Tag: Lloyd Austin

  • Putin Genjot Rekrutmen, Tambah 160 Ribu Tentara Untuk Perkuat Pertahanan Negara   – Halaman all

    Putin Genjot Rekrutmen, Tambah 160 Ribu Tentara Untuk Perkuat Pertahanan Negara   – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin kembali memerintahkan negaranya untuk merekrut 160.000 prajurit baru pada 15 Juli 2025.

    Jumlah tersebut meningkat dari rancangan sebelumnya, di mana wajib militer musim semi tahun lalu hanya memanggil 150.000 orang sementara di tahun 2022 hanya merekrut 134.500.

    Rekrutmen tambahan direncanakan Putin sejalan dengan upaya Moskow yang tengah memperluas jajaran militernya.

    Setelah sebelumnya Putin  memerintahkan untuk menambah jumlah tentaranya menjadi 1,5 juta prajurit aktif, peningkatan sekitar 180.000 tentara selama tiga tahun.

    Tak hanya itu, Rusia juga turut menyelenggarakan wajib militer dua kali setahun, dengan pria berusia 18-30 tahun memenuhi syarat diwajibkan mengikuti wajib militer.

    Kremlin dan Kementerian Pertahanan menegaskan bahwa pasukan yang mengikuti wajib militer tidak dikirim ke medan perang melainkan bertugas menjaga pertahanan negara.

    “Kampanye wajib militer yang akan datang sama sekali tidak terkait dengan operasi militer khusus di Ukraina,” kata Kementerian Pertahanan di media sosial, dikutip dari The Moscow Times.

    Putin Tawarkan Gaji Tinggi

    Untuk meningkatkan jumlah pasukan yang bertugas menjaga pertahanan negara, Putin menawarkan gaji tinggi dan bonus pendaftaran yang besar bagi ratusan ribu orang yang mendaftar sebagai tentara kontrak berbayar.

    Siapa pun yang menerima tawaran tersebut akan mendapat 5,2 juta rubel atau sekitar Rp 973 juta.

    Sementara mereka yang bersedia bergabung dalam pertempuran di Ukraina juga bisa menerima pembayaran tunai satu kali sebesar sekitar 5.690 dolar AS – 11.390 dolar AS jika terluka saat perang.

    Bagi keluarga prajurit yang tewas dalam pertempuran juga akan menerima biaya sebesar 34.150 dolar AS atau sekitar Rp 554 juta.

    Pengumuman itu dirilis usai Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah militer untuk menambah jumlah pasukan.

    Rusia Disebut Krisis Pasukan

    Mencuatnya isu rekrutmen ini membuat sejumlah pihak berspekulasi jika Rusia kini tengah mengalami krisis pasukan.

    Pada awal tahun AS mengungkapkan bahwa Rusia  tengah mengalami krisis pasukan setelah lebih dari 700.000 tentara menjadi korban sejak memulai invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    Hal itu diungkap oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin melalui laman resmi Menhan AS.

    “Sejak 2022, Rusia telah menderita lebih dari 700.000 korban di Ukraina. Jumlah itu lebih banyak dari yang dialami Moskow dalam semua konfliknya sejak Perang Dunia II digabungkan,” imbuh Austin melansir Defense.gov.

    “Korban Rusia di Ukraina kini melebihi dua pertiga dari total kekuatan tentara Rusia pada awal perang yang dipilih Putin. Pada bulan November 2024 saja, Rusia kehilangan hampir 1.500 tentara per hari,” imbuhnya

    Senada dengan proyeksi AS, Angkatan Bersenjata Ukraina memperkirakan 707.540 tentara Rusia tewas atau terluka hingga November 2024. 
     
    Sementara Pemerintah Inggris melaporkan sekitar 700.000 tentara Rusia tewas atau terluka pada November 2024.

    Korut Bantu Kirim Pasukan Tambahan ke Rusia

    Lebih lanjut, untuk menggenjot kekuatan pasukan Putin di medan perang, Presiden Korea Utara (Korut) kembali mengirimkan 3.000 tentara tambahan ke Rusia.

    Dengan tambahan pasukan ini, total prajurit Korut yang berada di Rusia diperkirakan mencapai sekitar 11 ribu tentara.

    Adapun para pasukan Korsel itu diberangkatkan menuju Kurs dengan menggunakan kapal kargo dan pesawat militer Rusia, sebagaimana dikutip dari CNN International.

    “Bala bantuan yang dikirim pada bulan Januari dan Februari itu menambah sekitar 11.000 pasukan yang telah dikirim Korea Utara ke Rusia sejauh ini,” ujar laporan Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.

    Tak hanya mengirim pasukan tambahan, Pyongyang juga memasok amunisi tambahan berupa rudal balistik jarak pendek.

    Serta sekitar 220 howitzer dan peluncur roket ganda 240 milimeter, yang diharapkan dapat memperkuat pertahanan Rusia di medan perang.

    (Tribunnews/Namira)

  • 5 Eks Menhan AS Kecam Trump karena Pecat Massal Pejabat Militer

    5 Eks Menhan AS Kecam Trump karena Pecat Massal Pejabat Militer

    Washington DC

    Lima mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) kompak mengecam pemecatan massal yang dilakukan Presiden Donald Trump terhadap jajaran pejabat senior militer negara itu, termasuk Kepala Staf Gabungan AS, beberapa waktu terakhir.

