya, Kepala Staf Presiden (KSP) M. Qodari mengungkap fakta mengejutkan soal masifnya kasus keracunan program MBG di berbagai wilayah Indonesia.

    Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), total korban keracunan mencapai lebih dari 5.000 siswa. Mayoritas kasus ditemukan di Provinsi Jawa Barat.

    “BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban per 16 September. BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September,” kata Qodari saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (22/9/2025).

    Meski terdapat perbedaan angka secara statistik, Qodari menyebut ketiga lembaga tersebut menunjukkan tren yang sama. Dia juga menyoroti data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mencatat lebih tinggi lagi, yaitu 5.360 siswa terdampak keracunan MBG.

    “Puncak kasus terjadi pada Agustus 2025 dan paling banyak tersebar di Jawa Barat,” jelasnya.

    Penyebab utama keracunan, menurut asesmen BPOM, antara lain disebabkan oleh buruknya higienitas makanan, penyimpangan suhu makanan, pengolahan pangan yang tidak sesuai standar, serta kemungkinan kontaminasi silang dari petugas penyaji.

    Selain itu, sejumlah kasus juga dipicu oleh alergi makanan pada anak-anak penerima manfaat. Qodari menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas kejadian ini.

    “Pemerintah tidak tone deaf. Pak Mensesneg juga sudah merespons, mengakui adanya kasus dan menyampaikan permintaan maaf serta komitmen untuk mengevaluasi program MBG secara menyeluruh,” tegasnya.

    Reporter: Nur Habibie

    Sumber: Merdeka.com

  • Kasus Keracunan MBG Marak, Pengelola Dapur Diminta Utamakan Kesehatan dan Kebersihan – Page 3

    Kasus Keracunan MBG Marak, Pengelola Dapur Diminta Utamakan Kesehatan dan Kebersihan – Page 3

    Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) M Qodari mengungkap data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai SOP Keamanan Pangan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Dia menuturkan, berdasarkan data tersebut per September 2025, bahwa pada 1.379 SPPG ada sebanyak 413 yang memiliki SOP Keamanan Pangan dan 312 SPPG yang menjalankan SOP.

    Hal itu menjadi upaya penyelesaian masalah di setiap rangkaian peristiwa keracunan yang terjadi.

    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan. Pada sisi lain, Kemenkes memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi, SLHS, sebagai bukti tertulis untuk pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan keamanan pangan olahan dan pangan siap saji,” kata dia seperti dikutip pada Kamis 25 September 2025.

    Selain itu, Qodari juga mengungkapkan, dari 8.583 SPPG per 22 September ada 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS.

    “Berdasarkan data Kemenkes lagi dari 8.583 SPPG per 22 September ada 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS. 8.549 SPPG existing belum memiliki SLHS,” jelas dia.

  • Presiden Prabowo lantik sejumlah menteri di Istana Negara

    Presiden Prabowo lantik sejumlah menteri di Istana Negara

    Rabu, 17 September 2025 19:17 WIB

    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago (kiri), Wakil Kepala Badan Gizi Nasional Nanik Sudaryati Deyang (kedua kiri), Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir (ketiga kiri), Kepala Kantor Staf Kepresidenan M Qodari (keempat kiri), Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Reformasi Kepolisian Ahmad Dofiri (kedua kanan), dan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo (kanan) mengikuti pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan oleh Presiden Prabowo Subianto pada acara Pelantikan Menteri dan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Dalam Sisa Masa Jabatan Periode Tahun 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

    Presiden Prabowo Subianto membacakan sumpah jabatan yang diikuti para pejabat yang dilantik pada Pelantikan Menteri dan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Dalam Sisa Masa Jabatan Periode Tahun 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025). Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah pejabat pemerintahan di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki, Wakil Menteri Koperasi Faridah Faridjah, Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan M Qodari. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

    Presiden Prabowo Subianto (kanan) menyaksikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan M Qodari (kiri) menandatangani dokumen pada acara pelantikan Menteri dan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Dalam Sisa Masa Jabatan Periode Tahun 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025). Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah pejabat pemerintahan diantaranya Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki, Wakil Menteri Koperasi Faridah Faridjah, Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan M Qodari. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 3
                    
