Formappi: Anggota DPR Tak Pantas Terima Dana CSR dari BI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (
Formappi
) menilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak pantas menerima dana
corporate social responsibility
(CSR).
Hal ini ia sampaikan klaim anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dan Satori yang menyebut seluruh anggota Komisi XI DPR RI menerima dana CSR dari Bank Indonesia (BI).
“Maka jelas itu tak pantas. Dana CSR itu adalah bentuk pertanggungjawaban sosial lembaga seperti BI kepada publik,” kata Peneliti Formappi Lucius Karus, saat dihubungi, Sabtu (28/12/2024).
Lucius menyebut dana CSR seharusnya dikelola melalui program yang bermanfaat untuk publik dan sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial BI kepada masyarakat, bukan anggota dewan.
“Lha kalau dana CSR itu justru digunakan untuk kepentingan politik anggota DPR, ya lalu di mana pertanggungjawaban sosialnya?” kata dia.
Lucius mencatat, praktik DPR menggunakan dana yang berasal dari mitra kerjanya memang banyak terjadi dan dianggap wajar oleh anggota dewan.
“Selain dana CSR BI ini, misalnya, di komisi lain, dana sosialisasi pemilu dari KPU itu dibagikan kepada anggota Komisi II untuk melakukan sosialisasi di dapil masing-masing. Banyak lagi mitra komisi yang melakukan praktik serupa,” ujar Lucius.
Ia menuturkan, jika DPR ikut menerima dana atau anggaran yang seharusnya dikelola kementerian dan lembaga pemerintah, fungsi pengawasan DPR bakal lemah.
Lucius pun berpandangan, sangat tidak masuk akal apabila kementerian/lembaga turut memberikan jatah anggaran kepada anggota Komisi di DPR.
“Bagaimana anggota DPR mau melakukan pengawasan untuk sesuatu yang mereka kerjakan sendiri?” tanya Lucius.
Di sisi lain, Lucius menduga bahwa bukan tidak mungkin justru anggota DPR RI yang meminta jatah anggaran dari mitranya.
Bahkan, menurut dia, tidak menutup kemungkinan ada dana dari kementerian/lembaga yang masuk untuk kepentingan pribadi anggota Dewan.
“Bisa juga dana CSR atau dana lain dari kementerian/lembaga itu masuk kantong sendiri karena jelas kementerian atau lembaga seperti BI yang sudah bersepakat bekerja sama dengan mitra Komisi di DPR tidak mau mengecek pertanggungjawaban penggunaan uang CSR itu ataupun dana/anggaran lain yang didistribusikan oleh anggota DPR,” kata Lucius.
Oleh karenanya, Formappi mendorong KPK mengusut tuntas dugaan keterlibatan anggota Komisi XI DPR RI dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia.
KPK juga diminta mendalami kegiatan anggota DPR yang menggunakan dana CSR BI.
“Saya kira kita berharap betul kepada KPK agar bisa membongkar praktik pendistribusian dana yang melibatkan anggota DPR ini,” kata Lucius.
“Walau disebutkan dana itu digunakan untuk sosialisasi ke masyarakat di dapil, KPK bisa mengecek kira-kira sosialisasi apa sih yang dilakukan anggota DPR agar sesuai dengan tujuan dana CSR BI itu?” ujar dia.
Diketahui, KPK telah memeriksa anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, dan Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem, Satori, dalam kasus dugaan korupsi CSR BI pada Jumat (27/12/2024).
Usai diperiksa, Heri dan Satori mengungkap bahwa BI menyalurkan dana CSR-nya melalui Komisi XI dan seluruh anggota Komisi XI DPR menerima dana CSR.
Menurut Satori, uang CSR itu kemudian dipakai untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan masing-masing oleh seluruh anggota.
“Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI. (Bentuk program CSR BI) programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori.
Hal yang sama disampaikan oleh Heri Gunawan.
Namun, ia enggan mengungkap kemungkinan keterlibatan seluruh anggota Komisi XI DPR dalam dugaan perkara ini.
