Tag: Listyo Sigit Prabowo

  • Kapolri jenguk korban ledakan SMAN 72 di RSIJ Cempaka Putih

    Kapolri jenguk korban ledakan SMAN 72 di RSIJ Cempaka Putih

    Jakarta (ANTARA) – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menjenguk para korban ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Sabtu.

    Berdasarkan keterangan resmi Divisi Humas Polri yang diterima ANTARA, Listyo datang didampingi oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Asep Edi Suheri dan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro.

    Ketiganya juga sempat menerima paparan singkat di posko layanan trauma dan healing dari psikologi kepolisian. Tak lama, Listyo dan jajarannya memasuki ruang instalasi gawat darurat (IGD) untuk menemui langsung para korban ledakan SMAN 72 Jakarta Utara.

    Data sementara dari posko pelayanan di RSIJ Cempaka Putih Jakarta, pihak rumah sakit menerima total 39 korban pascaledakan hingga pukul 01.30 WIB dini hari.

    Sebanyak 14 korban masih menjalani rawat inap di IGD. Sementara, 25 pasien lainnya sudah dipulangkan.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya mendirikan posko pelayanan trauma dan healing di dua rumah sakit pascaledakan di SMAN 72 Jakarta Utara.

    Pada Jumat (7/11) sekira pukul 12.15 WIB, terjadi ledakan di lingkungan SMA Negeri 72 Jakarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara, tepatnya dalam Komplek Kodamar TNI Angkatan Laut (AL).

    Menurut keterangan saksi, ledakan terjadi saat siswa dan guru sedang Shalat Jumat di masjid di sekolah tersebut. Ledakan pertama pertama terdengar ketika khutbah sedang berlangsung, disusul ledakan kedua yang diduga berasal dari arah berbeda.

    Ledakan itu menyebabkan para korban mengalami beragam cedera, termasuk luka bakar dan luka akibat serpihan, sekaligus menyulut kepanikan dari warga sekolah dan masyarakat sekitar.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ledakan di SMAN 72: Kapolri Ungkap Barang Bukti, Ada Serbuk & Tulisan

    Ledakan di SMAN 72: Kapolri Ungkap Barang Bukti, Ada Serbuk & Tulisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan penyelidikan kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta terus berjalan. Pihak Kepolisian telah mengamankan sejumlah barang bukti yang ditemukan di lokasi ledakan.

    Menurut Listyo, barang bukti pendukung a.l. serbuk bahan peledak dan tulisan. Sayangnya, Kapolri tidak menjabarkan rinci mengenai barang bukti tersebut

    “Ditemukan beberapa bukti pendukung, yang tentunya sedang kami kumpulkan. Ada tulisan, ada barang bukti serbuk yang diperkirakan bisa menimbulkan potensi terjadinya ledakan, catatan-catatan lain kita kumpulkan,” kata Kapolri di RS Islam Jakarta, Cempaka Putih, dikutip dari Detikcom, Sabtu (8/11/2025).

    Kapolri juga menuturkan tim penyidik juga mendalami keterangan dari para saksi. Tak hanya itu, Kepolisian juga mendalami konten di media sosial (medsos) para siswa agar penyelidikan kasus semakin jelas.

    “Termasuk juga kita melakukan pemeriksaan terhadap media sosial, lewat keluarga, untuk mengumpulkan semuanya,” tegasnya.

    Dia berjanji hasil penyelidikan akan disampaikan setelah data lengkap. Kapolri menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang terjadi pada Jumat (7/11) siang kemarin.

    Dia mengatakan para siswa dalam kondisi membaik dalam perawatan. Dia mengatakan pemulihan psikologis juga akan dilakukan kepada siswa terdampak.

    “Kita senang, ketika kita bicara dengan adik-adik kita tadi, mereka masih semangat untuk sekolah. Dan tentunya itu yang kita harapkan, dan terhadap trauma yang ada, menjadi tugas kita semua untuk mendorong mereka semua kembali normal,” kata dia.

    Kapolri mengatakan pihaknya akan membangun pusat trauma healing bagi siswa korban ledakan di SMAN 72 Jakarta. Jenderal Sigit menerangkan pusat trauma healing ini akan bekerja sama dengan KPAI hingga psikolog.

    “Kita juga membangun pusat trauma healing yang nanti juga kita persiapkan untuk memberikan pelayanan nanti bekerja sama tentunya dengan KPAI dengan dokter-dokter psikolog yang diperlukan,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Terduga Pelaku Ledakan Salah Satu Siswa SMAN 72 Jakarta

    Terduga Pelaku Ledakan Salah Satu Siswa SMAN 72 Jakarta

    Jakarta

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap fakta baru soal ledakan di SMAN 72 Jakarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut). Dia mengatakan terduga pelaku merupakan siswa di SMA tersebut.

    “Terduga pelaku saat ini merupakan salah satu siswa di SMA tersebut,” kata Kapolri setelah menjenguk korban ledakan di RS Islam Jakarta, Cempaka Putih, Jakpus, Sabtu (8/11/2025).

    Dia mengatakan terduga pelaku tersebut masih dalam perawatan dan kondisinya terus membaik. Belum diketahui inisial atau informasi lain terkait terduga pelaku ledakan.