                        Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR
                        Nasional

    3 Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR Nasional

    Kala Menteri-menteri Prabowo “Disemprot” Aktivis Agraria di Rapat DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua menteri kabinet Merah Putih kena “semprot” ketika pemerintah dan DPR RI pada peringatan Hari Tani Nasional.
    Momentum ini terjadi di Ruang Rapat Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    Pertemuan di ruang rapat dihadiri lima menteri, yaitu Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid, dan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana.
    Kemudian, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Yandri Susanto, serta Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari.
    Dalam momen pertemuan itu, pemerintah, DPR, dan organisasi petani membahas sejumlah konflik agraria yang tidak kunjung selesai selama puluhan tahun dan merugikan petani.
    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, akhirnya menyemprot Menhut Raja Juli karena dinilai tidak bisa menyelesaikan konflik agraria yang berlangsung selama puluhan tahun.
    Selama puluhan tahun itu, kata Dewi, masyarakat telah menyampaikan aduan dan persoalan yang mereka rasakan. Namun, persoalan ini tidak kunjung ditangani pemerintah.
    Salah satunya adalah konflik agraria lahan pertanian dengan perusahaan BUMN, Perum Perhutani, di Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
    “Di Kementerian Kehutanan, Bapak Raja Juli, akhirnya kita bisa bertemu lagi. Saya pernah mengajak Bapak Raja Juli itu ke salah satu Desa Bulupayung di Cilacap,” ujar Dewi di Ruang Rapat Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
    “Itu adalah konflik agraria puluhan tahun yang berkonflik dengan Perhutani,” lanjut Dewi.
    Aktivis agaria ini menjelaskan bahwa 9.000 hektar lahan pertanian di Cilacap merupakan lumbung pangan nasional.
    Saat bersama Raja Juli di daerah itu, kata Dewi, pihaknya sudah menunjukkan kejanggalan konflik lahan pertanian yang diklaim sebagai lahan Perhutani.
    Misalnya, di lokasi itu tidak ada kawasan hutan, tetapi diklaim sebagai kawasan hutan.
    “Mana ada hutan? Kenapa tanah-tanah pertanian produktif yang dikerjakan oleh kaum tani itu tidak kunjung dibebaskan dari klaim-klaim kawasan hutan? Tidak kunjung dilepaskan dari klaim Perhutani?” tanya Dewi.
    Akibatnya, para petani tidak bisa mengangkut hasil panen, dan program-program pertanian tidak bisa masuk.
    “Karena alasannya itu, ini adalah masih klaim Perhutani, masih PTPN (Perkebunan Nasional), masih kawasan hutan, masih di dalam HGU (Hak Guna Usaha),” tutur Dewi.
    Menanggapi itu, Raja Juli mengakui pernah datang ke Cilacap melihat hamparan padi yang menguning.
    Ia juga mengaku sudah berupaya melepaskan lahan pertanian itu dari kawasan hutan, namun terhambat.
    “Karena memang ada macet di Perhutani. Jadi memang kehutanan Perhutani ini menjadi satu kunci penting,” tutur Raja Juli.
    Nusron Wahid Tak Proses Data
    Bukan cuma Raja Juli, Dewi juga menyemprot Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid karena tidak pernah memproses data-data yang diberikan oleh KPA.
    Dewi menyampaikan bahwa Kementerian ATR merupakan salah satu kementerian yang paling banyak diadukan terkait kasus-kasus pertanahan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI.
    “Ada banyak kanal pengaduan, di Kementerian Agraria, Kementerian Kehutanan, bahkan mungkin di DPR. Tapi hanya untuk tempat mengadu, tidak ada kanal penyelesaian,” ujar Dewi.
    Padahal, KPA sudah berkali-kali menemui pihak ATR, bahkan bertemu langsung dengan Nusron Wahid untuk menyerahkan data yang dibutuhkan.
    “Jadi ada problem, data-data kami itu ditumpuk, diarsipkan, tapi tidak dikerjakan,” tutur Dewi.
    Nusron mengakui bahwa banyak data-data KPA yang diserahkan ke Kementerian ATR/BPN tetapi belum digarap.
    Ia menyatakan sependapat dengan usul KPA mengenai prinsip keadilan dalam redistribusi tanah.
    “Karena itu, sebagai bentuk komitmen kami mengamini data itu, kami sudah 10 bulan diangkat dipercaya menjadi Menteri ATR/BPN, kami belum tandatangani satupun perpanjangan dan pembaruan,” kata Nusron.
     