“Semua, semua (Anggota Komisi XI DPR). Itu kan sebagai mitra. Biar nanti pihak KPK yang menjelaskan,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Lucius Karus
-
/data/photo/2024/01/15/65a4f2286d2f8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Formappi: Anggota DPR Tak Pantas Terima Dana CSR dari BI
-

Parpol Kesiangan dan Kita yang Terjebak dalam Dilema Anggaran Formula E
JAKARTA – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di DPRD DKI Jakarta menyatakan penolakan pada penyelenggaraan Formula E. Protes ini sejatinya baik. Namun, sayang kesiangan. Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membayar commitment fee. Jika dibatalkan sekarang, anggaran daerah sebesar Rp360 miliar justru bisa terbuang sia-sia.
Anggota Fraksi PSI Anthony Winza Prabowo menyampaikan alasan menolak Formula E. Menurutnya, acara ini sejatinya tak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diajukan Gubernur Anies Baswedan dalam lima tahun jabatannya.
Alasan lain, Anthony menyoroti alokasi anggaran yang menurutnya lebih baik digunakan untuk kepentingan rakyat. Membenahi sarana dan prasarana daerah, misalnya. Bukan apa-apa. Saat ini, neraca keuangan DKI Jakarta tengah mengalami defisit.
“Saya pikir lebih bijak kalau kita anggarkan untuk sesutau yang lebih penting. Misal, rehab gedung sekolah atau penyediaan air bersih kepada masyarakat, mengingat APBD berasal dari rakyat. Kami memandang APBD harus dapat menjawab kebutuhan daripada keinginan,” tutur Anthony ditemui di Gedung DPRD DKI, Kamis (7/11/2019).
Terpisah, Corporate Secretary PT Jakpro Hanni Sumarmo mengatakan besar anggaran penyelenggaraan Formula E telah disepakati oleh sejumlah komisi di DPRD. Katanya, anggaran itu telah disertakan dalam APBD 2020, tahun Formula E rencananya digelar.
“Kan sudah dibahas di Komisi B dan Komisi C. Komisi itu kan ada berbagai fraksi. Ya, sudah selesai. Sudah lolos. Artinya tidak ada masalah. Tinggal jadwal disampaikan di Banggar,” kata Hanni.
Balap Formula E (Instagram/@fiaformulae)
Terkait dengan wacana Formula E sebagai langkah mendorong mobil listrik di Jakarta, PSI mengkritisi. Anggota DPRD Fraksi PSI lainnya, Anggara Wicitra Sastroamidjojo menilai alasan tersebut tak masuk akal.
Menurutnya, logika lebih masuk akal untuk menyambut mobil listrik adalah membangun infrastruktur pendukung. Bukan menyelenggarakan Formula E. “Kalau memang tujuannya untuk mendorong penggunaan mobil listrik, kita bisa kok dengan anggaran sebesar itu membangun infrastruktur menunjang mobil listrik,” kata Anggara.
“Misalnya, pemprov bikin charger-charger mobil listrik di ribuan tempat. Beli juga ratusan bus listrik. Tapi, kenapa Pak Anies cuma bikin event panggung,” tambahnya.
Dilema
Kritik PSI barangkali beralasan. Tapi, menolak Formula E bisa jadi malah menimbulkan kerugian lebih besar bagi daerah. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus jadi salah satu yang menyoroti dilema tersebut.
“Jika sudah mengeluarkan anggaran ratusan miliar seperti itu, ya sayang juga. Terbuang begitu saja kalau dibatalkan,” kata Lucius dihubungi VOI, Kamis (7/11/2019).
Menurut Lucius, PSI perlu memahami bahwa ada anggaran sebesar Rp360 miliar yang telah digelontorkan Pemprov DKI. Maka, meski kritik PSI masuk akal, sejatinya penolakan ini kesiangan.
Namun, Lucius juga memahami posisi PSI yang belum masuk DPRD ketika commitment fee disetujui masuk dalam APBD 2019. Maka, PSI harus mengambil langkah politik yang lebih strategis untuk menyatakan penolakan ini.