    “Yang jelas terduga pelaku kondisinya semakin membaik dan mudah-mudahan akan juga mempermudah kita nanti pada waktunya apabila kita butuhkan,” katanya.

    Dia mengatakan penyidik masih mendalami kasus ini untuk mengetahui motif peledakan di sekolah tersebut yang terjadi Jumat (7/11) siang. Penyidik masih mengumpulkan informasi hingga alat bukti untuk membuat terang duduk perkara kasus ini.

    “Itu salah satu yang kita kumpulkan terkait bagian dari upaya kita mengungkap motif. Artinya, informasi-informasi yang terkait yang bisa mendukung proses kita untuk mendapatkan gambaran motif tentunya kita kumpulkan,” katanya.

    “Ditemukan beberapa bukti pendukung, yang tentunya sedang kami kumpulkan. Ada tulisan, ada barang bukti serbuk yang diperkirakan bisa menimbulkan potensi terjadinya ledakan, catatan-catatan lain kita kumpulkan,” kata Kapolri.

    Di RS Islam Jakarta ada korban ledakan yang dirawat di ruang ICU. Kapolri mengatakan siswa lain yang dijenguk dalam kondisi membaik.

    “Untuk yang dirawat di ICU memang membutuhkan perawatan khusus, tidak diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat sehingga kemudian tidak terjadi potensi peradangan atau infeksi sehingga dibutuhkan isolasi,” katanya.

    (jbr/idh)

  • Polri Ungkap Pelanggaran Ekspor CPO di Tanjung Priok: 87 Kontainer Disita

    Polri Ungkap Pelanggaran Ekspor CPO di Tanjung Priok: 87 Kontainer Disita

    Liputan6.com, Jakarta Polri bersama Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mengungkap pelanggaran ekspor produk turunan kelapa sawit (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

    Sebanyak 87 kontainer yang diduga berisi komoditas campuran disita dalam operasi gabungan di Terminal Peti Kemas Multi Terminal Indonesia. Seluruhnya kini dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan langkah ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menekan potensi kerugian negara.

    “Alhamdulillah, sesuai dengan arahan dan perintah dari Bapak Presiden, Bapak Prabowo Subianto terkait dengan upaya untuk terus mengurangi potensi kerugian-kerugian negara maka kami, Polri, membentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara,” kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

    Menurut Listyo, pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri dilakukan sebagai upaya memperkuat sinergi antarinstansi dalam pengawasan ekspor-impor.

    Hasil kerja sama dengan Bea Cukai mengungkap adanya lonjakan ekspor tak wajar dari salah satu perusahaan, PT MMS, yang naik hampir 278 persen dibanding tahun sebelumnya.

    “Dan ini tentunya menjadi hal yang anomali dan dilakukan pendalaman oleh tim,” ujar Sigit.

     

  • Ledakan saat Jumatan bawa petaka di SMAN 72 Jakarta

    Ledakan saat Jumatan bawa petaka di SMAN 72 Jakarta

    Jakarta (ANTARA) –

    Hari Jumat (7/11) menjadi hari yang paling diingat oleh pelajar, guru dan orang yang beraktivitas di SMAN 72 Jakarta di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

    Awalnya aktivitas sekolah tersebut berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan hingga memasuki pelaksanaan Shalat Jumat yang digelar di masjid sekolah.

    Pelajar, guru, pengelola kantin hingga penjaga sekolah ikut menunaikan ibadah Shalat Jumat di lokasi ledakan tersebut. Awalnya pelaksanaan ibadah berjalan khidmat, mulai dari adzan hingga khatib naik ke mimbar membacakan khutbah Jumat.

    Seluruh jamaah mengikuti dengan sholat dengan serius baik di dalam bangunan maupun di selasar dan ada beberapa pelajar terlambat dan masih berwudhu di bagian luar sekolah.

    Lalu setelah pembacaan doa dan saat akan dikumandangkan iqomah, tiba-tiba suasana berubah drastis. Dari yang tadinya khusuk berubah jadi suasana histeris dan mencekam.

    Duaaaaar! Terjadi ledakan yang diduga berasal dari tengah bangunan dan diikuti ledakan di pintu masjid.

    “Kami melihat ada tiga benda (seperti bom rakitan) karena ada kaleng dengan sumbu dan yang meledak hanya dua,” kata pelajar SMA 72 bernama Sela.

    Menurut dia, ledakan ini diduga dilakukan oleh oknum pelajar sekolah ini. Dia menduga aksi ini sebagai balasan karena kerap menjadi korban perundungan (bullying).

    “Dia kerap jadi korban ‘bully’,” kata dia.

    Ia mengaku berada di bagian selasar dan ledakan tersebut memekak telinga dan membuat suasana gaduh. Beberapa siswa mengalami luka, penglihatan dan pendengaran mereka terganggu.

    Dalam kondisi panik, dia mencoba kabur tapi kemudian dirinya berbalik mencoba membantu kawan-kawannya yang terdampak langsung ledakan. Siswa serta guru yang lain mencoba mengevakuasi siswa dan sejumlah warga yang ada di luar ikut masuk memberikan pertolongan.

    Puluhan orang yang terdampak ledakan tersebut dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Jakarta untuk mendapatkan penanganan medis secepatnya.