    Para petani di Desa Bulupayung yang sudah menggarap lahan pertanian sejak 1962, tetapi Perhutani mengeklaim kepemilikan Desa Bulupayung dan statusnya berubah menjadi bagian dari kawasan hutan.
    Meski masih diperbolehkan tinggal dan menggarap lahan pertanian di tanah seluas 2.000 hektar, sebanyak 3.000 keluarga petani tidak memperoleh bantuan dari negara, seperti pembangunan jalan dan irigasi, serta subsidi pupuk.
    Padahal, Desa Bulupayung termasuk sentra pertanian pangan di Cilacap.
    “Mereka harus mengeluarkan
    cost
    yang lebih ekstra atau biaya produksi pertanian. Belum terkait jaringan pasar yang memang tidak menentu dan juga dampak-dampak diklaim sebagai kawasan hutan. Akhirnya, dengan konflik yang terjadi di kehutanan ini, semakin terhimpit nasib para petani itu,” ujar Benny dalam diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
    Kedua, para petani dari desa-desa di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, juga bernasib sama seperti petani di Desa Bulupayung.
    Petani Sukasari sudah menggarap lahan pertanian sejak 1965.
    Namun, status desa-desa di Kecamatan Sukasari berubah menjadi kawasan hutan pada 1996.
    Alhasil, para petani di Kecamatan Sukasari juga merasakan ketidakhadiran negara akibat diklaim sebagai kawasan hutan.
    Mereka memprotes tidak adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Kecamatan Sukasari.
    Ketimpangan Penguasaan Tanah
    Menurut data yang ada, satu persen kelompok elite menguasai 58 persen tanah, kekayaan alam, dan sumber produksi di Indonesia, sementara 99 persen penduduk harus berebut sisa lahan yang ada.
    Dewi mengatakan, kondisi ini akhirnya semakin memperburuk ketimpangan ekonomi di sektor agraria.
    “Ketimpangan ini mengarah pada meningkatnya jumlah konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah,” jelas Dewi.
    Konflik-konflik agraria ini berdampak langsung pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan tanah serta mata pencaharian mereka.
    Dewi juga menyoroti bahwa proyek-proyek investasi besar seperti Proyek Strategis Nasional (PSN), food estate, kawasan ekonomi khusus, hingga militerisasi pangan terus meluas ke wilayah desa dan kampung, yang menyebabkan lahan petani dan wilayah adat semakin tergerus.
    “Proyek-proyek besar ini merampas tanah petani dan wilayah adat, serta menutup akses mereka terhadap laut dan wilayah tangkapnya. Hal ini terjadi karena lahan sudah dikapling-kapling oleh pengusaha besar,” ungkap Dewi.
    KPA mengingatkan bahwa kegagalan reforma agraria yang terjadi dalam 10 tahun terakhir harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera bertindak.
    “Berkaca pada kegagalan GTRA selama 10 tahun terakhir, kami mendesak Presiden Prabowo untuk segera membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional yang lebih otoritatif, yang berada langsung di bawah kendali Presiden,” kata Dewi mengakhiri pernyataan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Korban Keracunan MBG di Bandung Barat Tembus 842 Orang dalam 3 Hari!
                        Bandung