Saat ini, PSI harus melakukan pendekatan kepada partai-partai politik di DPRD untuk mencari solusi dari dilema ini. Langkah strategis tentu dibutuhkan. Sebab, partai-partai lain di DPRD adalah mereka yang menyetujui anggaran commitment fee Rp360 miliar.
“Makanya, dalam pertimbangan penolakan ini, PSI mesti membicarakan dulu kepada seluruh anggota DPRD dalam proses pembahasan anggaran itu,” kata Lucius.
Anies Baswedan bersama perwakilan FIA Formula E (Instagram/@aniesbaswedan)
PSI sendiri telah menyampaikan bahwa mereka akan menyatakan penolakan ini di forum resmi, yakni pembahasan di Banggar DPRD DKI Jakarta. PSI juga akan mempertanyakan kajian investasi Formula E yang sampai saat ini belum diserahkan Pemprov DKI.
“Kami sedang coba bangun komunikasi. Kebetulan, dari 106 lebih, setengahnya kan anggota dewan baru. Kami mencoba komunikasi angggota dewan lain untuk menyamakan visi dan misi,” ucap Anggara.
Sebagai informasi pelengkap, pada Jumat (20/9) lalu Anies resmi mengumumkan ke publik bahwa Jakarta bakal menjadi tuan rumah Formula E. Acara yang digelar dengan nama Jakarta E-prix akan diselenggarakan pada 6 Juni 2020.
Demi bisa menyelenggarakan Formula E, Pemprov DKI mengajukan anggaran mencapai sekitar Rp1,6 triliun dengan rincian Rp360 miliar untuk commitment fee kepada federasi Formula E, Rp934 miliar dana penyelenggaraan yang akan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora) DKI, serta Rp305,2 miliar biaya penyelenggaraan yang dibutuhkan Jakpro.
-

MKD Diminta Beri Publik Akses Data Kehadiran Anggota DPR
Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diminta untuk memberikan akses kepada publik untuk mengetahui data kehadiran anggota DPR.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, dengan akses tersebut, publik bisa mengetahui nama-nama legislator yang sering absen ketika rapat komisi maupun rapat paripurna maupun legislator yang rajin bekerja di Senayan.
“Publik juga bisa tahu apakah pengambilan keputusan atau terlaksananya sebuah rapat didasarkan pada hitung-hitungan kuorum yang berlaku atau tidak,” katanya di kantor Formappi, Jakarta, Minggu (8/12/2024).
Merujuk pada hasil penelitian Formappi, menurut Lucius semangat anggota DPR mengikuti rapat-rapat pada berbagai alat kelengkapan terlihat cukup tinggi. Rata-rata tingkat kehadiran anggota pada rapat komisi paling tinggi mencapai 77%.
Namun, dia menyayangkan data kehadiran anggota DPR pada rapat-rapat tidak semuanya disebutkan pimpinan rapat. Ada begitu banyak rapat yang diadakan komisi-komisi, tetapi pemimpin rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir.
Padahal, kata Lucius, data kehadiran anggota DPR merupakan sesuatu yang mutlak untuk diungkap. Alasannya, penentuan kuorum rapat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Tata Tertib DPR, tak bisa dipastikan tanpa mengetahui jumlah anggota yang hadir.
“Mengabaikan urusan kehadiran anggota sebagai basis penentuan kuorum bisa menjadi pintu masuk bagi pengambilan keputusan yang cacat secara prosedural,” tegas dia.
Lucius menambahkan, sejauh ini urusan kehadiran anggota DPR dalam berbagai rapat belum dianggap serius MKD. Padahal, MKD adalah satu-satunya alat kelengkapan DPR yang ditugaskan undang-undang dan tata tertib untuk memberikan sanksi kepada anggota DPR yang sering absen.
“Mahkamah Kehormatan Dewan bahkan tidak pernah punya inisiatif untuk menjadikan informasi atau data kehadiran anggota DPR menjadi informasi yang bebas diakses publik,” pungkasnya.