    Kondisi tersebut mendapatkan perhatian serius. Polda Metro Jaya langsung menurunkan Tim Penjinak Bom (Jibom) dan Tim Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) dibantu tim lain ke lokasi kejadian.

    Petugas langsung melakukan penanganan dan identifikasi serta investigasi di lokasi kejadian. Mereka melakukan olah tempat kejadian dan memeriksa sejumlah saksi di lokasi untuk mengungkap secara runut kejadian yang di luar nalar ini.

    Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus langsung mendatangi lokasi.

    Seusai meninjau ia dikerubungi wartawan yang sudah berjaga di lokasi tersebut sejak siang hari. Ia mengatakan, kejadian ledakan ini terjadi sekitar pukul 12.15 WIB saat Shalat Jumat berlangsung.

    Menurut dia, ada beberapa video yang beredar terkait adanya pistol di lokasi kejadian. Ia memastikan itu pistol mainan dan memang ada sejumlah korban ledakan.

    Ia mencatat ada 20 korban, tiga korban dalam kondisi berat dan 17 korban dalam kondisi ringan.

    Dia menampik bahwa kegiatan tersebut aksi teroris. Dia meminta agar jangan terlalu cepat berasumsi aksi ledakan ini sebagai aksi teror.

    Ia meminta seluruh pihak untuk membiarkan aparat bekerja dulu dan pada saatnya, temuannya tentunya akan disampaikan kepada publik. “Jadi kita tunggu saja,” kata dia.

    Beberapa jam setelah kejadian, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep menggelar jumpa pers di RS Islam Cempaka Putih yang menjadi lokasi sebagian pelajar dirawat. Ada 54 orang mengalami luka-luka dalam ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72.

    “Data yang kita terima, 54 orang luka ringan sedang, ada yg sudah pulang sementara itu dulu. Nanti perkembangan lebih lanjut diinfokan lagi,” katanya saat memberikan keterangannya di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat.

    Pihaknya telah melakukan pengamanan tempat kejadian perkara (TKP) memasang “Police Line” dan juga telah dilakukan sterilisasi oleh penjinak bom.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan seluruh biaya rumah sakit korban ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, akan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

    “Seluruh biaya pengobatan akan ditanggung oleh Pemprov di mana saja rumah sakitnya,” kata dia di Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan, langkah ini sebagai bentuk pemerintah provinsi hadir dengan menanggung seluruh biaya perawatan korban di rumah sakit. “Semua akan menjadi tanggung jawab kami,” kata dia.

    Pramono usai jumpa pers langsung meninjau di lokasi kejadian serta ingin melihat secara langsung kondisi sekolah. Dia sampai di lokasi sekitar pukul 17.00 WIB didampingi Wali Kota Jakarta Utara Hendra Hidayat dan langsung masuk ke dalam sekolah.

    Pada Jumat malam, Kapolri Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menggelar jumpa pers.

    Kapolri menyebutkan seorang terduga pelaku peledakan bangunan SMAN 72 Jakarta telah ditemukan oleh Kepolisian tetapi orang tersebut saat ini masih menjalani operasi di rumah sakit (RS).

    Karena itu, Kepolisian belum dapat menginterogasi pelaku peledakan tersebut sampai dia selesai menjalani operasi dan kondisi kesehatannya memungkinkan untuk diperiksa oleh polisi.

    “Untuk terduga pelaku, saat ini sudah kita dapatkan. Anggota (Polri) sedang melakukan pendalaman terkait dengan identitas pelaku, kemudian juga lingkungan pelaku, termasuk rumah dan hal-hal lain yang saat ini sedang kita dalami,” katanya.

    Listyo melanjutkan satu orang terduga pelaku itu menjalani operasi, sebagaimana satu korban ledakan lainnya. Total, ada dua orang menjalani operasi akibat ledakan di SMAN 72 Jakarta, yang berada di dalam Kompleks Perumahan TNI AL Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat siang pukul 12.15 WIB.

    “Salah satu dari yang saat ini melakukan operasi (merupakan) terduga pelaku, dan untuk motif memang saat ini kita dalami berbagai macam informasi. Tentunya akan kita kumpulkan supaya menjadi informasi yang bulat pada saat diinformasikan (kepada publik, red.),” ujar Listyo.

    Ledakan di SMAN 72 Jakarta itu mengakibatkan sekitar puluhan orang luka-luka, tetapi sebagian besar dari korban telah mendapatkan perawatan dan kembali ke rumahnya masing-masing.

    “Di awal jumlah korban (luka-luka) 50 atau 60, tetapi saat ini Alhamdulillah sudah dibuatkan posko dan korbannya saat ini sudah bisa berangsur-angsur pulang,” kata Kapolri.

    Listyo melanjutkan tidak ada korban jiwa akibat ledakan tersebut. Dari hasil pemeriksaan di lokasi ledakan, polisi menemukan senjata mainan dan tulisan-tulisan.

    “Itu juga menjadi bagian yang kami dalami untuk mendalami motif bagaimana yang bersangkutan merakit dan melaksanakan aksinya,” katanya.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Budhi Hermanto menjelaskan, TKP di lokasi ledakan SMAN 72 Jakarta, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading sudah selesai dilakukan.

    “Giat olah TKP dinyatakan selesai jam 21.00 WIB,” kata dia di Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan, olah TKP hari ini mencukupi seluruh kebutuhan maka tidak akan dilakukan lagi. “Jika sudah dinyatakan cukup tidak perlu lagi,” kata dia.