    Pemecatan semacam itu dianggap sebagai tindakan “sembrono” oleh kelima mantan Menhan AS tersebut.

    Kecaman itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (28/2/2025), disampaikan lewat surat gabungan yang isinya mengecam keras kebijakan Trump memecat para pejabat militer AS dan menyerukan Kongres AS untuk menghentikan konfirmasi apa pun terhadap pengganti-pengganti mereka.

    Surat gabungan itu ditulis oleh empat mantan Menhan yang bertugas di bawah pemerintahan Partai Demokrat, yakni William Perry, Leon Panetta, Chuck Hagel dan Lloyd Austin, serta satu mantan Menhan bernama James Mattis, pensiunan jenderal Marinir AS, yang menjabat pada periode pertama Trump tahun 2017-2019 lalu.

    Keempat mantan Menhan AS di bawah pemerintahan Partai Demokrat itu menjabat pada era Presiden Bill Clinton, Barack Obama dan Joe Biden.

    Dalam suratnya, kelima mantan Menhan itu menuduh Trump berusaha menjadikan militer AS yang apolitis — tidak berminat pada politik — sebagai instrumen politik partisan.

    Mereka juga menuduh menggunakan pemecatan, yang juga dilakukan terhadap para pengacara tingkat tinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, untuk “menghilangkan batasan hukum terhadap kekuasaan presiden”.

    “Tindakan Presiden Trump melemahkan kekuatan para relawan kita dan melemahkan keamanan nasional kita,” sebut kelima mantan Menhan AS itu dalam suratnya.

    Trump pekan lalu mengumumkan pemecatan Jenderal Angkatan Udara Charles “CQ” Brown sebagai Kepala Staf Gabungan AS. Brown sebelumnya mencetak sejarah sebagai perwira kulit hitam kedua yang memegang jabatan tinggi itu di AS. Dia baru menjalani setengah masa jabatan empat tahunnya.

    Sejumlah pejabat tinggi militer AS lainnya juga dipecat, salah satunya Laksamana Lisa Franchetti dari jabatan Panglima Angkatan Laut AS. Franchetti menjadi perwira wanita pertama yang memimpin cabang militer tersebut di AS.

    “Pemecatan oleh Trump itu menimbulkan pertanyaan meresahkan tentang keinginan pemerintah untuk mempolitisasi militer. Kami, seperti banyak warga Amerika — termasuk banyak tentara — menyimpulkan bahwa para pemimpin ini dipecat semata-mata karena alasan partisan,” imbuh surat tersebut.

    Gedung Putih belum mengomentari surat kelima mantan Menhan AS tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Aktivis HAM Serukan Penyelidikan untuk Joe Biden dan Pemerintahannya: Terlibat dalam Kejahatan Israel!

    Aktivis HAM Serukan Penyelidikan untuk Joe Biden dan Pemerintahannya: Terlibat dalam Kejahatan Israel!

    PIKIRAN RAKYAT – Sebuah kelompok aktivis hak asasi manusia yang berbasis di AS secara resmi mengajukan rujukan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap anggota pemerintahan Joe Biden sebelumnya dan mantan presiden tersebut atas keterlibatan mereka dalam kejahatan perang Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Democracy for the Arab World Now (Dawn) menyerukan penyelidikan formal atas tindakan Biden, mantan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mantan Menteri Pertahanan Lloyd Austin, dan pejabat AS lainnya.

    Dawn didirikan oleh jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi yang dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada tahun 2018. Dawn mendukung demokrasi dan hak asasi manusia di Timur Tengah dan Afrika Utara serta berupaya untuk mengakhiri dukungan AS terhadap pemerintah yang kejam dan tidak demokratis di wilayah tersebut.

    “Ada dasar yang kuat untuk menyelidiki Joe Biden, Antony Blinken, dan Lloyd Austin atas keterlibatan dalam kejahatan Israel,” kata Reed Brody, anggota dewan Dawn dan pengacara kejahatan perang veteran.

    “Bom yang dijatuhkan di rumah sakit, sekolah, dan rumah [Palestina] adalah bom Amerika, kampanye pembunuhan dan penganiayaan telah dilakukan dengan dukungan Amerika. Para pejabat AS telah menyadari dengan pasti apa yang dilakukan Israel, namun dukungan mereka tidak pernah berhenti,” tambahnya.

    Alasan Pengajuan Penyelidikan

    AS dan Israel bukanlah penanda tangan Statuta Roma yang mendirikan ICC.

    “Kami telah mencoba setiap tempat yang memungkinkan di AS untuk menghentikan aliran senjata AS ke Israel dan menghubungi serta melobi para pejabat dan bekerja sama dengan Kongres dan mengajukan gugatan hukum,” kata Raed Jarrar, direktur advokasi Dawn.

    “Tak satu pun dari tindakan ini oleh mitra kami yang mengarah pada tindakan akuntabilitas atau penangguhan pengiriman senjata ke Israel. Kami hanya punya pilihan untuk mengajukannya ke ICC,” jelasnya.