-

Formappi minta MKD beri publik akses data kehadiran anggota DPR
Mengabaikan urusan kehadiran anggota … bisa menjadi pintu masuk bagi pengambilan keputusan yang cacat secara prosedural.
Jakarta (ANTARA) – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk memberikan akses kepada publik untuk mengetahui data kehadiran anggota DPR RI.
Dengan begitu, kata dia, publik bisa mengetahui nama-nama legislator yang sering absen ketika rapat komisi maupun rapat paripurna maupun legislator yang rajin bekerja di Senayan.
“Publik juga bisa tahu apakah pengambilan keputusan atau terlaksananya sebuah rapat didasarkan pada hitung-hitungan kuorum yang berlaku atau tidak,” kata Lucius di Kantor Formappi, Jakarta, Minggu.
Berdasarkan penelitiannya, dia mengungkapkan bahwa semangat anggota DPR mengikuti rapat-rapat di berbagai alat kelengkapan terlihat cukup tinggi. Rata-rata tingkat kehadiran anggota pada rapat komisi paling tinggi mencapai 77 persen.
Namun, dia menyayangkan data mengenai kehadiran anggota pada rapat-rapat tidak semuanya disebutkan oleh pimpinan rapat. Ada begitu banyak rapat yang diadakan oleh komisi-komisi, tetapi pemimpin rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir.
Padahal, kata dia, data kehadiran anggota itu merupakan sesuatu yang mutlak untuk diungkap karena penentuan kuorum rapat sebagaimana diatur UU MD3 dan Tata Tertib DPR tak bisa dipastikan tanpa mengetahui jumlah anggota yang hadir.
“Mengabaikan urusan kehadiran anggota sebagai basis penentuan kuorum bisa menjadi pintu masuk bagi pengambilan keputusan yang cacat secara prosedural,” kata dia.
Sejauh ini, menurut dia, urusan kehadiran anggota DPR RI dalam berbagai rapat belum dianggap serius oleh MKD. Padahal, MKD adalah satu-satunya alat kelengkapan DPR RI yang ditugaskan oleh undang-undang dan tata tertib untuk memberikan sanksi kepada anggota DPR RI yang sering absen.
“Mahkamah Kehormatan Dewan bahkan tidak pernah punya inisiatif untuk menjadikan informasi kehadiran ini menjadi informasi yang bebas diakses publik,” katanya.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024 -

Banyaknya PAW anggota DPR oleh parpol dinilai mendegradasi demokrasi
Partai bisa dengan kekuasaannya menentukan siapa yang duduk di parlemen.
Jakarta (ANTARA) – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai pergantian antar-waktu (PAW) terhadap anggota DPR RI yang mengikuti pilkada atau yang diangkat menjadi pejabat negara merupakan hal yang mendegradasi demokrasi.
Peneliti Formappi Lucius Karus menyebutkan 45 anggota DPR RI periode 2024—2029 yang mengalami PAW. Mereka di antaranya memilih mundur untuk maju pada Pilkada 2024, serta ditunjuk oleh Presiden RI Prabowo Subianto untuk bergabung di kabinet pemerintahan.
“Bagaimana partai kemudian tidak konsisten menjaga muruah bahwa kader yang ingin didorong sebagai legislatif didorong sebagai eksekutif, sementara yang untuk eksekutif harus disiapkan sendiri,” kata Lucius Karus di Kantor Formappi, Jakarta, Minggu.
Lucius menyebutkan 45 anggota DPR RI periode 2024—2029 yang mengalami PAW itu terdiri atas 10 orang dari Fraksi Golkar, 9 orang Fraksi PDI Perjuangan, 9 orang Fraksi Gerindra, 6 orang Fraksi NasDem, 6 orang Fraksi PKB, 4 orang Fraksi Demokrat, dan 1 orang Fraksi PKS.