    Untuk hasil TKP ini akan disampaikan kepada publik pada Sabtu ini.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kapolri Pastikan Senjata yang Dibawa Pelaku Mainan

    Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kapolri Pastikan Senjata yang Dibawa Pelaku Mainan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan senjata yang dibawa terduka pelaku pemicu ledakan di SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara adalah mainan

    “Kami temukan jenis senjatanya senjata mainan, ada tulisan-tulisan tertentu, dan itu juga menjadi bagian yang kita dalami untuk mendalami motif bagaimana yang bersangkutan kemudian merakit [bom] dan kemudian melaksanakan aksinya,” kata Listyo usai menghadiri arahan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Kapolri menjelaskan bahwa penyidik saat ini masih menelusuri lebih dalam terkait asal-usul senjata mainan tersebut serta motif pelaku di balik aksinya.

    “Semuanya akan kita jelaskan setelah semua informasi-informasi, temuan-temuan di lapangan, hasil penyelidikan, dan penyidikan lebih lanjut lengkap,” tandasnya. 

    Sebelumnya, ledakan terjadi saat pelaksanaan salat Jumat di masjid lingkungan SMAN 72 Jakarta Utara.

    Peristiwa itu menyebabkan 54 orang luka-luka, sementara dua diantaranya dilaporkan tengah menjalani operasi. Polisi menyebut sebagian siswa terdampak telah kembali ke orang tuanya setelah sempat dirawat.

    Hingga kini, polisi masih mendalami latar belakang dan motif terduga pelaku yang disebut merupakan siswa di sekolah tersebut.

  • Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kapolri Pastikan Senjata yang Dibawa Pelaku Mainan

    Ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara, Kapolri Pastikan Senjata yang Dibawa Pelaku Mainan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan senjata yang dibawa terduka pelaku pemicu ledakan di SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara adalah mainan

    “Kami temukan jenis senjatanya senjata mainan, ada tulisan-tulisan tertentu, dan itu juga menjadi bagian yang kita dalami untuk mendalami motif bagaimana yang bersangkutan kemudian merakit [bom] dan kemudian melaksanakan aksinya,” kata Listyo usai menghadiri arahan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Kapolri menjelaskan bahwa penyidik saat ini masih menelusuri lebih dalam terkait asal-usul senjata mainan tersebut serta motif pelaku di balik aksinya.

    “Semuanya akan kita jelaskan setelah semua informasi-informasi, temuan-temuan di lapangan, hasil penyelidikan, dan penyidikan lebih lanjut lengkap,” tandasnya. 

    Sebelumnya, ledakan terjadi saat pelaksanaan salat Jumat di masjid lingkungan SMAN 72 Jakarta Utara.

    Peristiwa itu menyebabkan 54 orang luka-luka, sementara dua diantaranya dilaporkan tengah menjalani operasi. Polisi menyebut sebagian siswa terdampak telah kembali ke orang tuanya setelah sempat dirawat.

    Hingga kini, polisi masih mendalami latar belakang dan motif terduga pelaku yang disebut merupakan siswa di sekolah tersebut.

  • 8
                    
                        Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya?
                        Nasional

    8 Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya? Nasional

    Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo Diisi Nama-nama Besar, Apa Tugasnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk dan melantik Komisi Polri di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
    Prabowo langsung hadir dan melantik sembari meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 7 November 2025.
    “Bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi darmabakti saya kepada bangsa dan negara,” ucap Presiden mendiktekan sumpah jabatan.
    “Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan, akan menjunjung tinggi etika jabatan bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab,” lanjut Prabowo yang hadir menggunakan jas berwarna abu tersebut.
    Dalam Komisi tersebut, terdapat sejumlah nama tokoh besar yang dikenal dalam lembaga penegakan hukum di Indonesia.
    Sebut saja Ketua Mahkamah Konstitusi periode pertama, Jimly Asshiddiqie, kemudian Ketua MK Periode 2008-2014 Mahfud MD, serta pakar hukum tata negara yang kini menjabat Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
    Kemudian ada tiga mantan Kapolri, yakni Menteri Dalam Negeri RI Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, Jenderal Polisi (Purn) Idham Aziz, dan Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti.
    Anggota Komisi
    Reformasi Polri
    tersebut berjumlah 10 orang dengan Jimly ditunjuk sebagai ketua. Berikut nama-nama lengkapnya:
    1. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie
    2. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra
    3. Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan
    4. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian
    5. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas
    6. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2019-2024 Mahfud MD
    7. Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian Ahmad Dofiri
    8. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
    9. Kapolri 2019-2021 Idham Aziz
    10. Kapolri 2015-2016 Badrodin Haiti
    Dalam pelantikan tersebut, Prabowo juga memberikan arahan kepada para anggota
    Komisi Reformasi Polri
    .
    Dia menekankan agar Komisi Reformasi Polri bisa memberikan perubahan di institusi Polri dan mampu menciptakan kepastian hukum yang berdampak pada keadilan.
    “Saya selalu tekankan apa yang saya pelajari, sekali lagi keberhasilan suatu komponen bangsa terletak pada apakah bangsa itu mampu menyelenggarakan berkuasanya hukum,
    the rule of law
    . Dan
    there must
    be kepastian hukum. Kepastian hukum yang melahirkan keadilan,” kata Prabowo, Jumat.
    Prabowo juga menegaskan bahwa komisi ini dibentuk untuk melakukan kajian menyeluruh dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara terhadap institusi Polri, termasuk menilai kekuatan dan kelemahan yang ada.