    Jarrar menambahkan bahwa Dawn telah menyewa tim hukum Eropa yang terdiri dari pengacara yang terdaftar di ICC.

    Isi Permohonan Penyelidikan

    Dalam pengajuan setebal 172 halaman, Dawn mendesak ICC untuk menyelidiki dan mengadili para pejabat atas peran mereka dalam membantu dan bersekongkol dengan kejahatan perang Israel melalui pemberian dukungan militer, politik, dan publik kepada Israel, dengan kesadaran bahwa senjata dan intelijen AS digunakan untuk melakukan kejahatan perang, termasuk menargetkan warga sipil, pemindahan paksa, dan genosida.

    Dukungan material mencakup setidaknya miliaran dolar dalam bentuk transfer senjata, pembagian intelijen, bantuan penargetan, perlindungan diplomatik, dan dukungan resmi atas kejahatan Israel meskipun mengetahui bagaimana dukungan tersebut telah dan akan secara substansial memungkinkan terjadinya pelanggaran berat.

    Pejabat pemerintahan lain yang Dawn desak agar ICC periksa dalam pengajuan mereka termasuk Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional saat itu; Gina Raimondo, ketika itu menteri perdagangan; Bonnie Jenkins, ketika itu wakil menteri pengendalian senjata dan keamanan internasional; Stanley L Brown, penjabat asisten menteri urusan politik-militer; Amanda Dory, penjabat wakil menteri pertahanan untuk kebijakan, dan Mike Miller, penjabat direktur Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    Washington DC

    Mahkamah Pidana Internasional (ICC) didesak untuk menyelidiki mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, selama perang berkecamuk antara Israel, sekutu Washington, dan Hamas.

    ICC juga didesak untuk menyelidiki dua anggota kabinet Biden terkait tuduhan yang sama.

    Desakan itu, seperti dilansir The Guardian, Selasa (25/2/2025), disampaikan oleh organisasi nirlaba yang berbasis di AS, Democracy for the Arab World Now (DAWN). Permintaan resmi kepada ICC diajukan oleh DAWN bulan lalu, namun baru dipublikasikan oleh kelompok itu pada Senin (24/2) waktu setempat.

    Dalam dokumen aduan setebal 172 halaman, DAWN mendesak ICC untuk menyelidiki Biden, juga mantan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin, atas “peran tambahan mereka dalam membantu dan bersekongkol, serta dengan sengaja berkontribusi terhadap kejahatan perang Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza”.

    Tahun lalu, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menhan Israel Yoav Gallant, serta pemimpin Hamas Mohammed Deif, yang baru-baru ini dikonfirmasi oleh Hamas telah tewas, atas tuduhan kejahatan perang terkait perang Gaza.

    DAWN dalam aduannya menuduh mantan pejabat-pejabat AS itu telah melanggar pasal-pasal Statuta Roma, piagam yang mendasari berdirinya ICC, dalam mendukung Israel.

    DAWN menjelaskan bahwa aduannya dipersiapkan dengan didukung para pengacara yang terdaftar di ICC dan pakar kejahatan perang lainnya.

    “Biden, Blinken, dan Menhan Austin tidak hanya mengabaikan dan membenarkan banyaknya bukti kejahatan Israel yang keji dan disengaja, mengesampingkan rekomendasi staf-staf mereka sendiri untuk menghentikan transfer senjata ke Israel, mereka juga melakukan hal yang sama dengan memberikan dukungan militer dan politik tanpa syarat kepada Israel untuk memastikan Israel dapat melakukan kekejamannya,” sebut Direktur Eksekutif DAWN, Sarah Leah Whitson.

    Pernyataan itu juga menyinggung soal dukungan politik yang diberikan AS kepada Israel melalui hak-hak vetonya terhadap berbagai resolusi gencatan senjata Gaza dalam forum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Data Baru Bantuan Amerika ke Ukraina Bocor – Halaman all

    Data Baru Bantuan Amerika ke Ukraina Bocor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden baru-baru ini membocorkan informasi penting mengenai dukungan militer mereka kepada Ukraina.

    Data ini, yang sebelumnya dirahasiakan, memperlihatkan investasi signifikan dari AS dalam pengembangan industri pesawat tak berawak militer di Ukraina.

    Artikel ini akan membahas detail dukungan tersebut serta dampaknya terhadap situasi perang yang sedang berlangsung.

    Pada tanggal 16 Januari 2025, pejabat AS mengonfirmasi bahwa mereka telah melakukan investasi besar untuk membantu Ukraina memulai dan memperluas produksi drone.

    Sementara sebagian besar bantuan militer AS—seperti miliaran dollar untuk rudal, sistem pertahanan udara, tank, dan artileri—sudah diumumkan ke publik, banyak dukungan lainnya tetap tersembunyi.

    Dukungan AS mencakup tidak hanya dana untuk produsen pesawat nirawak, tetapi juga pengiriman perwira intelijen ke Ukraina untuk membantu mengembangkan program tersebut.

    Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, menekankan bahwa dukungan ini memiliki dampak strategis yang nyata dalam perang.

    Fokus pada pengembangan industri drone Ukraina dimulai setelah serangan balasan pertama Ukraina yang menunjukkan batasan kemampuan tradisional mereka.