    9 Korban Keracunan MBG di Bandung Barat Tembus 842 Orang dalam 3 Hari! Bandung

    Korban Keracunan MBG di Bandung Barat Tembus 842 Orang dalam 3 Hari!
    Editor
    KOMPAS.com – 
    Korban keracunan makan bergizi gratis di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tembus 842 orang.
    Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari tiga kejadian sejak Senin (22/9/2025) hingga Rabu (24/9/2025), yaitu di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas.
    “Total korban keracunan sebanyak 842 orang. Data terakhir pada pukul 16.24 WIB,” kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat, Lia N Sukandar, saat ditemui di posko kesehatan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Rabu malam.
    Lia menjelaskan, pada Senin lalu, keracunan massal pertama terjadi di Cipongkor dengan 393 korban, mulai dari siswa PAUD hingga SMK.
    Mereka diketahui menyantap menu MBG yang disiapkan dari dapur SPPG Cipari di wilayah Kecamatan Cipongkor.
    Kasus serupa kembali terjadi pada Rabu, baik di Cipongkor maupun di Cihampelas, dengan 449 korban tambahan.
    Terkait perbedaan data yang sempat muncul dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Lia mengatakan, hal itu disebabkan oleh adanya perhitungan awal secara kasar, yang kini telah diperbarui berdasarkan laporan Dinkes.
    Lia menyebutkan, jumlah korban pada kejadian kedua lebih banyak dibandingkan hari pertama.
    Meski begitu, penanganan dilakukan lebih cepat karena banyak bantuan datang dari berbagai pihak.
    Keterbatasan fasilitas sempat menjadi kendala, terutama pasokan oksigen di posko kesehatan.
    “Petugas sempat kewalahan karena oksigen habis, tetapi tidak berlangsung lama. Banyak pihak yang memasok tabung oksigen ke posko-posko,” kata Lia.
    Korban dengan gejala berat mengalami kejang, dehidrasi, hingga penurunan kesadaran.
    Situasi sempat kritis ketika RSUD Cililin penuh. Dinas Kesehatan Bandung Barat bahkan menutup sementara akses pasien baru pukul 15.00 WIB dan mengalihkan korban ke beberapa rumah sakit lain.
     
    Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9/2025), sempat menyebut dari 5.000 kasus keracunan MBG, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus keracunan terbanyak di Indonesia. 
    Adapun kasus keracunan bukan hanya terjadi di Bandung Barat saja. Peristiwa serupa juga sempat terjadi di Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Cianjur.
    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berjanji segera melakukan evaluasi terhadap penyelenggara maupun vendor penyedia makanan.
    Pekan depan dia akan memanggil pengelola MBG di Jabar untuk meminta penjelasan.
    Menurut mantan Bupati Purwakarta ini, salah satu penyebab keracunan adalah ketidakseimbangan antara jumlah penerima layanan dengan tenaga yang tersedia, ditambah manajemen penyajian makanan yang kurang tepat.
    Dia menilai kasus keracunan ini disebabkan manajemen penyajian yang buruk.
    “Misalnya yang dilayani ribuan orang, tetapi yang melayani sedikit. Masaknya jam 1 malam, disajikan jam 12 siang. Jarak waktunya terlalu lama, ini yang harus dievaluasi. Kalau penyelenggara tidak mampu, ya diganti dengan yang lebih mampu,” kata Dedi saat ditemui di Balai Pakuan Bogor, Rabu (24/9/2025).
    Meski tidak ada korban meninggal akibat kasus keracunan MBG, Dedi menilai kejadian tersebut menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.
    Mereka bisa kehilangan kepercayaan untuk mengonsumsi makanan MBG, padahal makanan bergizi tersebut penting untuk tumbuh kembang.
    Menanggapi wacana moratorium program MBG di Jabar, Dedi menilai langkah yang lebih penting adalah mengevaluasi penyelenggara terlebih dahulu.
    Ia menegaskan akan memastikan penyedia makanan benar-benar mampu dan kualitas makanan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
    “Yang harus dilihat, pertama penyelenggara mampu atau tidak. Kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak. Kalau ternyata tidak mampu dan kualitasnya menurun, ya harus dievaluasi,” ujarnya.
    (Penulis: Kontributor Bandung Barat Bagus Puji Panuntun, Kontributor Bogor Afdhalul Ikhsan)
     