Dari jumlah tersebut, kata dia, 27 anggota memilih mundur karena ingin maju pada Pilkada 2024, 8 orang mundur karena ditunjuk Presiden RI Prabowo Subianto menjadi menteri, wakil menteri, atau pejabat lain, kemudian 6 lainnya yang mundur karena beragam alasan serta tiga orang meninggal dunia.
Menurut dia, adanya PAW sebelum dan setelah pelantikan calon terpilih pada Pemilu Anggota DPR RI seolah-olah menunjukkan pilihan menjadi legislator bukan prioritas utama. DPR hanya dianggap sebagai tempat transit untuk menunggu datangnya tawaran jabatan lain, khususnya di lembaga eksekutif.
Dari PAW tersebut, menurut dia, pilihan rakyat dari pemilu justru terabaikan demi kader favorit partai dan mendegradasi makna suara rakyat melalui sistem pemilu secara langsung.
“Buat Formappi itu mendegradasi makna DPR yang mestinya menjadi lembaga yang setara dengan eksekutif,” kata dia.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa partai politik harus menyiapkan arah kadernya secara jelas. Jangan sampai adanya puluhan PAW itu justru membuat anggota partai yang berpindah haluan menjadi tidak serius dalam menjalankan tugas barunya.
Selain itu, dia menilai adanya PAW terhadap anggota DPR RI oleh partai politik itu seolah-olah merupakan praktik pemilu dengan sistem tertutup. Pasalnya, dia mengatakan bahwa partai bebas menentukan atau mengganti orang-orang yang duduk di parlemen.
“Partai bisa dengan kekuasaannya menentukan siapa yang duduk di parlemen,” katanya.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024 -
/data/photo/2024/01/15/65a4f2286d2f8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Evaluasi Kinerja DPR, Formappi Soroti Data Kehadiran Anggota DPR dalam Rapat
Evaluasi Kinerja DPR, Formappi Soroti Data Kehadiran Anggota DPR dalam Rapat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (
Formappi
) mengungkapkan bahwa rata-rata tingkat kehadiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada
rapat komisi
mencapai 78 persen.
Meski demikian, pimpinan rapat komisi sering kali tidak mencantumkan jumlah kehadiran anggota dalam rapat.
“Ada begitu banyak rapat yang telah diadakan oleh komisi-komisi di mana pimpinan rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir. Itulah, menjadi salah satu permasalahan yang kami temukan,” kata Peneliti Formappi
Lucius Karus
dalam Konferensi Pers Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025 secara virtual, Minggu (8/12/2024).
Lucius menegaskan, data kehadiran anggota merupakan hal yang mutlak dalam menentukan kuorum rapat, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) serta Tata Tertib (Tatib) DPR.
Ia mengingatkan, pengabaian jumlah kehadiran anggota dapat berpotensi mengganggu proses pengambilan keputusan secara prosedural.
Tak hanya itu, pimpinan rapat atas dorongan kepentingannya bisa suka-suka memutuskan rapat, saat anggota tidak memenuhi persyaratan kuorum rapat dan kuorum pengambilan keputusan.
“Hal ini menjadi catatan awal yang buruk dari praktik-praktik rapat DPR pada Masa Sidang I,” ujarnya.
Selama Masa Sidang I, terdapat 161 rapat komisi, 25 rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) non-komisi, dan 8 kali rapat paripurna, dengan total mencapai 194 kali rapat.
Lucius mencatat bahwa banyaknya rapat yang diadakan oleh AKD menunjukkan semangat DPR di awal periode.
Namun, beberapa AKD, seperti Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat (BURT), Badan Musyawarah (Bamus), Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), dan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM), belum terlihat aktif dalam mengadakan rapat.
“Belum aktifnya beberapa Badan, khususnya BAM sebagai AKD baru, tampak menunjukkan urgensi pembentukan badan tersebut tidak didasarkan pada kebutuhan yang jelas dan mendesak. Tak hanya BAM yang baru lahir, BAKN yang sudah dihidupkan kembali sejak tahun 2020 lalu tampak tak cukup punya fungsi yang membuatnya jadi sebuah AKD yang berguna,” ucap Lucius.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