    Dalam wawancara, Sullivan mengungkapkan bahwa dukungan ini dipercepat sebagai persiapan untuk serangan balik kedua yang kurang berhasil.

    Dukungan ini terbukti efektif;

    pesawat tak berawak angkatan laut Ukraina berhasil menghancurkan seperempat Armada Laut Hitam Rusia.

    Selain itu, drone yang dikerahkan di garis depan membantu memperlambat kemajuan Rusia di timur Ukraina.

    Sullivan mencatat bahwa pengalaman membangun industri drone telah memberikan pelajaran berharga, dan kini pemerintahan Biden mulai memadukannya ke dalam industri pertahanan AS sendiri.

    Pemerintah Biden telah mengalokasikan dana yang signifikan untuk mendukung produksi drone di Ukraina.

    Misalnya, musim gugur lalu, Pentagon mengalokasikan sekitar 800 juta USD untuk membeli komponen drone dan mendanai produsen drone lokal.

    Selanjutnya, saat kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Gedung Putih pada September 2024, Biden menjanjikan tambahan 1,5 miliar USD untuk industri drone Ukraina.

    Para pejabat AS meyakini bahwa investasi ini membuat pesawat tak berawak Ukraina lebih efektif dan mematikan.

    Dalam konteks ini, Lloyd Austin, Kepala Pentagon, dan Antony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, menulis opini di The New York Times, memperingatkan tentang bahaya pemotongan bantuan militer ke Ukraina serta potensi konsekuensi dari mengakhiri perang sebelum waktunya.

    Di tengah bantuan tersebut, laporan terbaru menunjukkan bahwa Rusia mengalami kerugian signifikan.

    Dalam 24 jam terakhir, Rusia kehilangan sekitar 1.340 personel, 21 sistem artileri, dan 13 kendaraan tempur lapis baja.

    Total kerugian militer Rusia sejak 24 Februari 2022 hingga 18 Januari 2025 telah mencapai angka yang cukup mengejutkan, dengan lebih dari 800.000 personel.

    Dengan demikian, situasi di Ukraina tetap dinamis, dan dukungan dari Amerika Serikat dalam bentuk dana dan teknologi drone kemungkinan akan terus memengaruhi jalannya perang.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Biden Bocorkan Data Baru Bantuan ke Ukraina, Sombong Perkuat NATO, 1.340 Tentara Rusia Tewas Sehari – Halaman all

    Biden Bocorkan Data Baru Bantuan ke Ukraina, Sombong Perkuat NATO, 1.340 Tentara Rusia Tewas Sehari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengungkapkan data baru tentang bantuannya kepada Ukraina, yang mengungkap dukungan yang sebelumnya dirahasiakan terhadap industri pesawat tak berawak militer negara itu.

    Seperti dilansir The New York Times , pejabat AS mengatakan pada 16 Januari 2025, mereka telah melakukan investasi besar yang membantu Ukraina memulai dan memperluas produksi drone.

    Sebagian besar bantuan AS untuk militer Ukraina, termasuk miliaran dolar untuk rudal, sistem pertahanan udara, tank, artileri, dan pelatihan, telah diumumkan ke publik.

    Namun, dukungan lainnya sebagian besar masih tersembunyi.

    Para pejabat AS mencatat, dukungan tersebut termasuk membantu Ukraina mengembangkan generasi baru pesawat tanpa awak, yang menurut para pejabat AS akan merevolusi cara peperangan dilakukan.

    Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan dukungan tersebut memiliki dampak strategis nyata pada perang.

    “Kami melihat bagaimana UAV menjadi semakin penting dalam pertempuran di Ukraina dan akan menjadi penting dalam semua pertempuran di masa depan,” kata Sullivan.

    Amerika Serikat menyediakan dana untuk mendukung produsen pesawat nirawak dan membeli suku cadang.

    Orang-orang yang mengetahui situasi tersebut menekankan bahwa Amerika Serikat juga telah mengirim perwira intelijen ke Ukraina untuk membantu mengembangkan program tersebut.

    Dalam wawancara awal minggu ini, Direktur CIA William Burns secara tidak langsung menyebutkan dukungan lembaganya terhadap program pesawat tak berawak di Ukraina.

    Sullivan mengatakan bahwa upaya pesawat tak berawak dimulai setelah serangan balasan pertama Ukraina pada musim gugur 2022 ketika batas kemampuan tradisional Ukraina menjadi jelas.

    Sullivan mencatat bahwa upaya-upaya ini dipercepat sebagai persiapan untuk serangan balik kedua Ukraina, yang kurang berhasil.

    Ukraina tidak memperoleh wilayah sebanyak yang diinginkannya, sebagian karena penggunaan UAV oleh Rusia.

    Setelah serangan balasan, pejabat AS mengatakan mereka dengan cepat meningkatkan dukungan untuk produsen drone Ukraina, membangun upaya Kyiv untuk mengembangkan industrinya sendiri.

    Selain bantuan keuangan, pemerintahan Biden berupaya membangun hubungan antara perusahaan teknologi AS dan produsen drone Ukraina.

    Musim gugur lalu, Pentagon mengalokasikan US$800 juta untuk produksi drone di Ukraina yang digunakan untuk membeli komponen drone dan membiayai produsen drone.