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya Nasional 24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti soal Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai bukti pemenuhan standar mutu serta persyaratan keamanan pangan.
    Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur makan bergizi gratis (MBG), hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
    “Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025), dikutip dari siaran pers.
    Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.
    Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan.
    Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.
    Qodari pun menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.
    Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebetulnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    Namun, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi tantangan terbesarnya.
    “Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.
    Dalam kesempatan ini, ia menegaskan pentingnya langkah cepat dan tegas untuk mencegah kasus keracunan pangan dalam program MBG setelah banyaknya kasus keracunan di berbagai wilayah.
    “Bahwa masalah yang sama dicatat oleh 3 lembaga (Kemenkes, BGN, dan BPOM). Bahkan oleh BGN sendiri, angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron sama-sama di sekitar angka 5.000. Perbedaan angka antar lembaga jangan dibaca sebagai kontradiksi. Justru ini menunjukkan konsistensi bahwa masalah tersebut nyata dan butuh penanganan segera,” ujar dia.
    Qodari menyebutkan, keracunan umumnya dipicu oleh rendahnya higienitas makanan, suhu yang tidak sesuai standar, kesalahan dalam pengolahan, kontaminasi silang dari petugas, hingga dipicu oleh alergi pada penerima manfaat.
    Ia mengeklaim, pemerintah sudah merespons kasus-kasus ini dengan cepat.
    “Pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Bahkan Pak Mensesneg pada Jumat lalu sudah menyampaikan permintaan maaf dan komitmen evaluasi,” kata Qodari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marak Keracunan Massal Siswa, DPR Bakal Sidak Dapur-Dapur MBG – Page 3

    Marak Keracunan Massal Siswa, DPR Bakal Sidak Dapur-Dapur MBG – Page 3

    Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari mengulas data siswa keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yakni sebanyak 5 ribu lebih korban di berbagai wilayah Indonesia. Sementara yang terbesar terjadi di Jawa Barat.

    “Saya punya data yang disiapkan oleh Kedeputian III KSP. Jadi ada data dari tiga lembaga sebagai berikut. BGN, 46 kasus keracunan, ini pasti yang mau ditanyakan keracunan kan, dengan jumlah penderita 5.080, ini data per 17 September. Kedua dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” tutur Qodari di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Qodari menyatakan, ketiga data tersebut terbilang sama meski ada perbedaan angka secara statistik. Keseluruhannya mencapai jumlah 5 ribu, ditambah dengan kemiripan hasil dari elemen masyarakat seperti Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia yang mencatat sebanyak 5.360 siswa keracunan MBG.

    “Berdasarkan asesmen BPOM, nanti follow up-nya kalau mau lebih detail tolong kontak BPOM, puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” jelas dia.

    Adapun secara umum, penyebab keracunan MBG antara lain terkait higienitas makanan, suhu makanan dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang dari petugas, serta indikasi sebagian disebabkan alergi pada penerima manfaat. 

    Reporter: Nur Habibie

    Sumber: Merdeka.com

  • Pejabat Dikawal Bikin Bising Pakai Strobo-Sirene, Presiden Lewat Malah Tak Ribut-ribut

    Pejabat Dikawal Bikin Bising Pakai Strobo-Sirene, Presiden Lewat Malah Tak Ribut-ribut

    Jakarta

    Pejabat diminta lebih bijak saat mendapat pengawalan. Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menyebut pejabat dikawal itu bisa mencontoh Presiden Prabowo Subianto.

    Pejabat yang mendapat pengawalan tengah jadi sorotan. Sinar lampu strobo dan suara sirene yang melekat pada pengawalan pejabat dianggap mengganggu masyarakat. Hingga muncul gerakan di media sosial untuk menolak memberi jalan bagi pejabat yang dikawal dengan strobo dan sirene.

    Terkait hal itu, Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari kembali mengingatkan pejabat agar lebih bijak saat mendapat pengawalan dengan strobo dan sirene. Menurutnya, pejabat bisa mencontoh pengawalan Presiden Prabowo Subianto yang minim suara bising sirene untuk sekadar meminta jalan.

    Berdasarkan pengalaman tim detikOto saat bertemu rombongan RI 1 di jalan Tol Jagorawi, memang tak ada suara ‘Tot Tot Wuk Wuk’ untuk meminta jalan. Pengawal paling depan hanya meminta dibukakan jalan dengan gestur tangan sembari memberi jempol. Tak ada suara bising berulang, padahal yang melintas adalah orang nomor wahid di Indonesia.