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga menyampaikan bahwa unsur Polri yang masih aktif turut dilibatkan dalam proses kajian dan diskusi.
    “Ada beberapa tokoh yang mantan kepala kepolisian, mereka pun bisa memberi masukan, pandangan-pandangan. Dan dengan ada Kapolri yang aktif, saudara-saudara punya akses untuk diskusi,” ujarnya.
    Prabowo juga meminta para anggota komisi dapat melaporkan hasil kerja yang telah dilakukan secara berkala dan memberikan rekomendasi untuk mengambil tindakan reformasi. Meski masa kerja
    Komisi Percepatan Reformasi Polri
    tidak dibatasi.
    Prabowo mengatakan, tugas utama Tim Percepatan Reformasi Polri ini adalah memberikan saran kepadanya mengenai perbaikan institusi kepolisian.
    “Jadi sekali lagi, Saudara-saudara, komisi ini tugas utama adalah mempelajari dan nanti memberi rekomendasi kepada saya sebagai kepala negara dan kepala pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan reformasi yang diperlukan, bila ada diperlukan,” tutur Prabowo kepada para penggawa
    tim reformasi Polri
    .
    Secara umum, lembaga-lembaga lain sebenarnya juga perlu sorotan dan kajian yang jitu demi perbaikan.
    “Tapi tetap, saya kira masyarakat kita sangat memerlukan suatu kajian yang objektif dan tajam. Dan, ini saya kira sangat perlu untuk kita,” ujar Prabowo.
    Jimly Asshiddiqie menyebut tugas jangka waktu dekat Prabowo meminta agar segera bekerja dan meminta laporan awal dalam waktu tiga bulan setelah dibentuk.
    Namun, waktu tiga bulan tidak mengikat, jika Komisi Reformasi Polri dinilai masih perlu waktu untuk melakukan pendalaman.
    “Kalau, misalnya tiga bulan selesai, ya insya Allah selesai, maka tahun 2026 itu sudah ada hal-hal, hal lain yang perlu kita pikirkan,” ujarnya.
    Jimly mengungkapkan, rapat perdana Komisi Reformasi Polri dijadwalkan berlangsung pada Senin, 10 November 2025, di Markas Besar Polri, Jakarta.
    Jimly menjelaskan bahwa komisi yang dipimpinnya bakal bekerja secara terbuka dengan mendengarkan aspirasi dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, aktivis, serta pihak internal kepolisian.
    Selain itu, menurut dia, hasil kerja tim tidak hanya berfokus pada rekomendasi, tetapi juga pada perumusan kebijakan reformasi yang melibatkan berbagai pihak.
    Komisi ini juga akan bersinergi dengan tim internal yang telah dibentuk oleh Kapolri, yang berfokus pada perbaikan manajemen di lingkungan kepolisian.
    “Sehingga antara tim ini dengan tim yang sudah dibentuk oleh bapak Kapolri, mudah-mudahan ini saling menunjang dan tim yang ada di internal Polri kita anggap sebagai tim yang menggambarkan sikap responsif Pak Kapolri ya kan, menanggapi aspirasi segera, tanda kesiapan internal kepolisian untuk bersikap terbuka, untuk apa saja yang perlu diperbaiki, kita perbaiki,” kata Jimly.
    Jimly menjelaskan bahwa tim reformasi Polri ini membuka peluang untuk memberikan saran maupun rekomendasi kepada Presiden
    Prabowo Subianto
    dalam merevisi Undang-Undang (UU) demi perbaikan menyeluruh institusi Polri.
    Hanya saja, rekomendasi untuk merevisi UU perlu melewati berbagai pertimbangan, termasuk berdasarkan aspirasi yang diserap dari para tokoh bangsa dan masyarakat.
    “Tim ini bisa saja ya, (memberikan rekomendasi) memerlukan perubahan Undang-Undang. Tapi apanya yang perlu diubah, (apakah) sistem yang harus kita perbaiki, nanti kami akan rembuk bersama sambil mendengar dari semua kalangan,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie di teras Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Jumat, 7 November 2025, melalui Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025.
    Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa reformasi Polri belum tuntas, bahkan masih mencari arah.
    Komisi itu diketuai Jimly Asshiddiqie, dengan anggota yang terdiri dari sejumlah tokoh nasional: Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Tito Karnavian, Idham Azis, Badrodin Haiti, hingga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
    Komposisi ini di atas kertas tampak ideal—perpaduan antara intelektual, negarawan, dan mantan aparat tinggi
    kepolisian
    .
    Namun, di tengah optimisme itu, publik menyimpan rasa ragu: apakah reformasi yang dipimpin oleh nama-nama besar ini akan melahirkan perubahan nyata, atau sekadar menjadi etalase politik yang indah di permukaan?
    Presiden menegaskan bahwa tugas komisi ini adalah menata ulang struktur, kultur, dan tata kelola Polri agar sejalan dengan cita-cita reformasi 1998.
    Ia juga menyampaikan bahwa masa kerja komisi tidak dibatasi waktu, tetapi hasil kerja harus tetap dilaporkan secara berkala.
    Fleksibilitas ini memberi ruang bagi kerja mendalam, namun juga memunculkan kekhawatiran: tanpa batas waktu yang tegas, reformasi bisa kehilangan momentum dan arah.
    Reformasi Polri hidup dalam bayang-bayang sejarah panjang kekuasaan. Setelah pemisahan dari ABRI pada 1999, Polri diharapkan menjadi lembaga sipil yang profesional dan tunduk pada hukum. Namun, bayangan masa lalu belum sepenuhnya hilang.
    Sejumlah kasus besar telah menodai citra kepolisian dan menimbulkan jarak antara aparat dan masyarakat.
    Fenomena ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum mencerminkan betapa reformasi belum benar-benar menyentuh sisi moral dan kultural lembaga.
    Tagar #PercumaLaporPolisi yang sempat viral beberapa tahun lalu, bukan sekadar keluhan, tetapi ekspresi luka kolektif atas lemahnya empati dan akuntabilitas hukum.
    Di tengah bayangan itu,
    Komisi Reformasi Polri
    hadir membawa harapan sekaligus beban sejarah. Reformasi yang ditunggu bukanlah sekadar pembenahan struktur, tetapi pemulihan moral.
    Publik tidak lagi menuntut jargon baru, melainkan perubahan sikap dan perilaku aparat. Karena pada akhirnya, keadilan bukan diukur dari jumlah peraturan, melainkan dari keberanian untuk menegakkan kebenaran.
    Komisi Reformasi Polri memang tidak dibatasi masa kerja. Namun waktu bukanlah satu-satunya ujian. Ujian sejati justru terletak pada integritas dan keberanian moral para anggotanya.
    Sebagian anggota komisi adalah figur yang pernah berada di lingkaran kekuasaan, bahkan pernah memimpin Polri.
    Di satu sisi, pengalaman mereka menjadi modal penting untuk memahami kerumitan lembaga; di sisi lain, latar belakang itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan skeptisisme publik.