    Selama kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Gedung Putih pada September 2024, Presiden Biden mengatakan US$1,5 miliar lainnya akan diarahkan ke industri drone Ukraina.

    Para pejabat AS mengatakan pada tanggal 16 Januari bahwa mereka yakin investasi tersebut telah membuat pesawat tak berawak Ukraina lebih efektif dan mematikan.

    Mereka mencatat bahwa pesawat tak berawak angkatan laut Ukraina telah menghancurkan seperempat Armada Laut Hitam Rusia dan bahwa pesawat tak berawak yang dikerahkan di garis depan telah membantu memperlambat kemajuan Rusia di timur Ukraina.

    Sullivan mengatakan bahwa dorongan untuk membangun industri drone Ukraina telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa pemerintahan Biden telah mulai memadukannya ke dalam industri pertahanan AS sendiri.

    Kepala Pentagon saat ini Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menulis opini bersama untuk The New York Times  yang menjelaskan bahaya pemotongan  bantuan militer ke Ukraina dan mengakhiri perang sebelum waktunya.

    Dalam pidato perpisahannya, Presiden Joe Biden menyebutkan Ukraina dalam konteks pencapaian kebijakan luar negerinya dan bagaimana ia telah ” memperkuat NATO “.

    Rusia Kehilangan Ribuan Tentara dalam Sehari

    Rusia telah kehilangan 1.340 tentara Rusia tewas dan terluka, 21 sistem artileri dan 13 kendaraan tempur lapis baja selama 24 jam terakhir.

    Hal ini diklaim oleh Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina dalam rilis di media sosial Facebook.

    Total kerugian tempur pasukan Rusia antara 24 Februari 2022 dan 18 Januari 2025 diperkirakan sebagai berikut [angka dalam tanda kurung mewakili kerugian terkini:

    -Sekitar 817.160 (+1.340) personel militer; 

    -9.803 (+0) tank;

    -20.394 (+13) kendaraan tempur lapis baja;

    -22.040 (+21) sistem artileri;

    -1.262 (+0) sistem roket peluncuran ganda;

    -1.046 (+0) sistem pertahanan udara;

    -369 (+0) pesawat sayap tetap;

    -331 (+0) helikopter;

    -22.579 (+13) UAV taktis dan strategis;

    -3.049 (+0) rudal jelajah;

    -28 (+0) kapal/perahu;

    -1 (+0) kapal selam;

    -34.325 (+69) kendaraan dan truk tangki bahan bakar;

    -3.699 (+0) kendaraan khusus dan perlengkapan lainnya.

    Pada hari sebelumnya, 17 Januari, dilaporkan bahwa Rusia telah kehilangan 1.670 tentara Rusia yang tewas dan terluka serta lebih dari 200 buah senjata dan peralatan militer Rusia.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Kurang Pengetahuan Soal Peperangan Modern, 300 Tentara Korea Utara Dilaporkan Tewas di Kursk, Rusia – Halaman all

    Kurang Pengetahuan Soal Peperangan Modern, 300 Tentara Korea Utara Dilaporkan Tewas di Kursk, Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setidaknya 300 tentara Korea Utara tewas dan 2.700 lainnya terluka dalam pertempuran di Kursk, Rusia, menurut klaim Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan pada 13 Januari 2025, seperti dilaporkan oleh kantor berita Yonhap.

    NIS mengaitkan tingginya korban jiwa dengan kurangnya pemahaman para prajurit Korea Utara tentang peperangan modern, termasuk upaya sia-sia mereka untuk menembak jatuh pesawat nirawak.

    Pasukan Korea Utara dikerahkan ke wilayah Kursk pada musim gugur lalu untuk mendukung pasukan Rusia dalam menghadapi serangan Ukraina.

    Pasukan Ukraina terus melancarkan pertempuran di wilayah tersebut.

    Pernyataan NIS sejalan dengan klaim Presiden Volodymyr Zelensky pada 9 Januari, yang menyebutkan bahwa pasukan Korea Utara yang bertempur bersama pasukan Rusia telah menderita 4.000 korban, baik tewas maupun terluka.

    NIS melaporkan bahwa Korea Utara diduga memaksa tentaranya untuk mengakhiri hidup mereka sendiri guna menghindari penangkapan oleh pasukan Ukraina.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengonfirmasi pada 27 Desember bahwa beberapa tentara Korea Utara memang mengakhiri hidup karena takut keluarga mereka akan menerima pembalasannya jika mereka ditangkap.

    Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Lloyd Austin (kiri) duduk bersama Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky (kanan) ketika menghadiri pertemuan Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina (UDCG) di Pangkalan Udara Ramstein Jerman pada Jumat (6/9/2024). (Layanan Pers Kepresidenan Ukraina)

    Pada 11 Januari, Zelensky mengumumkan penangkapan dua tentara Korea Utara di Kursk.

    Kedua tawanan perang (POW) tersebut kini berada dalam tahanan Dinas Keamanan Ukraina (SBU) dan menerima perawatan medis.

    NIS menyebut bahwa tawanan perang tersebut adalah anggota Biro Umum Pengintaian, badan intelijen militer Korea Utara.

    Zelensky juga membagikan rekaman video yang menunjukkan interogasi tawanan perang oleh SBU dengan bantuan penerjemah berbahasa Korea.