    “Pak Mensesneg, Mas Pras, sudah menegaskan bahwa pejabat publik harus bijak menggunakan pengawalan, dan mencontoh Presiden Prabowo yang hormat kepada pengguna jalan lain. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga mengakui jarang menggunakan strobo, karena merasa terganggu, dan ingin memberikan contoh kepada masyarakat,” kata Qodari dikutip Antara.

    Qodari menyebut dirinya juga hampir tidak pernah menggunakan strobo dan sirene saat di perjalanan saat menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Kepresidenan. Tak cuma itu, dia mengaku juga lebih sering menyetir sendiri tanpa pengawalan.

    “Tetap ada mobil walpri tetapi hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja menggunakan strobo. Misalnya, kalau harus mengejar meeting dan yang lain-lain. Selebihnya tidak dipakai,” tambah Qodari.

    Strobo dan Sirene Buat Pejabat Dibekukan Sementara

    Adapun terkait penggunaan strobo dan sirene, Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menyebut pihaknya akan melakukan pembekuan sementara. Kendati demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap dilaksanakan. Kakorlantas menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.

    “Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” tutur Agus.

    (dry/din)

  • KSP Qodari Dukung Gerakan Stop “Tot-Tot-Wok-Wok” untuk Pejabat yang Salah Gunakan Strobo

    KSP Qodari Dukung Gerakan Stop “Tot-Tot-Wok-Wok” untuk Pejabat yang Salah Gunakan Strobo

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengambil sikap tegas mendukung gerakan stop “tot-tot-wok-wok” yang menjadi protes warganet yang mengecam penyalahgunaan sirene dan strobo oleh pejabat publik.

    Qodari menyatakan pejabat harus lebih bijak dalam penggunaan pengawalan dan memberi contoh perilaku sederhana kepada publik.

    “Pak Mensesneg (Prasetyo Hadi) sudah menegaskan pejabat publik harus bijak menggunakan pengawalan dan mencontoh Presiden Prabowo yang hormat kepada pengguna jalan lain,” kata Qodari dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Senin (22/9/2025).

    Dia menyebut pula bahwa Panglima TNI Jenderal Agus Subianto jarang memakai strobo karena merasa terganggu dan ingin menjadi teladan.

    Qodari mengungkapkan praktik pribadinya: ia telah menghentikan penggunaan voorijder (pengawal motor) dan membatasi penggunaan strobo hanya pada kondisi benar-benar darurat, misalnya untuk mengejar rapat penting.

    “Sebelum ini saya sudah mengatakan saya stop pakai patwal. Eh bukan patwal, voorijder ya? Pakai motoris. Mobil dinas saya Kijang. Strobo cuma kalau betul-betul diperlukan,” ujarnya.

    Kepala Staf Presiden juga menekankan aspek etika dan akuntabilitas pengeluaran negara.

    “Pejabat publik itu, masyarakat tahu maunya nggak boleh mewah-mewah. Karena anggarannya dari uang negara. Uang negara dari pajak rakyat. Jangan sampai gue susah-susah, lu senang-senang,” tegas Qodari.

    Sebagai langkah konkret, Qodari menyatakan KSP telah menyesuaikan protokol pengawalan personel pengawal (walpri) tetap ada untuk keselamatan, tetapi penggunaan strobo dibatasi.

    Dia juga mengimbau pejabat lain untuk mengikuti contoh tersebut agar tidak menimbulkan kesan tone-deaf terhadap kondisi masyarakat.

    Gerakan stop “tot-tot-wok-wok” awalnya digerakkan warganet setelah beredarnya bukti-bukti penggunaan sirene dan strobo secara berlebihan di jalan umum oleh sejumlah pejabat. Kampanye ini menyorot ketidaknyamanan publik dan potensi penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan non-darurat.

    “Karena anggarannya dari uang negara. Nah, uang negara dari pajak rakyat. Jangan sampai gua susah-susah lu senang-senang. Berarti pemerintah tidak, tone deaf? Udah, nggak buta dan tuli. Udah dilaksanakan,” tandas Qodari.