    Maka, komisi ini tidak cukup hanya bekerja cerdas—ia harus bekerja jujur.
    Reformasi Polri adalah pekerjaan yang menuntut keberanian untuk menembus batas loyalitas lama. Ia menuntut kejujuran untuk mengakui kesalahan masa lalu dan kebesaran hati untuk memperbaiki diri. Sebab yang sedang dibenahi bukan semata struktur organisasi, tetapi kepercayaan rakyat terhadap hukum itu sendiri.
    Presiden telah memberi waktu seluas-luasnya, tetapi publik tidak akan memberi kesabaran tanpa batas. Mereka menunggu hasil, bukan janji; perubahan nyata, bukan laporan tebal.
    Masalah Polri tidak hanya berhenti pada aturan hukum, melainkan berakar pada kebiasaan dan nilai. Peraturan bisa disusun ulang, tetapi kebiasaan buruk membutuhkan revolusi moral untuk diubah.
    Selama dua dekade terakhir, Polri memang telah melakukan berbagai transformasi internal—dari program Presisi hingga penataan kelembagaan. Namun realitas di lapangan masih sering berseberangan dengan semangat perubahan itu.
    Birokrasi yang hierarkis, budaya komando yang kaku, dan pola rekrutmen yang tak sepenuhnya transparan masih menjadi batu sandungan.
    Kultur institusi yang terlalu menekankan loyalitas sering kali mematikan meritokrasi.

    Dalam banyak kasus, keberanian aparat di lapangan untuk menegakkan hukum justru berhenti di tembok ketakutan terhadap atasan.
    Ketika rasa takut lebih besar dari rasa tanggung jawab, maka hukum hanya menjadi formalitas yang kehilangan jiwa.
    Komisi Reformasi Polri perlu memusatkan perhatian pada aspek ini. Sebab reformasi sejati tidak hanya melahirkan aturan baru, tetapi menumbuhkan manusia baru dalam seragam yang sama.
    Dalam sistem presidensial Indonesia, Polri berada langsung di bawah Presiden. Hubungan hierarkis ini menempatkan Polri dalam posisi yang rumit—antara pelaksana hukum dan alat kekuasaan.
    Di sinilah akar persoalan lama yang sulit disembuhkan: bagaimana memastikan Polri menjadi penjaga hukum, bukan pelayan politik.
    Setiap rezim punya cara sendiri dalam memanfaatkan Polri sebagai penopang kekuasaan. Pada masa tertentu, Polri menjadi perpanjangan tangan penguasa; pada masa lain, ia menjadi tameng dari ketegangan sosial dan politik.
    Kini, di bawah pemerintahan baru, publik menaruh harapan bahwa Polri tidak lagi dijadikan instrumen kekuasaan, melainkan mitra rakyat dalam menjaga keadilan.
    Reformasi Polri, karena itu, tidak hanya menjadi ujian bagi lembaga kepolisian, tetapi juga bagi Presiden.
    Prabowo Subianto akan diukur bukan dari seberapa sering ia bicara soal hukum, melainkan sejauh mana ia berani melepaskan kendali politik atas aparatnya.
    Reformasi Polri akan menjadi cermin dari niat politik pemerintah: apakah ingin membangun negara hukum, atau sekadar memperhalus wajah kekuasaan.
    Reformasi Polri sejatinya bukan proyek pemerintah, melainkan urusan moral bangsa.

    Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk ikut mengawasi jalannya reformasi ini.
    Komisi Reformasi Polri harus terbuka terhadap kritik dan masukan publik. Partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pengawas harus menjadi bagian dari mekanisme kerja.
    Transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi untuk membangun kembali kepercayaan yang lama hilang.
    Hasil kajian dan rekomendasi komisi tidak boleh berhenti di meja Presiden. Masyarakat berhak tahu, sejauh mana polisi mereka mau berubah. Tanpa keterbukaan, reformasi hanya akan menjadi dokumen indah tanpa makna sosial.
    Keterlibatan publik adalah penentu legitimasi. Reformasi yang disembunyikan dari rakyat hanya akan menimbulkan kecurigaan baru. Namun, reformasi yang melibatkan rakyat akan menjadi energi moral yang memperkuat institusi.
    Setiap lembaga yang kehilangan integritas pada akhirnya akan kehilangan legitimasi.

    Polisi tanpa kepercayaan publik hanyalah seragam tanpa makna.
    Komisi Reformasi Polri lahir bukan di tengah pujian, melainkan di tengah krisis kepercayaan. Namun, justru di situlah peluang sejatinya berada: krisis memberi ruang bagi kejujuran baru dan keberanian moral untuk berubah.
    Kini, bola ada di tangan komisi dan Presiden. Jika keduanya berani menegakkan hukum di atas kekuasaan, maka bangsa ini masih punya alasan untuk percaya pada masa depan.
    Namun, jika reformasi hanya dijadikan tameng politik, publik akan kembali menyimpulkan: perubahan di negeri ini selalu berhenti di meja kekuasaan.
    Reformasi Polri bukan soal lembaga, melainkan soal nurani. Ketika polisi kembali menjadi pelindung, bukan alat kuasa; ketika hukum ditegakkan bukan karena perintah, tetapi karena kebenaran—saat itulah rakyat bisa berkata dengan tenang: “Kami percaya hukum masih hidup.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama

    Komisi Reformasi Polri: Antara Harapan dan Ketakutan Lama
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Jumat, 7 November 2025, melalui Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025.
    Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa reformasi Polri belum tuntas, bahkan masih mencari arah.
    Komisi itu diketuai Jimly Asshiddiqie, dengan anggota yang terdiri dari sejumlah tokoh nasional: Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Tito Karnavian, Idham Azis, Badrodin Haiti, hingga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
    Komposisi ini di atas kertas tampak ideal—perpaduan antara intelektual, negarawan, dan mantan aparat tinggi
    kepolisian
    .
    Namun, di tengah optimisme itu, publik menyimpan rasa ragu: apakah reformasi yang dipimpin oleh nama-nama besar ini akan melahirkan perubahan nyata, atau sekadar menjadi etalase politik yang indah di permukaan?
    Presiden menegaskan bahwa tugas komisi ini adalah menata ulang struktur, kultur, dan tata kelola Polri agar sejalan dengan cita-cita reformasi 1998.
    Ia juga menyampaikan bahwa masa kerja komisi tidak dibatasi waktu, tetapi hasil kerja harus tetap dilaporkan secara berkala.
    Fleksibilitas ini memberi ruang bagi kerja mendalam, namun juga memunculkan kekhawatiran: tanpa batas waktu yang tegas, reformasi bisa kehilangan momentum dan arah.
    Reformasi Polri hidup dalam bayang-bayang sejarah panjang kekuasaan. Setelah pemisahan dari ABRI pada 1999, Polri diharapkan menjadi lembaga sipil yang profesional dan tunduk pada hukum. Namun, bayangan masa lalu belum sepenuhnya hilang.
    Sejumlah kasus besar telah menodai citra kepolisian dan menimbulkan jarak antara aparat dan masyarakat.
    Fenomena ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum mencerminkan betapa reformasi belum benar-benar menyentuh sisi moral dan kultural lembaga.
    Tagar #PercumaLaporPolisi yang sempat viral beberapa tahun lalu, bukan sekadar keluhan, tetapi ekspresi luka kolektif atas lemahnya empati dan akuntabilitas hukum.
    Di tengah bayangan itu,
    Komisi Reformasi Polri
    hadir membawa harapan sekaligus beban sejarah. Reformasi yang ditunggu bukanlah sekadar pembenahan struktur, tetapi pemulihan moral.
    Publik tidak lagi menuntut jargon baru, melainkan perubahan sikap dan perilaku aparat. Karena pada akhirnya, keadilan bukan diukur dari jumlah peraturan, melainkan dari keberanian untuk menegakkan kebenaran.
    Komisi Reformasi Polri memang tidak dibatasi masa kerja. Namun waktu bukanlah satu-satunya ujian. Ujian sejati justru terletak pada integritas dan keberanian moral para anggotanya.
    Sebagian anggota komisi adalah figur yang pernah berada di lingkaran kekuasaan, bahkan pernah memimpin Polri.
    Di satu sisi, pengalaman mereka menjadi modal penting untuk memahami kerumitan lembaga; di sisi lain, latar belakang itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan skeptisisme publik.