    Dalam video tersebut, salah satu tentara menyatakan keinginannya untuk kembali ke Korea Utara, sementara yang lain mengatakan ingin tetap tinggal di Ukraina.

    Ukraina: Tentara Korea Utara Tidak Tahu Drone Itu Berbahaya dan Mereka Bisa Jadi Sasaran Empuk

    Menurut laporan The Washington Post pada Desember tahun lalu, para pejabat dan tentara Ukraina mengatakan bahwa pasukan Korea Utara sering terbunuh oleh drone atau pesawat tak berawak yang tampaknya tidak mereka anggap berbahaya atau mematikan.

    Laporan tersebut, menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan mengenai pasukan yang dikirim oleh Kim Jong Un untuk mendukung invasi Rusia.

    Efektivitas drone merupakan ciri khas perang di Ukraina.

    Tentara berpengalaman di sana telah menjelaskan kepada Business Insider tentang ketakutan jika ada drone yang terbang di atas mereka.

    Namun, pasukan Korea Utara terbilang masih baru dalam perang ini.

    Tiga tentara Ukraina yang bertempur di wilayah Kursk, Rusia, mengatakan kepada The Washington Post bahwa rombongan pasukan Korea Utara bergerak maju ke posisi Ukraina yang dipenuhi drone dan pertahanan lainnya.

    “Kami sangat terkejut; kami belum pernah melihat yang seperti ini — 40 hingga 50 orang berlarian melintasi lapangan,” kata seorang komandan pesawat tanpa awak Ukraina kepada Post.

    “Drone FPV, artileri, dan senjata lainnya menyerang mereka karena mereka bergerak di lapangan terbuka,” katanya. 

    “Anda bisa bayangkan akibatnya.”

    Tangkap layar memperlihatkan pasukan Korea Utara berlindung di balik pepohonan di wilayah Kursk, Rusia (Telegram Zelenskiy / Official)

    Operator pesawat nirawak lainnya, Artem, mengatakan kepada media tersebut bahwa alih-alih lari dari pesawat nirawak, pasukan Korea Utara justru menembaki mereka “tanpa pandang bulu,” sementara yang lain terus bergerak seolah tidak menghiraukan drone-drone itu.

    Banyak yang tewas, katanya.

    Selama operasi drone malam hari, Artem mengatakan, dia mengenali tiga tentara berdasarkan tanda panas mereka pada kamera termal.

    Ia awalnya mengantisipasi hanya bisa menargetkan satu orang, tetapi ketika dua prajurit lainnya tidak bergerak cepat, Artem dan rekan-rekannya menyerang ketiganya.

    Ia menyebut, pengalaman itu aneh.

    “Itu adalah pertama kalinya rasanya seperti memainkan simulator komputer dalam easy mode,” ujar Artem.

    (Tribunnews.com)

  • Putin Krisis Pasukan, AS Sebut 700.000 Tentara Rusia Tewas Jadi Korban Perang Ukraina – Halaman all

    Putin Krisis Pasukan, AS Sebut 700.000 Tentara Rusia Tewas Jadi Korban Perang Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – AS mengungkapkan bahwa Rusia kini tengah mengalami krisis pasukan setelah lebih dari 700.000 tentara menjadi korban sejak memulai invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    Hal itu diungkap oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin melalui laman resmi Menhan AS.

    “Sejak 2022, Rusia telah menderita lebih dari 700.000 korban di Ukraina. Jumlah itu lebih banyak dari yang dialami Moskow dalam semua konfliknya sejak Perang Dunia II digabungkan,” imbuh Austin melansir Defense.gov.

    “Korban Rusia di Ukraina kini melebihi dua pertiga dari total kekuatan tentara Rusia pada awal perang yang dipilih Putin. Pada bulan November 2024 saja, Rusia kehilangan hampir 1.500 tentara per hari,” imbuhnya.

    Senada dengan proyeksi AS, Angkatan Bersenjata Ukraina memperkirakan 707.540 tentara Rusia tewas atau terluka hingga November 2024. 
     
    Sementara Pemerintah Inggris melaporkan sekitar 700.000 tentara Rusia tewas atau terluka pada November 2024.

    Rusia Rekrut Tentara Korut

    Mengantisipasi kurangnya pasukan di medan perang, Sekitar 10.000 tentara asal Korea Utara (Korut) dilaporkan tiba di Kursk, wilayah garda depan konflik Rusia dan Ukraina.

    Tak hanya pasukan tempur, Korut disebut turut mengirimkan sejumlah jenderal ke medan perang untuk membantu Rusia melawan Ukraina.

    Pengerahan puluhan ribu tentara Korea Utara itu merupakan eskalasi yang signifikan dari keterlibatan Pyongyang dalam invasi Rusia di Ukraina.

    Publik menuduh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menjual pasukannya untuk perang agresi yang ilegal.

    Lantaran kehadiran tentara Korut hanya dianggap sebagai martir perang bagi Rusia dalam menghadapi serangan Ukraina.

    Sementara itu pemerintah Rusia diketahui menjanjikan bayaran sebesar 2.000 dolar AS atau sekitar Rp 31 Juta per bulan bagi tentara Korea Utara (Korut) yang bersedia untuk ditugaskan ke Kursk.

    Jumlah gaji yang dibayarkan oleh Moskow menunjukkan peningkatan fantastis hingga 10 kali lipat jika dibandingkan dengan gaji sebelumnya.

    Dimana pada bulan lalu, Radio Free Asia melaporkan bahwa gaji rata-rata untuk personel militer Korut hanya berkisar antara 100 dan 300 won.

    Rusia Krisis Populasi

    Terpisah, imbas perang yang tak kunjung rampung, kini Rusia dihadapkan masalah krisis populasi.

    Angka kelahiran Rusia diketahui telah mencapai titik terendah dalam sejarah. Menurut laporan terakhir, hanya ada sekitar 599.600 anak yang lahir pada paruh pertama tahun 2024. Jumlah tersebut menjadi yang terendah selama 25 tahun.

    Angka ini bahkan 16 ribu lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. 

    Pemerintah Rusia menyebut situasi ini sebagai ‘bencana besar bagi masa depan bangsa’.

    Untuk mengatasi ancaman krisis populasi, Salah satu kota di Rusia mengeluarkan aturan baru yaitu memberikan hadiah insentif uang pada wanita muda di bawah usia 25 tahun yang mau memiliki anak. 

    Mengutip laporan Money Control, jumlah hadiah insentif yang ditawarkan sejumlah 100 ribu rubel Rusia (Rp 15,8 juta). 

    Uang tersebut diberikan khusus untuk wanita berusia di bawah 25 tahun yang masih terdaftar sebagai mahasiswa universitas atau perguruan tinggi yang tinggal di wilayah Karelia.

    Selain pemberian insentif tersebut, nantinya ibu juga bakal mendapatkan dukungan tambahan untuk perawatan anak dan pemulihan pasca persalinan.

    Hal ini dilakukan untuk mendorong angka kelahiran di Rusia yang perlahan menurun.

    Karelia bukan menjadi satu-satunya daerah yang menerapkan program insentif untuk mendorong angka kelahiran. 

    Setidaknya ada 11 pemerintah daerah di Rusia yang menawarkan insentif serupa, salah satunya di Tomsk.

    Sementara itu Pemerintah pusat Rusia sendiri dilaporklan turut meningkatkan anggaran tunjangan bersalin untuk para ibu hamil. 

    Menurut informasi yang beredar mulai tahun 2025, ibu yang pertama kali melahirkan akan menerima insentif akan menerima sekitar 677 ribu rubel Rusia (Rp 101,5 juta),.

    Jumlah tersebut meningkat dari 630.400 (Rp 94,5 juta) rubel pada tahun 2024.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • AS Setujui Penjualan Torpedo Rp 1,2 Triliun ke Arab Saudi

    AS Setujui Penjualan Torpedo Rp 1,2 Triliun ke Arab Saudi

    Washington DC

    Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui kemungkinan penjualan puluhan unit torpedo buatannya kepada Arab Saudi. Nilai penjualan senjata militer buatan Washington ini mencapai US$ 78,5 juta (Rp 1,2 triliun).

    Pentagon atau Departemen Pentagon, seperti dilansir Al Arabiya, Sabtu (4/1/2025), menyebut persenjataan yang akan dijual kepada Riyadh ini merupakan jenis Torpedo Ringan MK 54 MOD 0. Disebutkan bahwa ada 20 unit torpedo jenis tersebut yang akan dijual kepada Saudi.

    “Penjualan yang diajukan ini akan meningkatkan kemampuan Arab Saudi untuk mencegah ancaman saat ini dan ancaman masa depan dengan meningkatkan kemampuan perang anti-kapal selam,” sebut Pentagon dalam pernyataannya.

    Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin telah berulang kali menegaskan kembali komitmen Washington terhadap pertahanan Riyadh kepada Menhan Saudi Pangeran Khalid bin Salman dan berterima kasih atas upaya Saudi dalam mendorong ketenangan di kawasan Timur Tengah.

    Para jenderal militer terkemuka AS dan Saudi telah membahas kekhawatiran keamanan dan stabilitas di Timur Tengah dalam percakapan telepon bulan lalu.

    Pentagon dalam pernyataannya mengatakan Pemimpin Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal CQ Brown, dan Kepala Staf Umum Saudi, Jenderal Fayyad Al-Ruwaili, berbicara tentang pentingnya meredakan ketegangan secara damai di kawasan tersebut.

    “Kedua jenderal itu berbicara tentang cara-cara untuk meningkatkan kekuatan hubungan bilateral antara militer AS dan Arab Saudi, termasuk peningkatan kapasitas, pelatihan dan latihan militer,” tutur juru bicara Kepala Staf Gabungan AS, Jereal Dorsey, membahas isi percakapan telepon pada Desember lalu.

    Lihat juga video: Rekaman Penyelamatan Bangkai Kapal Selam Titan Dirilis

    (nvc/idh)

  • AS Akhirnya Ngaku Pasukannya di Suriah Masih Sangat Banyak, Bukan 900, tapi 2.000 Pasukan – Halaman all

    AS Akhirnya Ngaku Pasukannya di Suriah Masih Sangat Banyak, Bukan 900, tapi 2.000 Pasukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) akhirnya mengakui pasukannya di Suriah masih sangat banyak.