    Maka, komisi ini tidak cukup hanya bekerja cerdas—ia harus bekerja jujur.
    Reformasi Polri adalah pekerjaan yang menuntut keberanian untuk menembus batas loyalitas lama. Ia menuntut kejujuran untuk mengakui kesalahan masa lalu dan kebesaran hati untuk memperbaiki diri. Sebab yang sedang dibenahi bukan semata struktur organisasi, tetapi kepercayaan rakyat terhadap hukum itu sendiri.
    Presiden telah memberi waktu seluas-luasnya, tetapi publik tidak akan memberi kesabaran tanpa batas. Mereka menunggu hasil, bukan janji; perubahan nyata, bukan laporan tebal.
    Masalah Polri tidak hanya berhenti pada aturan hukum, melainkan berakar pada kebiasaan dan nilai. Peraturan bisa disusun ulang, tetapi kebiasaan buruk membutuhkan revolusi moral untuk diubah.
    Selama dua dekade terakhir, Polri memang telah melakukan berbagai transformasi internal—dari program Presisi hingga penataan kelembagaan. Namun realitas di lapangan masih sering berseberangan dengan semangat perubahan itu.
    Birokrasi yang hierarkis, budaya komando yang kaku, dan pola rekrutmen yang tak sepenuhnya transparan masih menjadi batu sandungan.
    Kultur institusi yang terlalu menekankan loyalitas sering kali mematikan meritokrasi.

    Dalam banyak kasus, keberanian aparat di lapangan untuk menegakkan hukum justru berhenti di tembok ketakutan terhadap atasan.
    Ketika rasa takut lebih besar dari rasa tanggung jawab, maka hukum hanya menjadi formalitas yang kehilangan jiwa.
    Komisi Reformasi Polri perlu memusatkan perhatian pada aspek ini. Sebab reformasi sejati tidak hanya melahirkan aturan baru, tetapi menumbuhkan manusia baru dalam seragam yang sama.
    Dalam sistem presidensial Indonesia, Polri berada langsung di bawah Presiden. Hubungan hierarkis ini menempatkan Polri dalam posisi yang rumit—antara pelaksana hukum dan alat kekuasaan.
    Di sinilah akar persoalan lama yang sulit disembuhkan: bagaimana memastikan Polri menjadi penjaga hukum, bukan pelayan politik.
    Setiap rezim punya cara sendiri dalam memanfaatkan Polri sebagai penopang kekuasaan. Pada masa tertentu, Polri menjadi perpanjangan tangan penguasa; pada masa lain, ia menjadi tameng dari ketegangan sosial dan politik.
    Kini, di bawah pemerintahan baru, publik menaruh harapan bahwa Polri tidak lagi dijadikan instrumen kekuasaan, melainkan mitra rakyat dalam menjaga keadilan.
    Reformasi Polri, karena itu, tidak hanya menjadi ujian bagi lembaga kepolisian, tetapi juga bagi Presiden.
    Prabowo Subianto akan diukur bukan dari seberapa sering ia bicara soal hukum, melainkan sejauh mana ia berani melepaskan kendali politik atas aparatnya.
    Reformasi Polri akan menjadi cermin dari niat politik pemerintah: apakah ingin membangun negara hukum, atau sekadar memperhalus wajah kekuasaan.
    Reformasi Polri sejatinya bukan proyek pemerintah, melainkan urusan moral bangsa.

    Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk ikut mengawasi jalannya reformasi ini.
    Komisi Reformasi Polri harus terbuka terhadap kritik dan masukan publik. Partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pengawas harus menjadi bagian dari mekanisme kerja.
    Transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi untuk membangun kembali kepercayaan yang lama hilang.
    Hasil kajian dan rekomendasi komisi tidak boleh berhenti di meja Presiden. Masyarakat berhak tahu, sejauh mana polisi mereka mau berubah. Tanpa keterbukaan, reformasi hanya akan menjadi dokumen indah tanpa makna sosial.
    Keterlibatan publik adalah penentu legitimasi. Reformasi yang disembunyikan dari rakyat hanya akan menimbulkan kecurigaan baru. Namun, reformasi yang melibatkan rakyat akan menjadi energi moral yang memperkuat institusi.
    Setiap lembaga yang kehilangan integritas pada akhirnya akan kehilangan legitimasi.

    Polisi tanpa kepercayaan publik hanyalah seragam tanpa makna.
    Komisi Reformasi Polri lahir bukan di tengah pujian, melainkan di tengah krisis kepercayaan. Namun, justru di situlah peluang sejatinya berada: krisis memberi ruang bagi kejujuran baru dan keberanian moral untuk berubah.
    Kini, bola ada di tangan komisi dan Presiden. Jika keduanya berani menegakkan hukum di atas kekuasaan, maka bangsa ini masih punya alasan untuk percaya pada masa depan.
    Namun, jika reformasi hanya dijadikan tameng politik, publik akan kembali menyimpulkan: perubahan di negeri ini selalu berhenti di meja kekuasaan.
    Reformasi Polri bukan soal lembaga, melainkan soal nurani. Ketika polisi kembali menjadi pelindung, bukan alat kuasa; ketika hukum ditegakkan bukan karena perintah, tetapi karena kebenaran—saat itulah rakyat bisa berkata dengan tenang: “Kami percaya hukum masih hidup.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.