    Sebelumnya, Pentagon menyebut terdapat 900 pasukan AS yang masih berada di Suriah.

    Kini, Pentagon merevisi jumlah tersebut dengan mengungkapkan bahwa jumlah total pasukan AS di Suriah dua kali lebih banyak dari pernyataan sebelumnya.

    Saat ini, pasukan AS di Suriah ada sekitar 2.000 tentara, menurut Sekretaris Pers Pentagon, Mayjen Pat Ryder.

    Ia mengatakan, jumlah pasukan AS di Suriah tersebut mencakup pasukan sementara untuk “persyaratan misi yang berubah-ubah” dan misi Mengalahkan ISIS.

    Penambahan pasukan AS ini terjadi sebelum jatuhnya rezim Assad, kata Ryder, tanpa menyebutkan kapan tepatnya pengerahan tentara dilakukan.

    “Saya mengetahui angkanya hari ini,” kata Ryder, dikutip dari Al Arabiya.

    “Sebagai seseorang yang berdiri di sini dan memberi tahu Anda angka 900 (tentara), saya ingin memberi tahu Anda apa yang kami ketahui tentang itu,” lanjutnya.

    Meskipun kepala Pentagon, Lloyd Austin, mengetahui jumlah sebenarnya, ia tidak meminta siapa pun untuk mencegahnya dipublikasikan.

    Sebaliknya, ia mengaitkan kurangnya transparansi dengan “sensitivitas dari sudut pandang keamanan diplomatik dan operasional”.

    AS memiliki kemitraan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dianggapnya penting.

    Hal ini ditegaskan ketika Jenderal Erik Kurilla, jenderal tertinggi AS untuk Timur Tengah, mengunjungi beberapa pangkalan di Suriah minggu lalu untuk bertemu dengan pasukan AS dan anggota SDF.

    Ia kemudian melakukan perjalanan ke Irak, menekankan komitmen AS untuk mengalahkan ISIS dan mengamankan mitranya di kawasan tersebut, termasuk Irak, Yordania, Lebanon, dan Israel.

    Namun, serangan Turki terhadap pejuang SDF di Manbij dan Suriah utara telah menimbulkan kekhawatiran di Washington, khususnya di Pentagon.

    SDF secara tidak sengaja menembak jatuh pesawat nirawak MQ-9 Reaper milik Amerika setelah mengira pesawat nirawak itu milik Turki minggu lalu.

    AS dan Turki sebelumnya pernah berselisih mengenai penargetan pejuang SDF.

    Pada Desember 2022, Direktur CIA Bill Burns dilaporkan memperingatkan Turki bahwa serangan udara Ankara di Suriah membahayakan pasukan AS.

    Pada Oktober 2023, sebuah F-16 Amerika menembak jatuh sebuah pesawat nirawak Turki yang memasuki zona terlarang AS kurang dari setengah kilometer dari pasukan AS.

    AS telah berulang kali memperingatkan Turki tentang risiko menerbangkan pesawat nirawak di dekat personel AS.

    Pasukan Bashar al-Assad Serahkan Senjata ke Pemerintah Baru

    Ilustrasi tentara Suriah (Al Mayadeen/X)

    Mantan pasukan keamanan rezim Bashar al-Assad telah menyerahkan senjata mereka kepada pemerintah transisi.

    Dalam sebuah video yang dirilis AFP menunjukkan barisan pria berpakaian preman tengah menyerahkan senjata api mereka kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri pemerintah baru Suriah.

    Para pejabat terlihat mewawancarai para pria itu secara informal dan mengambil foto mereka saat mereka menyerahkan senjata mereka, seperti yang ditunjukkan dalam rekaman AFP.

    Dilansir CNN, ratusan berbagai jenis pistol dan amunisi terlihat menumpuk tinggi di sudut-sudut kantor pemerintah.

    Hal ini terjadi ketika kepemimpinan baru Suriah, yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al Sham (HTS), telah berupaya untuk mentransfer kekuasaan secara damai dan memperoleh legitimasi internasional.

    Seorang pemimpin pemerintah yang terkait dengan pemberontak Suriah, Mohammad Al-Bashir, telah ditunjuk sebagai perdana menteri sementara negara itu untuk tiga bulan ke depan, di mana pemerintahannya akan mengawasi transisi Suriah ke pemerintahan baru.

    Para menterdi dari bekas Pemerintahan Keselamatan yang terkait dengan HTS, serta pegawai negeri sipil era Assad, akan terus menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan sementara hingga 1 Maret 2025, kata Al-Bashir.

    Media pemerintah Suriah telah melaporkan, kota-kota lain di Suriah, seperti Daraa, telah menerapkan skema serupa untuk mengembalikan senjata.

    Setelah menerima senjata api, otoritas baru mengeluarkan kartu sementara kepada pasukan rezim Suriah sebelumnya yang akan memberi mereka kebebasan untuk beraktivitas di wilayah “yang telah dibebaskan” di Suriah.

    Sementara “proses hukum mereka diselesaikan”, menurut pemberitahuan yang dipasang di luar kantor pemerintah.

    Pemberitahuan tersebut tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang “proses hukum” tersebut.

    (Tribunnews.com/Whiesa)